Anda di halaman 1dari 4

Biografi Agus Pramono Pemilik Ayam Bakar Mas

Mono
10:12 AMNO COMMENTS

Mas Mono / Agus Pramono

Menjadi office boy, tukang gorengan dan sales adalah sederet pekerjaan masa lalu Agus Pramono
yang akrab dipanggil Mas Mono ini. Bisnis ayam bakar yang dirintisnya di tahun 2001 tak disangka
meledak di pasaran. Kini, setidaknya ia telah memiliki 20 cabang dengan omset puluhan juta per
hari serta melego franchisenya seharga 500 juta rupiah.
Cukup sulit membayangkan masa lalu Mas Mono yang kini telah menjelma menjadi seorang
milyarder. Betapa tidak, belasan tahun yang lalu ia masih harus menjalani hidup sebagai OB
disebuah perusahaan. Bosan menjadi OB perlahan ia menata hidupnya menjadi pengasong
gorengan dari SD ke SD, dari kompleks ke kompleks dengan berjalan kaki. Ya, itulah masa lalu
saya. Disaat saya menjadi OB, bapak saya di desa meninggal. Saya tak bisa pulang karena tak ada
uang. Itu tamparan keras bagi saya. Dari situlah, akhirnya saya putuskan untuk keluar kerja, kisah
pria kelahiran Madiun, 28 Agustus 1974 ini pelan.

Putus kerja tapi hidup harus terus dilakukan, dengan modal seadanya ia mulai meniti hidup dengan
menjaja gorengan dari SD ke SD. Cukup lama ia melakoni profesi itu sampai akhirnya menemukan
tempat yang cocok untuk mangkal. Saya sewa tuh lahan, karena jual gorengan tidak maksimal
untungnya hanya 15 ribuann per hari, saya beralih ke ayam bakar, tuturnya. Dengan modal 500 ribu
rupiah, ia mulai berjualan 5 ekor ayam perhari.

Mas Mono Di Kaki Lima

Wangi kepulan asap dari ayam bakarnya ternyata mampu menyedot pelanggan. Dari hari ke hari,
pelanggannya makin berlimpah. Bahkan, Mas Mono pun akhirnya mampu menghabiskan 80 ekor
ayam per hari. Saya punya tempat mangkal pun itu anugrah terindah. Saya serasa punya kantor
sendiri, tidak harus mengasong lagi. Alhamdulillah saya dikasih lebih, dari 5 ekor meningkat menjadi
10 ekor, begitu seterusnya hingga mampu menjual ayam bakar 80 ekor per hari atau sekitar 380
potong. Dengan kondisi tempat masih di kaki lima itu sebuah pencapaian yang luar biasa!
Ungkapnya.

Bencana Penggusuran
Naas bagi Mas Mono, disaat bisnisnya sedang menanjak dan naik daun, bencana penggusuran pun
melanda. Ia dipaksa hengkang dari tempat mangkalnya. Saat itu saya benar-benar kelimpungan,
bingung. Bagaimana tidak, di saat yang sama, bisnis penjualan saya tengah laris-larisnya. Saya
harus pindah kemana, bagaimana dengan nasib 6 karyawan saya. Sebelum penggusuran itu tiba,
saya terus tanya-tanya lokasi ke setiap pembeli yang mampir, hingga akhirnya seorang pelanggan
menunjukkan tempat di Tebet, beber ayah yang memiliki anak semata wayang bernama Novieta ini.
Di Tebet, kebingungan pun belum juga reda. Ia dihadapkan pada persoalan baru, lokasi yang tidak
strategis. Pria penyuka rujak cingur ini harus menata ulang lagi bisnisnya. Dengan lokasi yang
mojok dan tersembunyi itu, ia harus berjuang agar pelanggan kembali ramai.

Tak jarang iapun mengajak bekas pelanggannya ditempat dulu untuk mampir ke lokasi barunya.
Hasilnya, pelan tapi pasti berkat kegigihannya dan perjuangannya, pelanggan pun terus berjejalan.
Itulah dinamikanya. Saat ini, Alhamdulillah saya bisa menyewa tempat yang lebih besar. Bahkan,

karena banyaknya pelanggan hingga makan pun harus antre, saya juga membuka cabang baru di
tempat yang tidak terlalu jauh, ujar suami dari Nunung ini.
Rupanya ujian belum selesai juga menimpa dirinya. Di babak kedua dari kebangkitan bisnisnya itu,
flu burung menerjang, memborbardir omsetnya. Dengan merajalelanya flu burung, spontan
penjualan pun merosot dan sepi. Dari situ saya terus belajar untuk syukur nikmat hingga cobaan
itupun berlalu, ucap pria yang kini telah mematenkan brand Mas Mono dibawah payung Panen
Raya Indonesia itu.

20 Cabang, Ribuan Ekor per Hari


Setelah hampir 10 tahun berlalu, akhirnya sukses pun menghampiri. Dari satu cabang yang
didirikannya kini sudah beranak pinak menjadi 20 cabang yang tersebar dibeberapa wilayah di
Jabodetabek seperti Kalimalang, Pondok Gede, Ciputat, Cileduk, dan daerah lainnya. Diakuinya,
satu hari di setiap cabangnya bisa menghabiskan sekitar 150-200 ekor ayam. Tempatnyapun sudah
kami tata menjadi tradisional modern. Bahkan saya bercita-cita ingin menjadikan ayam bakar ini
market leader di dunia kuliner, harapnya.
Mengenai omset, jangan ditanya. Di setiap cabangnya per hari mampu meraup untung hingga 8
jutaan. Sukses dengann ayam bakar, Mas Mono pun merangsek ke bisnis lainnya seperti bakso,
catering, travel umroh dan haji dan lain-lain. Karena saya mengambil segmen semua lapisan
masyarakat, jadi tempat saya bisa disinggahi siapapun. Sehari ya bisa 200 orangan yang
berkunjung. Harganya juga cukup murah, hanya 13 ribuan per porsi, jelas pria yang kini telah
memiliki 400 karyawan ini.

Menu Ayam Bakar Mas Mono

Bahkan bisnis ayam bakar yang dikelolanya kini sudah dikembangkan ke franchise. Dalam waktu
singkat, iapun berencana akan mengembangkan konsep franchisenya ke berbagai daerah bahkan
menembus pasar internasional. Untuk sementara, saya fokuskan untuk menggempur Jakarta saja
dulu. Kedepan saya akan kembangkan lagi ke berbagai wilayah. Karena saat ini bagi saya
kompetitor itu bukan lagi penjual ayam sejenis melainkan seperti KFC dan lainnya, imbuh pria yang
menjual franchise-nya seharga 500 jutaan dan telah menyabet berbagai penghargaan itu.
Foto-Foto Ayam Bakar Mas Mono

Anda mungkin juga menyukai