Anda di halaman 1dari 11

DAFTAR ISI

Daftar Isi
BAB I Pendahuluan
A. Latar Belakang
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan
BAB II PEMBAHASAN
a. Sejarah Tari Gending Sriwijaya
b. Fungsi Tari Gending Sriwijaya
c. Sejarah Tari Tanggai
d. Raga gerak
e. Gambar Gerakan Tari Tanggai
f. Bahan busana dan Tata rias
BAB III PENUTUP
a. Kesimpulan
b. Saran
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kota Palembang adalah salah satu kota di Indonesia yang merupakan ibukota Provinsi Sumatera
Selatan. Menurut sejarah, kota Pelembang merupakan kota tertua di Indonesia. Banyak ikon-ikon
dari Kota Palembang. Salah satunya adalah tari Gendhing Sriwijaya dan Tanggai. Dalam
penyusunan makalah kali ini saya memilih topik “Kesenian Tari Gending Sriwijaya dan Tanggai
dipalembang” karena keunikan keunikan dari tarian tersebut.
Kebudayaan ialah sal ah satu aspek yang terpenting dalan kehidupan manusia. Salah satu unsur
kebudayaan yaitu kesenian. Kesenian pada masyarakat Jawa, Kalimantan, Sumatera, Bali, dan Nusa
Tenggara merupakan satu kompleks unsur yang tampak amat digemari oleh warga masyarakatnya,
sehingga tampak seolah-olah mendominasi seluruh kehidupan masyarakatnya. Seni tari
penyambutan tamu pada daerah-daerah tersebut ialah salah satu asset yang dimiliki oleh masyarakat
itu karena merupakan seni tari yang khas dan asli dari daerah tersebut. Tarian gending sriwijaya ini
dari palembang dan sebagai daerah kaya penyimpan koleksi sejarah masa lalu.
Palembang juga memiliki banyak ragam seni tari. Dari imajinasi dan khyalan terhadap zaman
keraton kerajaan Sriwijaya pada abad VI SM, yang sangat tersohor dengan ekspansi wilayah dan
pusat Agama Budha sampai zaman keemasan kesultanan palembang Darussalam. Tahapan sejarah
masa lalu itu sampai kini memberikan banyak inspirasi bagi masyarakat.
Tari Gending Sriwijaya termasuk lagu pengiringnya, diciptakan tahun 1944 untuk
mengingatkan para pemuda bahwa para nenek moyang adalah bangsa dan besar yang menghormati
persaudaraan dan persahabatan antar manusia dan hubungan antara manusia dengan Sang pencipta.
Tari tersebut melukisan kegembiraan gadis-gadis Palembang saat menerima tamu yang diagungkan.
Tari tanggai adalah sebuah tarian yang disajikan untuk menyambut tamu yang telah memenuhi
undangan. Pada zaman sekarang, tari tanggai selain dipertontonkan dalam acara-acara pernikahan
masyarakat palembang, tari ini juga dipertontonkan dalam acara-acara resmi organisasi dan
pergelaran seni disekolah-sekolah.
Antropologi memang sejak lama menaruh perhatian terhadap kesenian tradisional. Namun
keseni bagi cabang ilmu pengetahuan ini tidak hanya diartikan sebagai tari-tarian, tetapi terutama
seni pembuatan tekstil (termasuk batik, ikat, dan songket). Dalam hal ini, arti, kedudukan, dan
simbolik dari motif-motif yang tempat yang penting dalam antropologi. Namun, disamping itu
hampir semua cabang kesenian tradisional pun mendapat perhatian yang mendalam dari
antropologi.
B. RUMUSAN MASALAH
Makalah ini membahasa tentang beberapa hal yang penting dan perlu diketahui.
1. Bagaimana sejarah dari tari gending sriwijaya dan tanggai
2. Bagaimana lirik lagu gending sriwijaya dan tanggai
3. Ada berapa penari ditarian gending sriwijaya
4. Fungsi dalam tarian gending sriwijaya
5. Gambar gerakan tarian tanggai
C. TUJUAN
Untuk lebih mengetahui tarian gending sriwijaya dan tanggai. Dan menambah pengetahuan
mengenai tari gending sriwijaya dan tanggai, mengtahui keunikan-unikan tarian gending sriwijaya
dan tanggai.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Sejarah Tari Gending Sriwijaya
Tarian ini digelar untuk menyambut para tamu istimewa yang bekunjung ke daerah tersebut, seperti
kepala negara Republik Indonesia, menteri kabinet, kepala negara atau pemerintahan negara
sahabat, duta-duta besar atau yang dianggap setara dengan itu.
Untuk menyambut para tamu agung itu digelar suatu tarian tradisional yang salah satunya adalah
Gending Sriwijaya, tarian ini berasal dari masa kejayaan kemaharajaan Sriwijaya di Kota
Palembang yang mencerminkan sikap tuan rumah yang ramah, gembira dan bahagia, tulus dan
terbuka terhadap tamu yang istimewa itu.
Tari ini ditampilkan secara khusus untuk menyambut tamu-tamu agung seperti kepala Negara, Duta
Besar dan Tamu-tamu agung lainnya. Tari Gending Sriwijaya Hampir sama dengan tari Tanggai,
perbedaannya terletak pada penggunaan tari jumlah penari dan perlengkapan busana yang dipakai.
Penari Gending Sriwijaya seluruhnya berjumlah 13 orang terdiri dari :

