Anda di halaman 1dari 32

KONTEKS KEARIFAN LOKAL DALAM FISIKA

KONSEP OSILASI HARMONIK DAN GELOMBANG BUNYI DALAM


TRADISI OKOKAN DI DESA KEDIRI, KABUPATEN TABANAN, BALI

Dosen Pengampu :
Prof. Dr. I Wayan Suastra, M.Pd.
Dr. Anak Agung Istri Agung Sudiatmika, M.Pd.

Disusun Oleh:
I Komang Restu Widi Artha
1913021014
5A Pendidikan Fisika

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN FISIKA


FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS PENDIDIKAN GANESHA
SINGARAJA
2021
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadapan Tuhan Yang Maha Esa, Ida Sang
Hyang Widhi Wasa karena atas berkat rahmat-Nya, makalah yang berjudul
“Konsep Osilasi Harmonik dan Gelombang Bunyi dalam Tradisi Okokan di Desa
Kediri, Kabupaten Tabanan, Bali” ini dapat diselesaikan tepat pada waktunya.
Dalam penulisan makalah ini, penulis mendapat bantuan serta bimbingan
dari berbagai pihak. Untuk itu penulis mengucapkan terima kasih kepada:
1. Prof. Dr. I Wayan Suastra, M.Pd. dan Dr. Anak Agung Istri Agung
Sudiatmika, M.Pd., sebagai dosen pengempu mata kuliah Konteks Kearifan
Lokal Dalam Fisika.
2. Semua pihak yang telah banyak membantu dalam pembuatan makalah ini.
Semoga karya tulis ini dapat bermanfaat bagi semua pihak. Penulis sadari
bahwa karya ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu, penulis
mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun untuk kesempurnaan
karya tulis ini. Tidak lupa penulis memohon maaf apabila dalam penulisan
makalah ini terdapat banyak kesalahan.

Singaraja, 18 Desember 2021

Penulis
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL................................................................................................ i
KATA PENGANTAR ............................................................................................ ii
DAFTAR ISI .......................................................................................................... iii
DAFTAR GAMBAR ............................................................................................. iv
BAB I ...................................................................................................................... 1
1.1 Latar Belakang .................................................................................................. 1
1.2 Rumusan Masalah ............................................................................................. 2
1.3 Tujuan Penulisan .............................................................................................. 2
1.4 Manfaat Penulisan ............................................................................................. 2
BAB II ..................................................................................................................... 4
2.1 Gambaran Umum Tradisi Okokan .................................................................... 4
2.1.1 Sejarah Tradisi Okokan di Tabanan ......................................................... 4
2.1.2 Pelaksanaan Tradisi Okokan .................................................................... 7
2.2 Konsep Fisika Yang Diterapkan Dalam Kearifan Lokal Tradisi Okokan....... 10
2.2.1 Osilasi Harmonik .................................................................................. 10
2.2.2 Gelombang Bunyi ................................................................................. 14
BAB III.................................................................................................................. 26
3.1 Kesimpulan ..................................................................................................... 26
3.2 Saran................................................................................................................ 27
DAFTAR PUSTAKA

iii
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1. Tradisi Okokan ...................................................................................... 5
Gambar 2. Pelaksanaan Tradisi Okokan Pada Hari Pengerupukan ........................ 6
Gambar 3. Pementasan Okokan dengan Berjalan Keliling Desa ............................ 9
Gambar 4. Komponen Pementasan Okokan kolaborasi dengan Gamelan Bali .... 10
Gambar 5. Pementasan Okokan yang Menghasilkan Getaran oleh Palit............. 10
Gambar 6. Osilasi Bandul Sederhana................................................................... 12
Gambar 7. Alat Musik Okokan ............................................................................ 14
Gambar 8. Gelombang bunyi yang dihasilkan didalam sebuah tabung oleh sebuah
penghisap yang berosilasi ..................................................................................... 16
Gambar 9. Denyut kompresi berjalan sepanjang tabung yang berisi gas ............. 17
Gambar 10. Pembiasan Pada Siang Hari Dan Malam Hari ................................ 21
Gambar 11. Bunyi Gaung ..................................................................................... 22
Gambar 12. Bunyi Gema....................................................................................... 22
Gambar 13. Difraksi .............................................................................................. 23
Gambar 14. Interferensi ........................................................................................ 24

iv
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Budaya atau kebudayaan pada dasarnya merupakan suatu karya atau
buah budi kelompok manusia. Budaya atau kebudayaan sekaligus merupakan
sistem nilai yang dihayati oleh sekelompok manusia. Dengan demikian,
kebudayaan nasional atau kebudayaan Indonesia pada dasarnya merupakan
karya atau buah budi kelompok manusia Indonesia yang sekaligus merupakan
sistem nilai yang dihayati oleh manusia Indonesia. Hasil budaya atau
kebudayaan itu sendiri dapat dibedakan menjadi dua kelompok yaitu hasil
budaya yang dapat dijamah atau disentuh secara fisik (tangible) serta hasil
budaya yang tidak bisa dijamah atau disentuh secara flsik (intangible).
Tradisi lokal kemasyarakatan merupakan bentuk kebudayaan yang
berlangsung secara turun temurun. Tanpa tradisi tidak mungkin suatu
kebudayaan akan hidup dan langgeng. Bali adalah salah satu bagian dari
indonesia yang terkenal dengan nilai dan akar tradisi berupa budaya, warisan
kultural dari nenek moyang yang sangat kental. Mayoritas dari masyarakat
Bali menganut Hindu.
Salah satu daerah di Kabupaten Tabanan memiliki sebuah tradisi yang
menggunakan instrument yang unik yaitu ada di desa Kediri. Instrument ini
berasal dari alat musik bunyi-bunyian yang pada umumnya terbuat dari bahan
kayu, yang dilobangi hampir menyerupai kentongan dan didalamnya diisi
pemukul yang disebut palit (kalung sapi besar) yang berukuran besar. Tradisi
Okokan merupakan tradisi yang bersifat religius, hal inilah yang membuat
Okokan semakin Mataksu yang dipercaya mempunyai daya magis karena
adanya lukisan berwajah Boma, yang bermakna keangkaramurkaan atau bisa
dikatakan kemarahan sehingga dengan melaksanakan tradisi ini dipercaya
mampu menetralisasi energi-energi negatif yang ada di Desa Kediri dan ini
biasanya dilaksanakan pada Tawur Kesanga dan biasanya malam hari di
tampilkan di jalan di kediri.
Instrument yang dihasilkan Okokan yang dimainkan mengandung
fibrasi suara yang religius, ini dari suara bahkan dari alunan tetabuhan okokan

