Anda di halaman 1dari 40

ITIHASA

RAMAYAN

KARAKTER TOKOH DALAM KISAH RAMAYANA

Oleh : I Putu Wistra

SEKOLAH TINGGI AGAMA HINDU LAMPUNG


2012-2013
KATA PENGANTAR

Om Swastyastu

Atas Asung Kertha Waranugraha Ida Sang Hyang Widhi Wasa (Tuhan Yang Maha Esa)
saya dapat menyelesaikan tugas dari mata kuliah Itihasa yang berjudul karakter masing-masing
tokoh Ramayana.

Penulisan makalah ini bertujuan untuk memaparkan isi dan latar belakang sehingga dapat
meningkatkan kompetensi diri. Dan pembaca diharapkan dapat mengaplikasi kisah-kisah
Ramayana dalam kehidupan sehari-hari.

Penulis menyadari kekurangan dari isi materi yang dipaparkan. Segala kritik dan saran
yang kritis dari para pembaca saya harapkan. Guna perbaikan kwalitas isi makalah ini. Semoga
Ida Shang Hyang Widhi Wasa berkenan melimpahkan Wara Nugrahan-Nya kepada kita semua.

Om santih santih santih Om

Garuntang........Juni, 2013

Penyusun
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ........................................................................................ ii


DAFTAR ISI...................................................................................................... iii

BAB I PENDAHULUAN
I.1. Latar Belakang Masalah ............................................................................... 1
I.2. Rumusan Masalah........................................................................................ 2
I.3. Tujuan ........................................................................................................... 2
I.4. Kegunaan ..................................................................................................... 2
I.5. Metode ......................................................................................................... 2
I.6. Ruang Lingkup ........................................................................................... 3
I.7. Sistematika Penulisan ................................................................................... 3

BAB II PEMBAHASAN
II.1. Rama............................................................................................................ 4
II.2. Sitha............................................................................................................. 9
II.3. Dasarata ..................................................................................................... 12
II.4. Kausalya .................................................................................................... 15
II.5. Kaieyi ........................................................................................................ 16
II.6. Sumitra ...................................................................................................... 17
II.7. Bharata ...................................................................................................... 17
II.8. Laksamana ................................................................................................. 19
II.9. Hanoman ................................................................................................... 21
II.10. Sugriwa.................................................................................................... 25
II.11. Rahwana .................................................................................................. 27
II.12. Kumbakarna ............................................................................................ 32
II.13. Wibhisana ................................................................................................ 34
II.14. Shurpanaka .............................................................................................. 36
II.15. Sabhari ..................................................................................................... 36
II.16. Dewi Tara ................................................................................................ 37
II.17. Mandodari ............................................................................................... 38
II.18. Mantara.................................................................................................... 38
II.19. Snopsis .................................................................................................... 41

BAB III PENUTUP


III.1. Simpulan .................................................................................................. 46
III.2. Saran ........................................................................................................ 50

DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................... 51


BAB I
PENDAHULUAN

Itihasa adalah sebuah kitab suci yang merupakan salah satu bagian dari kitab suci veda
Smrti yaitu bagian dari Upaveda. Itihasa berasal dari kata Iti-Ha-Asa yang artinya sesungguhnya
kejadian itu begitulah nyatanya, yaitu sebuah epos yang menceritakan tentang raja-raja beserta
kepahlawanannya dalam mempertahankan kebenaran melawan ketidakbenaran. Salah satunya
adalah kitab Ramayana.

Ramayana merupakan kisah tentang tugas avatara sebagai Rama dalam menumpas
keangkara-murkaan kejahatan yang dilakukan oleh bangsa raksasa yang dipimpin oleh Ravana,
yang bertindak adharma demi untuk mendapatkan pemenuhan keinginannya.

Kisah ini terlahir dari seorang adikavi bernama Valmiki. Kisah Ramayana awalnya dibagi
menjadi enam kanda, sedangkan kanda ke-7 (Uttara Kanda) ditambahkan kemudian menjadi kanda
terakhir. Pada mulanya kisah Ramayanaini diceritakan melalui kidungan putra kembar Sita yang
dikenal sebagai Kusa dan Lava, yang dilahirkan dalam lingkungan asrama rsi Valmiki, pada saat
Rama menyelenggarakan upacara Asvamedha yajna, dihadapan ayahnya dan paman-pamannya,
seperti Laksmana, Bhatara, dan Satrughna, serta ribuan penonton lain sebanyak 20 bait sloka kisah
Ramayana ini pada setiap kali penampilannya.

