Anda di halaman 1dari 5

PURI KANGINAN

A. SEJARAH
Peninggalan masalalu seperti bangunan maupun benda lain yang disebut sebagai pusaka
leluhur atau dengan istilah warisan budaya adalah sesuatu yang mempunyai makna sangat penting bila
dipandang dari dibidang kebudayaan. sejarah dan pendidikan. Dari benda-benda tersebut kita dapat
cerminan terhadap nil ai-nilai kepribadian nenek moyang terdahulu yang melandasi pertumbuhan dan
perkembangan jati diri kita dari waktu ke waktu sampai ke generasi masa kini.

Kedudukan Puri Ranginan yang berfungsi sebagai tempat kediaman keluarga bangsawan dan
juga sebagai pusat pemerintahan pada jamannya. berlokasi pada posisi yang strategis. Wajah Puri
menghadap ke arah Barat dengan halaman depan langsung mengakses perempatan jalan utama atau
yang disebut Catus Pata. Pekarangan Puri berada di atas tanah yang agak tingai dibanding sekitarnya.
mulai dari halaman uang paling tinggiterletak di hulu Timur disebut Utama Mandala. kemudian sedikit
menurun ke halaman tengah atau Madya Mandala dan menurun lagi ke halaman luar atau Hanista
Mandala sampai ke pintu luar atau pemedal menuju jalan raya at au marga agung. asing masing
mandala dikelilingi tembok pembatas sedangkan ke setiap Mandala dihubungkan dengan Hori.

Bangunan Puri ini diperkirakan sudah ada pada akhir abad ke 18. Tetapi nama puri Kanginan
mulai dikenal pada sekitar tahun 1830an. Kanginan" dari kat Hangin berarti Timur. Puri Kanginan
artinya istana di sebelah Timur persimpangan empat "Catus Pata" dan juga disebelah Timur pasar.
Dulu lokasi Puri ini berada di banjaran "Dangin Peken (Timur Pasar). Sekarang Puri Kanginan berada di
Banjar "Delod Peken (Utara Pasa). Bukan Purinya yang pindah tetapi karena pasar Buleleng
dipindahkan ke tempatnya sekarang pada disekitar tahun 1898.

Ki Gusti Anglurah, Pan ji Sakti. seorang putra dari dinasti kerajaan Gelgel pada abad ke 11
berhasil menyatukan seluruh daerah di sebelah utara pulau Bali yang disebut wilayah Denbukit dan
meniadikannua sebuah keraiaan yang sangat berpengaruh. Sejak usia muda beliau sudah
memperlihatkan kedigiauaannya sebagai emimpn sehingga beliau mendapat nama julukan Ki Gusti
Anglurah Panji. Semula beliau beristana di desa Panji. di desa asal ibundanya. Atas keberhasilan beliau
sebagai raja yang mampu menyatukan wilayah Denbukit ini kemudian beliau mendirikan istana baru
dengan nama Puri Buleleng.

Setelah beberapa kali memimpin pasukan Taruna Gowak yang dibentuknya bersama-sama
rakyat beliau berhasil menaklukkan wilauah keraiaan Blambangan uang berada di ujung Timur pulau
Jawa. Nama beliau ditambah dengan sebutan kata Saktimen jadi Ki Gusti Anglurah Panji Sakti.

