Anda di halaman 1dari 5

Sejarah Tari Serimpi Yogyakarta

Suatu jenis tari klasik dari daerah Yogyakarta yang selalu dibawakan oleh 4 penari, karena kata
srimpi adalah sinonim bilangan 4. Hanya pada Srimpi Renggowati penarinya ada 5 orang.
Menurut Dr. Priyono nama serimpi dikaitkan ke akar kata impi atau mimpi. Menyaksikan tarian
lemah gemulai sepanjang 3/4 hingga 1 jam itu sepertinya orang dibawa ke alam lain, alam
mimpi.
Menurut Kanjeng Brongtodiningrat, komposisi penari Serimpi melambangkan empat mata angin
atau empat unsur dari dunia yaitu :
1. Grama ( api)
2. Angin ( Udara)
3. Toya (air)
4. Bumi ( Tanah)
Sebagai tari klasik istana di samping bedhaya, serimpi hidup di lingkungan istana Yogyakarta.
Serimpi merupakan seni yang adhiluhung serta dianggap pusaka Kraton. Tema yang
ditampilkan pada tari Serimpi sebenarnya sama dengan tema pada tari Bedhaya Sanga, yaitu
menggambarkan pertikaian antara dua hal yang bertentangan antara baik dengan buruk,
antara benar dan salah antara akal manusia dan nafsu manusia.

Tarian Serimpi adalah suatu jenis tarian yang diperagakan 4 putri ini masing-masing mendapat
sebutan : air, api, angin dan bumi/tanah, yang selain melambangkan terjadinya manusia juga
melambangkan empat penjuru mata angin. Sedang nama peranannya Batak, Gulu, Dhada dan
Buncit. Komposisinya segi empat yang melambangkan tiang Pendopo.
Suatu jenis tari klasik Keraton yang selalu ditarikan oleh 4 penari, karena kata srimpi adalah

sinonim bilangan 4. Menurut Dr. Priyono nama serimpi dikaitkan ke akar kata impi atau
mimpi. Menyaksikan tarian lemah gemulai sepanjang hingga 1 jam itu sepertinya orang
dibawa ke alam lain, alam mimpi.
Konon, kemunculan tari Serimpi berawal dari masa kejayaan Kerajaan Mataram saat Sultan
Agung memerintah antara 1613-1646. Tarian ini dianggap sakral karena hanya dipentaskan
dalam lingkungan keraton untuk ritual kenegaraan sampai peringatan naik takhta sultan.
Pada 1775 Kerajaan Mataram pecah menjadi Kesultanan Yogyakarta dan Kesultanan
Surakarta. Perpecahan ini juga berimbas pada tarian Serimpi walaupun inti dari tarian masih
sama. Tarian Serimpi di Kesultanan Yogyakarta digolongkan menjadi Serimpi Babul Layar,
Serimpi Dhempel, Serimpi Genjung. Sedangkan di Kesultanan Surakarta digolongkan menjadi
Serimpi Anglir Mendung dan Serimpi Bondan. Walaupun sudah tercipta sejak lama, tarian ini
baru dikenal khalayak banyak sejak 1970-an. Karena sebelumnya terkekang oleh tembok
keraton.
Menurut Kanjeng Brongtodiningrat, komposisi penari Serimpi melambangkan empat mata
angin atau empat unsur dari dunia, yaitu : (1) Grama (api), (2) Angin (udara), (3) Toya (air), (4)
Bumi (tanah). Sebagai tari klasik istana di samping bedhaya, tari Serimpi hidup di lingkungan
istana Yogyakarta. Serimpi merupakan seni yang adhiluhung serta dianggap pusaka Kraton.
Tema yang ditampilkan pada tari Serimpi sebenarnya sama dengan tema pada tari Bedhaya
Sanga, yaitu menggambarkan pertikaian antara dua hal yang bertentangan antara baik dan
buruk, antara benar dan salah, antara akal manusia dan nafsu manusia.
Tema perang dalam tari Serimpi, menurut RM Wisnu Wardhana, merupakan falsafah hidup
ketimuran. Peperangan dalam tari Serimpi merupakan simbolik pertarungan yang tak kunjung
habis antara kebaikan dan kejahatan. Bahkan tari Serimpi dalam mengekspresikan gerakan tari
perang lebih terlihat jelas karena dilakukan dengan gerakan yang sama dari dua pasang prajurit
melawan prajurit yang lain dengan dibantu properti tari berupa senjata. Senjata atau properti tari
dalam tari putri antara lain berupa : keris kecil atau cundrik, jebeng, tombak pendek, jemparing
dan pistol.
Pakaian tari Serimpi mengalami perkembangan. Jika semula seperti pakaian temanten putri
Kraton gaya Yogyakarta, dengan dodotan dan gelung bokornya sebagai motif hiasan kepala,
maka kemudian beralih ke kain seredan, berbaju tanpa lengan, dengan hiasan kepala khusus
yang berjumbai bulu burung kasuari, gelung berhiaskan bunga ceplok dan jebehan.
Karakteristik pada penari Serimpi dikenakannya keris yang diselipkan di depan silang ke kiri.
Penggunaan keris pada tari Serimpi adalah karena dipergunakan pada adegan perang, yang
merupakan motif karakteristik Tari Serimpi.
Disamping keris digunakan pula jembeng ialah sebangsa perisak. Bahkan pada zaman Sri
Sultan Hamengku Buwana VII dijumpai pula tari Serimpi dengan alat perang pistol yang
ditembakkan kearah bawah, pada akhir abad ke-19. Pola iringan tari Serimpi adalah gendhing
sabrangan untuk perjalanan keluar dan masuknya penari dibarengi bunyi musik tiup dan
genderang dengan pukulan irama khusus. Pada bagian tarinya mempergunakan gendhinggendhing tengahan atau gendhing ageng yang berkelanjutan irama ketuk 4, kemudian masuk
ke gendhing ladrang kemudian ayak-ayak beserta srebegannya khusus untuk iringan perang.
Tari Serimpi Sangopati (karya : Sinuhun Pakubuwono IX)
Tarian Srimpi Sangopati karya Pakubuwono IX ini, sebenarnya merupakan tarian karya

