Anda di halaman 1dari 50

OLEH :

KOMANG SINTEN, S.Pd.h,m.Si


MATERI SMA
“Kata dharmaṡastra berasal dari bahasa
Sansekerta (dharma – Šāstra). Dharma
(masculine) m : perintah menetapkan;
lembaga; adat kebiasaan; aturan;
kewajiban; moral, pekerjaan yang baik,
kebenaran, hukum, keadilan (Kamus
Kecil Sansekerta Indonesia (KKSI) hal.
121). Šāstra (neuter) : perintah, ajaran,
nasihat, aturan, teori, tulisan ilmiah
(KKSI hal. 246). Dharmaṡāstra berarti
ilmu hukum.
“Šrutistu vedo vijñeyo
dharmaṡāstram tu vai smṛtiá
te sarvātheṣva mimāmsye tābhyāṁ
dharmohi nirBabhau”.
Terjemahannya:
“Yang dimaksud dengan Sruti, ialah
Veda dan dengan Smrti adalah
Dharmasastram, kedua macam
pustaka suci ini tak boleh diragukan
kebenaran
ajarannya, karena keduanya itulah
sumber dharma” (M.Dharmasastra
Hukum Hindu adalah sebuah tata
aturan yang membahas aspek
kehidupan manusia
secara menyeluruh yang menyangkut
tata keagamaan, mengatur hak dan
kewajiban
manusia baik sebagai individu
maupun sebagai makhluk sosial, dan
aturan manusia
sebagai warga negara (tata Negara).
 Gautama,
 Baudhayana,
 Shanka-likhita,
 Wisnu,
 Aphastamba,
 Harita,
 Wikana,
 Paitinasi,
 Usanama,
 Kasyapa,
 Brhraspati dan
 Manu.
 karyahukumnya lebih menekankan
pembahasan aspek hukum dalam
rangkaian peletakan dasar tentang
fungsi dan tugas raja sebagai
pemegang dharma. Pada dasarnya
beliau membahas tentang pokok-
pokok hukum pidana dan hukum
perdata.
 penuliskitab Dharmasutra yang
karya hukumnya lebih menekankan
pembahasan tentang pokok-pokok
hukum seperti; hukum mengenai
bela diri, penghukuman karena
seorang Brahmana, penghukuman
atas golongan rendah membunuh
Brahmana, dan penghukuman atas
pembunuhan yang dilakukan
terhadap ternak orang lain.
 penuliskitab Dharmasutra yang karya
hukumnya lebih menekankan pembahasan
tentang pokok-pokok materi wyawahara
pada dengan beberapa masalah yang
belum dibahas dalam kitab Gautama,
seperti; mengenai hukum perzinahan,
hukuman karena membunuh diri,
hukuman karena melanggar dharma,
hukum yang timbul karena sengketa
antara buruh dengan majikan, dan hukum
yang timbul karena penyalah-gunaan hak
milik.
 1. Rinadana yaitu ketentuan tentang tidak membayar hutang.
 2. Niksepa adalah hukum mengenai deposito dan perjanjian.
 3. Aswamiwikrya adalah tentang penjualan barang tidak bertuan.
 4. Sambhuya-samutthana yaitu perikatan antara firman.
 5. Dattasyanapakarma adalah ketentuan mengenai hibah dan pemberian.
 6. Wetanadana yaitu hukum mengenai tidak membayar upah.
 7. Samwidwyatikarma adalah hukum mengenai tidak melakukan tugas
yang diperjanjikan.
 8. Krayawikrayanusaya artinya pelaksanaan jual beli.
 9. Swamipalawiwada artinya perselisihan antara buruh dengan majikan.
 10. Simawiwada artinya perselisihan mengenai perbatasan
 11. Waparusya adalah mengenai penghinaan.
 12. Dandaparusya artinya penyerangan dan kekerasan.
 13. Steya adalah hukum mengenai pencurian.
 14. Sahasa artinya mengenai kekerasan.
 15. Stripundharma adalah hukum mengenai kewajiban suami-istri.
 16. Stridharma artinya hukum mengenai kewajiban seorang istri.
 17. Wibhaga adalah hukum pembagian waris.
 18. Dyutasamahwya adalah hukum perjudian dan pertaruhan
“Šruti wedaá samākhyato dharmaṡāstram
tu wai smṛtiá, te sarwātheswam imāmsye
tābhyāṁ dharmo winirbhþtaá.
