Setiap daerah di nusantara pasti memiliki adat budaya yang menjadi ciri khas. Budaya tersebut meliputi
lagu daerah, baju adat, bahasa daerah hingga tari tradisional. Misalnya tari daerah yang sangat terkenal
dari daerah Gowa, Sulawesi Selatan, yaitu Tari Kipas Pakarena.
Biasanya tarian tradisional Gowa ini dipentaskan pada acara adat serta menjadi tari hiburan. Tari Kipas
Pakarena juga menjadi magneti yang memikat wisatawan untuk berkunjung ke Gowa, Sulawesi
Selatan.
Menurut sejarah, tari kipas ini adalah tarian peninggalan Kerajaan Gowa. Kerajaan ini dulunya
mengalami masa kejayaan dan menguasai wilayah Sulawesi bagian selatan selama berabad-abad.
Budaya yang muncul dari masa ini kemudian mempengaruhi kebudayan masyarakat Gowa dan
sekitarnya, sehingga tercipta tari kipas pakarena. Meski Kerajaan Gowa telah runtuh, tari kipas masih
dilestarikan oleh masyarakat hingga saat ini.
Sebelum mereka berpisah, boting langi sempat mengajarkan lino tentang cara hidup, bercocok tanam,
beternak serta berburu melalui gerakan tangan, badan dan kaki. Kemudian gerakan-gerakan tersebut
dijadikan tari ritual oleh lino sebagai ungkapan rasa syukur dan terimakasih kepada boting langi.
Selain itu, ada juga cerita yang mengaitkan tari kipas pakarena dengan legenda Tumanurung ri
Tamalate yang merupakan raja atau somba pertama Kerajaan Gowa. Berdasarkan cerita ini, tari
pakarena muncul pertama kali bersama Putri Tumanurung ri Tamalate. Tarian ini pun menjadi tarian
pengiring dan pelengkap kebesaran Tumanurung ri Tamalate.
Tarian ini melalui dimensi waktu dan diwariskan secara turun temurun oleh anrongguru atau pemimpin
kesenian istana. Dalam pewarisannya terdapat apsang surut, terutama ketika ada gerakan pemurnian
Islam oleh Kahar Muzakkar.
Pada saat itu, pakarena dianggap sebagai kesenian yang bertentangan dengan ajaran Islam. Akan tetapi
peristiwa tersebut tidak menyurutkan minat masyarakat untuk terus melestarikan tarian ini dan
menjadikannya sebagai bagian dari hidup mereka.
Tari ini masih ada hingga sekarang tidak lepas dari perubahan fungsinya. Jika awalnya tari kipas
pakarena adalah tarian sakran, kini juga dihadirkan dengan fungsi lebih profan, yakni sebagai hiburan.
Polemik yang terjadi tersebut menjadikan tari pakarena terbagi menjadi dua, yaitu seniman pro wisata
dan seniman tradisi yang kukuh menjaga tarian ini sebagai jenis tari sakral.
Sifat-sifat tersebut adalah gambaran wanita Gowa. Sedangkan para pria yang menabuh alat musik
tradisioal mengiring tarian dengan gerakan cepat mencerminkan ketangguhan dan ketangkasan pria
Gowa.
Oleh sebab itu, dapat disimpulkan jika selain menjadi iburan rakyat, maka tari kipas pakarena juga
menjadi symbol kehidupan sosial masyarakat Gowa secara umum.
Tari Ritual – Menurut sejarahnya, tarian ini berkaitan dengan cerita bumi dan langit atau
khayangan. Tari pakarena digelar sebagai tarian ritual dengan tujuan mengucapkan terimakasih
terhadap bumi dan langit.
Tari Pengiring Raja – Tarian ini juga menjadi tari pengiring Raja Gowa hingga saat ini.
Sarana Dakwah – Melalui gerakan-gerakannya, tari ini mengajarkan tentang kehidupan bahwa
manusia harus sabar dan tidak mudah putus asa.
Wujud Syukur – Mulanya tarian ini diselenggarakan sebagai ungkapan syukur karena pertanian
berjalan dengan baik dan panen melimpah.
Sarana Hiburan – Tari kipas pakarena juga dipentaskan sebagai sarana hiburan warga serta
wisatawan yang dating ke Gowa.
Pementasan Tari Kipas
Saat dipentaskan, tari kipas pakarena akan dimainkan oleh 5 sampai 7 penari wanita. Penari tersebut
akan menenakan pakaian adat dan gerakannya diiring oleh musik tradisional. Gerakan tarian ini lemah
gemulai dengan property kipas yang dimainkan dengan indah.
Para penari melakukan gerakan dengan sangat hati-hati agar maksud dan makna tarian tersampaikan.
Gerakan-gerakan pada tari kipas dibagi menjadi beberapa bagian dan masing-masing memiliki
kemiripan sehingga sulit dibedakan.
Sebagian besar gerakannya terletak pada bagian tangan dengan memainkan kipas lipat. Sedangkan
tangan yang lain bergerak dengan lembut dan lemah gemulai. Gerakan ini juga disertai oleh gerakan
kaki yang seirama dengan tangan dan tubuh penari.