Para penari Gending Sriwijaya :


ü Satu orang penari utama pembawa tepak (tepak, kapur, sirih).
ü Dua orang penari pembawa peridon (perlengkapan tepak)
ü Enam orang penari pendamping (tiga dikanan dan tiga kiri)
ü Satu orang pembawa payung kebesaran (dibawa oleh pria)
ü Satu orang penyanyi Gending Sriwijaya
ü Dua orang pembawa tombak (pria)
Tarian Gending Sriwijaya digelarkan 9 penari muda dan cantik-cantik yang berbusana Adat Aesan
Gede, Selendang Mantri, paksangkong, Dodot dan Tanggai. Mereka merupakan penari inti yang
dikawal dua penari lainnya membawa payung dan tombak. Sedang di belakang sekali adalah
penyanyi Gending Sriwijaya. Namun saat ini peran penyanyi dan musik pengiring ini sudah lebih
banyak digantikan tape recorder. Dalam bentuk aslinya musik pengiring ini terdiri dari gamelan dan
gong. Sedang peran pengawal kadang-kadang ditiadakan, terutama apabila tarian itu dipertunjukkan
dalam gedung atau panggung tertutup. Penari paling depan membawa tepak sebagai Sekapur Sirih
untuk dipersembahkan kepada tamu istimewa yang datang, diiringi dua penari yang membawa
pridon terbuat dari kuningan. Persembahan Sekapur Sirih ini menurut aslinya hanya dilakukan oleh
putri raja, sultan, atau bangsawan. Pembawa pridon biasanya adalah sahabat akrab atau inang
pengasuh sang putri. Demikianlah pula penari-penari lainnya.
B. Fungsi Tari Gending Sriwijaya
Tari Gending Sriwijaya diterima dan diakui sebagai tari adat Sumatera Selatan berfungsi sebagai
tari penyambutan tamu penting dan tamu yang diangungkan. Fungsi Tari Gending Sriwijaya
sebagai tari penyambutan tamu itu diresmikan oleh H. Asnawi Mangkualam selaku Gubernur
Kepala Daerah Sumatera Selatan pada tahun 1960-an
Dalam prosesi penyambutan tamu resmi atau tamu angung itu, Tari Gending Sriwijaya ditampilkan
dengan penyuguhan tepak (tempat sirih), lengkap dengan isinya, yaitu daun sirih, pinang, kapur,
getah gembir, dan tembakau sebagai lambang penghormatan kepada tamu resmi atau pun tamu
agung itu. Penyuguhan sekapur sirih ini dilakukan oleh 9 penari dengan gerak lemah gemulai
dilengkapi dengan seorang penyanyi, seorang pembawa payung dan dua orang pemegang tombak
sebagai tanda kebesaran keagungan.
Musik pengiring Tari Gending Sriwijaya adalah lagu Gending Sriwijayab yang diciptakan oleh
duet A. Dahlan Mahibat Dengan Nungcik A.R. sebagai pengarang syairnya pada tahun 1994.