Nyang ujaraken sekarareng, Šruti ngaranya
Sang Hyang Catur Veda, Sang Hyang
Dharmaṡāstra Smṛti ngaranira, Sang
Hyang Šruti lawan Sang Hyang Smṛti sira
juga prāmanākena, tūtakena warah-warah
nira, ring asing prayojana, yawat mangkana
paripurna alep Sang Hyang Dharmaprawṛtti“
(Sarasamuscaya, 37)
Terjemahannya:
“Ketahuilah oleh mu Šruti itu adalah Veda dan Šmṛti
itu sesungguhnya adalah Dharmaṡāstra; keduanya
harus diyakini dan dituruti agar sempurna dalam
1. Hukum Hindu merupakan bagian dari hukum
positif yang berlaku bagi masyarakat Hindu di
Indonesia yang berdasarkan Pancasila dan Undang-
Undang Dasar 1945, khususnya pasal 29 ayat 1 dan
2, serta pasal 2 aturan peralihan Undang-Undang
Dasar 1945.
2. Untuk memahami bahwa berlakunya hukum
Hindu di Indonesia dibatasi oleh falsafah Negara
Pancasila dan ketentuan-ketentuan dalam Undang-
Undang Dasar 1945.
3. Untuk dapat mengetahui persamaan dan
perbedaan antara hukum adat (Bali) dengan hukum
agama Hindu atau hukum Hindu.
4. Untuk dapat membedakan antara adat murni
dengan adat yang bersumber pada ajaran-ajaran
agama Hindu.
 1. Mengenai kekuasaan atau kompetensi
hukum dan kebiasaan.
 2. Mengenai asal-usul tertib sosial.
 3. Mengenai wewenang penguasa yang
berkuasa yang juga menyangkut
 kopetensi relatif.
 4. Mengenai kedudukan penguasa rohani dan
hubungannya dengan
 penguasa negara dengan menonjolkan sifat-
sifat imunitas kedua jenis
 penguasa itu, yaitu Brahmana dan Raja atau
Presiden sebagai kepala
 negara.
Manawa Dharmasastra adalah sebuah kitab
Dharmasastra yang dihimpun dengan bentuk yang
sistematis oleh Bhagawan Bhrigu, salah seorang penganut
ajaran Manu dan beliau pula salah seorang Sapta Rsi. Kitab
ini dianggap paling penting bagi masyarakat Hindu dan
dikenal sebagai salah satu dari kitab Sad Wedangga.
Wedangga adalah kitab yang merupakan batang tubuh
Veda yang tidak dapat dipisahkan dengan Veda Sruti dan
Veda Smrti. Penafsiran terhadap pasal-pasal Manawa
Dharmaṡāstra telah dimulai sejak tahun 120 M dipelopori
oleh Kullukabhatta dan Medhiti di tahun 825 M. Kemudian
beberapa Maha Rsi memasyarakatkan tafsir-tafsir Manawa
Dharmasastra menurut versinya masing-masing sehingga
menumbuhkan beberapa aliran Hukum Hindu, misalnya:
Yajnawalkya, Mitaksara, dan Dayabhaga.
1. Manu; Manawa Dharmaṡāstra
sesuai untuk zaman Krta Yuga
2. Gautama; Manawa Dharmaṡāstra
sesuai untuk zaman Treta Yuga
3. Samkhalikhita; Manawa
Dharmaṡāstra sesuai untuk zaman
Dwapara Yuga
4. Parasara; Manawa Dharmaṡāstra
sesuai untuk zaman Kali Yuga
1. Hukum Hindu dalam bidang
keagamaan
2. Hukum hindu dalam bidang
kemasyarakatan
3. Hukum hindu dalam bidang ketata
negaraan
a. Bahwa semua alam semesta ini
diciptakan dan dipelihara oleh suatu
hukum yang disebut rta atau dharma.
b. Ajaran-ajaran yang diturunkan bersifat
anjuran dan larangan yang semuanya
mengandung konsekuensi atau akibat
(sanksi)
c. Tiap-tiap ajaran mengandung sifat
relatif yaitu dapat disesuaikan dengan
zaman atau waktu dan di mana tempat
dan kedudukan hukum itu dilaksanakan,
dan absolut berarti mengikat dan wajib
hukumnya dilaksanakan.
Bidang hukum ini banyak memuat tentang aturan
atau tata-cara hidup bermasyarakat (sosial). Bila
terjadi pelanggaran akan terlebih dahulu
diselesaikan oleh parisadha atau badan
legislatif.Ketika kasus tersebut tidak dapat
diselesaikan dengan cara pendekatan perdamaian
maka mengarah kepada sidang pengadilan .
Lembaga yang memegang peranan penting yang
mengurusi tata kemasyarakatan adalah Badan
Legislatif menurut Hukum Hindu adalah Parisadha.
Dalam bidang ini banyak diatur tentang konsekuensi
atau akibat dari sebuah pelanggaran dan dikenal
dengan hukum perdata dan pidana.
Bidang ini banyak memuat tentang tata-cara bernegara, di
mana terjalinnya hubungan warga masyarakat dengan
negara sebagai pengatur tata pemerintahan yang juga
menyangkut hubungan dengan bidang keagamaan. Di
samping sistem pembagian wilayah administrasi dalam
suatu negara, Hukum Hindu ini juga mengatur sistem
masyarakat menjadi kelompok – kelompok hukum yang
disebut Warna, Kula, Gotra, Ghana, Puga, dan Sreni.