1
ketika diayun-ayunkan sehingga ini mengandung taksu (kekuatan magis)
terasa menjadi hidup dan berjiwa. Dan pada saat dimainkan mengeluarkan
suara atau irama yang mampu menggetarkan perasaan baik dirasakan secara
sekala maupun niskala. Utamanya Taksu daripada Okokan ini bisa
memancarkan fibrasi sehingga dipercaya mampu menetralisir kekuatan Bhuta
Kala.
Itulah yang dimaksud dengan kearifan lokal dalam budaya di Indonesia
yang sangat harus untuk kita pelajari bersama guna mampu mengaitkan
kearifan lokal dalam kehidupan sehari- hari sebagai kebiasaan/tradisi
masyarakat dengan teori pembelajaran dalam ilmu pengetahuan sains,
khususnya pada bidang fisika. Metode pengumpulan data yang digunakan oleh
penulis ialah dengan metode observasi, wawancara, dokumentasi, dan
kepustakaan, serta analisis data digunakan analisis deskriptif, juga digunakan
teori teori sistem representasi, teori estetika, teori nilai, dan teori religi.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, adapun rumusan masalah yang
dapat dirumuskan sebagai berikut.
1. Bagaimana gambaran umum mengenai tradisi Okokan?
2. Bagaimana komponen-komponen yang ada pada tradisi Okokan?
3. Bagaimana konsep fisika yang diterapkan dalam kearifan local tradisi
Okokan?
1.3 Tujuan Penulisan
Adapun tujuan dari penulisan makalah ini adalah sebagai berikut.
1. Menjelaskan gambaran umum mengenai tradisi Okokan.
2. Menjelaskan komponen-komponen yang ada pada tradisi Okokan.
3. Menjelaskan konsep fisika yang diterapkan dalam kearifan lokal tradisi
Okokan.
1.4 Manfaat Penulisan
Manfaat yang dapat diambil dari penulisan makalah ini, sebagai berikut.
1. Bagi Penulis
Manfaat yang diperoleh penulis dalam pebuatan makalah ini yaitu
penulis lebih memahami struktur dan tata cara pembuatan makalah atau

2
tulisan yang baik serta penulis dapat belajar berdiskusi dengan baik
bersama kelompok dan belajar menyampaikan hasil diskusi. Selain itu,
penulis juga lebih mengetahui tentang konteks fisika dalam kearifan lokal
tradisi Okokan
2. Bagi Pembaca
Melalui makalah ini, pembaca dapat memperoleh pengetahuan lebih
mengenai konteks fisika dalam kearifan lokal tradisi Okokan. Selain itu,
makalah ini juga dapat dijadikan sebagai bahan pustaka tambahan.

3
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Gambaran Umum Tradisi Okokan
2.1.1 Sejarah Tradisi Okokan di Tabanan
Kesenian tradisional merupakan salah satu aset kebudayaan bangsa
Indonesia yang berharga dan memiliki nilai-nilai yang sangat luhur/adiluhung.
Salah satu kesenian rakyat tradisional Bali yang masih ada dan dapat dijumpai
di daerah pedesaan adalah kesenian Okokan. Alat musik tradisional ini
digunakan oleh warga Banjar Delod Puri, Desa Kediri, Kecamatan Kediri,
sebagai media menolak bala dalam ritual Nangluk Merana. Saat ini sebagaian
besar warga Kediri sudah memikiki Okokan di rumahnya. Tradisi Okokan
merupakan tradisi yang hanya diadakan pada saat-saat tertentu yakni ketika
terjadi wabah penyakit (gerubug) yang ada di Desa Kediri, yang bertujuan
untuk menetralisir energi negatif atau menolak bala.
Meskipun sejarah okokan belum ditemukan pada sumber tertulis dalam
bentuk lontar, namun dipercaya secara turun temurun sudah ada sejak tahun
1960. Saat itu, warga Desa Kediri terkena kebrebehan (wabah penyakit).
Penyakit menyerang warga dari segala usia. Penyebabnya tak jelas. Ada juga
yang meninggal tanpa sebab yang pasti. Ketua Sekaa Okokan Brahma Diva
Kencana, Gusti Ngurah Adnyana menuturkan, Okokan berawal dari adanya
tradisi tektekan yang dilaksanakan saat ada warga yang kebrebehan atau
terserang wabah.
Saat itulah warga kemudian membunyikan suara dari beberapa alat
seperti alat pertanian, dapur, dan sebagainya sebagai upaya untuk menolak
bala yang menyerang Desa Kediri. "Awalnya ini tradisi tektekan, ini dilakukan
bilamana ada warga yang kebrebehan. Desa kediri dulunya sempat terserang
wabah penyakit sehingga semua alat alat seperti pertanian, dapur, dan lain
sebagainya dibunyikan warga dengan cara dipukul-pukul," ujar Ngurah
Adnyana. Okokan memiliki bentuk seperti kalung sapi namun berbentuk besar
dan jika digerakkan akan menghasilkan suara merdu dan keras.

4
Gambar 1. Tradisi Okokan
Menurut cerita dari tetua yang ada di Desa Adat Kediri bahwa Okokan
ini dibunyikan ketika masyarakat merasakan ada sesuatu merana/mala
misalnya ada wabah atau gagal panen di masyarakat. Wabah seperti
banyaknya orang yang sakit atau tanaman di sawah diserang hama. Dengan
demikian ketika ada kejadian tersebut masyarakat langsung turun dan
memainkan Okokan tersebut. Inilah ciri daripada Okokan yang dimainkan itu
disebut “Okokan Nadi”. Maksud dari Okokan Nadi ini dimana pada alat musik
tersebut mengandung unsur taksu atau berunsur religius. Disebut Okokan Nadi
kalau sudah nadi pementasan Okokan bisa berlangsung lebih dari satu bulan
dan susah dihentikan sampai para tetua banjar dan perangkat Desa Kediri
turun tangan menyepakati Okokan untuk diakhiri.
Semenjak tahun 2014, masyarakat Desa Kediri sudah menyepakati
pelaksanaan tradisi Okokan untuk diadakan setiap tahunnya, yaitu menjelang
hari raya Nyepi, tepatnya saat umat Hindu merayakan hari raya Pengerupukan.
Karena pada saat hari raya Pengerupukan masyarakat setempat tidak ada yang
membuat pawai atau parade ogoh-ogoh, melainkan diganti dengan
pelaksanaan tradisi Okokan. Pelaksanaannya pun wajib diikuti oleh seluruh
banjar di Desa Kediri terdiri dari lima banjar, yaitu: Banjar Jagasatru, Banjar
Sema, Banjar Puseh, Banjar Delod Puri, dan Banjar Panti. Namun, juga diikuti
oleh dua banjar lainnya yang tidak diwajibkan keikutsertaannya melainkan
ikut memeriahkan yaitu: Banjar Pande dan Banjar Tanjung Bungkak karena