B. PERAN PURI KANGINAN


Dalam pada itu pihak kolonial Belanda mulai terang-terangan ingin menguasai Bali dengan
menaklukkan Buleleng terlebih dahulu. Maksud Belanda itu tentu saja sangat ditentang oleh rakyat
Buleleng dan juga masyarakat Bali secara keseluruhan. Dibawah pimpinan I Gusti Ketut Jlantik dengan
menjalankan taktik tawan karang maka pecahlah perang melawan pasukan kolonial Belanda.
Pertempuran dimulai di pelabuhan Buleleng meluas sampai di Catus Pata. Sebagai basis perlawanan
melawan kolonial Belanda Puri Kanginan mengalami beberapa kali serangan meriam angkatan laut
Belanda sehingga mengalami kerusakan berat.
Kemudian I Gusti Ketut Jlantik menghimpun pasukan dari seluruh kerajaan di Bali dan
membuat benteng di desa Jagaraga. Dengan gagah berani rakyat Buleleng dengan pimpinan l Gusti
Ketut Jlantik sempat menghalau pasukan Belanda. Peristiwa ini dikenal dengan "Perang Jagaraga".
Namun serangan pasukan Belanda yang lebih besar dengan persenjataan yang lebih modern akhirnya
dapat menaklukkan pasukan rakyat Buleleng. Belanda berhasil menguasai wilayah Buleleng pada
tahun 1849. Sedangkan I Gusti Ketut Jlantik gugur sebagai pahlawan. Sebagaimana telah diketahui. I
Gusti Ketut Jlantik oleh pemerintah RI telah diangkat sebagai pahlawan nasional.

Bagaimanapun juga pada kenyataannya pemerintah kolonial Belanda sudah mencengkram


bumi Panji Sakti. Dalam kondisi dan situasi yang baruini. Puri Kanginan kembali berperan sebagai
tempat berkumpulnya keluarga keturunan Ki Gusti Anglurah Panji Sakti untuk menentukan nasib
wilayah kerajaan Buleleng.

Waktu itu di antara pratisentana Gusti Anglurah Pan ji Sakti. sudah ada yang bermukim di
masing-masing puri seperti di desa Bangkang. di desa Ki Hubutambahan dan di desa Tukadmungga.

Dalam musyawarah keluarga besar bertempat di Puri Banginan. I Gusti Putu Batan yang
menjabat sebagai Sedahan Agung karena merasa sudah berusia lan jut beliau mengelak untuk
dicalonkan sebagai raja Buleleng Putra beliau l GustiMade Singaraja sudah menekuni bidang desa adat
dan aktif di pura Desa Bale -Agung Buleleng. Dari beliaulah muncul prakarsa untuk mengukuhkn
kembali Cacakan 40 dan terbentuknya Tridatu di desa adat Buleleng dengan busana khasnya.

Dengan kesepakatan keluarga besar akhirnya berhasil diangkat raja Buleleng yaitu I Gusti
Ngurah Ketut Jlantik yang dinobatkan di Puri Kanginan pada tanggal 20 Desemaber1860di hadapan
para punggawa dan pembesar Belanda apda waktu itu.

Pada tahun 1873, sebagaimana tercatat dalam sejarah bahwa Anak Agung Ngurah Ketut
Jlantik dituduh melanggar peraturan dalam men jalankan pemerintahan dan dicurigai tidak berpihak
pada pemerintahan Belanda terkait Perang Ban jar. Beliau diekstradisi atau dihukum buang ke kota
Bengkulu. Padang Sumatera selama 13 tahun. Maka belaiu dan dikenal dengan julukan Anak Agung
Padang.

I Gusti Bagus Jlantik sebagai Patih Buleleng dan merangkap punggawa Penarukan sejak 1813
diberikan tugas dan wewenangpenuh oleh assistent resident waktuitu bernama F.C. Ualck untuk
meneruskan kebijakan dalam menjalankan tata pemerintahan di Buleleng. Beliau juga diberikan kuasa
untuk mengangkat para punggawa dan perangkat pemerintah yang diperlukar.

Generasi berikutnya. yaitul Gusti Putu Geriya masih berumur muda menjabat punggawa
Buleleng mulai tahun 1886. Beliau telah dicanangkan untuk dicalonkan sebagai raja Buleleng bilamana
nantinya dianggap sudah cukup berpengalaman. Tetapi ternyata kemudian terjadi perubahan. Bahwa
pada tahun 1895 I Gusti Putu Geriya harus dikirim ke Mataram Lombok karena situasi memaksa
pemerintah harus menempatkan orang Buleleng di sana untuk meredam gejolak. I Gusti Putu Geriya
menjabat sebagai Patih di Mataram Lombok dan bertempat tinggal di Puri Ukir Hawi Cakranegara.
Untuk menunjang tugas yang berat di tempat baru itu beliau mengajak saudara-saudaranya dari Puri
anginan untuk diangkat sebagai punggawa. sedahan. pekasih dan lainnya di Mataram Lombok. Maka
sejak itu beberapa keluarga dari Puri Kanginan ikut bemukim di sana sampai sekarang.

