Anda di halaman 1dari 11

LAPORAN CANANG SARI DAN PEJATI DI DUSUN BAJING, DESA TEGAK,

KABUPATEN KLUNGKUNG

Dosen Pengampu:

Ida Ayu Wulandari, M.Pd.H

Oleh

1. Ni Kadek Lisa Mayori (2011011041)


2. Ni Nengah Aprilia (2011011048)
3. Ni Wayan Nik Suniasih (2011011049)

PENDIDIKAN AGAMA HINDU

FAKULTAS DHARMA ACARYA

UNIVERSITAS HINDU NEGERI I GUSTI BAGUS SUGRIWA DENPASAR

2021
UNSUR ATAU BAGIAN YANG ADA PADA BANTEN PEJATI SERTA MAKNA
DAN FUNGSINYA
➢ Pengertian Banten Pejati.
Kata “Pejati” berasal dari kata “Jati” mendapat awalan “Pa” sehingga menjadi “Pejati”.
“Jati” artinya bersungguh-sungguh, benar-benar dan ditegaskan lagi menjadi sebenarnya atau
sesungguhnya. Banten Pejati merupakan sarana upacara yang terdiri dari beberapa banten
lainnya yang merupakan satu kesatuan sebagai sarana untuk mempermaklumkan tentang
kesungguhan hati akan melaksanakan sesuatu dan berharap akan hadir-Nya dalam wujud
manifestasi sebagai saksi dalam upacara tersebut. Oleh karena itu, Banten Pejati juga
bermakna sebagai sarana memohon Pesaksi (Penyaksi) dari Ida Sang Hyang Widhi Wasa.
Unsur-unsur dari Banten Pejati adalah Daksina, Peras, Penyeneng, Tipat Kelanan, Sodaan,
dan Segehan. Adapun penjelasan dari unsur-unsur tersebut adalah sebagai berikut.

