Anda di halaman 1dari 12

DASAR SLOKA-SLOKA VEDA DALAM HUKUM HINDU

Oleh
I Gede Nengah Wika Gunawan
XII IPA III / 4315/09

DINAS PENDIDIKAN
PROVINSI BALI
SMA NEGERI 1 KUTA
JALAN DEWI SARASWATI SEMINYAK KUTA KABUPATEN BADUNG
2017
Ilustrasi Kitab Manawa Dharmasastra

1. rutistu vedo vijeyo dharmastram tu vai smti te sarvtheva mimmsye tbhy


dharmohi nir Babhau.
Terjemahannya:
Yang dimaksud dengan Sruti, ialah Veda dan dengan Smrti adalah Dharmasastram, kedua macam
pustaka suci ini tak boleh diragukan kebenaran ajarannya, karena keduanya itulah sumber dharma
(M.Dharmasastra II.10).
Analisis :
Kata dharmaastra berasal dari bahasa Sansekerta (dharma stra). Dharma (masculine)
m : perintah menetapkan; lembaga; adat kebiasaan; aturan; kewajiban; moral; pekerjaan yang baik;
kebenaran; hukum; keadilan (Kamus Kecil Sansekerta Indonesia (KKSI) hal. 121). stra (neuter)
n : perintah; ajaran; nasihat; aturan; teori; tulisan ilmiah (KKSI hal. 246). Dharmastra berarti
ilmu hukum.
Bila kita membaca kitab-kitab mantra dan sastra-sastra Sansekerta yang tersedia kitab Smrti
dinyatakan sebagai kitab Dharmastra. Smrti adalah kelompok kitab yang kedua sesudah kitab
Sruti. Dharmastra (Smrti) dipandang sebagai kitab hukum Hindu karena di dalamnya banyak
dimuat tentang syariat Hindu yang disebut dharma.

2. ruti weda samkhyato dharmastram tu wai smti, te sarwtheswam immsye tbhy


dharmo winirbhta. Nyang ujaraken sekarareng, ruti ngaranya Sang Hyang Catur Veda, Sang
Hyang Dharmastra Smti ngaranira, Sang Hyang ruti lawan Sang Hyang Smti sira juga
prmankena, ttakena warah-warah nira, ring asing prayojana, yawat mangkana paripurna alep
Sang Hyang Dharmaprawtti
(Sarasamuscaya, 37)
Terjemahannya:
Ketahuilah oleh mu ruti itu adalah Veda dan mti itu sesungguhnya adalah
Dharmastra; keduanya harus diyakini dan dituruti agar sempurna dalam melaksanakan dharma
itu.
Analisis :
Dalam melaksanakan dharma hendaknya mengikuti auran dalam veda srurti smrti

3. Itihasa puranabhyam wedam samupawrmhayet, bibhetyalpasrutadwedo mamayam pracarisyati


(Sarasamuscaya, 39).
Terjemahannya:
Hendaklah Veda itu dihayati dengan sempurna melalui mempelajari Itihasa dan Purana
karena pengetahuan yang sedikit itu menakutkan (dinyatakan) janganlah mendekati saya.
Analisis :
Orang orang yang kurang suka mempelajari kitab kitab suci seperti veda diyakinkan akan
menjauhi veda karena tidak tahan terhadap ilmu yang terkandung dalamnya.
3. ruti dvaidha tu yatra syt tatra dharmvubhau smrtau, ubhvapi hi tau dharmau samyag
uktau maniibhi.
Terjemahannya:
Jika dalam dua kitab suci ada perbedaan, keduanya dianggap sebagai hukum, karena
keduanya memiliki otoritas kebajikan yang sepadan (Manawa Dharmasastra II.14)
Analisis :
1. Bidang Hukum Keagamaan
Bidang hukum ini banyak memuat ajaran-ajaran yang mengatur tentang tata cara keagamaan
yaitu menyangkut tentang beberapa hal seperti berikut ini.
Bahwa semua alam semesta ini diciptakan dan dipelihara oleh suatu hukum yang disebut rta atau
dharma.
Ajaran-ajaran yang diturunkan bersifat anjuran dan larangan yang semuanya mengandung
konsekuensi atau akibat (sanksi)
Tiap-tiap ajaran mengandung sifat relatif yaitu dapat disesuaikan dengan zaman atau waktu dan di
mana tempat dan kedudukan hukum itu dilaksanakan, dan absolut berarti mengikat dan wajib
hukumnya dilaksanakan.
Pengertian warna dharma berdasarkan pengertian golongan fungsional.