Sebagai pengganti Gusti Putu Geriya maka diangkat I Gusti Nyoman Raka sebagai punggawa
Buleleng sejak 1895. Disamping sebagai punggawa beliau juga sebagai Lid Raad Kerta. Beliau wafat
terkena ledakan mesiu di ruang kerjanya sebagai barang bukti pada tahun1898. Almarhum dikenang
dengan julukan Dewata Geseng. Penggantinya adalah adik beliau yaitu I Gusti Ketut Jlantik

C. FILOSOFI
Arsitektur tradisional pada bangunan Puri Kanginan ini dapat diartikan sebagai tata ruang dari
wadah kehidupan masyarakat Bali yang telah berkembang secara turun-temurun dengan segala
aturan-aturan yang diwarisi dari zaman dahulu, sampai pada perkembangan satu wujud dengan ciri-ciri
fisik yang dimilikinya.

zona 3

zona 2

zona 1
Arsitektur Puri Kanginan memiliki konsep-konsep dasar dalam menyusun dan mempengaruhi
tata ruangnya, orientasi kosmologi atau dikenal dengan filosofi Triangga dimana diartikan sebagai tiga
tingkatan, yaitu Kepala (Zona 1), Badan (Zona 2), Kaki (Zona 1). Dari konsep triangga dan trilokani,
berkembang konsep-konsep lain, seperti konsep kosmologis Trihita Karana dan konsep Orientasi
Kosmologis :
1) Konsep Trihitakarana
Dalam konsep tri hita karana terdapat “tiga unsur” penghubung antara alam dan
manusia untuk membentuk kesempurnaan hidup, yaitu jiwa, raga, dan tenaga. Tiga
sumber kebahagiaan tersebut akan tercipta dengan memperhatikan keharmonisan
hubungan antara manusia dengan Pencipta, manusia dengan manusia, serta manusia
dengan alam.
2) Konsep Orientasi Kosmologis
Dalam orientasi kosmologis di antaranya terdapat konsepsi sanga (sanga
mandala/nawa sanga). Konsepsi ini lahir dari perpaduan astha dala (delapan penjuru
mata angin) dengan dewata nawa sanga (sembilan mitologi dewa-dewa penguasa mata
angin). Falsafahnya tetap menitik beratkan upaya menjaga keharmonisan dan
keselarasan alam. Bagi masyarakat Bali, pegunungan dijadikan petunjuk arah (kajake
arah gunung dan kelodke arah laut).
Gunung Agung merupakan orientasi utama yang paling disakralkan. Namun, untuk
wilayah yang tidak berdekatan dengan Gunung Agung, umumnya berorientasi ke
pegunungan terdekat. Posisi pegunungan yang berada di tengah-tengah menyebabkan
Bali seakan terbagi menjadi dua bagian, yaitu Bali Utara dan Bali Selatan. Oleh karena
itu, pengertian kajabagi orang Bali yang berdiam di sebelah utara dengan sebelah selatan
menjadi berlainan, padahal patokan sumbu mereka tetap, yaitu sumbu kaja-keloddan
kangin-kauh.

Pada bagian halaman luar Puri Kanginan terdapat dua bale-bale yang disebut Mandala Media,
letaknya berada di sebelah kanan dan kiri. Dahulunya kedua bale-bale ini digunakan sebagai tempat
tari-tarian penyambut tamu, tetapi sekarang hanya digunakan untuk istirahat bagi para
tamu/pengunjung yang datang.
Pada lantai halaman terdapat perbedaan elevasi dan juga menggunakan material bebatuan,
yang mana dimaksudkan agar dapat membedakan kasta di dalam dan luar bangunan.

Anda mungkin juga menyukai