• Daksina
Daksina merupakan Banten yang sangat sering digunakan dalam upacara keagamaan Hindu
di Bali. Dalam Lontar Yadnya Prakerti, Daksina merupakan lambang dari Hyang Guru, Hyang
Tunggal, dan Hyang Wisnu. Selain itu Daksina merupakan Tapakan, Palinggih, atau Sthana
Ida Sang Hyang Widhi Wasa. Daksina juga merupakan Yajnapatni yang berarti istri atau sakti
dari yadnya. Unsur-unsur yang ada di Daksina merupakan isi dari alam semesta yang terdiri
dari:
- Alas bedogan/srembeng/wakul/katung; terbuat dari janur/slepan yang bentukny a bulat
dan sedikit panjang serta ada batas pinggirnya. Alas Bedogan ini lambang pertiwi unsur
yang dapat dilihat dengan jelas.
- Bedogan/srembeng/wakul/katung/srobong daksina ;terbuat dari janur/slepan yang dibuta
melinkar dan tinggi, seukuran dengan alas wakul. Bedogan bagian tengah ini adalah
lambang Akasa yang tanpa tepi. Srembeng daksina juga merupakan lambang dari hukum
Rta (Hukum Abadi tuhan).
- Tampak; dibuat dari dua potongan janur lalu dijahit sehinga membentuk tanda tambah.
Tampat adalah lambang keseimbangan baik makrokosmos maupun mikrokosmos.
- Beras; lambang dari hasil bumi yang menjadi sumber penghidupan manusia di dunia ini.
Hyang Tri Murti (Brahma, Visnu, Siva).
- Porosan; terbuat dari daun sirih, kapur dan pinang diikat sedemikian rupa sehingga
menjadi satu, porosan adalah lambang pemujaan.
- Benang Tukelan; adalah simbol dari naga Anantabhoga dan naga Basuki dan naga
Taksaka dalam proses pemutaran Mandara Giri di Kserarnava untuk mendapatkan Tirtha
Amertha dan juga simbolis dari penghubung antara Jivatman yang tidak akan berakhir
sampai terjadinya Pralina. Sebelum Pralina Atman yang berasal dari Paramatman akan
terus menerus mengalami penjelmaan yang berulang-ulang sebelum mencapai Moksa.
Dan semuanya akan kembali pada Hyang Widhi kalau sudah Pralina.
- Uang Kepeng; adalah lambang dari Deva Brahma yang merupakan inti kekuatan untuk
menciptakan hidup dan sumber kehidupan.
- Telor bebek: dibungkus dengan ketupat telor, adalah lambang awal kehidupan/ getar-
getar kehidupan, lambang Bhuana Alit yang menghuni bumi ini, karena pada telor terdiri
dari tiga lapisan, yaitu Kuning Telor/Sari lambang Antah karana sarira, Putih Telor
lambang Suksma Sarira, dan Kulit telor adalah lambang Sthula sarira.
- Gegantusan: yang terbuat dari kacan-kacangan dan bumbu-bumbuan, adalah lambang sad
rasa dan lambang kemakmuran.
- Kelapa: simbol Pawitra (air keabadian/amertha) atau lambang alam semesta yang terdiri
dari tujuh lapisan (sapta loka dan sapta patala) karena ternyata kelapa memiliki tujuh
lapisan ke dalam dan tujuh lapisan ke luar. Air sebagai lambang Mahatala, Isi lembutnya
lambang Talatala, isinya lambang tala, lapisan pada isinya lambang Antala, lapisan is i
yang keras lambang sutala, lapisan tipis paling dalam lambang Nitala, batoknya lambang
Patala. Sedangkan lambang Sapta Loka pada kelapa yaitu: Bulu batok kelapa sebagai
lambang Bhur loka, Serat saluran sebagailambang Bhuvah loka, Serat serabut basah
lambang svah loka, Serabut basah lambanag Maha loka, serabut kering lambang Jnana
loka, kulit serat kering lambang Tapa loka, Kulit kering sebagai lamanag Satya loka
Kelapa dikupas dibersihkan hingga kelihatan batoknya dengan maksud karena Bhuana
Agung sthana Hyang Widhi tentunya harus bersih dari unsur-unsur gejolak indria yang
mengikat dan serabut kelapa adalah lambang pe ngikat indria.
- Sesari: sebagai labang saripati dari karma atau pekerjaan (Dana Paramitha).
- Srikili/Sampian Kojong : Sebagai lambang aksara suci Tuhan
- Buah Pinang : Dalam Lontar Yajna Prakerti disebutkan pinang yang melambangkan
pemujaan kepada Dewa Brahma.
- Daun panca/pepeselan : Merupakan lambang utpatti (srsti atau tumbuh) dari dewa
brahma. Dapat pula daun ini berfungsi sebagai lambang sthiti (kehidupan) dari dewa
wisnu, bila ditinjau dari warna daunnya, daun dapat pula berfungsi sebagai lambang
pralina atau udara dari dewa iswara kalau dikaitkan dengan baunya yang harum. Selain
itu warna daun dimanfaatkan pula sebagai lambang kesaktian dari para Dewa, yang
merupakan sinar suci dari Hyang Widhi, Tuhan Yang Maha Kuasa (lontarYadnya
Prakerti). Misalnya:
➢ Daun manggis, yang berwarna merah dipergunakan sebagai simbol keperkasaan
Dewa Brahma.
➢ Daun manga, yang berwarna hijau tua dimanfaatkan sebagai lambang kekuatan
Dewa Wisnu.
➢ Daun durian, yang berwana putih, dipergunakan sebagai niasa kemahakuasaan
Dewa Iswara.
➢ Daun ceroring, yang berwana kuning dipergunakan sebagai simbol kekuatan
Dewa Siwa.
➢ Daun salak, yang berwarna campuran dimanfaatkan sebagai lambing
kemahakuasaan Dewa Siwa. Secara, umum pepeselan merupakan lambang dari
Sang Hyang Sangkara sebagai penguasa tumbuh-tumbuhan.
- Base tamplekan: yang terbuat dari daun sirih tua (hijau kehitaman, lambang
Bhatara/Dewa Wisnu).
- Buah Pisang : Buah pisang selalu digunakan dalam setiap upakara semua yajna. Buah
pisang menjadi buah pokok dalam pembuatan upakara atau sesajen atau banten. Buah-
buah yang lain menjadi buah pelengkap dalam upakara tersebut. Alasan kenapa buah
bisang menjadi buah pokok dalam pembuatan banten adalah karena buah pisang
merupakan buah lokal yang mudah tumbuh dan berkembang biak dimana saja serta tidak
mengenal musim. Hampir seluruh daerah di Bali mudah menjumpai tanaman pisang ini.
Terlebih lagi buah pisang banyak jenisnya. Hal ini memudahkan masyarakat atau umat
menggunakan buah pisang sebagai bahan pokok dalam pembuatan banten atau sesajen.
Buah pisang yang bersimbul sebagai Dhrama.
- Sampyan pusung; terbuat dari janur dibentuk sehingga menyerupai pusungan rambut,
sesunggunya tujuan akhir manusia adalah Brahman dan pusungan itu simbol
pengerucutan dari indria-indria.

