Sumber tradisi Jawa menuturkan perjuangan Sunan Giri dalam mendapatkan lokasi
yang strategis seperti yang disarankan oleh gurunya (Syeh Awwalul Islam) dilakukan
dengan menyiapkan segala kekuatan fisik maupun mental spiritual, bermunajat
kepada Allah SWT disertai dengan khadamnya. Berjalan melewati bukit, hingga
tibalah ia disebuah tempat yang sekarang terletak di desa Sidomukti, sebelah
selatan kota Gresik.
Di tempat inilah Sunan Giri mendirikan masjid dengan pesantren serta rumah untuk
para keluarganya. Pada taraf perkembangannya, tempat tersebut menjadi pusat
kekuasaan Giri dengan terwujudnya Kedaton Giri. Ketika Raden Rahmat meninggal
(1475 M), Ampel Denta dan Gresik digabungkan atas izin raja Majapahit.
Dalam perkembangan selanjutnya, pusat dakwah yang telah didirikan oleh Sunan
Giri mengalami perkembangan fungsi, yang pada awalnya sebagai pusat aktivitas
pendidikan agama berkembang menjadi pusat kegiatan politik. Hal ini diceritakan di
buku “Babad Hing Gresik” : Raden Paku (Sunan Giri) hanggenipun babat-babat
hung nedi kedaton dampun dados wewengkon dalem, saha sampun dados kedaton
tunda sapta, sepale kangge shalat sepale kangge tilem”.
Sunan Giri sebagai penggerak Islam yang berpusat di Kedaton Giri, tidak luput dari
peranannya dengan metode dakwah seperti yang dilakukan para penyebar Islam
lainnya, yaitu dengan mendirikan pesantren guna mendidik anak-anak negeri
dengan pengetahuan agama. Selain itu, upaya yang dilakukan Sunan Giri dalam
mendekatkan Islam kepada anak-anak yakni dengan menciptakan lagu serta
permainan dengan memasukkan unsur-unsur jiwa agamis.
Di antara permainan anak-anak yang diciptakan oleh Sunan Giri yang sangat
populer di kalangan masyarakat Jawa Timur adalah “Jelungan” atau “Jitungan”.
Dalam permainan ini disimbolkan dengan satu tonggak kayu atau pohon yang kuat.
Adapun filosofi dari permainan ini adalah mengajarkan manusia tentang
keselamatan hidup yakni dengan cara berpegang teguh pada agama. Selain itu
Sunan Giri juga menciptakan lagu atau tembang yakni “Dolanan Bocah” dan “Ilir-
ilir”.
Keteladanan yang dapat kita petik dari kisah Sunan Giri bahwasanya dalam
menyebarkan Islam, tentunya diperlukan strategi-strategi agar kegiatan dakwah kita
berjalan baik dan mengalami perkembangan. Strategi yang ditunjukkan Sunan Giri
khususnya dalam bidang politik yakni dengan menjadi “Sang Propaganda Ulung”,
dimana ia mampu menaklukkan Majapahit sehingga akhirnya Majapahit mengakui
kekuasaan beliau dan memberikan kebebasan dalam berdakwah.
Menjadi seorang ulama tentunya tidak hanya pengetahuan agama yang diperlukan,
namun juga kepintaran dalam pengetahuan umum, dan juga kemampuannya dalam
bernegosiasi dan kepemimpinannya di pemerintahan. Karena itu, salah satu cara
agar keberadaan kita diakui oleh pemerintahan adalah dengan ikut berkecimpung
dalam bidang politik sehingga dengan pengakuan dan legalitas yang kita dapatkan
diharapkan menjadi kemudahan bagi kita dalam menyebarkan Islam.
Adapun jejak sejarah yang dapat kita kunjungi yakni dengan mendatangi makam
sunan Giri. Ini bukan hanya sekedar makam biasa, namun dijadikan sebagai wisata.
Yang mana pada gapura pintu masuk makam tersebut terbuat dari batu yang
berbentuk sepasang kepala naga raja, bangunan beratap di atas makam sebagai
pelindung makam terbuat dari kayu jati asli, dindingnya terdiri dari panel (disebut
juga lumber sering) tumbuh-tumbuhan, sedangkan pintu cungkup terdapat ukiran
bermotif hindu yang dipadukan dengan motif islami yaitu tumbuh-tumbuhan.