2. Bidang Hukum Kemasyarakatan


Bidang hukum ini banyak memuat tentang aturan atau tata-cara hidup bermasyarakat (sosial).
Dalam bidang ini banyak diatur tentang konsekuensi atau akibat dari sebuah pelanggaran, kalau
kita telusuri lebih jauh saat ini lebih dikenal dengan hukum perdata dan pidana. Lembaga yang
memegang peranan penting yang mengurusi tata kemasyarakatan adalah Badan Legislatif menurut
Hukum Hindu adalah Parisadha. Lembaga ini dapat membantu menyelesaikan masalah dengan
cara pendekatan perdamaian sebelum nantinya kalau tidak memungkinkan masuk ke pengadilan.

3. Bidang Hukum Tata Kenegaraan


Bidang ini banyak memuat tentang tata-cara bernegara, di mana terjalinnya hubungan
warga masyarakat dengan negara sebagai pengatur tata pemerintahan yang juga menyangkut
hubungan dengan bidang keagamaan. Di samping sistem pembagian wilayah administrasi dalam
suatu negara, Hukum Hindu ini juga mengatur sistem masyarakat menjadi kelompok kelompok
hukum yang disebut Warna, Kula, Gotra, Ghana, Puga, dan Sreni. Pembagian ini tidak bersifat
kaku karena dapat disesuaikan dengan perkembangan jaman.
Sumber hukum tata negara dan tata praja serta hukum pidana yang berlaku di Indonesia
adalah sebagian besar merupakan hukum yang bersumber pada ajaran Manawa Dharmastra. Hal
ini kemudian dikenal sebagai kebiasaan-kebiasaan atau hukum adat seperti yang berkembang di
Indonesia dan khususnya dapat dilihat pada hukum adat di Bali.
Istilah istilah wilayah hukum dalam rangka tata laksana administrasi hukum dapat dilihat
pada desa praja adalah administrasi terkecil dan bersifat otonomi dan inilah yang diterapkan pada
zaman Majapahit terbukti dengan adanya sesanti, sesana dengan prasasti prasasti yang dapat
ditemukan di berbagai daerah di seluruh Nusantara. Lebih luas lagi wilayah yang mengaturnya
dinamakan krama, dan daerah khusus ibu- kota sebagai daerah istimewa tempat administrasi tata
pemerintahan disebut pura, penggabungan atas pengaturan semua wilayah ini dinamakan dengan
istilah negara atau rastra. Maka dari itu hampir semua tatanan kenegaraan yang digunakan
sekarang ini bersumber pada hukum Hindu.
Demikian hukum Hindu (Dharmastra) dituliskan secara utuh dalam kitab Manawa
Dharmasastra yang selanjutnya digunakan sebagai sumber hukum Hindu guna menata umat Hindu
mewujudkan moksartham jagadhita ya ca iti dharma (sejahtera dan bahagia) lahir batin.