• Banten Peras Yang menjadi unsur-unsur Peras, yaitu:

- Alasnya Tamas/ taledan/ Ceper: berisi aled/ kulit peras, kemudian disusun di atasnya
beras, benang, base tampel/porosan, serta uang kepeng/recehan. Diisi buah -buahan,
pisang, kue secukupnya, dua buah tumpeng, rerasmen/lauk pauk yang dialasi kojong
rangkat, sampyan peras, canang sari. Pada prinsipnya Banten Peras memiliki fungsi
sebagai permohonan agar semua kegiatan tersebut sukses (prasidha).
- Aled/kulit peras, porosan/base tampel, beras, benang, dan uang kepeng: merupakan
lambang bahwa untuk mendapatkan keberhasilan diperlukan persiapan yaitu: pikiran
yang benar, ucapan yang benar, pandangan yang benar, pendengaran yang benar, dan
tujuan yang benar.
- Dua buah tumpeng: lambang kristalisasi dari duniawi menuju rohani, mengapa dua
tumpeng karena sesungguhnya untuk dapat menghasilkan sebuah ciptaan maka kekuatan
Purusa dan Pradhana (kejiwaan/laki-laki dengan kebendaan/perempuan) harus disatuakan
baru bisa berhasil (Prasidha), tumpeng adalah lambang keuletan oran g dalam meniadakan
unsur-unsur materialis, ego dalam hidupnya sehingga dapat sukses menuju kepada Tuhan.
- Tamas: lambang Cakra atau perputaran hidup atau Vindu (simbol kekosongan yang
murni/ananda). Ceper/ Aledan; lambang Catur marga (Bhakti, Karma, Jnana, Raja
Marga).
- Tangkih, tempat lauk pauk; memiliki makna jika ingin mendapatkan keberhasilan harus
dapat memadukan semua potensi dalam diri (pikiran, ucapan, tenaga dan hati nurani).
- Sampyan peras; terbuat dari empat potong janur dibentuk menyerupai parabola di
atasnya, merupakan lambang dari kesiapan diri kita dalam menerima intuisi, inisiasi,
waranugraha dari Hyang Widhi yang nantinya akan kita pakai untuk melaksanakan
Dharma.