Pembagian ini tidak bersifat kaku karena dapat disesuaikan
dengan perkembangan jaman. hukum Hindu
(Dharmaṡāstra) dituliskan secara utuh dalam kitab Manawa
Dharmasastra yang selanjutnya digunakan sebagai
sumber hukum Hindu guna menata umat Hindu
mewujudkan moksartham jagadhita ya ca iti dharma
mengemukakan bahwa masalah sumber
hukum itu dilihatnya dari arti kata, yakni
kata sumber yang oleh beliau menyebutnya
“source”. Menurut Oppenheim di dalam
bukunya yang berjudul International Law A
Treatire I, mengemukakan bahwa sumber
yang dimaksud adalah darimana kaidah-
kaidah itu bertumbuhan dan berkembang.
Pengertian ini dibandingkan sebagai mata
air yang mempunyai berbagai anak sungai
dari mana air-air sungai itu berasal dan
akhirnya sampai ke tempat tujuan.
Hukum adalah peraturan-peraturan
yang mengatur tingkah laku
manusia dalam kehidupan sehari-
hari baik yang ditetapkan sebagai
penguasa, pemerintah maupun
berlaku secara alamiah, dan
dilakukan dengan paksa agar
peraturan tersebut dipatuhi
sebagaimana yang ditetapkan
 untuk membatasi kepentingan dari
setiap pendukung hukum (subyek
hukum), menjamin kepentingan dan
hak mereka masing-masing, serta
menciptakan pertalian guna
mempererat hubungan antara
mereka dan menentukan arah bagai
terciptanya kerjasama.
 pengadilan social agar tercapainya
ketertiban
-Hukum Hindu bersifat hukum positif yang
berdasarkan pancasila dan Undang-Undang
dasar 1945 khususnya pasal 29 ayat 1 dan 2
serta pasal II aturan peralihan Undang-
Undang dasar 1945.
- Pengaturan Hukum Hindu dibatasi oleh
falsafah Negara Pancasila dan ketentuan-
ketentuan dalam Undang-Undang Dasar 1945
-Hukum Hindu memiliki persamaan
dan perbedaan antara hukum adat
Bali dengan hukum agama Hindu
atau hukum hindu
- Untuk membedakan antara
hukum - adat murni dengan adat
yang bersumber kepada ajaran-
ajran agama Hindu
 Dharma mengandung pengertian norma
 Dharma mengandung pengertian keharusan, yang kalu dilanggar
dapat dipaksakan dengan ancaman sangsi/denda
 Dharma dan Rta memiliki landasan pada ajaran karmaphala.
 Rta : mengatur akibat tingkah laku manusia sebagai suatu
kekuatan yang tidak dapat dilihaat oleh manusia sedangkan
 Dharma : kekuatan yang hanya dapat dirasakan/ keyakinan
akan adanya kebenaran yang absolut. Dengan kebenaran
absolut rta dapat diyakini dengan emosi keagamaan serta
menumbuhkan keyakinan akan adanya rta vdan dharma sebagai
salah satu unsur sradha atau keimanan dalam agama Hindu
 SUMBER HUKUM YANG TERTULIS
 SUMBER HUKUM HINDU YANG TIDAK TERTULIS
SUMBER HUKUM HINDU DAPAT DIKELOMPOKAN MENJADI
BEBERAPA SEBUTKAN DALAM BEBERAPA HAL:
 PENINJAUAN SUMBER HUKUM HINDU DARI ARTI SEJARAH
 PENINJAUAN SUMBER HUKUM HINDU DARI ARTI
SOSIOLOGIS
 PENINJAUAN SUMBER HUKUM HINDU DARI ARTI FILSAFAT
 PENINJAUAN SUMBER HUKUM HINDU DARI ARTI FORMIL
DALAM SEJARAH SUMBER HUKUM HINDU DAPAT DIBUKTIKAN/DOKUMEN TERTUA YANG
MEMUAT POKOK-POKOK HUKUM HINDU SEPERTI VEDA YANG MEMUAT VEDA SRUTI DAN
VEDA SMERTI.VEDA SRUTI YAKNI REG VEDA YANG MULAI ADA 2000 SM-3000SM,
SEDANGKAN WEDA SMERTI DIKELOMPOKKAN MENJADI DUA YAKNI SAD WENGGA DAN
UPAWEDA, DHARMASASTRA MERUPAKAN BAGIAN DARI KITAB KALPASUTRA. KITAB
KALPASUTRA DAPAT DI KELOMPOKKAN MENJADI 4 BAGIAN:
 SRAUTASUTRA : MENGAJARKAN MENGENAI PEMUJAAN, PEMELIHARAA, DAN
MELAKUKAN PEMUJAAN KEPADA TRIAGNI: DAKSINAGNI, AHAHWAHIYAGNI DAN
GRHAPATYAGNI. SRAUTASUTRA MENEKANKAN PADA DASAPURNAMASA YAITU UPACARA
WAJIB DILAKUKAN UNTUK SETIAP PURNAMA DAN TILEM.
