Anda di halaman 1dari 26

Materi kuliah

SEJARAH AGAMA HINDU

OLEH :
I NYOMAN ARYA S.AG.M.PD.H
Peta Konsep Zaman Weda

Perkembangan
Agama Hindu di Zaman Brahmana
India

Zaman Upanisad

Sejarah Agama
Hindu

Perkembangan
Agama Hindu di
Bali
A. Pendahuluan
Perkembangan Agama Hindu dapat diketahui dari
berbagai kitab suci Hindu seperti : Weda Sruti,
Weda Smrti, Brahmana dan Upanisad

Keberadaan agama-agama di dunia terkait erat


dengan pendirinya contoh Agama Budha (Sidharta
Gautama), Agama Kristen (Yesus Kristus) dll,
berbeda dengan Agama Hindu wahyu dari Tuhan
Yang Maha Esa diterima oleh banyak Maharsi.

Para tokoh menyatakan Agama Hindu berasal dari


kata “Sindhu” (nama sebuah sungai di India
bagian barat)
Pada awalnya India didiami oleh bangsa Dravida
yang telah memiliki peradaban tinggi.
Peradaban bangsa Dravida ditemukan di kota
Harappa dan Mahenjo-Daro
Beberapa peninggalan dari bangsa Dravida
diantaranya :
 Arca Siwanataraja, arca manusia berkepala tiga, bertangan
empat, arca ini menggambarkan Siwa sebagai raja dari alam
semesta
 Materai berisi hiasan burung elang yang sedang mengepakan
sayapnya.
 Materai yang berisi hiasan orang yang duduk bersila, bermuka
tiga, bertanduk dua, dikelilingi oleh beberapa binatang seperti :
gajah, harimau, badak dan lembu. Konsep ini diperkirakan
pemujaan kepada Siwa sebagai Sang Hyang Pasupati.
Ditemukan arca orang tua yang berjanggut, memakai jubah.
Diperkirakan sebagai tokoh spiritual.
B. Perkembangan Agama Hindu di
India
• Perkembangan Agama Hindu di India
berlangsung dalam kurun waktu yang sangat
panjang. Perkembangan Agama Hindu dapat
dibagi menjadi tiga zaman yaitu :
 Zaman Weda
 Zaman Brahmana
 Zaman Upanisad
B.1 Zaman Weda
Zaman ini diperkirakan berlangsung dari
tahun 1500 SM sampai 600 SM.
Zaman in muncullah kitab suci Weda yang
merupakan wahyu dari Tuhan Yang Maha
Esa. Penjelasan ini dapat dijumpai dalam
kitab Nirukta.
Dalam kitab Nirukta dijelaskan bahwa
sabda suci itu diterima oleh para Maharesi
sebagai penerima wahyu. (Mantra drstah
iti Rsih).
Cont’
Dalam Agama Hindu Maharsi penerima wahyu terdiri
dari banyak Maharsi. Beberapa diantaranya dikenal
dengan sebutan :
 Sapta Rsi yaitu : (Maharsi Grtsamada, Wiswamitra,
Wamadewa, Atri, Bharadwaja, Wasista, dan Kanwa)
 Nawawimsatikrtyasca Vedavyastha Maharsibhih yaitu
: (Maharsi Daksa, Usana, Swayambhu, Whraspati, Aditya,
Mrtyu, Indra, Wasista, Saraswata, Tridathu, Tridrtha,
Sandhyaya, Akasa, Dharma, Tryaguna, Dhananjaya,
Krtyasa, Ranajaya, Bharadwaja, Gotama, Uttama, Parasara,
dan Wyasa)

