Anda di halaman 1dari 6

ESSAY PROYEK P5

“ TAYANGAN NENG LELI ”

TARI SANGHYANG JARAN NUSA LEMBONGAN BALI

KOMANG BIMA SATRIA KELANA BAGASKARA YUNIOR


29
X3

SMA N 1 GIANYAR

GIANYAR

TAHUN 2022/2023
2

TARI SANG HYANG JARAN NUSA LEMBONGAN BALI

Oleh : Komang Bima Satria Kelana Bagaskara Yunior

Pulau Bali memiliki aneka raga jenis kesenian, mulai seni pertunjukan
hingga seni yang bersifat sakral. Di Pulau Bali juga terdapat berbagai macam
destinasi yang dapat dikunjungi, salah satunya adalah Nusa Lembongan di
Kabupaten Klungkung. Nusa Lembongan ini tidak hanya terkenal dengan wisata
baharinya yang memukau. Tetapi juga keseniannya yang unik, dan selalu menjadi
incaran wisatawan hingga mancanegara. Satu kesenian yang sangat terkenal di
Nusa Lembongan adalah Tari Sanghyang Jaran. Namun sayangnya tidak semua
masyarakat setempat mengetahui sejarah ataupun asal usul keberadaan tarian ini.
Bahkan Sebagian masyarakat setempat kadang kala hanya menyaksikan dan
menikmati pementasan tari ini tanpa tau maknanya tersendiri.

Maka dari itu, berdasarkan paragraf diatas, dapat merumuskan beberapa


rumusan masalah, seperti sebagian berikut :

1. Bagaimana asal usul ataupun sejarah perkembangaan Tari Sang Hyang


Jaran di Nusa Lembongan, Bali ?
2. Bagaimana makna dan fungsi dari ditarikannya Tari Sang Hyang Jaran
ini ?

Tari Sanghyang Jaran adalah tarian sakral, yang terdapat dalam rangkaian


sebuah upacara adat suci. Sampai saat ini, tari Sanghyang Jaran tidak diadakan
sekedar sebagai sebuah tontonan. Tari Sanghyang merupakan
tari kerauhan (trance) karena kemasukan roh (bidadari kahyangan dan binatang
lainnya yang memiliki kekuatan merusak seperti babi hutan, monyet, atau yang
mempunyai kekuatan gaib lainnya). Tarian yang dapat diartikan sebagai tari
3

kerauhan ini ditarikan di dalam keadaan tidak sadarkan diri (intrance), dan hanya
diiringi dengan nyanyian-nyanyian atau vocal saja.

Tarian ini merupakan suatu tarian sakral yang berfungsi sebagai pelengkap
upacara untuk mengusir wabah penyakit yang sedang melanda suatu desa atau
daerah. Menurut saya pribadi selaku penulis essay ini, saya mempercayaai
pernyataan tersebut, karena meningat tarian ini merupakan tarian sakral dan
masyarakat kita pun mempercayai kebenarannya. Bagaimana tidak, ini merupakan
tradisi dan sekaligu sebuah peninggalan yang memang seharusnya kita jaga dan
lestarikan. Selain untuk mengusir wabah penyakit, tarian ini juga digunakan
sebagai sarana pelindung terhadap ancaman dari kekuatan magi hitam (black
magic). Tari Sanghyang jaran juga merupakan warisan budaya Pra-Hindu yang
dimaksudkan sebagai penolak bahaya, yaitu dengan membuka komunikasi
spiritual dari warga masyarakat dengan alam gaib. Tarian ini dibawakan oleh
penari putri maupun putra dengan iringan paduan suara pria dan wanita yang
menyanyikan tembang-tembang pemujaan.

Tari ini membuka komunikasi spiritual dari warga masyarakat dengan


alam gaib. Karena itulah sang penari harus menjalankan beberapa pantangan,
seperti tidak boleh berbohong, berkata kasar atau kurang sopan, serta mencuri.
Penari biasanya pria yang memenuhi persyaratan, bisa juga pemangku atau orang
yang dianggap suci.  Kidung Sanghyang Jaran mengiringi dimulainya ritual
pertama, yakni nusdus atau penyucian medium (penari dan boneka kuda). Setelah
itu, masuk pada tahap masolah, di mana roh kuda tunggangan dewata memasuki
boneka kuda sehingga mulai bergerak sendiri, penari pun kemasukan roh.

Layaknya kuda lumping, penari yang kerasukan memerankan lakon


kesatria yang tengah menunggangi kuda. Bedanya, kali ini mereka bukannya
melakukan aksi ekstrem makan beling, melainkan menari di atas bara api. Bara ini
diciptakan dengan membakar setumpuk batok kelapa. Sambil terus diiringi
nyanyian, penari berjingkrak-jingkrak di atas bara, melompati bara, menendang
bara. Anehnya, kaki mereka tidak mengalami luka bakar sedikit pun, hanya
menghitam karena abu api. Tahap terakhir, yaitu ngalinggihang, di mana penari
4

dikembalikan kesadarannya. Roh yang merasuki medium dilepas kembali ke


asalnya. Dalam proses ini, penari diperciki dengan air suci atau tirta.