5
secara administrasi berada di luar wilayah Desa Pakraman Kediri, (Aryawan,
2018).

Gambar 2. Pelaksanaan Tradisi Okokan Pada Hari Pengerupukan


Selain dilaksanakan saat menjelang perayaan hari raya Nyepi, Okokan
juga kerap ditampilkan pada acara besar seperti Pesta Kesenian Bali (PKB),
Festival Tabanan, Festival Tanah Lot, Festival Legian, Festival Sanur,
peresmian patung Garuda Wisnu Kencana (GWK) tahun 2018, tampil pada
acara Soundrenaline tahun 2018, kolaborasi dengan Banjar Gemeh Denpasar
saat perayaan Pengerupukan 2019, bahkan pementasan Okokan sudah sampai
ke luar daerah seperti Jawa Timur untuk memeriahkan acara festival budaya.
Namun, dari kelima banjar yang ada di Desa Kediri hanya satu banjar yang
kelihatan paling dominan dalam pengembangan tradisi Okokan yaitu Banjar
Delod Puri. Karena Banjar Delod Puri satu-satunya banjar yang memiliki
Sekaa Okokan tersendiri di luar dari organisasi adat, sedangkan banjar lainnya
belum atau tidak memiliki Sekaa Okokan.
Perkembangan tradisi Okokan tidak merata ke semua banjar yang ada
di Desa Kediri. Ketika ada acara yang menampilkan Okokan, maka yang biasa
tampil untuk berpartisipasi adalah masyarakat dari Banjar Delod Puri dengan
Sekaa Okokannya. Sedangkan dari banjar lain memiliki peluang yang kecil
untuk ikut mewakili acara tersebut. Sehingga penelitian ini mengarah kepada
tingkatan partisipasi masyarakat dalam pengembangan tradisi Okokan di Desa
Kediri. Selain itu, juga membahas tahapan pengembangan tradisi Okokan
sebagai atraksi wisata dan bentuk-bentuk komodifikasi dalam pengembangan
tradisi Okokan sebagai atraksi wisata.
Tradisi kebudayaan penggunaan Okokan di Desa Adat Kediri beberapa
tahun terakhir menjadi pertunjukan rutin disaat sebelum menjelang hari raya

6
Nyepi tepatnya pada Tawur Kasanga. Pemuda dan sesepuh banjar yang ada di
Desa Adat Kediri berkeinginan memaksimalkan pemanfaatan Okokan yang
ada sebagai saluran kegiatan warga masyarakat di Desa Adat Kediri. Okokan
akan bisa menjadi saluran kegiatan positif khususnya bagi para
pemuda/pemudi yang ada di Desa Adat Kediri, untuk meminimalisasi
pengaruh negatif di masyarakat. Pada saat Tawur Kesanga tersebut dengan
dibunyikan suara Okokan sebagai persembahan upacara Bhuta Yadnya mampu
menetralisir kekuatan negatif yang berwujud Bhuta Kala agar kembali
kekuatan alam menjadi positif. Melihat fakta yang ada dilapangan mengenai
pelaksanaan penggunaan Okokan pada tawur kasanga di Desa Adat Kediri,
Kecamatan Kediri, Kabupaten Tabanan.
2.1.2 Pelaksanaan Tradisi Okokan
Kesenian Okokan merupakan kesenian masyarakat tradisional Desa
Kediri yang sebagai salah satu unsur kebudayaan peninggalan nenek moyang
yang mengandung nilai-nilai keindahan/estetika yang diwariskan dari satu
generasi ke generasi berikutnya. Okokan merupakan alat musik bunyi-bunyian
yang terbuat dari bahan kayu yang menyerupai keroncongan sapi atau kerbau,
tetapi tetua terdahulu membuatnya dengan ukuran yang cukup besar dan
didalamnya diisi pemukul yang disebut palit. Secara umum alat musik bunyi-
bunyian ini dikalungkan pada leher orang dewasa dan dimainkan dengan cara
diayunayunkan, ketika diayun-ayunkan Okokan ini akan mengeluarkan irama
tertentu sesuai dengan kayu yang digunakan sebagai bahan untuk
membuatnya. Bentuk Okokan yang menyerupai kerocongan sapi memiliki
ukuran lebar paling besar 90 cm, ukuran menengah 60 cm, dan yang paling
kecil berukuran sekitar 50 cm sampai 40 cm dengan motif Karang boma,
pewayangan, barong, dan celuluk. Selain sebagai seni pertunjukan dan
karawitan, Okokan juga mengandung aspek seni rupa yang memiliki unsur
visual dan unsur estetik.
Tradisi Okokan ini biasanya dibunyikan secara beramai-ramai sambil
berkeliling desa menjelang malam hari dengan upacara pencaruan. Tradisi
yang dimainkan dengan beramai ramai ini biasanya sering disebut ritual
ngerebeg. Ngerebeg adalah sebuah tradisi atau ritual penolak bala (musibah)