 Dalam tradisi Hindu Maharsi yang sangat besar


jasanya dalam mengumpulkan dan
mengkodefikasikan Weda adalah Maharsi Wyasa
yang dikenal dengan Kresna Dwaipayana Wyasa
MaharsiWyasa mengkodefikasikan Weda menjadi
Catur Weda Samitha, dibantu oleh empat
orang Maharsi yang merupakan siswanya, yaitu :
1) Maharsi Paila/ Maharsi Puala, menyusun kitab Rg.
Weda Samitha
2) Maharsi Waisampayana, menyusun kitab Yayur Weda
Samitha
3) Maharsi Jaimini, menyusun kitab Sama Weda Samitha
4) Maharsi Sumanthu, menyusun kitab Atharwa W eda
Samitha
 Maharsi wyasa juga berjasa dalam menyusun
kitab Purana, Mahabharata, Bhagawadgitha,
dan kitab Brahmasutra.
Pada Zaman Weda hal yang mendominasi adalah pemujaan
terhadap para dewa. Para dewa dipuja dengan nyanyian yang
sangat indah disertai dengan menghaturkan sajian kepada-Nya

Pemujaanterhadap para dewa dilakukan dengan tujuan untuk


memohon : waranugraha, kesejahteraan lahir dan batin.

Perkembangan Agama Hindu diperkirakan telah sampai ke


India bagian tengah yaitu dataran tinggi Dekan lembah sungai
Yamuna.

Mitologidewa-dewa pada zaman Weda menampilkan beberapa


cerita mengenai dewa-dewa yang dipandang populer dalam
Weda diantaranya : Dewa Agni, Indra, Rudra, Waruna.
Mitologi Dewa-dewa Hindu pada Zaman Weda
a) Dewa Agni

Dewa Agni dipersonifikasikan dengan api. Wujud Dewa Agni


digambarkan berambut nyala api, berjanggot perang, berdagu tajam,
bergigi emas, dan berkepala selalu bersinar.

Dewa Agni dipandangan sebagai dewa pemimpin upacara. Dewa agni


juga disebut dengan Grhapati yang artinya tuannya rumah tangga.
Dewa Agni menghantarkan persembahan dari seseorang kepada para
Dewa. Dewa Agni dipandang sebagai duta dari para dewa dan
pemujanya untuk mengahantarkan persembahan kepada-Nya.

Dalam pelaksanaan upacara keagamaan Dewa Agni sebagai


pendamping para pendeta oleh sebab itu beliau disebut sebagai : Vipra,
Purohita, Hotri, Adwaryu dan semua yang mengandung pengertian
pendeta.

Dalam seni arca, Dewa Agni dipuja di India dengan menggambarkannya


sebagai orang tua yang berbadan merah, perutnya besar, memiliki,
enam mata, tujuh tangan, dan atribut-atribut yang lain.
Mitologi Dewa-dewa Hindu ’
b) Dewa Indra
Keberadaan Dewa Indra sangat dominan dalam Weda. Kata Indra berasal dari Ind dan dri yang
artinya memberi makan. Pada mulanya Indra dikenal sebagai dewa hujan dengan senjatanya
Bajra. Dewa Indra dikenal sebagai dewa perang dengan kendaraanya Gajah Airawata.

Pada zaman purana Indra dikenal sebagai dewa kahyangan (sorga) menjadi saksi agung setiap
perbuatan manusia.

Gambar 6 Ilustasi Dewa Indra


(Sumber : www.wikipedia.org)
Mitologi Dewa-dewa Hindu cont’
c) Dewa Rudra

Dewa Rudra diindentikan dengan Dewa Siwa (Siwa Rudra). Dewa Rudra digambarkan sebagai
laki-laki bertubuh besar, perutnya berwarna biru dan punggungnya berwarna merah. Kepalanya
berwarna biru, lehernya berwarna putih, kulitnya berwarna coklat kemerah-merahan.

Karakter dari dewa Rudra tampak angker dan menakutkan namun memiliki hati yang lembut
dan mahapengasih.