Penyebaran Tari Sanghyang Jaran tidak hanya berada di Nusa Lembongan


ini saja tetapi juga tersebar di beberapa wilayah di bali. Namun dalam
penyebarannya di Nusa Lembongan menjadi inspirasi serta kebanggaan tersendiri
bagi masyarakat setempat. Merujuk sumber lontar di Desa Pakraman Jungut Batu,
Pulau Lembongan, Tari Sanghyang Jaran telah ada sejak 1894 masehi. Kala itu,
Kepulauan Nusa Penida, termasuk Pulau Lembongan, dikenal sebagai lokasi
untuk menampung orang-orang terbuang dari kerajaan di Bali.

Dikisahkan, Ida Pedanda Gede Punia yang berasal dari Kabupaten Bangli
tidak diharapkan berada di tanah kelahirannya tersebut. Raja Bangli membuang
Ida Pedanda Gede Punia ke Pulau Nusa Penida. Namun setibanya di Nusa Penida,
Ida Pedanda Gene Punia ini ternyata tidak diterima di Pulau Nusa Gede (penida),
ia pun lalu berlayar hingga ke Pulau Nusa Lembongan.

Pada saat itu, Jero Mekel di Desa Lembongan, I Komang Jungut,


menerima baik kehadiran orang suci asal Bangli tersebut. Lambat laun, Ida
Pedanda Gede Punia diterima dan menjadi panutan masyarakat setempat. Pedanda
Punia lalu mengembangkan kesenian sakral Tari Sanghyang Jaran ini di Nusa
Lembongan. Tariannya semakin berkembang setelah I Komang Jungut
menghadap ke Kerajaan Klungkung untuk membentuk Desa Jungutbatu. Tarian
ini sebenarnya berasal dari Bangli dan dikembangkan di Nusa Lembongan oleh
Ida Pedanda Gede Punia.

Tari Sanghyang Jaran di Nusa Lembongan agak berbeda dari tarian serupa
di wilayah lain Pulau Bali. Tidak menggunakan gamelan yang dinamis seperti tari
Bali pada umumnya. Penari pun menari diiringi oleh kidung. Semakin cepat
kidung dialunkan, maka semakin cepat pula gerakan para penari. Para penari ini
menunggangi properti menyerupai kuda, lengkap dengan lonceng di kaki mereka.
Para penari biasanya menari dengan mata terpejam. Seperti orang kesurupan
(Trance), mereka menari sembari menginjak serabut kelapa yang dibakar.
5

Meskipun tidak mengenakan alas kaki, para penari tampak tidak


merasakan panas. Mereka terus menginjak dan menendang bara api, sembari
mengikuti alunan kidung. Tari Sanghyang Jaran pada umumnya dipertunjukkan di
balai banjar, atau tempat-tempat umum lainnya. Biasanya dipertunjukkan sebagai
bentuk sesangi atau wujud syukur atas harapan yang terkabulkan. Misalnya
sembuh dari sakit parah, atau berharap dikaruniai anak.

Setelah adanya persebaran akan tari Sanghyang Jaran ini, nampaknya tidak
semua dapat dilestarikan dengan baik. Bagaimana tidak, covid 19 menjadi salah
satu alasan utama dalam ketidakpenerapaanya, karena di beberapa wilayah hasil
persebaran tarian ini, tidak dapat melaksanakan atau melanjutkan tarian ini akibat
maraknya covid 19 dan ketatnya PPKM. Menurut saya sendiri dengan adanya
tujuan dari ditarikannya tarian ini yaitu pengusir wabah penyakit, seharusnya tari
Sanghyang Jaran tetap bisa dilaksanakan. Tetapi pemerintah tetap tidak
memberikan izin atas pelaksanaan tarian ini. Berbeda dengan sekarang, di
beberapa wilayah lainnya justru sudah mulai untuk membangkitkan kembali
kebudayaan kita satu ini terkhususnya oleh beberapa kelompok seniman dan
budayawan di Bali. Mereka terus berusaha untuk mempromosikan dan
mengambangkan tarian ini agar tetap hidup dan bisa dinikmati oleh generasi
mendatang.

Dalam kesimpulannya, tarian Sanghyang Jaran Nusa Lembongan Bali


merupakan salah satu kekayaan budaya Indonesia yang patut dilestarikan dan
diapresiasi. Meskipun tidak menjadi kebudayaan asli Nusa Lembongan karena
persebarannya dibawa oleh orang suci asal Bangli dan menghadapi beberapa
tantangan, tarian ini tetap menjadi bagian penting dari kehidupan dan budaya
masyarakat Bali serta menjadi daya tarik wisata yang unik dan menarik. Tari yang
difungsikan sebagai pengusir wabah penyakit ini memang seharusnya kita jaga
kelestariannya dan juga kenali makna yang tersirat di dalamnya, peninggalan ini
merupakan warisan dari nenek moyang kita. Dan jika bukan kita yang
meneruskan dan menjaganya pelestarianny, lalu siapa lagi ?. Mari kita lestarikan
dan menjaga semua kebudayaan kita, Bersama sama kita memajukan semua
keindahan yang kita miliki, Bersama sama pula untuk Bali maju.
6

DAFTAR PUSTAKA

Antara, W. (2022). Sejarah Tari Sanghyang Jaran Khas Nusa Lembongan Bali. Gianyar:
IDN TIMES .
Suputra, E. M. (2019). Sang Hyang Jaran Sebagai Sesari, Ada Sejak 1894 Masehi.
Semarapura: TRIBUN-BALI.COM.

Anda mungkin juga menyukai