Demikianlah epos Ramayana ini, yang bercerita tentang kepahlawanan, pengabdian,


kesetiaan, pelaksanaan ajaran dharma, penziarahan spiritual sebagai catur purusaartha, menjadi
terkenal keseluruh jagat dan menjadi salah satu sumber inspirasi bagi berbagai macam
permasalahan dunia yang muncul dalam masyarakat karena pada hakekatnya sejarah akan terus
berputar dan berulang.

I.1. Latar Belakang Masalah


Menonton atau membaca kisah Ramayana merupakan suatu pembelajaran langsung yang
sangat bermanfaat karena dapat memperluas tentang keilmuan dalam bidang seni dan kebudayaan.
Apalagi pada saat ini generasi muda sudah jarang yang peduli pada kebudayaan perkembangan
agama dimana cerita Ramayana ini sangat menunjang tentang pri kemanusiaan.
Oleh karena itu, dengan adanya studi tugas untuk merangkum tentang cerita karakter masing-
masing tokoh Ramayana, ini dapat menambah pengetahuan, wawasan, dan dijadikan materi
penunjang dalam pembelajaran mata kuliah Masyarakat Indonesia.
Cerita atau film Ramayana adalah seni pertunjukan yang cantik, mengagumkan dan sulit
tertandingi. ceritanya ini mampu menyatukan ragam kesenian Jawa berupa tari, drama dan musik
dalam satu panggung dan satu momentum untuk menyuguhkan kisah Ramayana, epos legendaris
karya Walmiki yang ditulis dalam bahasa Sanskerta.
Kisah Ramayana ini juga sering dibawakan pada pertunjukan di Indonesia, ini serupa
dengan yang terpahat pada Candi Prambanan. Seperti yang banyak diceritakan, cerita Ramayana
yang terpahat di candi Hindu tercantik mirip dengan cerita dalam tradisi lisan di India. Jalan cerita
yang panjang dan menegangkan itu dirangkum dalam empat lakon atau babak, penculikan Sinta,
misi Anoman ke Alengka, kematian Kumbakarna dan Rahwana, serta pertemuan kembali Rama-
Sinta.Seluruh cerita disuguhkan dalam rangkaian gerak tari yang dibawakan oleh para penari yang
rupawan dengan diiringi musik gamelan. Kita diajak untuk benar-benar larut dalam cerita dan
mencermati setiap gerakan para penari untuk mengetahui jalan cerita. Tak ada dialog yang terucap
dari para penari, satu-satunya penutur adalah sinden yang menggambarkan jalan cerita lewat lagu-
lagu dalam bahasa Jawa dengan suaranya yang khas.

I.2. Rumusan Masalah


~ cerita perjalanan riwayat masing-masing tokoh?
~ Sinopsis Cerita atau film Ramayana?
~ Tokoh dan Penokohan Cerita atau filmRamayana?

I.3. Tujuan
Menambah wawasan, dan pengetahuan kita tentang kesenian dan kebudayaan dan kisah
Ramayana, serta membuka mata kita akan banyaknya kebudayaan, kesenian dan filsafat kehidupan
yang wajib kita lestarikan dan patut diapresiasi. Selain itu, tugas studi ittihasa yaitu menceritakan
karakter tokoh Cerita atau film Ramayana ini juga berguna untuk memenuhi tugas mata kuliah
Ittihasa.

I.4. Kegunaan
Bagi penulis, tugas ini berguna untuk menambah wawasan dan pengetahuan yang
terkandung disetiap bait-bait film perjalanan sang Rama. Selain itu, juga berguna untuk memenuhi
tugas mata kuliah Ittihasa.

I.5. Metode

A. Jenis data
Data berupa hasil tinjauan langsung membaca Cerita dan menonton film Ramayana.

B. Teknik Pengumpulan Data


Data dikumpulkan melalui membaca Cerita dan menonton film Ramayana. juga data
didapat melalui internet dan buku literature yang relevan.