 GRHYASUTRA : PETUNJUK-PETUNJUK TENTANG UPACARA SAMSKARA, ADAT ISTIADAT,
KEBIASAAN UNTUK GOLONGAN TERTENTU UNTUK MULAI UPACARA GARBHADHANA
SAMPAI UPACARA ANTYESTIYAKNI BERKENAAN DENGAN KEMATIAN.
 DHARMASUTRA : TENTANG ATURAN-ATURAN DASAR DALAM BIDANG HUKUM, AGAMA,
KEBIASAAN ATAU ACARA DAN SISTACARA, KEWAJIBAN YANG HARUS DIPATUHI SETIAP
GOLONGAN WARNA DHARMA DAN BERBAGAI ATURAN DALAM HIDUP DI DUNIA INI.
 SULWASUTRA ; PERATURAN MENGENAI TATA CARA MEMBUAT TEMPAT
SUCI ATAU BERIBADAT SEPERTI CANDI, PURA DLL
 Sumber Hukum Hindu dalam arti sejarah
adalah sumber hukum Hindu yang digunakan
oleh para ahli Hindulogi dalam peninjauan dan
penulisannya mengenai pertumbuhan serta
kejadiannya. Terutama dalam rangka
pengamatan dan peninjauan masalah politik,
filosofis, sosiologi, kebudayaan dan hukumnya,
sampai pada bentuk material yang tampak
berlaku pada satu masa dan tempat tertentu.
Menurut bukti-bukti sejarah, dokumen tertua
yang memuat pokok-pokok hukum Hindu,
untuk pertama kalinya kita jumpai di dalam
Veda yang dikenal dengan nama Sruti. Kitab
Veda Sruti tertua adalah kitab Reg Veda yang
diduga mulai ada pada tahun 2000 SM.
Saat penulisannya itu merupakan fase baru
dalam sejarah hukum
Hindu dan diperkirakan telah dimulai pada
abad ke X SM. Sejak tahun 2000 SM – 1000
SM. Ajaran hukum yang ada masih
bersifat tradisional di mana isi
seluruh kitab suci Veda itu disampaikan
secara lisan dari satu generasi ke
generasi
yang baru.
Dokumen tertulis yang memuat Kitab Smerti ini
dikelompokkan menjadi enam jenis yang dikenal dengan
istilah Sad Vedangga. Dalam kaitannya dengan hukum
yang terpenting dari Sad Vedangga tersebut adalah
dharma sastra (Ilmu Hukum). Kitab Smerti merupakan
sumber hukum baru yang menambahkan jumlah kaidah-
kaidah hukum yang berlaku bagi masyarakat Hindu. Kitab
Smerti ini dikelompokkan menjadi enam
jenis yang dikenal dengan istilah Sad Vedangga. Dalam
kaitannya dengan hukum yang terpenting dari Sad
Vedangga tersebut adalah dharma sastra (Ilmu
Hukum).Sad Vedangga terdiri dari :
SIKSA : ILMU FONETIK
WYAKARANA : ILMU TATA BAHASA
CHANDA : LAGU ATAU HYMNE
NIRUKTA : ILMU TAFSIR YANG OTENTIK
JYOTISA : ILMU PERBINTANGAN
KALPA : ILMU TENTANG PERSEMBAHAN
DALAM SEJARAH SUMBER HUKUM HINDU DAPAT DIBUKTIKAN/DOKUMEN TERTUA YANG
MEMUAT POKOK-POKOK HUKUM HINDU SEPERTI VEDA YANG MEMUAT VEDA SRUTI
DAN VEDA SMERTI.VEDA SRUTI YAKNI REG VEDA YANG MULAI ADA 2000 SM-3000SM,
SEDANGKAN WEDA SMERTI DIKELOMPOKKAN MENJADI DUA YAKNI SAD WENGGA
DAN UPAWEDA, DHARMASASTRA MERUPAKAN BAGIAN DARI KITAB KALPASUTRA.
KITAB KALPASUTRA DAPAT DI KELOMPOKKAN MENJADI 4 BAGIAN:
 SRAUTASUTRA : MENGAJARKAN MENGENAI PEMUJAAN, PEMELIHARAA, DAN
MELAKUKAN PEMUJAAN KEPADA TRIAGNI: DAKSINAGNI, AHAHWAHIYAGNI DAN
GRHAPATYAGNI. SRAUTASUTRA MENEKANKAN PADA DASAPURNAMASA YAITU
UPACARA WAJIB DILAKUKAN UNTUK SETIAP PURNAMA DAN TILEM.