7
di Bali, yang biasanya dilaksanakan pada saat piodalan dan hari raya
berlangsung. Ritual ngerebeg diyakini mempunyai makna sebagai upaya
untuk menetralisir sifat negatif manusia (sad ripu). Ritual ngerebeg ini
merupakan simbol kehadiran bhutakala atau wong samar pada diri manusia,
untuk selanjutnya dinetralisir untuk menghilangkan sifat buruk. Untuk
menambah kesakralan ritual ngerebeg ini maka Okokan ini dilengkapi dengan
iringan dua buah kendang yang disebut dengan kendang gede, Kendang adalah
instrument dalam gamelan yang salah satu fungsi utamanya untuk mengatur
irama, dimana kendang gede oleh penduduk setempat di yakini mermiliki
kekuatan magis sehingga lambat laun ngerebeg ini bukan hanya dilakukan
berkaitan dengan ritual tetapi juga pada kegiatan di keramaian seperti,
pementasan seni, lomba – lomba antar desa dan sebagaianya.
Proses pelaksanaan ritual penggunaan Okokan pada tawur kasanga di
Desa Adat Kediri Kecamatan Kediri Kabupaten Tabanan terdiri dari beberapa
tahapan rangkaian upacara yaitu: 1. Matur piuning, 2. Pementasan okokan
sekaligus penyomnya, 3. Meletakan kembali okokan di setiap Bale Banjar
Desa Adat Kediri. Tempat pelaksanaan pertunjukkan okokan ini mengelilingi
desa Adat Kediri sebelumnya diadakan matur piuning terlebih dahulu oleh Jro
Mangku di Pura Ratu Gede Ngurah kemudian mempersiapkan alat-alat
gamelan termasuk okokan yang diambil dari masing-masing Bale Banjar.
Waktu pelaksanaan ritual pertunjukkan okokan ini dilaksanakan sekitar pada
pukul 19.00 WITA (jam tujuh malam) sampai selesai. Adapun banten yang
digunakan dalam pelaksanaan ritual penggunaan Okokan pada Tawur
Kasanga di Desa Adat Kediri Kabupaten Tabanan yaitu berupa banten
pangulapan, jerimpen pajeg pitu, prayascita, pasucian, pejati 2 soroh,
ayengan surya, sasat gantung 2, sasat, segehan agung, segehan barak.
Saat ini Okokan selalu dipakai sebagai sarana pengerebegan baik
saat ada upacara agama dan lain sebagainya. Selain itu juga digunakan sebagai
hiburan mengisi waktu luang para penduduk untuk menunggu hasil panennya.
Masyarakat Tabanan pada umumnya menggunakan Okokan yang biasa
dikalungkan di leher sapi atau kerbau sebagai wujud kebanggaan dan
penghormatan, tetapi atas keahlian para pendahulu dibentuklah Okokan

8
dengan ukuran lebih besar yang dapat dikalungkan pada leher orang dewasa
sehingga dapat mengeluarkan suara yang semakin membahana, Okokan jika di
goyangkan akan mengeluarkan suara yang keras dan bergemuruh jika
dimainkan secara beramai- ramai, sehingga tradisi ini dapat dikemas dalam
sebuah kemasan seni yang mengandung nilai didalamnya serta antusias
masyarakat dalam melaksanakan tradisi okokan ini harus dipelihara dan
disalurkan ke generasi berikutnya.

Gambar 3. Pementasan Okokan dengan Berjalan Keliling Desa


Kesenian Okokan terdiri dari beberapa alat musik tradisi yang diambil
dari alat alat yang dipakai petani seperti :
1. Okokan yaitu kalung keroncong sapi
2. Teng-teng yaitu bekas cangkul sapi
3. Kulkul yaitu alat yang dipakai untuk menghalau burung atau tetengeran di
ladang oleh petani
Gamelan Okokan juga di lengkapi Gamelan Bali untuk menambah
indah dan uniknya suara okokan antara lain gong, gendang, tawa-tawa dan
lain sebagainya. Saat ini tradisi kesenian okokan terbukti membangkitkan
antusias masyarakat dalam menyambut hari raya keagamaan di Bali yang
dapat dibuktikan dari segi ketrampilan serta perkembanganya dalam
pementasan, sehingga tradisi okokan ini menjadi salah satu ciri atau ikon desa
Kediri, Tabanan tersebut. Tradisi Okokan juga diharapkan memberikan daya
tarik tersendiri bagi para wisatawan yang berkunjung ke Bali dan okokan juga
bisa menjadi wadah untuk menyalurkan kegiatan positif bagi para pemuda

9
maupun pemudi untuk meminimalis pengaruh negatif di kehidupan
masyarakat serta untuk menjaga warisan para leluhur.

Gambar 4. Komponen Pementasan Okokan kolaborasi dengan


Gamelan Bali
2.2 Konsep Fisika Yang Diterapkan Dalam Kearifan Lokal Tradisi Okokan
Tradisi Okokan Desa Kediri, Tabanan, Bali menunjukkan adanya nilai
kearifan lokal dan nilai etnosains yang dapat diterapkan dalam pembelajaran
sains khususnya bidang Fisika. Konsep fisika yang ada pada tradisi Okokan
diantaranya adalah:
2.2.1 Osilasi Harmonik Sederhana
Osilasi merupakan salah satu bentuk gerak benda yang cukup banyak
dijumpai gejalanya. Dalam tradisi Okokan, konsep getaran terlihat pada saat
Okokan tersebut mulai dimainkan. Dimana palit (tonjolan/alat pemukul
Okokan yang ada di dalam kayu) bergerak membentur atau bergoyang untuk
menghasilkan irama pada gamelan, sehingga palit tersebut berosilasi secara
sederhana.