Pakubuwono IV yang memerintah Kraton Surakarta Hadiningrat pada tahun 1788-1820 dengan
nama Serimpi sangopati. Kata sangapati itu sendiri berasal dari kata sang apati sebuah
sebutan bagi calon pengganti raja.
Ketika Pakubuwono IX memerintah kraton Surakarta Hadiningrat pada tahun 1861-1893, beliau
berkenaan merubah nama Sangapati menjadi Sangupati.
Hal ini dilakukan berkaitan dengan suatu peristiwa yang terjadi di masa pemerintahan beliau
yaitu pemerintah Kolonial Belanda memaksa kepada Pakubuwono IX agar mau menyerahkan
tanah pesisir pulau Jawa kepada Belanda. Disaat pertemuan perundingan masalah tersebut
Pakubuwono IX menjamu para tamu Belanda dengan pertunjukan tarian Serimpi Sangopati.
Sesungguhnya sajian tarian Serimpi tersebut tidak hanya dijadikan sebagai sebuah hiburan
semata, akan tetapi sesungguhnya sajian tersebut dimaksudkan sebagai bekal bagi kematian
Belanda, karena kata sangopati itu berarti bekal untuk mati. Oleh sebab itu pistol-pistol yang
dipakai untuk menari sesungguhnya diisi dengan peluru yang sebenarnya. Ini dimaksudkan
apabila kegagalan, maka para penaripun telah siap mengorbankan jiwanya.
Maka ini tampak jelas dalam pemakaian sampir warna putih yang berarti kesucian dan
ketulusan.Pakubuwono IX terkenal sebagai raja amat berani dalam menentang pemerintahan
Kolonial Belanda sebagai penguasa wilayah Indonesia ketika itu.
Sebetulnya sikap berani menentang Belanda dilandaskan atas peristiwa yang menyebabkan
kematian ayahnya yaitu Pakubuwono VI (pahlawan nasional Indonesia) yang meninggal akibat
hukuman mati ditembak Belanda saat menjalani hukuman dibuang keluar pulau Jawa saat
Pakubuwono VI meninggal Pakubuwono IX yang seharusnya menggantikan menjadi raja saat
itu masih berada didalam kandungan ibunda prameswari GKR Ageng disebabkan masih dalam
kandungan usia 3 bulan.
Maka setelah Pakubuwono ke VI meninggal yang menjadi raja Pakubuwono VII adalah paman
Pakubuwono IX ketika Pakubuwono VII meninggal yang menggantikan kedudukan sebagai raja
adalah paman Pakubuwono IX sebagai Pakubuwono VII. Baru setelah Pakubuwono VIII
meninggal Pakubuwono menuruskan IX meneruskan tahta kerajaan ayahandanya Pakubuwono
VI sebagai raja yang ketika itu beliau berusia 31 tahun.
Setelah Pakubuwono IX meninggal 1893 dalam usia 64 tahun beliau digantikan putranya
Pakubuwono X atas kehendak Pakubuwono X inilah tarian Srimpi Sangupati yang telah diganti
nama oleh ayahanda Pakubuwono IX menjadi srimpi Sangapati , dengan maksud agar semua
perbuatan maupun tingkah laku manusia hendaknya selalu ditunjukkan untuk menciptakan dan
memelihara keselamatan maupun kesejahteraan bagi kehidupan. Hal ini nampak tercermin
dalam makna simbolis dari tarian srimpi sangopati yang sesungguhnya menggambarkan
dengan jalan mengalahkan hawa nafsu yang selalu menyertai manusia dan berusaha untuk
saling menang menguasai manusia itu sendiri.
Salah satu kekayaan Keraton kasunanan Surakarta ini tengah diupayakan konservasinya
adalah berbagai jenis tarian yang sering menghiasi dan menjadi hiburan pada berbagai acara
yang digelar di lingkungan keraton. Dari berbagai jenis tarian tersebut yang terkenal sampai
saat ini adalah tari Serimpi Sangupati. Penamaan Sangupati sendiri ternyata merupakan salah
satu bentuk siasat dalam mengalahkan musuh.
Tarian ini sengaja di tarikan sebagai salah satu bentuk politik untuk menggagalkan perjanjian
yang akan diadakan dengan pihak Belanda pada masa itu. Hal ini dilakukan untuk
mengantisipasi agar pihak keraton tidak perlu melepaskan daerah pesisir pantai utara dan