 GRHYASUTRA : PETUNJUK-PETUNJUK TENTANG UPACARA SAMSKARA, ADAT
ISTIADAT, KEBIASAAN UNTUK GOLONGAN TERTENTU UNTUK MULAI UPACARA
GARBHADHANA SAMPAI UPACARA ANTYESTIYAKNI BERKENAAN DENGAN KEMATIAN.
 DHARMASUTRA : TENTANG ATURAN-ATURAN DASAR DALAM BIDANG HUKUM,
AGAMA, KEBIASAAN ATAU ACARA DAN SISTACARA, KEWAJIBAN YANG HARUS
DIPATUHI SETIAP GOLONGAN WARNA DHARMA DAN BERBAGAI ATURAN DALAM
HIDUP DI DUNIA INI.
 SULWASUTRA ; PERATURAN MENGENAI TATA CARA MEMBUAT TEMPAT
SUCI ATAU BERIBADAT SEPERTI CANDI, PURA DLL
Dalam Manawa Dharmasastra II.10 menjelaskan :
Srutistu wedo wijneyo
Dharmasastram tu wai smrtih
Te sarwatheswamimamsye
Tabhyam dhrmohi nirbabhu
Artinya :
Yang di maksud dengan sruti adalah weda,
Smerti adalah dharmasastra
Kedua macam pustaka suci ini tidak boleh diragukan
kebenarannya
Mengenai aapapun juga, karena keduanya adalah sumber
hukum
 Kitab dharma sastra menurut bentuk penulisannya dapat dibedakan
menjadi dua macam, antara lain; 1) Sutra, yaitu bentuk penulisan yang
amat singkat yakni semacam aphorisme. 2) Sastra, yaitu bentuk
penulisan yang berupa uraian-uraian panjang atau lebih terinci. bentuk
sutra dipandang lebih tua waktu penulisannya yakni sekitar kurang
lebih tahun 1000 SM. Sedangkan bentuk sastra kemungkinannya ditulis
sekitar abad ke 6 SM.
 Manawa Dharmasastra karya Manu berlaku pada zaman kerta yuga.
 Gautama Dharmasastra karya Gautama berlaku zaman Treta Yuga
 Samkhalikhita Dharmasastra karya Samkhalikhita berlaku zaman Dwapara
Yuga
 Parasara Dharmasastra karya Parasara berlaku zaman
sejarah pertumbuhan tiga madzab di dalam hukum Hindu :
 Aliran Yajnyawalkya oleh Yajnyawalkya
 Aliran Mitaksara oleh Yajnaneswara
 Aliran Dayabhaga oleh Jimutawahana
Aliran Mitaksara dan Dayabhaga, merupakan aliran yang pembinaan atau
menyalin dan pengembangan berbagai lontar dan kitab-kitab atau sumber
hukum Hindu seperti sarasamuscaya, Kutaramanawa, agama, adigama,
purwadigmadan berbagai jenis sesana yang bersumber pada hukum.
aspek sosiologi tidak hanya sebatas mempelajari bentuk
masyarakat tetapi juga kebiasaan dan moral yang berkembang
dalam masyarakat setempat.
Pengetahuan yang membicarakan tentang
kemasyarakatan disebut dengan sosiologi. Masyarakat
adalah kelompok manusia pada daerah tertentu yang
mempunyai hubungan, baik hubungan agama, budaya,
bahasa, suku, darah dan yang lainnya.
Hubungan di antara mereka telah mempunyai aturan
yangmelembaga, baik berdasarkan tradisi maupun pengaruh-
pengaruh baru lainnya yang datang kemudian. Pemikiran tentang
berbagai kaidah hukum tidak terlepas dari pandangan-pandangan
masyarakat setempat.
Terlebih pada umumnya hukum
itu bersifat dinamis, maka peranan para pemikir, orang-
orang tua, lembaga desa,
parisadha dan lembaga yang lainnya turut mewarnai
perkembangan hukum yang
dimaksud.
 Dalam sosiologi tidak saja mempelajari bentuk
kemasyarakatan melainkan kebiasaan dan moral dalam
bermasyarakat. Dalam manawa dharmasastra II.6 dijelaskan:
Idanim dharma pramananya ha,
Vedo,khilo dharma mulam smrti sile,
Ca tad vidam acarasca iva
Sadhunam atmanastutireva ca
Artinya :
Seluruh pustaka suci Veda (sruti) merupakan sumber
utama dari dharma (agama Hindu), kemudian barulah Smerti
disamping sila (kebiasaan-kebiasaan yang baik dari orang-
orang yang menghayati Weda) dan kemudian acara (tradisi-
tradisi dari orang-orang suci) serta akhirnya atmanastuti
(rasa puas diri sendiri).