Perenungan
4. Aha manur abhava srya ca aha kakiva ir asmi viprah, aha kutsam arjuneya ny
nje aha kavir uana payant m.
Terjemahannya
Aku, bersabda sebagai kesadaran tertinggi, Aku adalah sumber utama permenungan dan cahaya
yang tertinggi. Aku seorang i yang dapat melihat jauh dan merupakan pusat orbit alam semesta.
Aku mempertajam intelek, Aku seorang penyair, Aku memenuhi keinginan semuanya, oleh karena
itu, wahai engkau semua, patuhlah kepada Aku.
(Rg Veda IV. 26. 1)
Analisis:
Sumber hukum bagi umat Hindu atau masyarakat yang beragama Hindu adalah kitab suci
Veda. Ketentuan mengenai Veda sebagai sumber hukum Hindu dinyatakan dengan tegas di dalam
berbagai jenis kitab suci Veda. Sruti adalah merupakan sumber dari segala sumber hukum. Sruti
merupakan sumber dari Smerti.
Manawa Dharmasastra atau Manusmerti adalah kitab hukum yang telah tersusun secara
teratur, dan sistematis. Kitab ini terbagi menjadi dua belas (12) Bab atau adyaya. Bila kita
mempelajari kitab-kitab hukum Hindu maka kita banyak menemukan pokok-pokok pikiran yang
berkaitan dengan titel hukum. Hal ini menunjukkan bahwa hukum Hindu mengalami proses
perkembangan.
5. Idanim dharma pramananya ha, Wedo khilo dharma mulam smrti sile ca tad widam, craca
iwa sdhnm tmanasyuir ewa ca.
Terjemahannya:
Seluruh Veda merupakan sumber utama daripada dharma (Agama Hindu) kemudian
barulah Smrti di samping kebiasaan-kebiasaan yang baik dari orang- orang yang menghayati Veda
serta kemudian acara tradisi dari orang-orang suci dan akhirnya atma tusti (rasa puas diri
sendiri).(Manawa Dharmasastra, II. 6).
Analisis:
Berdasarkan sloka tersebut di atas kita dapat mengenal sumber-sumber hukum Hindu
menurut urut-urutannya adalah : 1) Veda Sruti, 2) Veda Smrti, 3) Sila, 4) Acara (Sadacara, dan 5)
Atmanas tusti.
6. Sakat kta dharmana ayo, bubhuvuste sakat kta dharmabhya upadesena mantran
sampraduh.
Terjemahannya :
Para i adalah mereka yang memahami dan mampu merealisasikan dharma dengan
sempurna. Beliau mengajarkan hal tersebut kepada mereka yang mencari kesempurnaan yang
belum merealisasikan hal itu (Nirukta I. 19).
Analisis :
Kitab suci tersebut secara tegas menyatakan bahwa sumber hukum (dharma) bukan saja
hanya kitab-kitab sruti dan smerti, melainkan juga termasuk sila (tingkah laku orang-orang
beradab), acara (adat-istiadat atau kebiasaan setempat) dan atmanastusti yaitu segala sesuatu yang
memberikan kebahagiaan pada diri sendiri. Oleh karena aspek sosiologi tidak hanya sebatas
mempelajari bentuk masyarakat tetapi juga kebiasaan dan moral yang berkembang dalam
masyarakat setempat.
7. Kamatmata na prasasta na caiwehastya kamatakamyohi Veda dhigamah karmayogas ca
waidikah
Terjemahannya:
Berbuat hanya karena nafsu untuk memperoleh phala tidaklah terpuji namun berbuat
tanpa keinginan akan phala tidak dapat kita jumpai di dunia ini karena keinginan-keinginan itu
bersumber dari mempelajari Veda dan karena itu setiap perbuatan diatur oleh Veda
(Manawa Dharmasastra, II.2).
8. Teu samyag warttamno gacchatya mara lokatm, yath samkalpitceha sarvn kmn
samanute
Terjemahannya :
Ketahuilah bahwa ia yang selalu melaksanakan kewajiban-kewajiban yang telah diatur
dengan cara yang benar, mencapai tingkat kebebasan yang sempurna kelak dan memperoleh semua
keinginan yang ia mungkin inginkan (Manawa Dharmasastra, II.5).
9. Yo wamanyeta te mle hetu sstr srayad dwija, sa sdhubhir bahiskryo nstiko
wedanindaka
Terjemahannya:
Setiap dwijati yang menggantikan dengan lembaga dialektika dan dengan memandang
rendah kedua sumber hukum (Sruti dan Smerti) harus dijauhkan dari orang-orang bijak sebagai
seorang atheis dan yang menentang Veda (Manawa Dharmasastra, II.11).
10. Pitridewamanusyanam wedascaksuh sanatanah, asakyamca prameyamca weda sastram iti
sthitah
Terjemahannya:
Veda adalah mata yang abadi dari para leluhur, dewa-dewa, dan manusia; peraturan-
peraturan dalam Veda sukar dipahami manusia dan itu adalah kenyataan
(Manawa Dharmasastra, XII.94).
11. Ya wda wahyah smrtayo yasca kasca kudrstayah, sarwastanisphalah pretya tamo nisthahitah
smrtah
Terjemahannya:
Semua tradisi dan sistim kefilsafatan yang tidak bersumber pada Veda tidak akan