Dewa Rudra dikenal sebagai dukunnya para dukun dengan berbagai jenis pengobatan yang
dimilikinya, sehingga diberi julukan Jalasa Bhaseya (Pemilik obat yang sejuk)

Gambar 7 Ilustasi Dewa Rudra


(Sumber : www.knol.google.com)
Mitologi Dewa-dewa Hindu cont’
d) Dewa Waruna/Baruna

Dalam ajaran agama Hindu, Baruna atau Waruna adalah manifestasi


Brahman yang bergelar sebagai dewa air, penguasa lautan dan samudra.
Kata Baruna (Varuna) berasal dari kata var (bahasa Sanskerta) yang
berarti membentang, atau menutup. Kata "var" tersebut kemudian
dihubungkan dengan laut, sebab lautan membentang luas dan menutupi
sebagian besar wilayah bumi.

Menurut kepercayaan umat Hindu, Baruna menguasai hukum alam yang


disebut Reta. Ia mengandarai makhluk yang disebut makara, setengah
buaya setengah kambing (kadangkala makara disamakan dengan buaya,
atau dapat pula digambarkan sebagai makhluk separuh kambing separuh
ikan). Istri Beliau bernama Baruni, yang tinggal di istana mutiara. Oleh
orang bijaksana, Dewa Baruna juga disebut sebagai Dewa langit, Dewa
Hujan, dan dewa yang menguasai hukum.
B.2 Zaman Brahmana
Kata Brahman berarti penjelasan dari seorang pendeta
yang cerdas dan bijaksana dalam hal upacara. Dalam hal
ini kata Brahmana menunjukan kumpulan penyataan dan
diskusi mengenai upacara.

Zaman Brahmana ditandai dengan keberadaan kitab


Brahmana yang berisi peraturan-peraturan keagamaan
dimana yang menjadi pokok adalah upacara yadnya.

Pelaksanaan upacara yadnya dianggap sangat penting


sehingga kehidupan keagamaan didominasi oleh upacara.

Untuk memudahankan pelaksanaan upacara yadnya maka


dibuatlah kitab-kitab penuntun yang disebut Kalpasutra.
KitabKalpasutra dibedakan atas empat macam yaitu
sebagai berikut :
a. Sratasutra, kitab ini memuat tentang penjelasan tentang
tatacara persembahnyangan Agnihotra, persembahyangan
Darsa Purnama.
b. Gryasutra, kitab ini memuat tentang pokok-pokok
penyucian oleh orang yang telah berumah tangga, mulai
dari upacara garbhasadhana (upcara dalam kandungan)
sampai upacara Antyestisradha (upacara kematian). Kitab
ini juga menuntun pelaksanaan upacara sehari-hari atau
berkala seperti : menghaturkan canang, mesegeh ,
trisandhya, perkawinan, potong gigi dll.
c. Dharmasastra, kitab ini memuat tentang hukum, adat,
kebiasaan, hak dan kewajiban, sosial politik ekonomi dll.
d. Sulwasutra, kitab yang memuat tentang pokok-pokok
aturan tentang tata bangunan dan kaitannya dengan
kebutuhan upacara.
Pelaksanaan upacara yadnya pada zaman Brahmana ini selalu disertai
dengan mantra-mantra weda yang dilapalkan oleh pendeta dari kitab
catur Weda Sruti. Pendeta dari Rg Weda disebut (Hotri), Sama Weda
disebut (Udgatri), Yayur Weda disebut (Adwaryu), dan Atharwa Weda
disebut dengan (Brahmana)

Kehidupan masyarakat pada Zaman Brahmana terbagi menjadi empat


tingkatan yang disebut Catur Asrama. Adapun bagian-bagiannya adalah :
1. Brahmacari ( masa menuntut ilmu/masa mencari ilmu.)
2. Grhasta (tingkat kehidupan berumahtangga)
3. Wanaprasta (menjauhkan diri dari nafsu keduniawian)
4. Sanyasin (ingkat terakhir dari catur asrama, di mana pengaruh dunia sama sekali
lepas

Keempat tingkatan inilah yang digunakan sebagai penuntun kehidupan


untuk mencapai kesempurnaan di dunia dan akhirat.