 Dalam sosiologi mempelajari kebiasaan, bentuk masyarakat


dan moral dalam masyarakat serta penerapan dharma pada
asas berdasarkan semaya(waktu),
desa(tempat0,acara(kebiasaan),kula(keluarga),warna(golong
an) samaya(sifat-sifat umum)yang menunjang dalam sumber
hukum Hindu.
Sumber hukum dalam arti filsafat
merupakan aspek rasional dari agama
dan merupakan satu bagian yang tak
terpisahkan atau integral dari agama.
Filsafat adalah ilmu pikir, dan juga
merupakan pencairan rasional ke dalam
sifat kebenaran atau realistis, yang juga
memberikan pemecahan yang jelas
dalam mengemukakan permasalahan-
permasalahan yang lembut dari
kehidupan ini, di mana ia juga
menunjukkan jalan untuk mendapatkan
pembebasan abadi dari penderitaan
akibat kelahiran dan kematian.
Filsafat membimbing manusia tidak saja
menjadi pandai, tetapi juga menuntun untuk
mencapai tujuan hidup, yaitu jagadhita dan
moksa. Untuk dapat hidup bahagia, baik di
dunia maupun
di akhirat diperlukan keharmonisan hidup.
Untuk mencapai tingkat kebahagiaan itu, ilmu
filsafat
Hindu menegaskan sistem dan metoda
pelaksanaannya sebagai; a) harus berdasarkan
pada dharma, b) harus diusahakan melalui
keilmuan (Jnana), c) hukum didasarkan pada
kepercayaan (Sadhana), d) harus didasarkan
pada usaha yang secara terus menerus dengan
pengendalian pikiran, ucapan, dan perilaku,
serta e) harus ditebus dengan usaha prayascita
Kalau kita bandingkan dengan ilmu
politik, “Sruti”, merupakan UUD-nya
Hindu sedangkan “Smrti” adalah UU
pokok. U.U. pelaksanaannya adalah
kitab
Nibandha, atau Carita, atau Sasana.
Kedua-duanya merupakan sumber
hukum
yang mengikat yang harus diterima.
 Filsafat merupakan aspek berpikir atau ilmu berpikir
bersifat kebenaran/realitas untuk mencapai
pembebasan abadi dari penderitaan akibat kelahiran
dan kematian. Untuk mencapai tingkat kebahagaian
ilmu filsafat Hindu menegaskansistem dan metode
pelaksanaannya sebagai berikut:
a. Harus didasarkan pada dharma
b. Harus diusahakan melalui jnana
c. hukum didasarkan pada kepercayaan (sadhana)
d. Harus didasarkan pada usaha yang secara terus-
menerus dengan pengendalian pikiran, ucapan dan
perilaku
e. Harus ditebus dengan usaha prayascita
(penyucian).
 A. Harus berdasarkan pada dharma
 b. Harus diusahakan melalui keilmuan
(Jnana)
 c. Hukum didasarkan pada kepercayaan
(Sadhana)
 d. Harus didasarkan pada usaha yang secara
terus menerus dengan
 pengendalian; pikiran, ucapan, dan perilaku
 e. Harus ditebus dengan usaha prayascita
atau penyucian
sumber hukum dalam arti formal menurut Prof. Mr. J.L. Van
Aveldoorm adalah sumber hukum yang berdasarkan bentuknya
yang dapat menimbulkan hukum positif. Artinya dibuat oleh
badan atau lembaga yang berwenang. Yang termasuk sumber
hukum dalam arti formal dan bersifat pasti, yaitu; 1) undang-
undang, 2) kebiasaan dan adat, 3) traktat.
ada juga sumber hukum yang diambil dari yurisprudensi dan
pendapat para ahli hukum dengan susunan sumber hukum
dalam arti formal sebagai 1) undang-undang, 2) kebiasaan dan
adat, 3) traktat, 4) yurisprudensi, dan 5) pendapat
ahli hukum yang terkenal.Sumber hukum yurisprudensi ini
dianut oleh hukum internasional sebagai tertera dalam pasal
38 Piagam Mahkamah Internasional dengan menambahkan
azas-azas umum hukum yang diakui oleh berbagai bangsa yang
beradab sebagai sumber hukum dengan susunan hukum dapat
dilihat juga sebagai: a) traktat internasional yang
kedudukannya sama dengan undang-undang terhadap negara
itu, b) kebiasaan internasional, c) azas-azas hukum yang
diakui oleh bangsa-bangsa yang beradab, d) keputusan-
keputusan hukum sebagai yurisprudensi bagi suatu negara,
dan e) ajaran-ajaran yang dipublisir oleh para ahli dari
berbagai negara hukum tersebut
sebagai alat tambahan dalam bidang pengetahuan hukum.