beberapa hutan jati yang ada, jika perjanjian dimaksudkan bisa digagalkan.
Tarian Serimpi Sangaupati sendiri merupakan tarian yang dilakukan 4 penari wanita dan di
tengah-tengah tariannya dengan keempat penari tersebut dengan keahliannya kemudian
memberikan minuman keras kepada pihak Belanda dengan memakai gelek inuman.
Ternyata taktik yang dipakai sangat efektif, setidaknya bisa mengakibatkan pihak Belanda tidak
menyadari kalau dirinya dikelabui. Karena terlanjur terbuai dengan keindahan tarian ditambah
lagi dengan semakin banyaknya minuman atau arak yang ditegak maka mereka (Belanda)
kemudian mabuk. Buntutnya, perjanjian yang sedianya akan diadakan akhirnya berhasil
digagalkan. Dengan gagalnya perjanjian tersebut maka beberapa daerah yang disebutkan
diatas dapat diselamatkan.
Namun demikian yang perlu digarisbawahi dalam tarian ini adalah keberanian para prajurit
puteri tersebut yang dalam hal ini diwakili oleh penari serimpi itu. Karena jika siasat itu tercium
oleh Belanda, maka yang akan menjadi tumbal pertama adalah mereka para penari tersebut.
Boleh dibilang mereka adalah prajurit di barisan depan yang menjadi penentu berhasil dan
tidaknya misi menggagalkan perjanjian tersebut. Sehingga untuk mengaburkan misi
sebenarnya yang ada dalam tarian tersebut maka nama tari itu disebut dengan Serimpi
Sangaupati yang diartikan sebagai sangu pati.
Saat ini Serimpi Sangaupati masih sering ditarikan, namun hanya berfungsi sebagai sebuah
tarian hiburan saja. Dan adegan minum arak yang ada dalam tari tersebut masih ada namun
hanya dilakukan secara simbol saja, tidak dengan arak yang sesungguhnya.
Perjanjian antara Keraton Kasunanan Surakarta dengan pihak Belanda tersebut yang terjadi
sekitar tahun 1870-an.
MACAM MACAM TARI SERIMPI YOGYAKARTA
Tari Serimpi Cina
Salah satu jenis tari putri klasik di Istana Kraton Ngayogyakarta Hadiningrat. Ada kekhususan
pada tari Serimpi cina, yaitu busana para penari menyesuaikan dengan pakaian cina.
Tari Serimpi Pistol
Salah satu jenis tari putri klasik gaya Yogyakarta, yang diciptakan oleh Sultan Hamengku
Buwana VII. Kekhususan tarian ini terletak pada properti yang digunakan yaitu pistol.
Tari Serimpi Padhelori
Salah satu jenis tari putri klasik gaya Yogyakarta, yang diciptakan oleh Sultan Hamengku
Buwana VI dan VII. Properti yang digunakan dalam tarian ini berupa pistol dan cundrik.
Membawakan cerita petikan dari Menak, ialah perang tanding Dewi Sirtu Pelaeli dan dewi
Sudarawerti, sebagaimana dikisahkan dalam syair vokalianya. Tari Serimpi Padhelori
mempergunakan lagu pengiring utama Gending Pandhelori.
Tari Serimpi Merak Kasimpir
Salah satu jenis tari putri klasik gaya Yogyakarta, yang diciptakan oleh Sultan Hamengku
Buwana VII. Properti yang digunakan dalam tarian ini berupa pistol dan jemparing. Gending
yang dipergunakan untuk mengiringi tari Serimpi Merak Kasimpir adalah Gending Merak
Kasimpir.
Tari Serimpi Pramugari
Salah satu jenis tari putri klasik gaya Yogyakarta, merupakan hasil ciptakan Sultan Hamengku
Buwana VII. Tarian ini menggunakan properti pistol. Gending yang dipergunakan untuk
mengiringi tari Serimpi Pramugrari adalah Gending Pramugrari.

Tari Serimpi Renggawati


Salah satu jenis tari putri klasik gaya Yogyakarta, yang diciptakan oleh Sultan Hamengku
Buwana V. Penari Serimpi Renggawati berjumlah 5 orang. Membawakan cerita petikan dari
Angling Darmo yang magis, dengan menggunakan tambahan properti sebatang pohon dan
seekor burung mliwis putih.
Beberapa gambar tarian Serimpi :

Anda mungkin juga menyukai