AKSARA WIANJANA
Aksara
warga Alpa Maha Alpa Maha Anu Arda
Usma Wisarga
prana prana prana prana Suara Suara
1 Kantia
2 Talawia
-
ca cha ja jha nya ya ça
3 Murdania
-
ta tha da dha na ra sa
4 Dantia
ta tha da dha na sa la -
5 Ostia
pa pha ba bha ma wa -
Catatan :
1
Aksara Hanacaraka ( ) yang jumlahnya hanya 18 buah di samping untuk
menulis basa Kawi dan basa Sanskerta, juga digunakan untuk menulis bahasa Bali Kepara. Sedangkan
vokalnya diambil dan aksara wisarga ( ) ditambah dengan pangangge aksara sesuai dengan
kebutuhan.
2
Aksara dalam pengajaran di sekolah jarang digunakan, namun dalam teks
berbahasa Kawi (Kakawin / Parwa) banyak digunakan.
PANGANGGE AKSARA
1 Pengangge Suara
pepet suku
2 Pengangge Ardasuara
nania
guung
gantungan la / lê
suku kembung
3 Pangangge tengenan
cecek
surang
bisah
adeg-adeg
AKSARA ANCENG
Aksara anceng dalam bahasa Indonesia disebut dengan istilah singkatan. Pembentukan singkatan dapat
dilakukan dengan menanggalkan satu bagian atau lebih dan kata yang akan disingkat (Depdikbud, 1975 :
21). Misalnya kata laboratorium disingkat lab.
Dalam tata aksara Bali pembentukan aksara anceng juga dilakukan dengan cara pemenggalan bagian
atau suku kata yang menjadi kepanjangannya, dengan sistem penulisannya diapit carik
Contohnya :
4
ANGKA DAN LAMBANG BILANGAN
1. Angka
=0 =1
=2 =3
=4 =5
=6 =7
=8 =9
2. Lambang Bilangan
= 10
= 100
= 1000
= 240
dan seterusnya.
TANDA BACA
Disebut pamada
Pamada adalah tanda baca yang digunakan pada akhir setiap bait kekawin. Pamada dibentuk
Disebut carik (carik siki). Carik digunakan untuk menulis ceritera, geguritan, kidung, kekawin,
sebagai tanda apalet, sebagai koma dalam kalimat. Di samping itu juga digunakan untuk
mengapit angka dan aksara anceng.
Disebut carik pareren (carik kalih). Carik pareren digunakan untuk mengakhiri kata atau
kalimat, yang dalam bahasa Indonesia difungsikan sama dengan titik. disebut carik. siki,
difungsikan sama dengan intonasi non final atau koma. Disebut carik kalih, berfungsi sama
dengan intonasi final titik.
Ceciren pepaosan ini disebut carik agung atau pasalinan, yang digunakan sebagai tanda akhir
setiap bait kekawin, dan digunakan setiap pergantian tembang. Carik agung ini dibentuk
dengan sebuah windu ( o ) yang diapit dengan pemada.
Ceciren pepaosan ini disebut panten atau panti. Panten atau panti ini digunakan pada setiap
mulai menulis aksara Bali, yang bertujuan untuk mohon keselamatan dan perlindungan kepada
Tuhan.
Ceciren pepaosan ini disebut carik pamungkah. Carik pamungkah ini digunakan pada akhir
suatu pernyataan, apabila diikuti oleh rangkaian pemerian.
Ceciren pepaosan ini disebut pasalinan. Pasalinan digunakan sebagai tanda akhir suatu tulisan,
dan sebagai tanda pergantian pupuh dalam geguritan.
disebut idem. Tanda baca idem diambil dan tanda baca bahasa Indonesia yang digunakan
--"-- dalam pasang aksara Bali dengan fungsi sama, yaitu menjelaskan bahwa uraian yang di
bawahnya sama dengan yang di atasnya.
disebut tanda petik ganda. Tanda petik ganda adalah tanda baca yang diambil dan bahasa
"....." Indonesia, yang digunakan untuk mengapit petikan langsung yang berasal dan pembicara atau
dan naskah.
* BB = Bahasa Bali
1. Menulis BB asli dan bahasa-bahasa lain yang telah dirasakan sebagai BB asli, menggunakan Anacaraka,
baik aksara wianjana (18 aksara) maupun aksara suaranya, beserta 'pangangge aksara' dan 'pangangge
suaranya'.