C. Sejarah Tari Tanggai


Tari tepak atau tari tanggai yang biasa digelarkan untuk menyambut tamu-tamu terhormat. Tarian
ini memiliki persamaan dengan tari Gending Sriwijaya. Perbedaannya pada jumlah penari dan
busananya. Tari tepak atau tanggai dibawakan oleh 5 penari sedangkan tari Gending Sriwijaya 9
penari. Busana penari tepak atau tanggai ini tidak selengkap busana dan asesoris penari Gending
Sriwijaya. Kelenturan gerak dan lentiknya jemari penari menunjukan betapa tulusnya tuan rumah
memberikan penghormatan kepada tamu. Perpaduan gerak gemulai penari dengan harmoni lagu
pengiring yang berjudul enam bersaudara melambangkan keharmonisan hidup masyarakat
Palembang.
Tari Tanggai sering dipergunakan dalam acara pernikahan masyarakat Sumatera Selatan, acara-
acara resmi organisasi dan pergelaran seni di sekolah-sekolah. Sanggar-sanggar seni di kota
Palembang banyak yang menyediakan jasa pergelaran tarian tanggai ini, lengkap dengan
kemewahan pakaian adat Sumatera Selatan . Sebagai tarian penyambutan, tari tanggai mempunyai
banyak kesamaan dengan tari geding sriwijaya yang juga berfungsi sebagai tari untuk menyambut
tamu.
Perbedaan kedua tarian tersebut terletak pada jumlah penari dan kelengkapan akseoris yang dipakai
oleh penari. Pada tari tanggai biasanya berjumlah 5 orang penari, sedangkan jumlah tari geding
sriwijaya berjumlah 9 orang penari. Akseroris yang dipakai oleh penari yang membawakan tarian
geding sriwijaya juga biasanya lebih lengkap dibanding aksesoris yang dipakai oleh penari tanggai.
Walaupun pada dasarnya busana yang dipakai oleh penari pada kedua traian tersebut biasanya
terbuat dari kain songket khas Sumatera Selatan.
Sebagai tarian penyambutan, gerakan-gerakan pada tari tanggai sepenuhnya mampu mengambarkan
ketulusan dan keramahan sang tuan rumah atas kedatangan tamunya. Hal ini ditujukan dengan
gerakan tari tanggai yang didominasi oleh gerakan tangan yang lentur dan kelentikan jemari penari
yang dihiasi oelh tanggai yang terbuat dari lempengan tembaga. Selain gerakan yang lemah
gemulai, harmoni lagu yang mengiringi tarian ini juga mampu menggambarakan keharmonisan
yang tercipta di kehidupan masyarakat Palembang.
D. Raga Gerak
Tari tanggai mempunyai bentuk atau wujud yang tersusun dari rangkaian-rangkaian gerak atau
motif gerak yang dikembangkan dan divariasikan menjadi satu kesatuan yang utuh sehingga
membentuk struktur tari.
Dalam tanggai ini terdapat bermacam-macam gerakan. Antara lain: gerakan tangan, gerakan badan,
gerakan badan, gerakan kaki, dan gerakan kepala.
Gerakan tangan terdiri dari kecubung atas, kecubung bawah, tolak arus, mahameru, menaburkan,
borobudur, saksi luhur, elang terbang, lambing, tolak kana, tolak kiri, mendengarkan dan sembah.
Gerakan badan terdiri dari turun duduk, tutur sabda rebah kayu, dan tegak. Gerakan kaki terdiri dari
kaki kedepan, tutup, kaki tunjang, dan jalan keset. Dan gerakan kepala umumnya mengikuti arah
gerakan tangan dan pandang mata.
Jika diurutkan struktur gerak-gerak Tari Tanggai terbagai dalam:
a. Gerakan Tari Awal