memberi pahala kelak sesudah mati karena dinyatakan bersumber dari kegelapan (Manawa
Dharmasastra, XII.95)
12. Utpadyante syawante ca yanyato nyani kanicit, tanyar wakalika taya nisphalanyanrtaani ca
Terjemahannya:
Semua ajaran yang timbul, yang menyimpang dari Veda segera akan musnah, tidak
berharga dan palsu karena tak berpahala
(Manawa Dharmasastra, XII. 96)
13. Wibharti sarwabhutani wedasastram sanatanam, tasmadetat param manye yajjantorasya
sadhanam
Terjemahannya:
Ajaran Veda menyangga semua mahkluk ciptaan ini, karena itu saya berpendapat, itu
harus dijunjung tinggi sebagai jalan menuju kebahagiaan semua insani (Manawa Dharmasastra,
XII. 99)
14. Senapatyam ca rajyam ca dandanetri twamewa ca, sarwa lokadhipatyam ca wedasastra
widarhati
Terjemahannya:
Panglima angkatan bersenjata, Pejabat pemerintah, Pejabat pengadilan dan penguasa atas
semua dunia ini hanya layak kalau mengenal ilmu Veda itu (Manawa Dharmasastra, XII.100).
Sesungguhnya banyak sloka-sloka suci Veda yang menekankan betapa pentingnya Veda,
baik sebagai ilmu maupun sebagai alat di dalam membina masayarakat. Oleh karena itu,
berdasarkan ketentuan-ketentuan yang ada itu penghayatan Veda bersifat sangat penting karena
bermanfaat bukan saja kepada orang itu tetapi juga yang akan dibinanya. Karena itu Veda bersifat
obligator baik untuk dihayati, diamalkan, maupun sebagai ilmu.
Dengan mengutip beberapa sloka yang bersangkutan dalam menghayati Veda, nampaknya
semakin jelas mengapa Veda, baik Sruti maupun Smrti sangat penting. Kebajikan dan kebahagiaan
berfungsi sebagaimana mestinya. Inilah yang menjadi hakikat dan tujuan dari penyebaran Veda
itu.
15. Idanim dharma pra mananya ha, vedokhilo dharma mulam smrti sile, ca tad vidam
acarasca iva, sadhunam atmanastustireva ca.
(Manawa Dharmasastra II.6).
Terjemahannya:
Seluruh pustaka suci Veda (sruti) merupakan sumber utama dharma (agama Hindu),
kemudian barulah smerti di samping sila (kebiasaan-kebiasaan yang baik dari orang-orang yang
menghayati Veda) dan kemudian acara (tradisi-tradisi dari orang-orang suci) serta akhirnya
atmanstuti (rasa puas diri sendiri).
Analisis:
Berdasarkan penjelasan sloka suci kitab hukum Hindu tersebut di atas, dapat kita ketahui
bahwa sumber-sumber hukum Hindu menurut Manawa Dharmasastra, adalah Veda Sruti, Veda
Smerti, Sila, Acara (Sadacara), Atmanastuti.
16. BHAGAVAD-GITA BAB V Sloka 11.
Bunyi Sloka :
Daridraya-nasanam danam
Silam durgati-nasanam
Ajnana-nasim prajnya
Bhavana bhaya-nasini.
Arti Sloka :
Kedermawanan menghapuskan kemiskinan, perbuatan yang baik menghilangkan
kemalangan, kecerdasan rohani menghapuskan kegelapan/kebodohan, dan bahaya atau rasa takut
bisa dihilangkan dengan merenungkannya baik-baik.
Contoh Kontekstual :
Kedermawanan, perbuatan yang baik, kecerdasan rohani, dan merenungkan segala sesuatu
dengan baik-baik, niscaya semua kemiskinan, kebodohan, dan bahaya atau rasa takut bisa
dihilangkan. Sebagai contoh di masyarakat, perbuatan-perbuatan seperti yang diatas akan
menghantarkan kita untuk mendekatkan diri kepada Tuahan Yang Maha Esa atau Ida Sang Hyang
Widhi Wasa sebagai segala pencipta alam semesta ini. Karena seperti yang kita ketahui kecerdasan
rohani yang dimiliki manusia akan mampu menempatkan dirinya selalu dalam keadaan sadar.
Namun tak jarang kita melihat banyak orang-orang di masyarakat terutama para pemuda yang
justru terlibat dalam dunia-dunia kegelapan, seperti meminum-minuman keras, berjudi dan
sebagainya. Hal seperti harus dihindari dengan meningkatkan kecerdasan rohani bagi paa pemuda
dengan melakukan dan menekuni ajaran dhama. Dan apabila mulai dari sejak dini kita
menanamkan kedermawanan, maka kemiskinan akan terhapus, seperti ketika ada salah satu orang
kaya di desa saya yang sangat senang untuk berdana punia dan memberikan sedekah bagi mereka
yang mengalami kesusahan serta dengan usahanya yang mampu menyerap langan kerja yang
banyak. Selain itu, saya sering merenungi kegiatan-kegiatan salah yang saya lakukan, karena
dengan begitu kita akan tahu dan menyadari kesalahan yang kita lakukan dan bahaya atauun rasa
takut yang kit alami akan dapat dihindari.