Konsep ketuhanan pada masa ini bersifat satu kesatuan dimana para
dewa yang banyak itu merupakan perwujudan dari yang satu yang
disebut dengan Brahman.
B.3 Zaman Upanisad
Agama Hindu terus berkembang dari dataran tinggi Dekan dan lembah sungai Yamuna,
sampai ke lembah sungai Gangga yang penduduknya bermata pencaharian sebagai
pedagang.

Hal ini menyebabkan kehidupan beragama lebih ditekankan pada hal-hal yang bersifat
filosofi daripada upacara.

Pada masa ini muncul diskusi-diskusi keagamaan antara para Guru atau Maharsi dengan
para siwanya.

Diskusi-diskusi keagamaan menimulkan perkembangan Agama Hindu pada aspek Jnana.

Parasiswa duduk dekat Guru dan mengajukan pertanyaan. Para Guru akan menjawab
dengan berpegangan pada kitab suci Weda. Cara diskusi ini dinamakan Upanisad. Itu
sebabnya perkembangan Hindu pada masa ini disebut dengan Upanisad.

Pandangan yang menonjol dalam Upanisad adalah suatu ajaran yang bersifat monostis,
absolutis dalam artian ajaran yang mengajarkan bahwa segala sesuatu berasal dai Yang
Tunggal yaitu Brahman.
KitabUpanisad merupakan bagian dari Jnana Kanda dari kitab
Wda Sruti, yang isinya bersifat ilmiah dan spekulatif tapi masih
dalam ruang lingkup keagamaan.

Kitab upanisad berisi tentang pembahasan Brahman, Atman,


hubungan antara Brahman dengan Atman, hakikat maya,
hakikat widya serta mengenai Moksha dan kelepasan

Brahman dianggap sebagai pusat, awal dan akhir serta bersifat


transenden (Brahman yang ada diluar pikiran manusia) dan
imanen (Brahman yang ada dalam batas pikiran manusia)

Brahman bersifat Sat Cit Ananda, yang artinya : kebahagiaan,


keberadaan, dan kesadaran. Ungkapan ini menunjukan bahwa
Brahman merupakan sati-satunya realitas yang bersifat
mutlak. Brahman merupkan sumber dari semua alam semesta,
makhluk hidup dan penguasa segala yang ada.
Dalam kitab Muktika Upanisad disebutkan bahwa
jumlah kitab Upanisad ada 108 buah buku, yang dapat
dibagi menurut kelompok Weda Sruti sebagai berikut :

a. Upanisad dalam Rg. Weda, berjumlah 10 buku yaitu :


Aitarya , Kausitaki, Nada-Bindu, Nirwana, Atmapraboda,
Mudgala, Aksamalika, Tripura, Sambhagya, dan Bahwrca
Upanisad

b. Upanisad dalam Sama Weda, berjumlah 16 buku yaitu :


Kena, Chandogya, Aruni, Maitrayani, Maitreyi, Wajrasucika,
Yogacudamani, Wasudewa, Mahat, Sanyasa, Awyakta,
Kondika, Sawitri, Rudraksa Jabala, Darsana, Jabali Upanisad.

c. Upanisad dalam Yayur Weda, terdiri dari dua bagian


besar yaitu :
1. Upanisad dalam Yayur Weda Hitam
2. Upanisad dalam Yayur Weda Putih
1. Upanisad dalam Yayur Weda Hitam, berjumlah
32 buah buku yaitu : Kathawali, Taittiriyaka,
Brahma, Kaiwalya, Swetaswatara, Garbha, Narayana,
Amrtabindu, Asartanada, Katagnirudra, Kansikasi,
Sarwasara, Sukharahasya, Tejobindu, Dhyanabindu,
Brahmawidya, Yogatattwa, Daksinamurti, Skanda,
Sariraka, Yogashika, Ekasakra, Aksi, Awadhuta,
Katha, Rudrahrdaya, Yogakundalini, Pancabrahma,
Paramanighotra, Waraha, Kalisandarana, dan
Saraswatirahasya Upnisad