C. Teknik Analisis Data


Analisis dilakukan dengan membaca ceritanya dan menonton langsung film Ramayana di
laptop.

I.6. Ruang Lingkup


Ruang lingkup pembuatan tugas ini adalah membaca Cerita dan menonton film Ramayana
yang di putar di kontrakan sediri yaitu di jalan gatot subroto, no. 88, Gn, Payakun, Rt, 12. Bandar
lampung.

I.7. Sistematika Penulisan


Bab 1 Pendahuluan
Dalam bab ini akan dikemukakan latar belakang masalah, perumusan masalah, tujuan,
kegunaan, metode penelitian, ruang lingkup, dan sistematika penulisan.

Bab 2 Isi
Dalam bab ini akan dikemukakan tentang riwayat perjalanan masing masing tokoh
Ramayana, sinopsis, tokoh dan penokohan, serta karakter masing-masing tokoh.

Bab 3 Penutup
Dalam bab ini dikemukakan simpulan dan saran yang berkaitan dengan tugas saya.

BAB II
PEMBAHASANd

II.1. Sri Rama


Dalam agama Hindu, Rama (Sanskerta: राम; Rāma) atau Ramacandra (Sanskerta: रामचन्द्र;
Rāmacandra) adalah seorang raja legendaris yang terkenal dari India yang konon hidup pada
zaman Tretayuga, keturunan Dinasti Surya atau Suryawangsa. Ia berasal dari Kerajaan Kosala
yang beribukota Ayodhya. Menurut pandangan Hindu, ia merupakan awatara Dewa Wisnu yang
ketujuh yang turun ke bumi pada zaman Tretayuga. Sosok dan kisah kepahlawanannya yang
terkenal dituturkan dalam sebuah sastra Hindu Kuno yang disebut Ramayana, tersebar dari Asia
Selatan sampai Asia Tenggara. Terlahir sebagai putera sulung dari pasangan Raja Dasarata dengan
Kosalya, ia dipandang sebagai Maryada Purushottama, yang artinya "Manusia Sempurna". Setelah
dewasa, Rama memenangkan sayembara dan beristerikan Dewi Sitha, inkarnasi dari Dewi Laksmi.
Rama memiliki anak kembar, yaitu Kusa dan Lawa.
A. Asal-usul nama Rama dan kisah-kisah Ramayana lainya
Rāma dalam kitab Regweda dan Atharwaweda adalah kata sifat yang berarti "gelap,
hitam", atau kata benda yang berarti "kegelapan", bentuk feminim dari kata sifat tersebut adalah
rāmī. Dua Rama muncul dalam pustaka Weda, dengan nama keluarga Mārgaweya dan
Aupataswini; Rama yang lain muncul dengan nama keluarga Jāmadagnya yang dianggap sebagai
penulis himne Regweda. Menurut Monier-Williams, tiga Rama dihormati pasca masa Weda, yaitu:
a. Rāma-candra ("Rama-rembulan"), putra Dasarata, keturunan Raghu dari Dinasti Surya.
b. Parashu-rāma ("Rama besenjata kapak"), awatara Wisnu yang keenam, kadangkala dianggap
sebagai Jāmadagnya, atau sebagai Bhārgawa Rāma (keturunan Bregu), seorang "Chiranjiwin" atau
makhluk abadi.
c. Bala-rāma ("Rama yang kuat"), juga disebut Halāyudha (bersenjata bajak saat bertempur), kakak
sekaligus teman dekat Kresna, awatara Wisnu yang kedelapan.
d. Dalam Wisnu sahasranama, Rama adalah nama lain Wisnu yang ke-394. Dalam interpretasi dari
komentar Adi Sankara, yang diterjemahkan oleh Swami Tapasyananda dari Misi Ramakrishna,
Rama memiliki dua pengertian: 1) Brahman yang maha kuasa yang menganugerahkan para yogi;
2) Ia (Wisnu) yang meninggalkan kahyangan untuk menitis kepada Rama, putera Dasarata.
e. Sumber utama mengenai kehidupan dan perjalanan Rama adalah wiracarita Ramayana yang
disusun Resi Walmiki. Namun, sastra lain dalam bahasa Sanskerta juga merefleksikan riwayat
dalam Ramayana. Sebagai contoh, Wisnupurana juga menceritakan Rama sebagai awatara Wisnu
yang ketujuh dan dalam Bayupurana, seorang Rama disebut di antara tujuh Resi dari Manwantara
ke-8.
f. Kisah Rama juga menyebar ke wilayah Asia Tenggara, dan diadaptasikan dengan kebudayaan,
cerita rakyat, dan kepercayaan masyarakat setempat. Kakawin Rāmāyana dari Jawa (Indonesia),
Ramakawaca dari Bali, Hikayat Seri Rama dari Malaysia, Maradia Lawana dari Filipina,
Ramakien dari Thailand (yang menyebut Rama sebagai Phra Ram) merupakan karya-karya besar
yang unik dan mengandung berbagai versi berbeda mengenai kehidupan Rama. Legenda mengenai
Rama dapat disaksikan dalam ukiran di kuil Wat Phra Kaew di Bangkok. Wiracarita nasional
Myanmar, Yama Zatdaw sebenarnya merupakan Ramayana versi Myanmar, dimana Rama
dipanggil Yama. Dalam Reamker dari Kamboja, Rama dikenal sebagai Preah Ream.