17. BHAGAVAD-GITA BAB XI Sloka 8.


Bunyi Sloka :
Na veti yo yasya guna-prakarsam
Sa tam sada nindati natra citram
Yatha kirati kari-kumbha-labdaham
Muktam prityajya vibharti gunjam.

Arti Sloka :
Hal ini tidak usah membuat heran, bahwa orang yang belum mengetahui sesuatu dengan
sebenarnya selalu menjelek-jelekan hal yang belum diketahui secara jelas. Seperti halnya
permaisuri para kirata ( golongan pemburu pada zaman purba ) menolak permata dari kepala
gajah, sebaliknya memakai perhiasan biji gunja ( biji-bijian yang terdapat di semak belukar.
Contoh Kontekstual :
Manusia merupakan mahluk ciptaan Tuhan Yang Maha Esa atau Ida Sang Hyang Widhi
Wasa yang dianugrahakan kemampuan dalam berpikir. Dimana dengan kemampuan yang dimiliki
oleh manusia ini, manusia dapat memilah-milah mana perbuatan baik dan mana perbuatan yang
tidak baik (wiweka). Dalam konteks sloka BHAGAVAD-Gita Bab XI Sloka 8 diatas yang pada
intinya yaitu tidak heran bagi kita menjelek-jelekan sesuatu yang belum jelas kita ketahui.
Sebagai contoh ketika kita melihat seseorang yang berpenampilan acak-acakan dan kelihatan
kurang sopan, belum tentu isi hatinya sama dengan penampilannya. Seperti salah satu teman saya
yang memang dalam kehidupannya sering bergaul dengan orang-orang pemabuk. Banyak gosip-
gosip jelek yang menimpanya di masyarakat. Pernah saya mendengar para penduduk masyarakat
setempat mengatakan kalau dia pernah menghamili seorang wanita. Hal tersebut terbantahkan,
karena seiring dengan berjalannya waktu sampai sekarang dia juga belum menikah. Dalam
kehidupan sehari-sehari saya sering berbincang bincang dengan nya dani dia sering melakukan
perbuatan-perbuatan yang baik. Seperti misalnya, ia sering membantu orang tuanya membawa
belanjaan ke pasar, dan pernah pada suatu hari saya di bantu olehnya ketika saya lupa membawa
uang. Dia dengan senang hati dan ikhlasnya memberikan saya pinjaman uang. Pada waktu itu saya
sangat bersyukur, karena dengan bantuannya rasa malu saya jadi terhindar. Itulah sebabnya kita
sebagai manusia tidak boleh memandang orang hanya dari kulit luarnya saja dan menjelek-jelekan
hal-hal yang belum kita ketahui pasti. karena perbuatan tersebut bertentangan dengan ajaraan
agama hindu khususnya Tat Twam Asi yang mengajarkan kita tentang bagaimana jika kita ingin
dihargai maka kita harus mengahargai orang lain.

18. BHAGAVAD-GITA BAB VII Sloka 12.


Bunyi Sloka :
Natyantam saralair bhavyam
Gatva pasya vanasthalim
Chidyante saralas tatra
Kubjas tisthanti padapah,
Arti Sloka :
Janganlah hidup terlalu lurus atau terlalu jujur, sebab begitu Anda pergi ke hutan Anda
akan melihat bahwa pohon-pohon yang lurus ditebang, sedangkan pohon-pohon yang bengkok
dibiarkan hidup.

