Anda di halaman 1dari 2

Om svastiastu,

Om awighnam astu namo sidham, Om anubadrah kreta wiyantu wiswatrah,


Semoga fikiran baik datang dari segala arah.
Kepada bapak guru yang saya hormati dan teman-teman yang saya cintai. Atas
Asungkerta warenugrane ida Sang Hyang Widi Wasa, kita dapat berkumpul bersama-
sama dalam keadaan sehat, dalam kesempatan baik ini saya akan ber darmawacana
degan tema Hari Raya Galungan.
Kata Galungan berasal dari bahasa Jawa Kuno yang artinya “menang” atau
“bertarung”. Galungan juga sama artinya dengan Dungulan yang juga berarti
“menang”. Karena itu di Jawa wuku yang kesebelas disebut Wuku Galungan,
sedangkan di Bali wuku yang kesebelas itu disebut Wuku Dungulan. Namanya
berbeda, tapi artinya sama saja. Seperti halnya di Jawa dalam rincian pancawara ada
sebutan Legi, sementara di Bali disebut Umanis, yang artinya sama yaitu manis.
Galungan telah dirayakan sejak ratusan tahun lamanya dirayakan di Pulau Bali.
Ini bisa diketahui dari lontar berbahasa Jawa Kuno yang bernama Kidung Panji
Amalat Rasmi dan Purana Bali Dwipa. Galungan pertama kali dirayakan pada hari
Purnama Kapat, Budha Kliwon Dungulan, tahun Saka 804 atau tahun 882 Masehi.

MAKNA HARI RAYA GALUNGAN


Menurut sumber beberapa lontar, makna Galungan adalah hari suci yang
memberikan kekuatan spiritual agar mampu membedakan mana dorongan hidup yang
berasal dari adharma dan mana yang dari budhi atma yaitu berupa dharma dalam diri
manusia. Selain itu juga memberi kemampuan untuk membeda-bedakan
kecendrungan keraksasaan dan kecendrungan kedewaan dalam bathin kita sendiri. Hal
ini bisa direalisasi dengan memotong seluruh sad ripu di hari Penampahan Galungan.
Hidup yang berbahagia atau ananda adalah hidup yang memiliki kemampuan
untuk mereduksi kecendrungan keraksasaan. Hidup yang berbahagia bisa direalisasi
dengan memotong seluruh sad ripu
Dalam lontar Sundarigama, makna Galungan dijelaskan sebagai berikut: Rabu
Kliwon Dungulan namanya Galungan, bersatunya bathin yang mendapatkan
pandangan yang terang, Sehingga melenyapkan segala kegelapan pikiran
Seringkali seseorang tahu marah-marah itu tidak baik, tapi dia tetap
melakukannya. Seseorang tahu selingkuh itu tidak baik, tapi dia tetap melakukannya.
Seseorang tahu korupsi itu tidak baik, tapi dia tetap melakukannya. APA SEBABNYA
? Karena dia tidak bisa menguasasi dirinya sendiri.
Jadi, inti Galungan adalah mendapatkan pikiran dan perilaku yang terang. Pikiran
dan perilaku yang terang inilah wujud dharma dalam diri. Sedangkan segala
kekacauan pikiran itu adalah wujud adharma. Dari konsepsi lontar Sundarigama inilah
didapatkan kesimpulan bahwa hakikat Galungan adalah menangnya dharma dalam
melawan adharma dalam diri. Yaitu : ketika kita bisa menguasai diri kita sendiri.
Sekian pesan dharma yang dapat saya sampaikan semoga bermanfaat untuk kita
semua dan semoga kita selalu berbuat dalam kebaikan. Saya tutup dengan
paramasanti
Om, Santi Santi Santi Om

Anda mungkin juga menyukai