B. Asal-usul kelahiran Rama


Dalam kisah Ramayana diceritakan bahwa sebelum Rama lahir, seorang raja raksasa
bernama Rahwana telah meneror Triloka (tiga dunia) sehingga membuat para dewa merasa cemas.
Atas hal tersebut, Dewi bumi menghadap Brahma agar beliau bersedia menyelamatkan alam
beserta isinya. Para dewa juga mengeluh kepada Brahma, yang telah memberikan anugerah kepada
Rahwana sehingga raksasa tersebut menjadi takabur. Setelah para dewa bersidang, mereka
memohon agar Wisnu bersedia menjelma kembali ke dunia untuk menegakkan dharma serta
menyelamatkan orang-orang berbudi pekerti yang baik. Dewa Wisnu menyatakan bahwa ia
bersedia melakukannya. Ia berjanji akan turun ke dunia sebagai Rama, putera raja Dasarata dari
Ayodhya. Dalam penjelmaannya ke dunia, Wisnu ditemani oleh Naga Sesa yang akan mengambil
peran sebagai Laksmana, serta Laksmi yang akan mengambil peran sebagai Sitha.
Ayah Rama adalah Raja Dasarata dari Ayodhya, sedangkan ibunya adalah Kosalya. Dalam
Ramayana diceritakan bahwa Raja Dasarata yang merindukan putera mengadakan upacara bagi
para dewa, upacara yang disebut Putrakama Yadnya. Upacaranya diterima oleh para Dewa dan
utusan mereka memberikan sebuah air suci agar diminum oleh setiap permaisurinya. Atas
anugerah tersebut, ketiga permaisuri Raja Dasarata melahirkan putera. Yang tertua bernama Rama,
lahir dari Kosalya. Yang kedua adalah Bharata, lahir dari Kekayi, dan yang terakhir adalah
Laksmana dan Satrugna, lahir dari Sumitra. Keempat pangeran tersebut tumbuh menjadi putera
yang gagah-gagah dan terampil memainkan senjata di bawah bimbingan Resi Wasista.
C. Rama dan Wiswamitra
Pada suatu hari, Resi Wiswamitra datang menghadap Raja Dasarata. Dasarata tahu benar
watak resi tersebut dan berjanji akan mengabulkan permohonannya sebisa mungkin. Akhirnya
Sang Resi mengutarakan permohonannya, yaitu meminta bantuan Rama untuk mengusir para
rakshasa yang mengganggu ketenangan para resi di hutan. Mendengar permohonan tersebut, Raja
Dasarata sangat terkejut karena merasa tidak sanggup untuk mengabulkannya, namun ia juga takut
terhadap kutukan Resi Wiswamitra. Dasarata merasa anaknya masih terlalu muda untuk
menghadapi para rakshasa, namun Resi Wiswamitra menjamin keselamatan Rama. Setelah
melalui perdebatan dan pergolakan dalam batin, Dasarata mengabulkan permohonan Resi
Wiswamitra dan mengizinkan puteranya untuk membantu para resi. Di tengah hutan, Rama dan
Laksmana memperoleh mantra sakti dari Resi Wiswamitra, yaitu bala dan atibala. Setelah itu,
mereka menempuh perjalanan menuju kediaman para resi di Sidhasrama. Sebelum tiba di
Sidhasrama, Rama, Laksmana, dan Resi Wiswamitra melewati hutan Dandaka. Di hutan tersebut,
Rama mengalahkan rakshasi Tataka dan membunuhnya. Setelah melewati hutan Dandaka, Rama
sampai di Sidhasrama bersama Laksmana dan Resi Wiswamitra. Di sana, Rama dan Laksmana
melindungi para resi dan berjanji akan mengalahkan rakshasa yang ingin mengotori pelaksanaan