2. Menulis BB yang diserap dan bahasa Kawi dan Sanskerta, menggunakan semua aksara Swalalita
(termasuk aksara Anacaraka seperti tersebut pada NO 1 di atas dan aksara mahaprana, aksara murdania,
aksara usma, aksara suara dirga dan hrasua dan pangangge suara dirga dan hrasua.
3. Kata-kata serapan dan bahasa daerah, bahasa Indonesia dan bahasa asing kecuali bahasa Sanskerta
dan Kawi, ditulis dengan:
2
Aksara suara
3
Suara e / ê pada suku awal kata dasar dan tiga suku menggunakan pepet ( ) (ranah modern).
Contoh :
sekolah = lemari =
sepatu = sepeda =
4
Awalan bersuara e / ê pada kata jadian Bahasa Indonesia, ditulis menggunakan pepet ( ) (ranah
modern).
Contoh :
kelurahan = pemerintah =
pendidikan = ketua =
4 Singkatan
a. Singkatan yang telah ada pada sistem aksara Bali (Aksara anceng) digunakan pada ranah tradisional.
Contoh :
=
b. Singkatan yang diserap dan bahasa Indonesia (ada yang ditulis dengan huruf kapital) dikategorikan
ranah modern.
Contoh :
BRI =
RRI =
5. Lagna pada suku akhir suatu kata (suku akhir kata tidak tertutup, bersuara a pada kata serapan dan
bahasa Indonesia yang belum terasa sebagai BB asli, diucapkan a.
Contoh :
1. AKSARA LAGNA
2. ADEG-ADEG
3.PASANG JAJAR
4. TENGENAN
5. ATURAN NA RAMBAT
6. AKSARA MADUITA
8. PASANG PAGEH
9. SING
AKSARA LAGNA
Aksara Bali adalah huruf suku kata. Tanpa mendapat 'pangangge suara', sudah dapat berfungsi sebagai
suku kata. Aksara Bali yang belum mendapat 'pangangge suara' disebut lagna.
na ne ni nu ne no
ADEG ADEG
Adeg-adeg ( )
Adeg-adeg digunakan pada akhir kata, pada akhir bagian kalimat dan pada akhir kalimat, bila suku kata
pada tempat-tempat tersebut, suku tertutup (matengenan). Bila suku tertutup itu terletak di tengah
atau awal kata, di tengah atau awal bagian kalimat atau kalimat, maka fungsi adeg-adeg diganti oleh
gantungan atau gempelan.
Contoh
1
= adan
= danta
= padanda
2
= Jumah l Wayane busan-busan uyut, minab tuara ada anak bani midabdabin
4 Adeg-adeg digunakan juga pada singkatan kategori ranah modem, menggunakan pasang jajar palas.
Contoh :
= PLN
= SLTP
= SMAN
= Desa Tamblang
PASANG JAJAR
Catatan: Penulisan papan nama dengan aksara Bali, dapat menggunakan pasang jajar palas.
Contoh
TENGENAN
Tengenan adalah konsonan (lagna tanpa suara) pada akhir suku kata tertutup. Contoh
jalan
wastra
sampat
Tengenan pada suku kata
Ingatlah:
1. Tengenan pada suku akhir kata, suku akhir bagian kalimat dan suku akhir kalimat,
2. Tengenan pada suku tengah atau awal kata, tengenan pada suku tengah atau awal
bagian kalimat atau kalimat, mendapat gantungan atau gempelan,
1 Tengenan ha
2 Tengenan ra
3 Tengenan nga
5 Tengenan majalan
TENGENAN HA
Tengenan
A
Tengenan pada suku akhir kata dasar, berubah menjadi bisah (... ).
Contoh :
kaliakah =
lebih = seseh =
B. Pada kata dasar dan dua suku kata yang konsonannya sama, dan kedua sukunya mendapat
tengenan maka kedua tengenan itu berubah menjadi bisah (... ). Aturan demikian
tetap berlaku meskipun kata seperti tersebut di atas telah disengaukan (ke-anusuarayang).
Contoh :
cahcah = nyahcah =
kohkoh = ngohkoh =
nyahnyah = ngenyahnyah =
C.
Tengenan pada suku awal suatu kata dasar yang konsonan suku-sukunya tidak sama, tetap
Contoh :
cihna =
brahmana =
Asah duren =
Asah Gobleg =
Blahkiuh =
Blahbatuh =
TENGENAN RA
Tengenan
Tengenan pada suku kata akhir, tengah atau suku awal dan suatu kata, selalu berubah menjadi
surang( ).