Gambar 5. Pementasan Okokan yang Menghasilkan Getaran oleh Palit

10
Getaran (oscillation) atau osilasi adalah gerakan bolak-balik dalam
suatu interval waktu tertentu. Getaran yang terjadi pada suatu benda dalam
suatu interval waktu disebabkan oleh adanya gangguan/usikan yang diberikan
pada titik kesetimbangan stabilnya benda tersebut. Getaran berhubungan
dengan gerak osilasi benda dan gaya yang berhubungan dengan gerak tersebut.
Semua benda yang mempunyai massa dan elastisitas mampu bergetar. Dalam
osilasi, sebuah benda melakukan gerak bolak-balik menurut lintasan tertentu
melalui titik setimbangnya. Osilasi juga dijumpai secara analogis pada
rangkaian listrik yang melibatkan induktor dan kapasitor.
Karakteristik getaran yang penting antara lain adalah:
a. Frekuensi Getaran
b. Periode Getaran
c. Amplitudo Getaran
d. Perpindahan Getaran (Vibration Displacement)
e. Kecepatan Getaran (Vibration Velocity)
f. Percepatan Getaran (Vibration Acceleration)
Getaran dibagi menjadi dua jenis yaitu :
a. Getaran bebas terjadi bila sistem mekanis dimulai dengan gaya awal, lalu
dibiarkan bergetar secara bebas. Contoh getaran seperti ini adalah bandul
yang ditarik dari keadaan setimbang lalu dilepaskan, atau memukul garpu
tala dan membiarkannya bergetar.
b. Getaran paksa terjadi bila gaya bolak-balik atau gerakan diterapkan pada
sistem mekanis. Contohnya adalah getaran gedung pada saat gempa bumi.
Suatu macam gerak osilasi yang lazim dan sangat penting adalah
getaran harmonik sederhana. Getaran harmonik sederhana atau osilasi
harmonik sederhana adalah gerak bolak-balik benda melalui suatu titik
keseimbangan tertentu dengan banyaknya getaran benda dalam setiap sekon
selalu konstan. Dalam suatu osilasi, sebuah benda melakukan gerak bolak-
balik menurut lintasan tertentu melalui titik setimbangnya jika ada gaya
pemilih yang sebanding dengan simpangannya dan kesetimbangannya kecil.
Simpangan maksimum dari suatu osilasi dinamakan amplitudo
(dilambangkan dengan A, satuannya [m]). Sedangkan waktu yang diperlukan

11
untuk melakukan satu gerakan bolak–balik dinamakan periode (dilambangkan
dengan T, satuannya sekon [s]). Kebalikan dari periode adalah frekuensi yaitu
banyaknya osilasi dalam setiap detik (dilambangkan dengan f). Satuan
frekuensi adalah kebalikan sekon (s-1), yang disebut Hertz (Hz). Secara
matematis dapat ditulis sebagai berikut:

Dalam getaran harmonik ada besaran yang disebut simpangan, kecepatan


harmonik, dan juga percepatan getaran harmonik.
 Persamaan Simpangan

 Persamaan Kecepatan Getaran Harmonik

 Persamaan Percepatan Getaran Harmonik

Dengan keterangan:
A = amplitude (simpangan maksimal)
v = kecepatan
a = percepatan
= frekuensi sudut
= fase sudut awal
= waktu
Sistem Bandul Sederhana
Tradisi Okokan merupakan salah satu contoh gerak osilasi bandul.
Bandul merupakan gerak osilasi sederhana jika amplitudonya kecil.

Gambar 6. Osilasi Bandul Sederhana

12
Bandul sederhana yang terdiri dari panjang tali L dan bermassa m
memiliiki gaya berat mg dan tegangan tali T dan θ merupakan sudut yang
dibuat tali dengan daris vertikal. Simpangan bandul sepanjang busur
dinyatakan dengan:

Dengan demikian, jika gaya pemulih sebanding dengan s atau dengan


θ, maka gerak tersebut adalah gerak harmonis sederhana. Gaya pemulih
adalah komponen gaya berat yang merupakan tangen terhadap busur:

dimana tanda minus berarti bahwa gaya mempunyai arah yang


berlawanan dengan simpangan sudut θ. Jika komponen tangensial percepatan

benda adalah , maka komponen tangensial hukum kedua Newton adalah:

dimana , maka:

Jika kecil maka sin θ hampir sama dengan θ jika dinyatakan dalam
radian. Dari persamaan di atas akan diperoleh:

=-

Kita dapat melihat bahwa untuk sudutnya cukup kecil sehingga sin θ ≈ θ
berlaku, percepatan berbanding lurus dengan simpangan. Gerak bandul
dengan demikian akan mendekati gerak harmonik sederhana untuk simpangan
kecil. Persamaan di atas dapat ditulis :

=-

Atau:

Sedangkan untuk Periodenya adalah:

13
2.2.2 Gelombang Bunyi
Konsep fisika yang termuat dalam tradisi Okokan ialah Gelombang
Bunyi, dimana hal ini bisa dilihat pada saat Okokan digoyangkan/dimainkan.
Adanya bunyi terjadi akibat alat pemicu suara berbentuk tonjolan yang berada
di dalam Okokan (palit) bergoyang membentur dinding dalam kayu, kayu
tersebut akan menghasilkan getaran yang sangat cepat. Saking cepatnya
hingga mata kita tidak sanggup melihatnya. Getaran ini pada akhirnya berubah
menjadi gelombang yang mengalir lewat udara (medium) dan pada akhirnya
sampai ke gendang telinga. Dari sana otak akan menerima rangsangan dan
mengenalnya sebagai bunyi.

Gambar 7. Alat musik Okokan


Gelombang Bunyi adalah gelombang yang merambat melalui medium
tertentu. Gelombang bunyi merupakan gelombang mekanik yang digolongkan
sebagai gelombang longitudinal. Berdasarkan rentang frekuensinya,
gelombang bunyi dibedakan menjadi:
 Infrasonik, gelombang bunyi yang memiliki frekuensi < 20 Hz.
 Audiosonik, gelombang bunyi yang memiliki frekuensi antara 20 -
20.000 Hz. Frekuensi inilah yang dapat didengar oleh telinga manusia.
 Ultrasonik, gelombang bunyi yang memiliki frekuensi > 20.000 Hz.
Hewan yang dapat mendengar gelombang bunyi ini ialah anjing dan
kelelawar.
A. Sifat-Sifat Dasar Bunyi
Pada umumnya, bunyi memiliki tiga sifat dasar, yaitu tinggi rendah
bunyi, kuat lemah bunyi, dan warna bunyi. Berikut penjelasan ketiga sifat
bunyi tersebut :