• Banten Ajuman/Soda Yang menjadi unsur-unsur banten Ajuman/Soda:

- Alasnya tamas/taledan/ceper; berisi buah, pisang dan kue secukupnya, nasi penek dua
buah, rerasmen/lauk-pauk yang dialasi tri kona/ tangkih/celemik, sampyan
plaus/petangas, canang sari. Sarana yang dipakai untuk memuliakan Hyang Widhi
(ngajum, menghormat, sujud kepada Hyang Widhi).
- Nasi penek adalah nasi yang dibentuk sedemikian rupa sehingga berbentuk bundar dan
sedikit pipih, adalah lambang dari keteguhan atau kekokohan bhatin dalam
mengagungkan Tuhan, dalam diri manusia adalah simbol Sumsuma dan Pinggala yang
menyangga agar manusia tetap eksis.
- Sampyan Plaus/Petangas; dibuat dari janur kemudian dirangkai dengan melipatnya
sehingga berbentuk seperti kipas, memiliki makna simbol bahwa dalam memuja Hyang
Widhi manusia harus menyerahkan diri secara totalitas di pangkuan Hyang Widhi, dan
jangan banyak mengeluh, karunia Hyang Widhi akan turun ketika BhaktaNya telah siap.

• Ketupat Kelanan Unsur-unsur yang membentuk ketupat kelanan:

Tipat Kelanan adalah ketupat nasi yang berjumlah enam buah yang diikat dua-dua dengan
menggunakan alas berupa Tamas. Tipat ini diletakkan melingkar dengan ujung ikatannya
berada di tengah dan disusun dengan ituk-ituk sebagai tempat garam dan telur. Tipat Kelanan
ini merupakan simbol pembersihan dan penyucian terhadap Sad Ripu.

- Alasnya tamas/taledan atau ceper, kemudian diisi buah, pisang dan kue secukupnya, enam
buah ketupat, rerasmen/lauk pauk, 1 butir telor mateng dialasi tri kona/ tangkih/celemik,
sampyan palus/petangas, canang sari.
- Ketupat Kelanan adalah lambang dari Sad Ripu yang telah dapat dikendalikan atau
teruntai oleh rohani sehingga kebajikan senantiasa meliputi kehidupan manusia. Dengan
terkendalinya Sad Ripu maka keseimbangan hidup akan meyelimuti manusia.

• Segehan
Upacara Bhuta Yadnya yang terkecil atau kanista adalah Segehan. Kata Segehan berasal dari
kata “Sega” yang berarti nasi. Sehingga banten Segehan ini selalu didominasi oleh nasi. Bahan
pembuat Segehan ini terdiri dari alas menggunakan daun pisang, nasi, yang dilengkapi dengan
jahe, bawang, garam dan arang sebagai lauknya. Nasi tersebut diletakkan dan diwarnai sesuai
dengan jenis dan nama Segehan tersebut, seperti Segehan Putih Kuning menggunakan nasi
berwarna putih dan kuning,

- Secara etimologi Segehan artinya Suguh (menyuguhkan), dalam hal ini adalah kepada
Bhuta Kala, yang tak lain adalah akumulasi dari limbah/kotoran yang dihasilkan oleh
pikiran, perkataan dan perbuatan manusia dalam kurun waktu tertentu. Dengan segehan
inilah diharapkan dapat menetralisir dan menghilangkan pengaruh negatik dari libah
tersebut. Segehan adalah lambang harmonisnya hubungan manusia dengan semua ciptaan
Tuhan.
- Jahe, secara imiah memiliki sifat panas. Semangat dibutuhkan oleh manusia tapi tidak
boleh emosional.
- Bawang, memiliki sifat dingin. Manusia harus menggunakan kepala yang dingin dalam
berbuat tapi tidak boleh bersifat dingin terhadap masalah-masalah sosial (cuek).
- Garam, memiliki PH-0 artinya bersifat netral, garam adalah sarana yang mujarab untuk
menetralisir berbagai energi yang merugikan manusia (tasik pinaka panelah sahananing
ngaletehin).
- Tetabuhan Arak, Berem, Tuak, adalah sejenis alkhohol, dimana alkhohol secara ilmiah
sangat efektif dapat dipakai untuk membunuh berbagai kuman/bakteri yang merugikan.
Oleh kedokteran dipakai untuk mensteril alat-alat kedokteran. Metabuh pada saat
masegeh adalah agar semua bakteri, Virus, kuman yang merugikan yang ada di sekitar
tempat itu menjadi hilang/mati.
UNSUR ATAU BAGIAN YANG ADA PADA CANANG SARI SERTA MAKNA DAN
FUNGSINYA