a. Sumber hukum Hindu dalam arti formil: sumber hukum yang
berdasarkan bentuk yang menimbulkan hukum positif atau dibuat
oleh lembaga yang berwenang yang bersifat: Undang-undang,
kebiasaan dan traktat. Sumber hukum hindu dalam arti formil
susunan terdiri: Undang-undang, kebiasaan dan adat,
Yurisprudensi, pendapatan ahli hukum yang terkenal. Dalam hukum
internasional dalam pasal 38 piagam Makamah Internasional
menambahkan asas-asas umum hukum diakui oleh bangsa yang
beradab memiliki susunan hukum sebagai berikut:
b. Traktat internasional kedudukan sama dengan UU terhadap negara
itu
c. Kebiasaan internasional
d. Asa-asas hukum yang diakui oleh bangsa-bangsa yang beradab
e. Keputusan-keputusan hukum yang di yurisprudensi bagi suatu
negara
f. Ajaran-ajaran ysng dipublisir para ahli dari negara hukum sebagai
alat tambahan dalam bidang pengetahuan hukum
 Hutang piutang : dalam kitab manu bab VIII.49 dinyatakan bahwa seseorang kreditur
dapat menuntut atau memperoleh piutangnya dari debitur melalui persuasif moril,
keputusan pengadilan, melalui akal, melalui cara puasa dipintu masuk rumah sidebitur
dan terakhir dengan cara kekerasan. Hukum hutang piutang adalah ketentuan
mengenai kebolehan menaikan bunga sebagai hak yang dapat di tuntut oleh kreditur
atas piutang yang diberikan kepada debitur.Dalam Bab XII.40 dijelaskan bahwa hutang
seseorang debitur jatuh kepada ahli warisnya, bila debitur meninggal dunia sebelum
sempat melunasi hutangnya, maka ahli waris berkewajiban melunasinya.
 Deposito ( Niksepa) : Dalam Gautama dan lebih dalam dijelaskan Narada dan
Yajnawalkya mengenai perbedaan beberapa jenis bentuk deposito yakni : Yachita,
Ayachita, Anwahita dan Nyasa.
 Penjualan Barang Tak Tertua : Dalam Gautama Bab XII.50 menegaskan bahwa penadah
atau penerima barang curian dapat dihukum, sedangkan menurut Yajnawalkya dalam
Bab II.168-174 menjelaskan bahwa baik pembeli maupun penjualnya dapat dituntut ,
dengan demikian harus dapat membuktikan bahwa benda itu adalah haknya yang sah.
 Persekutuan (Sambhayasamutthana) dalam Kitab Wisnu menjelaskan dalam
perdagangan premi atau keuntungan atau upah yang diterima oleh para anggota harus
berbanding sama menurut aturan. Lebih mendalam dikembangkan oleh Manu,
Yajnawalkya, Narata dan Brhaspati
 Dana atau pemberian dalam agama disebut Tatta pradanika atau datta pradanika
(syanapakarma)menghadiakan atau menuntut atas pemberian .Bentuk pemberian yang
pertama : bentuk daksina : semacam pemberian sebagai upah kepada pendeta
(Brahmana), yang melakukan upacara orang lain.besar kecil tidak sama yang
 Ada bebebrapa nama penulis penting terkenal dibidang
Dharmasastra seperti Wisnu, Manu, dan Yajnawalkya.Manu
mempelajari mewakili bentuk tulisan tersendiri dan
kitabnya menjadi bahasan hukum Hindu seperti lontar.
Yajnawalkya menguraikan terutama dalam rangkaian
tulisannya yang mewakili salah satu madzab hukum yang
terkenal yakni Mitaksara, Dayabhaga dan yajnawalkya. Kitab
Dharmasastra yang ditulis oleh Manu dibedakan adanya 18
titel hukum atau Wyawaharapada yaitu :
1. Rinadana : Ketentuan tentang tidak membayar hutang
2. Niksepa : Hukum mengenai deposito dan perjanjian
3. Aswamikraya : Penjualan barang tertua
4. Sambhuya-samutthana : Perikatan antara firman
6. Dattasyanapakarma : Ketentuan mengenai ibah dan pemberian
7. Wetanadana : Hukum mengenai tidak bayar upah
8. Samwidwyatikarma : hukum mengenai tidak melakukan tugas
yang diperjanjikan
9. Krayawikrayanusaya : Pelaksanaan jual beli
10. Swamipalawiwada :Perselisihan antara buruh dan majikan
11. Simawiwada : perselisihan mengenai perbatasan
12. Waparusya: mengenai penghinaan
13. Dandaparusya: penyerangan dan kekerasan
14 Steya : Hukum mengenai pencurian
15.Sahasa : Mengenai kekerasan
16. Stripundharma : hukum mengenai suami istri/kewajiban
seorang istri
17. Wibhaga : Hukum pembagian waris
18. Dyutasamahwya : hukum perjudian dan pertaruhan
1. Dalam pokok pemikiran Menjelaskan tentang Kekuasaan
pengadilan/yudikatif/eksekutif dapat diangkat badan pengadilan
hakim yang akan memutus perkara dari para ahli kitab Veda yang
dan secara adil atas dasar dharma atau keberan atau undang-
undang yang dilakukan pembuktian.