yadnya yang dilakukan oleh para resi. Saat rakshasa Marica dan Subahu datang untuk megotori
sesajen dengan darah dan daging mentah, Rama dan Laksmana tidak tinggal diam. Atas
permohonan Rama, nyawa Marica diampuni oleh Laksmana, sedangkan untuk Subahu, Rama
tidak memberi ampun. Dengan senjata Agneyastra atau Panah Api, Rama membakar tubuh Subahu
sampai menjadi abu. Setelah Rama membunuh Subahu, pelaksanaan yadnya berlangsung dengan
lancar dan
D. Sayembara Dewi Sitha
Adegan Rama mematahkan busur Dewa Siwa saat sayembara memperebutkan Dewi Sitha,
Wiswamitra mendengar adanya sebuah sayembara di Mithila demi memperebutkan Dewi Sitha.
Ia mengajak Rama dan Laksmana untuk mengikuti sayembara tersebut. Mereka menyanggupinya.
Setibanya di sana, Rama melihat bahwa tidak ada orang yang mampu memenuhi persyaratan untuk
menikahi Sitha, yaitu mengangkat serta membengkokkan busur Siwa. Namun saat Rama tampil
ke muka, ia tidak hanya mampu mengangkat serta membengkokkan busur Siwa, ia juga
mematahkannya memanah kan dari anak busur ke suatu titi yang telah disiapkan dalam sayembara
itu. suaranya besar dan menggelegar seperti guruh. Melihat kemampuan istimewa tersebut, ayah
Sitha yaitu Raja Janaka, memutuskan agar Rama menjadi menantunya. Sitha pun senang
mendapatkan suami seperti Rama.
Kemudian utusan dikirim ke Ayodhya untuk memberitahu kabar baik tersebut. Raja
Dasarata girang mendengar puteranya sudah mendapatkan istri di Mithila, kemudian ia segera
berangkat ke sana. Setelah menyaksikan upacara pernikahan Rama dan Sitha, Wiswamitra mohon
pamit untuk melanjutkan tapa di Gunung Himalaya, sementara Dasarata pulang ke Ayodhya
diikuti oleh Resi Wasistha serta pengiring-pengiringnya. Di tengah jalan, mereka berjumpa dengan
Resi Parasurama, yaitu brahmana sakti yang ditakuti para ksatria. Parasurama memegang sebuah
busur di bahunya yang konon merupakan busur Wisnu. Ia sudah mendengar kabar bahwa Rama
telah mematahkan busur Siwa. Dengan wajah yang sangar, ia menantang Rama untuk
membengkokkan busur Wisnu. Rama menerima tantangan tersebut dan membengkokkan busur
Wisnu dengan mudah. Melihat busur itu dibengkokkan dengan mudah, seketika raut wajah
Parasurama menjadi lemah lembut. Rama berkata, "Panah Waisnawa ini harus mendapatkan
mangsa. Apakah panah ini harus menghancurkan kekuatan Tuan atau hasil tapa Tuan?".
Parasurama menjawab agar panah itu menghancurkan hasil tapanya, karena ia hendak merintis
hasil tapanya dari awal kembali. Setelah itu, Parasurama mohon pamit dan pergi ke Gunung
Mahendra.
E. Rama diusir ke hutan
Dasarata yang sudah tua ingin mengangkat Rama sebagai raja. Dengan segera ia
melakukan persiapan untuk upacara penobatan Rama, sementara Bharata menginap di rumah
pamannya yang jauh dari Ayodhya. Mendengar Rama akan dinobatkan sebagai raja, Mantara
menghasut Kekayi agar menobatkan Bharata sebagai raja. Kekayi yang semula hanya diam, tiba-
tiba menjadi ambisius untuk mengangkat anaknya sebagai raja. Kemudian ia meminta agar