Contoh Kontekstual :
Jujur merupakan salah satu sifat manusia yang mulia, orang yang memiliki sifat jujur
biasanya dapat mendapat kepercayaan dari orang lain. Sifat jujur merupakan salah satu rahasia diri
seseorang untuk menarik kepercayaan umum karena orang yang jujur senantiasa berusaha untuk
menjaga amanah. Namun dalam kehidupan di dunia ini kita juga tidak selamanya bisa berbuat
jujur adakalanya pada suatu kejadian ataupun situasi dan kondisi yang membuat kita harus
berbohong. Yang dimaksud berbohong disini adalah berbohong demi kebaikan. Sama seperti sloka
diatas yang menyebutkan ada kalanya kita melliihat pohon-pohon lurus ditebang dan pohon-pohon
yang bengkok dibiarkan. Pernah suatu hari saya menglami suatu kejadian ataupun kondisi yang
mengharuskan saya untuk berbohong. Kita tahu sebagai seorang Ibu, ia memang selalu
mengkhawatirkan anaknya apalagi ketika anaknya sakit. Langsung saja saya ceritakan, waktu itu
saya akan pergi ke Singaraja untuk kuliah dan kebetulan pada waktu itu saya lagi sakit. Dan Ibu
saya sebenarnya sudah tidak mengizinkan saya untuk kuliah. Tapi yang namanya mahasiswa
kuliah merupakan suatu kewajiban yang harus dijalani. Ketika mau berangkat Ibu saya bertanya
kepada saya dek.., dengan siapa berangakat ke Singaraja?. Dengan perasaan ragu saya menjawab
dengan Agus (teman saya) bu. Namun kenyataan sebenar saya pergi sendirian mengendarai
sepeda motor. Hal ini saya lakukan karena saya tidak ingin melihat Ibu saya cemas dan khawatir
dengan keadaan saya, apa lagi ia sampai sakit karena memikirkan saya. Itulah salah satu contoh
kecil yang mana dalam kehidupan kita ini kondisi dan situasi yang membuat kita untuk berbohong.

18. NITI SATAKA BAB II Sloka 10.


Bunyi Sloka :
Bhimam vanam bhavati tasya puram pradhanam, sarvo janah svajanatamupayati tasya, krtsna
ca bhurbhavati sannidhiratnapurna, yasyasti purvasukrtam vipulam narasya.

Arti Sloka :
Seseorang yang melakukan karma yang baik dan benar, baginya hutan rimba bagaikan
istana yang indah, semua manusia dan mahluk menjadi sahabat, dan seluruh bumi dipenuhi dengan
kekayaan

Contoh Kontekstual :
Perbuatan baik dan benar adalah perbuatan yang patut kita contoh dan diteladani,
sebagaimana yang tercantum dalam sloka diatas apa bila kita ingin memiliki kehidupan yang
damai dan indah, maka berbuatlah yang baik dan benar. Kita sebagai umat hindu yang yakin
dengan adanya hukum karma phala, memang patut untuk selalu berbuat baik dan benar karena dari
perbuatan baik dan benar itu pahala yang kita dapatkan juga baik serta dunia yang kita tempati ini
akan terasa lebih indah. Sebagai contoh kecil, apabila kita suka dan sering membantu orang yang
kesusahan, maka sewaktu-waktu ketika kita mengalami kesulitan atau kesusahan pasti ada saja
yang akan membantu kita pada saat itu. Misalnya pengalaman yang pernah saya alami, ketika pada
waktu itu saya melihat teman Sekolah Menengah Pertama saya sebut saja namanya Tonok yang
sedang mendorong sepeda motornya. Disitu saya menyapa dan menanyakan kenapa dengan
motornya?. Dan ia menjawab Oow, ni ban motor saya lagi kempes. Pada saat itu saya langsung
membantunya dengan mencarikan bengkel terdekat untuk menambal ban. Selang beberapa menit,
akhirnya motornya sudah bisa dinaiki lagi dan ia kelihatan sangat senang dan lanngsung
menngucapkan banyaak-banyak terima kasih. suatu hari kira-kira dua bulan setelah kejadian itu,
saya berencana akan pergi kerumah teman untuk mengerjakan tugas kelompok. Namun pada
waktu itu kedua orang tua saya lagi sibuk bekerja dan dirumah sangat sepi, sehingga tidak ada
yang saya suruh untuk mengantar ke rumah teman saya. Akhirnya saya pun memutuskan untuk
berjalan kaki. Di perjalanan tiba-tiba ada Tonok yang mengendarai sepeda motornya dan berhenti
didepan saya. Lalu ia bertanya eh.., satya kok jalan kaki? Biasanya kan diantar sama orang tua
mu. ni orang tua saya lagi kerja jadi tidak ada yang mengantar Jawab saya. oow, kalau begitu
bagaimana kalau saya yang mengantr kamu?, hitung-hitung balas budi ketika kamu menolong saya
pada waktu ban sepeda motor saya kempes. benar ni? Apa tidak merepotkan? sahut saya dengan
candaan. aaah, ngak kok, kita sebgai manusia memang harus saling bantu membantu. Jawabnya.
Akhirnya kami pun pergi bersama. Inilah salah satu contoh implementasi dari sloka diatas, dimana
perbuatan yang baik dan benar akan memperindah suasana yang tadinya kelihatan buruk. Dan
seluruh mahluk di dunia ini begitu kelihat damai yang diwarnai dengan persahabatan yang saling
bantu membantu.