2. Upanisad dalam Yayur Weda Putih, berjumlah 19


buah buku yaitu : Isawasya, Brhadarayanyaka,
Jabala, Hamsa, Parahamsa, Subaia, Mantrika,
Niralamba, Trisihibrahmana, Mandalabrahma,
Adwanyataraka, Pingalu-bikshu, Turiyatika,
Adhyatma, Tarasara, Yajnawalkya, Satyayani, dan
Muktika Upanisad.
d. Upanisad dalam Atharwa Weda, berjumlah 32 buku yaitu :
Prasna, Munduka, Mandukya, Atharwasira, Atharwasika,
Brhadjabala, Narasimhatapini, Naradapariwrajaka, Sita,
Mahanarayana, Ramarahasya, Ramatapini, Sandilya,
Parahamsapariwarajaka, Annapurna, Surya, Atma, Pasupata,
Parabrahmana, Tripuratapini, Dewi, Bhawana, Brahma,
Ganapati, Mahawakya, Gopalatapini, Kresna, Hayagriwa,
Dattareya, dan Garuda Upanisad.

 Pada Zaman Upanisad tata kehidupan masyarakat hampir tidak


membicarakan tentang sistem warna (kasta).

Demikianlah uraian singkat mengenai sejarah


perkembangan Agama Hindu di India, yang melalui
Zaman Weda,Brahmana dan Upanisad. Pada
hakekatnya perkembangan dari saru zaman ke
zaman lainnya saling berhubungan dan tidak dapat
dipisahkan karena semua menjadi fondasi dari
sejarah perkembangan Agama Hindu selanjutnya.
f) Perkembangan Hindu di Bali

Agama Hindu di Bali merupakan kelanjutan perkembangan Agama


Hindu di Jawa. Agama Hindu yang datang ke Bali disertai dengan
Agama Budha. Dalam perkembangannya kedua agama tersebut
berakulturisasi dengan harmonis dan damai sehingga sering disebut
Siwa – Budha.
Sebelum pengaruh Agama Hindu berkembang di Bali masyarakatnya
telah mengenal sistem kepercayaan dan pemujaan sebagai berikut :
a) Kepercayaan terhadap gunung sebagai tempat suci. Gunung oleh masyarakat
bali dipandang sebagai tempat bersemayam para leluhur.
b) Sistem penguburan yang menggunakan sarkofagus (peti mayat). Jenasah
dikubur dengan kepala menuju arah gunung dan kaki menuju arah laut, hal ini
sebagai simbol gunung dan laut sebagai ulu dan teben.
c) Kepercayaan terhadap alam skala dan niskala. Alam skala merupakan alam
kehidupan manusia, sedangkan alam niskala merupakan alam kehidupan roh
suci dan tempat bersemayam Ida Sang Hyang Widhi Wasa.
d) Kepercayaan adanya penjelmaan kembali (Punarbhawa).
e) Kepercayaan bahwa roh nenek moyang/leluhur dapat setiap saat memberikan
perlindungan, petunjuk dan tuntunan rohani kepada generasinya.

Demikianlah sistem kepercayaan masyarakt Bali sebelum pengaruh


Hindu datang. Sistem kepercayaan masyarakat Bali tampak sederhana.
LANJUTAN

Setelah kedatangan Maharsi Markhandeya di Bali, pola kepercayaan masyarakat


makin dsempurnakan. Kedatangan Maharsi Markhandya di Bali dapat diketahui dari
kitab Markhandeya Purana. Dalam kitab tersebut dinyatakan bahwa untuk pertama
kalinya pengaruh Hindu di Bali pertama kali disebarkan oleh Maharsi Markhandeya
yang diperkirakan 4-5 M melalui Gunung Semeru (Jawa Timur) menuju daerah
Gunung Agung (Tolangkir) dengn tujuan hendak membangun asrama.

Pertama kali kedatangan beliau diikuti oleh 400 orang namun kurang berhasil. Setelah
pulang ke Jawa beliau kembali datang dengan pengikut kurang lebih 2000 orang,
kedatangannya kali ini berhasil menanam Panca Datu di kaki Gunung Agung
(Besakih).

