Anda di halaman 1dari 2

Om Swastyastu,

Selamat Pagi,

Salam Sejahtera Bagi Kita Semua,

Yang saya hormati Ibu Dwi Rini selaku guru pengawas ujian praktik bahasa Indonesia serta
temen-teman yang saya sayangi.

Pertama-tama, marilah kita bersama-sama memanjatkan puji syukur kepada Tuhan Yang Maha
Esa, karena telah memberikan rahmat dan karunia-Nya kepada kita sehingga kita dapat
berkumpul untuk melaksanakan ujian praktik pidato bahasa Indonesia pada pagi yang cerah ini.

Sebelumnya saya berterima kasih karena telah diberi kesempatan untuk berpidato. Pada
kesempatan yang berbahagia ini, saya ingin membahas mengenai tari pendet yang diklaim milik
Malaysia.

Tari pendet pernah diklaim menjadi budaya Malaysia. Hal ini dibuktikan dengan dicantumkan
nya Tari Pendet dalam iklan visit year Malaysia. Tindakan ini dianggap sebagai pencurian atas
kekayaan budaya Indonesia. Tari pendet adalah tari yang sudah ratusan tahun dimainkan
masyarakat Bali. Pada awalnya, tari itu adalah tari sakral yang dipertunjukkan pada upacara
ritual keagamaan untuk menyambut turunnya para dewa dari kahyangan. Tetapi pada 1950an,
tarian ini dimodifikasi menjadi tari penyambutan tamu dengan mendapat sebutan khusus sebagai
Tari Pendet Puja Astuti. Tahun 1962, tari pendet kembali dimodifikasi sebagai tarian massal
dengan 800 penari untuk pembukaan Asian Game di Jakarta.

Sebelumnya, Malaysia telah mengklaim angklung, reog Ponorogo, batik, Hombo Batu, dan Tari
Folaya. Pengklaiman budaya Indonesia oleh Malaysia untuk kesekian kalinya merupakan
kesalahan pemerintah Indonesia sendiri. Banyak masyarakat yang menilai kecolongan budaya
tersebut sebenarnya sebuah cermin dari bangsa Indonesia. Selama ini kebudayaan dipinggirkan,
pemerintah dan masyarakat tak lagi peduli. Sedangkan negara lain, seperti Malaysia,
membutuhkan ekstensi kebudayaan, karena kebudayaan adalah senjata terbaik untuk diplomasi
internasional. Malaysia tahu mereka kekurangan budaya, mereka pintar melihat kebudayaan
negara tetangganya, dan mereka menghargai budaya untuk mencari keuntungan, sedangkan
pemerintah kita tidak peduli. Hanya peduli pada olahraga dan program lainnya.

Untuk kedepannya agar Indonesia tidak kecolongan lagi, pemerintah harus memperhatikan
kebudayaan milik Indonesia. Kita sebagai masyarakat Indonesia harus mencari cara untuk
memajukan budaya kita supaya kita ada di depan, munculkan budaya kita dalam upacara-upacara
dan acara-acara, baik yang bersifat nasional maupun internasional. Serta meminta pemerintah
Indonesia untuk melindungi karya-karya budaya nusantara. Misalnya dengan mengurus hak cipta
dari komunitas budaya di Indonesia. Karya-karya itu harus dianggap sebagai kekayaan bangsa
yang tidak bisa sembarangan diklaim bangsa lain.

Demikian pidato yang dapat saya paparkan, semoga dengan adanya pengklaiman tari pendet oleh
Malaysia diharapkan kita sebagai penerus bangsa dapat lebih memperhatikan budaya kita sendiri
dengan mengajak para komunitas kebudayaan untuk mendaftarkan karya seninya agar
mempunyai legalitas resmi serta terus melestarikan budaya-budaya nasional.

Terima kasih dan Selamat Pagi.

Anda mungkin juga menyukai