19. BHAGAVAD-GITA BAB XII Sloka 13-14


Bunyi Sloka :
Advesta sarva-bhutanam
Maitrahkaruna evaca
Nirmamo nirahankarah
Sama-duhkha-sukhah ksami
Santustah satatam yogi
Yattma drdha-niscayah
May arpita-mano-buddhir
Yo mad-bhaktah sa me priyah
Arti Sloka :
Mereka yang tidak iri hati terhadap semua mahluk hidup, berteman, murah hati, bebas dari
rasa kepemilikan, bebas dari keakuan palsu, bersikap sama dalam suka maupun dalam duka,
bersifat pengampun, berpuas hati, selalu berada dalam kesadaran sebagai seorang yogi,
mengendalikan pikiran dan indra-indra, kemantapan bathin yang baik, pikiran dan kecerdasan
senantiasa terpusatkan pada-Ku, siapa pun menyembah-Ku yang seperti itu, maka dia sangat Aku
sayangi.
Contoh Kontekstual :
Seperti yang kita ketahui Tuhan atau Ida Sang Hyang Widhi Wasa adalah maha pengasih
dan penyayang bagi setiap mahluk yang diciptakannya tidak terkecuali manusia yang diberikan
kemampuan yang lebih dari mahluk lain yaitu dengan di karuniainya sebuah pikiran atau idep.
Dari pikiran itu manusia senantiasa dapat berbuat baik dan berbuat jahat atau buruk. Namun dari
makna sloka yang diartikan diatas, beliau hanya akan menyayangi bagi mereka umatnya yang
menjunjung tingi kebaikan dan menjalankan ajaran dharma baik itu mulai dari dengan tidak iri hati
antar sesama, bebas dari rasa kepemilikan dan sebagai yang terdapat dalam sloka diatas. Sebagai
salah satu contoh orang yang berbuat baik, yang disayangi tuhan adalah paman saya sekaligus
seorang tokoh masyarakat yang ada di lingkungan masyarakat tempat tinggal saya. Yang memang
beliau dikenal memiliki hati yang baik yang selalu senang dan ikhlas membantu sesama tanpa
memikirkan pahalanya. Ia pernah bilang salah satu tujuan dari hidupnya adalah membantu orang
yang kesusahan. Dan beliau tidak pernah membalas dendam ketika ada orang yang ingin
menjatuhkannya. Pernah suatu hari di masa kepemimpinannya menjadi kepala desa beliau
mengalami sakit yang amat parah. Sampai-sampai dokter tidak mengetahui penyakit yang dialami
beliau dan kurang lebih beliau dirawat selama 2 bulan di rumah sakit. Namun mungkin karena
kebaikan yang dilakukan oleh beliau selama ini, tiba-tiba hanya dengan berdoa dan berdoa kepada
tuhan beliau sembuh dari penyakit yang dideritanya. Hal ini membuktikan bahwa bagi mereka
yang berbuat baik yang mampu mengendalikan pikiran dan indra-indra, tidak iri hati terhadap
semua mahluk hidup, berteman murah hati, bebas dari rasa kepemilikan, keakuan palsu, dan
bersikap sama dalam suka mapun duka sangat akan disayangi dan dilindungi oleh Tuhan Yang
Maha Esa atau Ida Sang Hyang Widhi Wasa.

Anda mungkin juga menyukai