2. Badan Yudikatif menjelaskan mengenai badan Yudikatif berfungsi
untuk mengembalikan dharma atau menegakkan keadilan yang
merupakan kebenaran (dharma)Tuhan.
Kebenaran(Wrasa)/benteng pelanggaran dinamakan wrasada (yang
dikucilkan).Menurut kitab Manu Smerti VIII.18 suatu keputusan
yang salah merupakan tindakan yang tidak adil dalam
pengadilan.dalam hal ini seperempatkesalahatan atau dosa jatuh
pada pelakunya, seperempat bagian lainnya kepada hakim,
seperempatnya kepada memberikan saksi palsu dan seperempat
sisanya kepada raja.
3. Acara pengadilan menurut sastra Hindu menjelaskan tentang
pembuktian dalam pengadilan adalah terpenuhi acara yang
tercatum dalam Undang-Undang atau sastra.Pengadilan dimulai
setelah adanya gugatan dan gugatan terjadi karena ada yang
dirugikan . Yang dirugikan melakukan pengaduan kepada
pengadilan/hakim.
 AHWANA : pemanggilan bertujuan untuk
memaksakan terdakwa datang didepan
pengadilan .pemanggilan dilakukan setelah
mempelajari pengaduan melalui pemberian
kabar (mudra) yaitu dengan mengirim utusan
kepada terdakwa.
 ASADHA : tindakan penuntut umum untuk
melakukan penahanan dalam rangka
pemanggilan supaya terdakwa tidak melarikan
diri. Gugatan yang sempurna disebut Bhasa,
Gugatan yang tidak sempurna di sebut
Praksabhasa.
 Bila gugatan itu bertentangan dengan pengamalan manusia
(Aprasidha)
 Isinya tidak memuat kebenaran yang memerlukan
penindakan(Nirawadha)
 Isinya tidak menghendaki penindakan (Nisprayojana)
 Isinya tidak dapat dibuktikan (Asambhawa)
 Isinya bertentangan dengan kepentingan negara (Pura Rastra
Widuddha)
Dalam kelima gugatan dilakukan maka dapat ditolak, dan
dianggap menuduh dan tertuduh dapat melakukan
bantahan(Uttara) sehingga menemukan
kebenaran/keputusan(Siddhi) terhadap kedua pihak(Kriya)
dengan keputusan tertulis(Jaya patra).
ACARA PEMERIKSAAN DALAM HUKUM HINDU

Dalam Manu Smerti Bab III.24 menjelaskan seorang hakim menegakan


kebenaran dharma(Sruti, smerti, Acara, Sila, dan Atmanastuti serta UU dan
peraturan-peraturan berlaku). Menurut Rsi Yajnawalkya ada empat macam
bukti:
Lekhya (Bukti autentik atau tertulis)
Bhukti (Bhukti pemilihan atas materiil)
Saksi (Bukti Saksi)
Diwya (Bukti Sumpah)
Lekhya merupakan dokumen tertulis, Bukti adalah alat pembuktian
ddiperlukan untuk memperkuat dalil-dalilpembuktian yang ada,
kedudukan dan peranan saksi ditentukan pembuktian.Diwya
menerapkan bukti sumpah dengan kesaksian Dewa-Dewa, minta
kesaksian dari Dewa atas perkara itu pembuktian yang di sampaikan
dalam bentuk sumpah dengan meminta kekuatan Tula, Agni, Apah,
Wisa, atau Kosa.
SAKSI DALAM HUKUM HINDU
Setidak-tidaknya harus ditengahkan tiga saksi
Saksi harus telah berumah tanggga (dewasa)
Saksi di berikan oleh para pihak
Saksi harus bebas dari lobha.
Dalam memberikan saksi dengan bukti melalui sumpah.
Sumpah menurut Tula ; dimana sumpah ditimbang dengan
pemberatan lainnya, Sumpah menurut Agni adalah sumpah di
tes dengan api, bila terbakar dianggap bersalah, sumpah Apah
adalah sumpah dengan air, ditenggelamkan kedalam air untuk
beberapa waktu, bila bertahan atau hidup dianggap tidak
bersalah, sumpah Wisa/ sumpah dengan racun/mecor adalah
sumpah dengan minum racun, bila hidup dianggap tidak
bersalah, Sumpah Kosa adalah sumpah sama dengan sumpah
wisa hanya tidak beracun melainkan dengan memakai air bekas
pembersih area atau keris yang dimantrai kemudian
TERIMAKASIH ATAS PERHATIAN DAN PARTISIPASINYA

Skian Dan Terimakasih


Om Santi, Santi, Santi Om

Anda mungkin juga menyukai