14
1. Tinggi rendah bunyi adalah kondisi gelombang bunyi yang diterima
oleh telinga manusia. Tinggi rendahnya bunyi ditentukan oleh
frekuensi (jumlah getaran per detik). Semakin tinggi bunyi yang
terdengar artinya semakin besar frekuensinya. Pada tradisi Okokan bila
penabuh memainkan Okokan yang merupakan nada dasar tentu saja
akan berbeda suara yang kita dengar bila penabuh memainkan Okokan
yang merupakan nada atas pertama. Hal inilah yang disebabkan karena
perbedaan frekuensi pada nada dasar dengan nada atas pertama, yang
sudah jelas nada dasar menghasilkan frekuensi yang lebih rendah.
2. Kuat lemah bunyi (intensitas bunyi) adalah kondisi gelombang bunyi
yang diterima oleh telinga manusia. Kuat lemahnya bunyi ditentukan
oleh amplitudo. Amplitudo adalah simpangan maksimum gelombang,
yaitu simpangan terjauh gelombang dari titik setimbangnya. Intensitas
menunjukkan sejauh mana bunyi dapat terdengar. Jika intensitasnya
kecil, bunyi akan melemah dan tidak dapat terdengar. Namun, apabila
intensitasnya besar, bunyi menjadi semakin kuat, intensitas yang besar
dapat mengganggu pendengaran. Untuk mengetahui hubungan antara
amplitudo dan kuat nada, dapat diketahui dengan memainkan Okokan.
Okokan digoyangkan/dimainkan dengan dua pukulan yang berbeda,
akan dihasilkan yaitu pukulan yang keras menghasilkan bunyi yang
lebih kuat. Hal ini menunjukkan bahwa amplitudo getaran yang terjadi
lebih besar.
3. Warna bunyi (color noise) adalah bunyi yang diterima oleh alat
pendengaran berdasarkan sumber getarannya. Sumber getaran yang
berbeda akan menghasilkan bentuk gelombang bunyi yang berbeda
pula. Hal ini menyebabkan nada yang sama dari dua sumber getaran
yang berbeda pada telinga manusia. Contohnya gamelan atau Okokan
(alat musik tradisional Bali) dengan perbedaan diameter dan panjang
gamelan menghasilkan kombinasi nada-nada yang diinginkan.

15
B. Cepat Rambat Gelombang Bunyi
 Penjalaran dan Laju Bunyi sebagai Gelombang Longitudinal
Gelombang bunyi adalah gelombang mekanis yang
memerlukan medium untuk meramb,at. Laju perambatan gelombang
bunyi disetiap medium berbeda-beda satu dengan yang lainnya
bergantung pada jenis medium. Secara umum, persamaan laju
gelombang bunyi adalah:

 Perambatan Gelombang Bunyi pada Zat Cair


Perambatan gelombang bunyi pada zat cair dapat diamati
pada saat memukulkan batu atau benda lainnya kedalam air kolam
pada salah satu sisi kolam, dan pengamat berada disisi kolam yang
lain akan mendengar suara pukulan disisi kolam yang lain. Hal
tersebut membuktikan bahwa bunyi dapat merambat pada zat cair.

Gambar 8. Gelombang bunyi yang dihasilkan didalam sebuah


tabung oleh sebuah penghisap yang berosilasi.
Pada gambar diperlihatkan sebuah penghisap di salah satu
ujung sebuah tabung panjang yang diisi dengan suatu medium
termampatkan. Garis-garis vertikal membagi medium (fluida)
kompresi menjadi “irisan-irisan” tipis yang masing-masing berisi
massa fluida yang sama. Ketika pemompa ditekan, irisan-irisan yang
ada didepan piston akan merapat akibatnya tekanan dan massa
jenisnya meningkat sehingga menjadi lebih besar dibandingkan
dengan irisan dalam keadaan normal. Untuk menyatakan laju

16
penjalaraan gelombang longitudinal dalam sifat elastis dan inersial
medium dapat dihubungkan dengan hukum-hukum gerak Newton.

Gambar 9. Denyut kompresi berjalan sepanjang sebuah tabung yang


berisi gas
F yang bekerja pada irisan P adalah :

F=

F= A
Panjang irisan P adalah v , dimana adalah waktu yang
dibutuhkan oleh denyut P melewati sebuah titik dalam tabung untuk
keseluruhan bagian dari irisan tersebut. Maka volumenya adalah v
A sehingga massanya adalah v A. Dimana adalah massa
jenis fluida diluar daerah kompresi.
Menurut Hukum II Newton:

A = ma

A= v A) a

Nilai a adalah , karena a adalah perlambatan maka a= -

A= v A) (-

= v ) (-

= v2 ) (-

17
v2 =

Volume irisan V adalah v A sedangkan volume setelah


dimampatkan adalah v A. Sehingga :

v2 =

Persamaan ( ) dalam elastisitas dinamakan modulus Bulk yaitu

regangan dibagi dengan regangan volume.

v2 =

v2=

Keterangan :

 Perambatan Gelombang Bunyi pada Zat Gas


Di udara tentu Anda lebih sering mendengar berbagai macam
bunyi. Anda bisa mendengar suara radio, televisi, bahkan orang yang
berteriak-teriak di kejauhan. Besarnya cepat rambat bunyi pada zat
gas tergantung pada sifat-sifat kinetik gas. Dalam kasus gas terjadi
perubahan volume, dan yang berkaitan dengan modulus elastik
bahan adalah modulus bulk.
Cepat rambat bunyi dalam gas dapat dinyatakan dengan:

18
namun di dalam gas, modulus benda B dinyatakan dalam γ P0
sehingga untuk satu gelombang bunyi didalam suatu gas, didapatkan:

√ atau √

Dengan:
p = tekanan gas
ρ = kerapatan
R = konstanta umum gas (8,31 J/mol K)
T = suhu (K)
M = massa molekul relatif gas.
γ = tetapan Laplace. nilai γ bergantung pada jenis gas yaitu : pada
gas monoatomik γ = 1,67, gas diatomik γ = 1,4 , gas poliatomik
7
 
5.
 Perambatan Gelombang Bunyi pada Zat Padat
Gelombang bunyi merambat melalui zat padat, salah satu
bukti bahwa bunyi dapat merambat melalui zat padat adalah pada
saat orang mendekatkan telinganya ke atas rel untuk mengetahui
kapan kereta datang. Selain itu, salah satu peristiwa perambatan
bunyi pada zat padat adalah ketika seseorang memukul bangku di
salah satu sisinya, dan di sisi bangku yang lain terdapat seorang
pengamat yang mendekatkan telinganya pada bangku. Maka
pengamat yang berada di sisi bangku yang lain akan dapat
mendengar suara pukulan pada bangku. Besarnya cepat rambat bunyi
pada zat padat tergantung pada sifat elastisitas dan massa jenis zat
padat tersebut dalam zat padat. Secara matematis, besarnya cepat
rambat bunyi pada zat padat didefinisikan sebagai :