Aturan tersebut digunakan untuk menjaga aspek kesopanan dan kesantunan, sehingga diperlukan
gerakan tari sepenuh hati agar tarian ini nampak indah. Adanya aturan ini juga membuat para penari
harus memilki stamina tinggi agar setiap gerakannya tetap indah, serasi dan menarik perhatian.
Musik Pengiring
Dalam menarikan tarian ini, para peanri akan diiring dengan alunan musik tradisional yang disebut
grondong rinci. Grondong rinci terdiri dari bebepa alat musik, seperti gendering dan seruling. Jumlah
pemain musiknya sekitar 4 sampai 7 orang.
Alat musik tersebut dimainkan secara harmonis sehingga menghasilkan suara yang merdu. Meski tari
kipas pakarena memiliki gerakan lembut, namun musiknya bertempo cepat. Akan tetapi gerakan penari
tetap teratur dan hal ini menjadi keunikan dari tarian ini.
Unsur keserasian adalah hal penting dalam tahap ini. Penggunaan baju bodo dan riasan wajah yang
sempurna akan membuat penari tampil canti dan anggun diatas panggung.
Para penari harus memiliki keterampilan dalam memainkan kipas. Hal ini berguna agar pertunjukkan
dapat menampilakan tarian yang indah. Biasanya tarian ini dibawakan selama 2 jam.
Mengenai batas minimal penari juga tidak ada aturan baku, namun untuk menjaga estetika maka
umumnya penari berjumlah 5 orang. Untuk para pemain musik berada di samping kanan dan kiri
panggung.
Samboritta (berteman), bagian ini juga disebut paulu jaga atau kegiatan begadang semalam
suntuk. Bagian ini juga diartikan sebagai tarian awal untuk memberi hormat kepada pengunjung
dan menjadi bagian pertama dalam pertunjukkan.
Jangang Leak-leak (ayam berkokok) – Dahulu tari pakarena dipentaskan semalam suntuk
hingga bagian penutupnya berlangsung saat subuh atau ketika ayam telah berkokok. Tarian ini
merupakan bagian ketiga dalam tarian kipas pakarena.
Ma’biring Kassi mempunyai arti mendarat ke pantai. Bagian ini disajikan pada babak kedua
yang bermakna permohonan yang terkabul.
Bisei Ri Lau’ (dayung ke timur) – Bagian ini disajikan pada babak kedua dengan makna
bergerak ke arah timur atau ke arah terbitnya matahari sebagai penadan kehidupan di bumi.
Angingkamalino (angin tanpa hembusan) merupakan tarian babak kedua yang bermakna angina
yang tidak berhembus sehingga tidak membawa kesejukan. Bagian ini menggambarkan rasa
kecewa.
Anni-anni (memintal benang) disajikan pada babak kedua. Bagian ini memiliki makna jika
suatu pekerjaan yang dikerjakan dengan tekun akan membuahkan hasil. Biasanya bagian ini
ditarikan saat upacara perkawinan.
Dalle tabbua (meniti nasib dengan sabar) – Bagian ini ditarikan pada babak kedua dengan
maksud segala sesuatu terkadang harus dilakukan secara berulang dan tidak mengenal putus asa
hingga mencapai hasil yang baik.
So’nayya (bermimipi) ditarikan pada babak kedua. Bagian ini memiliki makna jika seorang
manusia tidak boleh berharap terlalu tinggi tanpa usaha dan upaya untuk mencapai cita-citanya.
Iyolle’ (mencari kebenaran) bermakna tentang kebenaran yang harus terus dicari agar hidup
tenang dan tenteram.
Lambassari (kekecewaan) memiliki arti bahwa apa yang kita usahakan dalam hidup terkadang
berakhir dengan kekecewaan.
Leko’ Bo’dong (bulat sempurna) merupakan perumpaan bulan purnama yang dianggap
memiliki bentuk bulat dan bersinar terang.
Sanro Beja’ (dukun beranak) disajikan pada babak kedua dan menampilkan makna tentang cara
merawat diri bagi perempuan seusai melahirkan. Biasanya bagian ini dipentaskan saat upacara
kelahiran.
Setiap gerakan yang dilakukan oleh penari memilki makna khusus. Misalnya gerakan awal dan akhir
dalam posisi duduk. Terdapat pula gerakan memutar sebagai gambaran siklus hidup manusia.
Tarian ini juga kerap dipentaskan dalam festival untuk mengenal daerah Gowa. Saat ini tari kipas
pakarena telah mengalami perkembangan pesa dari segi kostum dan gerakannya.
Meski mengalami perkembangan, namun ciri khas utamanya tidak ditinggalkan. Sebab hal ni yang
menjadi karakteristik tari kipas yang membedakan tarian dari daerah lain.
Tari pakarena menawarkan keindahan gerak yang lembut dengan iringan musik bertempo cepat.
Gabungan kedua unsur tersebut membuat tarian ini tidak bosan untuk dinikmati.
Walaupun tarian tradisional, tari kipas juga tidak kalah dengan tarian modern. Aspek keindahan dalam
setiap gerakan, serta pola tariannya selalu menarik perhatian. Tarian ini tidak berlangsung singkat,
karena dalam suatu pementasan membutuhkan waktu selama 2 jam.