Selanjutnya diceritakan Marsi Markhandeya berkehendak untuk merambas Hutan guna


dijadikan sawah untuk meningkatkan kesejahteraan pengikutnya, hutan tersebut
bernama Desa Swarda sekarang bernama desa Taro, disini beliau mendirikan tempat
suci bernama Pura Desa Taro.

Selama menetap di Bali Maharsi Markhandeya secara berangusr-angsur meningkatkan


kepercayaan masyarakat Bali diantaranya :
a) Masyarakat Bali mulai diajarkan untuk melakukan pemujaan terhadap Ida Sang Hyang Widhi
Wasa, Sang Hyang Prama Kawi, Sang Hyang Prama Wisesa dan yang lainyya adalah sebutan
untuk Tuhan Yang Maha Esa. Pemujaan dilakukan dengan mempersembahkan upakara : api, air,
bungam dan buah ke hadapan Surya (disebut “nyuryasewana”). Unsur-unusur upakara yang
dipersembahkan tersebut bernama bebali. Beliau juga mengajrakan bahwa segala sesuatu
dikerjakan didahului dengan menghaturkan bebali ke hadapan Ida Sang Hyang Widhi Wasa.
LANJUTAN

b) Mulai dikenal daerah Bali. Bali diartikan daerah yang segala sesuatunya mempergunakan
sesajen atau sarana bebali. Masyarakay yang menjadi pengiringnya dan mendiami daerah
pegunungan disebut orang-orang Bali Aga.
c) Pura Besakih mulai dibangun dan difungsikan sebagai tempat memuja Sang Hyang Widhi
Wasa. Tempat suci lainnya yang dibangun adalah pura : Andakasa, Lempuyang, Watukaru,
Sukawana.
d) Warna merah dan putih mulai digunakan sebagai ider-ider atau umbul-umbul di tempat-
tempat suci. Kedua warna tersebut melambangkan kesuciany yang berasal dari warna
surya dan bulan
e) Upacara bebali untuk keselamatan binatang dan ternak ditetapkan pada tumpek kandang
atau hari sabtu kliwon wuku uye. Sedangkan untuk keselamatan tumbuh-tumbuhan
ditetapan pada tumpek pengatag atau sabtu kliwon wuku wariga. Tuhan dipersonifikasikan
sebagai Sang Hyang Rare Angon atau Sang Hyang Tumuwuh.

Setelah Maharsi Markhandeya penyebaran Agama Hindu dilanjutkan oleh Mpu


Sang Kulputih. Bayak peran yang dilakukan oleh Mpu Sang Kulputih
diantaranya :

f) Mengajarkan tentang bebali dalam bentuk seni yang mengandunga makna simbolis dan
suci.
g) Mengajrkan orang-orang Bali Aga untuk menjadi orang-orang suci dalam Pura Khayangan
seperti : Pemangku, Jro Gede, Jero Kebayan, dan diajarakan untuk menjadi orang suci
dengan melakukan taba, brata, yoga, semadhi.
h) Mpu Sang Kulputih juga mengajarkan masyarakat untuk melaksanakan hari-hari suci
seperti : Galungan, Kuningan, Sugian, Pagerwesi, Tumpek dan lain-lain. Disamping itu
beliau juga mengajarkan tata cara pembuatan arca dari kayu, uang kepeng sebagai
perwujudan dari Ida Sang Hyang Widhi Wasa.
LANJUTAN

Di Pura Puseh (Desa Bedulu Gianyar) ditemukan peninggalan arca Siwa, tipe arca
ini serupa dengan arca yang ditemukan di Candi Dieng. Oleh A. J Bernet Kemper
menyatakan bahwa arca tersebut berasal dari abad ke 8 M.
Prasasti Blanjong (913 M) menyebutkan bahwa Raja Putri Mahendradata yang
bergelar Gunapriya Dharmapatni mangkat di Buruan Kutri Gianyar, beliau
diwujudkan sebagai Dhurga Mahisa Asura Mardhani yaitu Bhatari Dhurga yang
sedang membunuh para setan yang ada dibadan seekor kerbau. Prasasti tersebut
tersimpan di Pura Blanjong Sanur.