Contoh :
Denpasar =
Banjar Anyar =
Serdadu =
Sekar gula =
Tengenan
A
Tengenan pada suku akhir kata dasar, berubah menjadi ( ).
Contoh :
pacung =
rendang =
blusung =
sila karang =
B Pada kata dasar dan dua suku kata yang konsonannya sama dan kedua sukunya mendapat
tengenan maka kedua tengenan in tersebut, berubah menjadi cecek ( ).Aturan demikian
tetap berlaku meskipun kata seperti tersebut di atas telah disengaukan atau mendapat seselan -
er- atau -el-
Contoh :
cangcang = nyangcang =
bungbung = mungbung =
bengbeng = brengbeng =
kungkung = klungkung =
C
Suku awal dan suatu kata bersuku dua, yang konsonannya tidak sama, mendapat tengenan maka
Contoh :
bungsil = panggang =
bangku = angsel =
blongsong = blungking =
jangkrik = bangsal =
D
Oleh karena gantungan ( ) tidak mungkin bergabung dengan gantungan lain maka
angklung = sungklit =
jungkling = nyungkling =
Contoh :
Pangkungtibah =
Pangkungkarung =
Tengenan yang sesuai (berasimilasi) dengan daerah artikulasi (warga aksara) gantungannya, berlaku
hanya dalam satu kata saja.
A
seperti = nyja nja ; = nyca nca, berlaku hanya dalam sebuah kata.
Contoh :
panca = sanja =
buncing = panji =
bucun capil =
( )
talin jaran =
( )
Tengenan dengan gantungan ( ) (sama- sama warga talawia) seperti = sca, berlaku
hanya dalam sebuah kata.
Contoh :
pascad =
pascima =
batis cangak =
( )
Contoh :
prajnyan =
Contoh :
Dussasana = kanta =
dusta = tresna =
TENGENAN MAJALAN
- bila kata yang di depan berakhir dengan suku tertutup dan kata yang mengikutinya diawali
dengan suku terbuka atau,
- suatu kata berakhir dengan suku tertutup diikuti akhiran.
Tengenan majalan lebih banyak untuk kepentingan guru lagu pada kekawin.
Contoh :
NA RAMBAT
Dalam suatu kata, bila suku yang di depan aksara atau suku yang mengikutinya
Contoh :
Margarana = pancawarna =
AKSARA MADUITA
Aksara maduita
Aksara maduita ialah suatu konsonan bergabung dengan konsonan yang sama 'warga aksaranya'.
Contoh :
utara = yuda =
Buda = cita =
Duita yang disebabkan oleh suku kata yang di depannya 'masurang' (dalam sebuah kata dasar), tidak lagi
digunakan (Keputusan Pasamuhan Agung Kecil 1963).
Contoh
Karna = ==>
Aksara ardasuara (Semi vokal) : dapat berfungsi sebagai konsonan atau sebagai
vokal.
Bila berfungsi sebagai vokal, bentuknya berubah menjadi pangangge aksara yaitu :
1. Berdasarkan Keputusan Pasamuan Agung Kecil 1963, semua kata dasar dan dua suku, ditulis
menggunakan 'pasang jajar'. Bila salah satu atau kedua suku katanya aksara ardasuara, maka dalam
hal ini aksara ardasuara tersebut berfungsi sebagai konsonan.
Contoh :
2. Pada kata-kata di bawah ini aksara ardasuara berfungsi sebagai vokal (aksara suara).
Contoh :
tabia = biasa =
putra = krana =
sukla = tlaga =
satua = buaya =
3
Aksara ardasuara dan bila mendapat pepet bentuknya berubah yakni
==>
==>
Contoh :
lega = mileh =
renyah = rereh =
bresih = kreteg =
tetapi klesih = blegbegan =
PASANG PAGEH
Pasang pageh ialah 'pasang aksara' yang asalnya memang demikian, tidak mengikuti 'uger-uger pasang
aksara'.
Pasang pageh terdapat bila menulis BB yang diserap dan bahasa Jawa Kuna atau bahasa Sanskerta
(Pasang aksara Purwadresta).
Arjuna = nata = gora=
SINGKATAN
1. Ranah tradisional
Singkatan pada wariga atau usada umumnya mengambil suku yang pertama (Aksara anceng).
Contoh :
= =
= =
2. Ranah modern
B yang ditulis adalah nama huruf (besar) yang membentuk singkatan tersebutcontoh :
SLTP SMU
SD DPR