· Gerak masuk posisi sembah · Kecubung berdiri bawah kiri


· Borobudur hormat · Kecubung berdiri atas kanan
· Sembah berdiri · Kecubung berdiri atas kiri
· Jalan ngeset · Elang terbang berdiri
· Kecubung berdiri bawah kanan
b. Gerakan Tari Pokok

· Elang terbang duduk · Seguntang mahameru kiri


· Tutur sabda · Kecubung duduk kanan kecubung
duduk kiri
· Sembah duduk
· Stupa kanan
· Tabur bunga duduk kanan
· Stupa kiri
· Tabur bunga duduk kiri
· Mendengar duduk kanan
· Memohon duduk kanan
· Mendengar duduk kiri
· Memohon duduk kiri
· Tutur sabda
· Tafakur kanan
· Borobudur duduk elang terbang
· Tafakur kiri
berdiri
· Seguntang mahameru kanan

c. Gerakan Tari Akhir


.
· Tolak bala berdiri kanan · Tumpang tali atau ulur benang berdiri
kanan
· Tolak bala berdiri kiri
· Tumpang tali atau ulur benang berdiri
· Nyumping berdiri kanan
kiri
· Nyumping berdiri kiri
· Sembah berdiri
· Mendengar berdiri kanan
· Borobudur berdiri
· Mendengar berdiri kiri

Musik pengiring untuk tari tanggai bersifat instrumental yang diiringi beberapa gendang dan
satu gong berperan sebagai pola ritme. Instrumental yang mengiringi tari tanggai ini memadukan
dan memainkan lagu daerah yang menidetifikasikan dan menggambarkan nuansa warna melayu.

F. Bahan busana dan tata rias


Aspek-aspek dalam tata rias dan busana antara lain meliputi tata rias wajah, tata tias rambut, dan
tata rias busana termasuk di dalam aksesoris yang digunakannya dapat mendukung penampilannya.
Aksesoris antara lain :
ü Gandik adalah yang terlatak di kening dan diikat dibelakang kepala
ü Gelang gepeng (berbentuk pipih)
ü Gelang sempuru (berduri menyerupai kulit durian)
ü Gelang kano ( berbentuk bulat berukir-ukir dengan uuran lebih besar dari gelang biasa
ü Gelang burung (berbentuk burung bersayap)
ü Beringin adalah hiasan kepala yang terletak diatas sanggul
ü Teratai adalah penutup dada yang terbuat dari kain bludru yang ditabur dengan hiasan manik-
manik atau payet
ü Pending adalah ikat pinggang yang terbuat dari lempengan perak atau tembaga yang diberi hiasan
atau motif tumbuh-tumbuhan atau binatang
ü Rumbai melati letaknya disisi kiri-kanan wajah yang dikaitkan pada karsuhun.
ü Kalung kebo minggah-munggah melambangkan tingkatan pada masyarakat palembang (strata).
ü Kalung ronce (ronce melati hidup kalau ada) melati, melambangkan niat yang suci dari tuan
rumah.
ü Selempang terbuat dari kain bludru yang dibuat seperti selempang selebar kurang 15cm dengan
panjang 150cm dan diberi hiasan dari lempeng kuning yang diukir
ü Kain songket lepus
ü Kain songket limar
ü Baju Angkinan
ü Kuku tanggai
ü Tepak

BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Tari Gending Sriwijaya berasal dari Kota Palembang. Tarian ini digelar untuk menyambut para
tamu istimewa yang bekunjung ke daerah tersebut, seperti kepala negara Republik Indonesia,
menteri kabinet, kepala negara atau pemerintahan negara sahabat, duta-duta besar atau yang
dianggap setara dengan itu. Untuk menyambut para tamu agung itu digelar suatu tarian tradisional
yang salah satunya adalah Gending Sriwijaya, tarian ini berasal dari masa kejayaan kemaharajaan
Sriwijaya di Kota Palembang yang mencerminkan sikap tuan rumah yang ramah, gembira dan
bahagia, tulus dan terbuka terhadap tamu yang istimewa itu.
Tarian Gending Sriwijaya digelarkan 9 penari muda dan cantik-cantik yang berbusana Adat Aesan
Gede, Selendang Mantri, paksangkong, Dodot dan Tanggai. Mereka merupakan penari inti yang
dikawal dua penari lainnya membawa payung dan tombak. Sedang di belakang sekali adalah
penyanyi Gending Sriwijaya. Namun saat ini peran penyanyi dan musik pengiring ini sudah lebih
banyak digantikan tape recorder. Dalam bentuk aslinya musik pengiring ini terdiri dari gamelan dan
gong. Sedang peran pengawal kadang-kadang ditiadakan, terutama apabila tarian itu dipertunjukkan
dalam gedung atau panggung tertutup. Penari paling depan membawa tepak sebagai Sekapur Sirih
untuk dipersembahkan kepada tamu istimewa yang datang, diiringi dua penari yang membawa
pridon terbuat dari kuningan. Persembahan Sekapur Sirih ini menurut aslinya hanya dilakukan oleh
putri raja, sultan, atau bangsawan. Pembawa pridon biasanya adalah sahabat akrab atau inang
pengasuh sang putri. Demikianlah pula penari-penari lainnya. Gending Sriwijaya merupakan lagu
dan tarian tradisional masyarakat Kota Palembang, Sumatera Selatan. Melodi lagu Gending
Sriwijaya diperdengarkan untuk mengiringi Tari Gending Sriwijaya. Baik lagu maupun tarian ini
menggambarkan keluhuran budaya, kejayaan, dan keagungan kemaharajaan Sriwijaya yang pernah
berjaya mempersatukan wilayah Barat Nusantara.
Tari tepak atau tari tanggai yang biasa digelarkan untuk menyambut tamu-tamu terhormat. Tarian
ini memiliki persamaan dengan tari Gending Sriwijaya. Perbedaannya pada jumlah penari dan
busananya. Tari tepak atau tanggai dibawakan oleh 5 penari sedangkan tari Gending Sriwijaya 9
penari. Busana penari tepak atau tanggai ini tidak selengkap busana dan asesoris penari Gending.
Kelenturan gerak dan lentiknya jemari penari menunjukan betapa tulusnya tuan rumah memberikan
penghormatan kepada tamu. Perpaduan gerak gemulai penari dengan harmoni lagu pengiring yang
berjudul enam bersaudara melambangkan keharmonisan hidup masyarakat Palembang.
Tari Tanggai sering dipergunakan dalam acara pernikahan masyarakat Sumatera Selatan, acara-
acara resmi organisasi dan pergelaran seni di sekolah-sekolah. Sanggar-sanggar seni di kota
Palembang banyak yang menyediakan jasa pergelaran tarian tanggai ini, lengkap dengan
kemewahan pakaian adat Sumatera Selatan.
Dahulu tarian ini pulalah yang selalu disajikan kepada tamu-tamu raja kerajaan Sriwijaya. Tidak
hanya pada acara perkawinan saja, disetiap acarapun tarian ini sering dilakukan. Tari ini merupakan
perpaduan antara gerak yang gemulai dengan busana khas daerah. Tarian ini menggambarkan
masyarakat Palembang yang ramah dan menghormati, menghargai serta menyayangi tamu yang
berkunjung ke daerahnya.

B. SARAN
Penulis ini berharap dengan adanya keanekaragam budaya yang dimiliki Indonesia khususnya Kota
Palembang dapat terus dipertahankan dan dijaga kelestariannya. Sehingga kebudayaan asli yang
kita miliki tetap terjaga utuh dan menjadi warisan budaya yang tidak mati oleh karena kemajuan
jaman arus globalisasi. Karena kebudayaan asli yang kita miliki merupakan identitas diri Negara
kita sebagai bangsa Indonesia. Dengan kebudayaan yang kita miliki kita dapat memperkuat
hubungan antar sesama bangsa Indonesia.
DAFTAR PUSTAKA
Koentjaraningrat 2005 “Pengantar Antropologi II”. Jakarta: Rineka Cipta.
Bakker Anton 2000 “Antropologi Metafisik”. Yogyakarta: Kanisius.
Koentjaraningrat 2009 “Pengantar Ilmu

Anda mungkin juga menyukai