Pada masa pemerintahan Raja Marakatta Pangkaja Sthanottunggadewa tahun 944-


948 Saka (1022-1026 M) datanglah Empu Kuturan ke Bali. Beliau berasal dari Jawa
Timur, beliau kemudian membangun asrama di Padangbai (Pura Silayukti ,
sekarang). Mpu Kuturan mengajarkan tentang : makrokosmos dan mikrokosmos,
Sang Hyang Widhi, Jiwatman, Karmapala, Wali, Wewalen dan lain-lain. Beliau juga
mengajaran cara membangun Khayangan dan bangunan suci lainnya. Konsep
bangunan suci yang masih ada sampai sekarang adalah :
a) Sanggah Kemulan, Taksu, Tugu untuk setiap rumah tangga dalam pekarangan.
b) Sanggah pemerajan yang terdiri dari : Surya, Meru , Gedong, Kemulan, Taksu,
Pelinggih Pengayatan Sad Khayangan dan Paibon untuk penyungsungan lebih
dari satu keluarga/pekarangan.
c) Pura Dadia, Pemksan, Panti dan lain-lain yang penyungsungnya lebih dari satu
Paibon atau pemerajan
d) Kahyangan Tiga (Pura Puseh, Pura Baleagung, dan Dalem) sebagai tempat
pemujaan Tri Murti dibangun di setiap desa adat/pekraman,

Selain pembangunan tempat suci tersebut diatas beliau juga mengajarkan


pembangunan Khayangan Jagat seperti : Pura Besakih, Pura Batur, Pura
LANJUTAN

Pada masa pemerintahan raja Marakatta dilaksanankan penghormatan kepada Rsi Agastya, yang
dikemukakan oleh prasasti yang berangka tahun 944. Lontar Dwijendra Tattwa menyatakan
bahwa “kedatangan Maharsi Agastya ke Bali adalah mengajarkan Agama Siwa”, selanjutnya juga
dinyatakan bahwa beliau mengajarkan Tantrisme/Tantra kepada para raja dan kaum bangsawan,
ajaran ini yang disebut dengan Aywawera.

Pada masa pemerintahan Dalem Waturenggong yang berkedudukan di Gelgel tahun 1470-1550 M
datanglah Dang Hyang Dwijendra ke Bali, yang juga disebut Dang Hyang Niratha. Kedatangan
beliau ke Bali melalui Blambangan-Banyuwangi, mengarungi segara rupek (selat Bali) dan
sampailah di Pura Pulaki. Dang Hyang Dwijendra banyak mengajarkan pengetahuan agama
kepada para raja dan masyarakat di Bali, diantaranya :
a)Ilmu tentang pemerintahan
b)Ilmu tentang peperangan (Dharmayuda)
c) Pengetahuan tentang smaragama (cumbwana karma) ajaran tentang pertemuan smara laki-laki
dan perempuan.
d)Ajaran tentang pelaksanaan memukur, maligia, dan mahasaradha.

Setelah dari Puri Gelgel Dang Hyang Dwijendra melanjutkan perjalanan ke Pura Rambut Siwi,
selanjutnya menuju Pura Uluwatu-Bukit Gong, Bukit Payung-Sakenan - Air Jeruk, Tugu- Genta
Samprangan - Tengkulak – Gowalawah – Pojok Batu – Pengajengan - Mascetti – Peti Tenget dan
tempat suci lainnya, dan beliau dinyatakan Moksha di Pura Uluwatu.

Berdasarkan bukti-bukti sejarah Dang Hyang Dwijendra memiliki jasa yang sangat besar terhadap
masyarakat Bali, dimana beliau telah mengajarakn tata cara pemerintahan, keagamaan,
arsitektur, kesusastraan dan lain-lain.

Anda mungkin juga menyukai