E
v

Dengan:
E = Modulus Young bahan logam (N/m2)
  masa jenis bahan logam (kg/m3)

19
 Hubungan Suhu dengan Laju Gelombang Bunyi
Cepat rambat bunyi bergantung pada suhu udara. Semakin
tinggi suhu udara, semakin besar cepat rambat bunyi, atau semakin
rendah suhu udara, semakin kecil cepat rambat bunyi. Dalam hal ini
berlaku rumus:


Dengan:
v2 = cepat rambat bunyi pada suhu T 0C
v1 = cepat rambat bunyi pada suhu 0 0C
T = suhu udara (0C).
C. Sifat-sifat Gelombang Bunyi
 Pembiasan
Sifat gelombang bunyi akan dibiaskan ketika melewati dua
medium yang kerapatannya berbeda. Pembiasan itu terjadi tepat pada
bidang batas antara dua medium tersebut. Seperti contoh pada gambar 10,
udara yang sama memiliki indeks bias yang sama karena tersusun dari
unsur gas yang sama. Namun ketika udara tersebut dipanaskan, partikel
udara cenderung bergerak menjauh (berosilasi dan berotasi), sehingga
jarak antar partikelnya juga bertambah. Ketika bunyi merambat melewati
medium perantara, terjadi pemindahan energi bunyi antara satu partikel
medium ke partikel medium lain. Hal ini terjadi karena udara pada siang

20
hari terasa panas, maka jarak partikelnya jauh, kecepatannya juga lambat.
Berbanding terbalik dengan waktu malam hari, dimana udara sejuk
memiliki jarak partikel yang lebih rapat maka kecepatan perambatan
bunyinya juga besar. Ketika gelombang bunyi dibiaskan, maka beberapa
bagian gelombang tersebut dibelokkan dan beberapa bagian bergerak lurus
(tergantung indeks bias medium).

Gambar 10. Pembiasan Pada Siang Hari Dan Malam Hari


 Pemantulan
Bunyi merupakan gelombang, maka bunyi dapat dipantulkan.
Gelombang bunyi akan dipantulkan jika mengenai permukaan yang keras.
Pemantulan bunyi dalam ruang tertutup dapat menyebabkan gaung dan
gema. Gaung yaitu bunyi pantul yang terdengar sebelum bunyi asli
berhenti. Untuk menghindari gaung dalam gedung biasanya dipasang
peredam suara. Sedangkan gema adalah bunyi pantul yang terdengar
setelah bunyi aslinya. Misalnya kita berteriak di ruang aula yang kosong
dengan selang waktu yang singkat akan terdengar bunyi pantul. Peristiwa-
peristiwa pemantulan bunyi ini ada yang bersifat menguntungkan dan ada
juga yang bersifat merugikan. Contoh, ketika kamu berbicara dalam
ruangan, maka sesaat kemudian terdengar suara dari pantulan bicara kamu.
Waktu pantul berlangsung cukup singkat. Gejala ini disebut gaung. Suara
pantulan ini akan mengganggu suara aslinya. Sehingga suara asli akanter
dengar tidak jelas.

21
Gambar 11. Bunyi Gaung
Pemantulan gelombang bunyi ada yang bersifat menguntungkan,
misalnya penggunaan sonar yang digunakan nelayan untuk mendeteksi
keberadaan ikan di bawah kapal mereka. Sebuah sumber bunyi
dirambatkan ke dalam air sehingga menjalar ke segala arah. Jika di bawah
kapal ada segerombolan ikan, gelombang bunyi akan dipantulkan kembali
ke atas dan diterima oleh alat yang dapat menangkap gelombang bunyi
pantulan tersebut.

Gambar 12. Bunyi Gema

 Difraksi
Gelombang akan mengalami difraksi ketika melewati suatu
penghalang. Contoh peristiwa difraksi adalah misalkan seseorang sedang
berada dikamarnya yang dalam kondisi tertutup namun dipintu kamarnya
terdapat sedikit celah kunci, kemudian ada sebuah motor yang lewat
didepan rumah tersebut, maka suara bising dari motor tersebut akan
terdengar didalam kamar. suara tersebut masuk melalui celah-celah pintu.

22
Celah sempit yang dilalui gelombang bunyi akan membenuk pola difraksi
dan gelombang bunyi akan dibelokkan oleh celah-celah sempit ke segala
arah.

Gambar 13. Difraksi

 Interferensi
Interferensi terjadi akibat dua gelombang yang saling bertemu di
suatu medium. akibat peristiwa interferensi, medium akan membentuk
suatu pola gelombang sebagai hasil superposisi dua gelombang asalnya.
Interferensi gelombang bunyi dapat dibedakan menjadi 2 yaitu,
interferensi konstruktif dan interferensi desdruktif. Interferensi konstruktif
disebut juga dengan penguatan bunyi dan interferensi desdruktif disebut
juga pelemahan bunyi.
Misalnya dari peristiwa interferensi saling menguatkan yaitu pada
duah buah pegas suara A dan B dimana antara A dan B berjarak d satu
sama lain. Anggaplah kedua pengeras suara tersebut memancarkan
gelombang bunyi dengan satu frekuensi yang sama dan berfase sama:
yaitu ketika satu pengeras suara melakukan penekanan terhadap partikel
uadar, yang lainnya juga(abaikan pantualan dari dinding, lantai dsb). Maka
peristiwa ini akan menghasilkan interferensi gelombang bunyi yang saling
menguatkan. Seperti yang terlihat pada gambar di bawah, yaitu kita
perhatikan bahwa kurva menunjukkan puncak gelombang yang dihasilkan
dari setiap pengeras suara.
Jika seseorang sedang berada di titik C yang berjarak sama dari
pengeras suara, maka akan mendengar suara yang keras karena terjadi
interferensi yang bersifat saling menguatkan. Jika seseorang berada di titik
D, hanya sedikit suara yang terdengar karena terjadi interferensi yang

23
saling melemahkan. Contoh interferensi bunyi terjadi saat kita berada
didekat loudspeaker maka kita akan mendengar bunyi kuat dan bunyi
lemah secara bergantian.