• Canang Sari

Canang Sari merupakan dari Mpu Sangkulputih yang menjadi sulinggih ciptaan Danghyang
Rsi Markandeya di Pura Besakih. Canang sari ini dalam persembahyangan terhadap Hindu
Bali adalah kuantitas terkecil namun inti (kanista=inti). Mengapa disebut terkecil, karena
dalam setiap banten atau yadnya apa pun selalu berisi Canang Sari. Canang sari sering
dipakai untuk persembahyangan sehari-hari di Bali. Canang sari juga mengandung salah satu
makna sebagai simbol bahasa Weda untuk memohon kehadapan Sang Hyang Widhi, Tuhan
Yang Maha Esa yaitu memohon kekuatan Widya (Pengetahuan) untuk Bhuwana Alit
maupun Bhuwana Agung.

Canang berasal dari kata “Can” yang berarti indah, sedangkan “Nang” berarti tujuan atau
maksud (bhs. Kawi/Jawa Kuno), Sari berarti inti atau sumber. Dengan demikian Canang Sari
bermakna untuk memohon kekuatan Widya kehadapan Sang Hyang Widhi beserta Prabhawa
(manifestasi) Nya secara skala maupun niskala. Dalam dokumen tersebut juga dijelaskan
mengenai bentuk dan fungsi canang menurut pandangan Hindu Bali ada beberapa macam
sesuai dengan kegiatan upakara yang dilaksanakan.

Unsur/bagian dalam canang sari :


1. Daun Janur (busung) : melambangkan kekuatan Ardha Candra
2. Don kayu (plawa) : melambangkan tumbuhnya pikiran yang hening dan suci
3. Porosan : melambangkan kebesaran Ida Sang Hyang Widhi Wasa
4. Bunga : melambangkan ketulusan dan kesucian
5. Lengis Miik (burat wangi) : melambangkan kekuatan Sang Hyang Siwa
6. Sekar Rampe : melambangkan kebijaksanaan
Adapun makna warna bunga dalam canang sari yaitu :

➢ Bunga putih disusunkan pada arah Timur sebagai simbul kekuatan Sang Hyang
Iswara. Bunga berwarna merah disusunkan pada arah Selatan adalah sebagai simbul
kekuatan Sang Hyang Brahma.
➢ Bunga berwarna kuning disusunkan pada arah Barat, adalah sebagai simbul kekuatan
Sang Hyang Mahadewa.
➢ Bunga berwarna biru atau hijau disusunkan pada arah Utara, adalah sebagai simbul
kekuatan Sang Hyang Wisnu. Kembang Rampai disusunkan tepat ditengahnya
adalah sebagai simbul kekuatan “Sang Hyang Panca Dewata”.
➢ Bunga merah disusun untuk menghadap arah Selatan, adalah sebagai simbol
memohon diutusnya Widyadari Saraswati oleh Prabhawa Nya dalam kekuatan Sang
Hyang Brahma agar memercikkan Tirtha Kamandalu untuk menganugerahi kekuatan
Kepradnyanan dan Kewibawaan.

Dengan demikian canang adalah mengandung makna sebagai permohonan umat Hindu
kehadapan Sang Hyang Widhi (berwujud Ongkara) bahwa umatnya memohon kekuatan,
untuk itu agar beliau bermanifestasi menjadi kekuatan Ista Dewata
DAFTAR PUSTAKA
MAXIMA.2018. https://kpbtabanan.blogspot.com/2018/02/bentuk-fungsi-dan-makna-banten-
pejati.html, diakses pada tanggal 22 oktober 2021, pukul 15.17 wita
Radar.2016. https://www.medcom.id/hiburan/kultur/PNgOmpoN-mengenal-filosofi-pembuatan-
canang-sari-di-bali, diakases pada tanggal 22 oktober 2021 15.40 wita

Anda mungkin juga menyukai