Gambar 14. Interferensi


Dari fenomena tradisi Okokan yang digoyangkan/dimainkan,
didapat beberapa persamaan mengenai cepat rambat bunyi, yakni:
1. Gelombang bunyi merambat dengan kecepatan tertentu. Kecepatan
bunyi bervariasi antara 330 m/s hingga 5.400 m/s. Dengan persamaan:

Keterangan:

2. Cepat rambat bunyi di udara sekitar 330 m/s. Karena bunyi adalah
gelombang, cepat rambat bunyi dapat dituliskan:

Keterangan:

3. Cepat rambat bunyi dalam suatu zat padat bergantung pada modulus
Young (E) dan kerapatan atau massa jenis dari zat padat tersebut.
Dengan persamaan:

24

Keterangan:

( )

( )

4. Cepat rambat bunyi bergantung pada medium letak bunyi tersebut


berada. Di udara, kecepatan bunyi bergantung pada suhu udara dan
jenis-jenis partikel yang menyusun udara tersebut. Rumus kecepatan
bunyi di udara (gas) dapat dituliskan:

Keterangan:

5. Cepat rambat bunyi dalam zat cair bergantung pada modulus Bulk (B)
dan kerapatan atau massa jenis dari zat tersebut. Dengan persamaan:

Keterangan:

( )

( )

25
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Berdasarkan rumusan masalah dan pembahasan yang ada di atas, dapat
disimpulkan bahwa:
1. Tradisi Okokan merupakan tradisi yang hanya diadakan pada saat-saat
tertentu yakni ketika terjadi wabah penyakit (gerubug) yang ada di Desa
Kediri, yang bertujuan untuk menetralisir energi negatif atau menolak
bala. Semenjak tahun 2014, masyarakat Desa Kediri sudah menyepakati
pelaksanaan tradisi Okokan untuk diadakan setiap tahunnya, yaitu
menjelang hari raya Nyepi, tepatnya saat umat Hindu merayakan hari raya
Pengerupukan. Okokan merupakan alat musik bunyi-bunyian yang terbuat
dari bahan kayu yang menyerupai keroncongan sapi atau kerbau, tetapi
tetua terdahulu membuatnya dengan ukuran yang cukup besar dan
didalamnya diisi pemukul yang disebut palit.
2. Nilai kearifan lokal dan nilai etnosains yang dapat diterapkan dalam
pembelajaran sains khususnya bidang Fisika pada tradisi Okokan Desa
Kediri, Tabanan, Bali adalah Getaran dan Gelombang Bunyi, dimana hal
ini bisa dilihat pada saat Okokan digoyangkan/dimainkan. Osilasi
merupakan salah satu bentuk gerak benda yang cukup banyak dijumpai
gejalanya. Dalam tradisi Okokan, konsep getaran terlihat pada saat Okokan
tersebut mulai dimainkan. Dimana palit (tonjolan/alat pemukul Okokan
yang ada di dalam kayu) bergerak membentur atau bergoyang untuk
menghasilkan irama pada gamelan, sehingga palit tersebut berosilasi
secara sederhana. Adanya bunyi terjadi akibat alat pemicu suara berbentuk
tonjolan yang berada di dalam Okokan (palit) bergoyang membentur
dinding dalam kayu, kayu tersebut akan menghasilkan getaran yang sangat
cepat. Getaran ini pada akhirnya berubah menjadi gelombang yang
mengalir lewat udara (medium) dan pada akhirnya sampai ke gendang
telinga.

26
3.2 Saran
Adapun saran yang dapat penulis sampaikan melalui makalah ini
bahwa pembahasan tentang konsep fisika dalam tradisi Okokan merupakan
pembahasan mengenai fenomena nyata yang mengandung salah satu konsep
fisika dalam kehidupan sehari-hari. Untuk itu, selain mengetahui teori/konsep
fisika, perlu kiranya kita menerapkan teori-teori tersebut dan mengaitkannya
bagi kearifan lokal atau budaya yang ada.

27
DAFTAR PUSTAKA
Aryawan, Prasetia. 2018. Tradisi Unik Desa Kediri, Bunyi Alat Musik Okokan
Dipercaya Halau Wabah Penyakit. [Online]. Tersedia pada:
https://bali.tribunnews.com/2018/07/21/tradisi-unik-desa-kediri-bunyi-
alat-musik-okokan-dipercaya-halau-wabah-penyakit. Diakses pada 18
Desember 2021
Giancoli, Douglas C. 2001. Fisika Edisi Kelima Jilid 1 (Terjemahan). Jakarta:
Penerbit Erlangga
Halliday, Resnick. 2010. Fisika Edisi ketujuh Jilid 1 (Terjemahan). Jakarta:
Penerbit Erlangga
Janiasa, Putra. 2017. Okokan. [Online]. Tersedia pada:
https://docplayer.info/62168217-Okokan-kiriman-i-nyoman-putra-janiasa-
mahasiswa-ps-seni-karawitan-isi-denpasar.html. Diakses pada 18
Desember 2021
Pradnyani, Ni Komang Rani. 2021. Eksistensi Tradisi Okokan Pada Era
Modernisasi Di Desa Adat Kediri Kabupaten Tabanan. Undergraduate
thesis, Universitas Pendidikan Ganesha
Pratama, Desta. 2017. Karakteristik Barungan Okokan Banjar Mayungan Anyar,
Desa Antapan, Tabanan. [Online]. Tersedia pada: http://repo.isi-
dps.ac.id/2533/. Diakses pada 18 Desember 2021
Sedana, Yoga. 2019. Penggunaan Okokan Pada Tawur Kasanga (Perspektif
Pendidikan Sosio Religius). [Online]. Tersedia pada:
http://jayapanguspress.penerbit.org/index.php/kamaya/article/view/293.
Diakses pada 18 Desember 2021
Sutrisno. 1979. Fisika Dasar Gelombang dan Optik. Bandung: ITB
Wikantariasih, NP. 2018. Okokan (Sebuah Tinjauan Seni Rupa). [Online].
Tersedia pada: https://ejournal.undiksha.ac.id/index.php/JJPSP/index.
Diakses pada 19 Desember 2021
Windutama, I Wayan. 2020. Komodifikasi Dalam Pengembangan Tradisi
Okokan Sebagai Atraksi Wisata Di Desa Kediri, Tabanan. [Online].
Tersedia pada: https://ojs.unud.ac.id/index.php/jumpa/article/view/56603.
Diakses pada 19 Desember 2021

28

Anda mungkin juga menyukai