Dasarata menobatkan Bharata sebagai raja. Ia juga meminta agar Rama dibuang ke tengah hutan
selama 14 tahun. Dasarata pun terkejut dan menjadi sedih, namun ia tidak bisa menolak karena
terikat dengan janji Kekayi. Dengan berat hati, Dasarata menobatkan Bharata sebagai raja dan
menyuruh Rama agar meninggalkan Ayodhya. Sitha dan Laksmana yang setia turut mendampingi
Rama. Tak berapa lama kemudian, Dasarata wafat dalam kesedihan.
Sementara Rama pergi, Bharata baru saja pulang dari rumah pamannya dan tiba di
Ayodhya. Ia mendapati bahwa ayahnya telah wafat serta Rama tidak ada di istana. Kekayi
menjelaskan bahwa Bharata-lah yang kini menjadi raja, sementara Rama mengasingkan diri ke
hutan. Bharata menjadi sedih mendengarnya, kemudian menyusul Rama. Harapan Kekayi untuk
melihat puteranya senang menjadi raja ternyata sia-sia. Di dalam hutan, Bharata mencari Rama
dan memberi berita duka karena Prabu Dasarata telah wafat. Ia membujuk Rama agar kembali ke
Ayodhya untuk menjadi raja. Rakyat juga mendesak demikian, namun Rama menolak karena ia
terikat oleh perintah ayahnya. Untuk menunjukkan jalan yang benar, Rama menguraikan ajaran-
ajaran agama kepada Bharata. Akhirnya Bharata membawa sandal milik Rama dan meletakkannya
di singasana. Dengan lambang tersebut, ia memerintah Ayodhya atas nama Rama.
F. Peristiwa di Pancawati
Saat menjalani masa pengasingan di hutan, Rama dan Laksmana didatangi seorang
rakshasi bernama Surpanaka. Ia mengubah wujudnya menjadi seorang wanita cantik dan
menggoda Rama dan Laksmana. Rama menolak untuk menikahinya dengan alasan bahwa ia sudah
beristri, maka ia menyuruh agar Surpanaka membujuk Laksmana, namun Laksmana pun menolak.
Surpanaka iri melihat kecantikan Sitha dan hendak membunuhnya. Dengan sigap Rama
melindungi Sitha dan Laksmana mengarahkan pedangnya kepada Surpanaka yang hendak
menyergapnya. Hal itu membuat hidung Surpanaka terluka. Surpanaka mengadukan peristiwa
tersebut kepada kakaknya yang bernama Kara. Kara marah terhadap Rama yang telah melukai
adiknya dan hendak membalas dendam. Dengan angkatan perang yang luar biasa, Kara dan
sekutunya menggempur Rama, namun mereka semua gugur. Akhirnya Surpanaka melaporkan
keluhannya kepada Rahwana di Kerajaan Alengka. Rahwana marah dan hendak membalas
perbuatan Rama. Ia mengajak patihnya yang bernama Marica untuk melaksanakan rencana
liciknya.
G. Kijang Emas
Pada suatu hari, Sitha melihat seekor kijang yang sangat lucu sedang melompat-lompat di
halaman pondoknya. Rama dan Laksmana merasa bahwa kijang tersebut bukan kijang biasa,
namun atas desakan Sitha, Rama memburu kijang tersebut sementara Laksmana ditugaskan untuk
menjaga Sitha. Kijang yang diburu Rama terus mengantarkannya ke tengah hutan. Karena Rama
merasa bahwa kijang tersebut bukan kijang biasa, ia memanahnya. Seketika hewan tersebut
berubah menjadi Marica, patih Sang Rahwana. Saat Marica sekarat, ia mengerang dengan keras
sambil menirukan suara Rama. Merasa bahwa ada sesuatu yang buruk telah menimpa suaminya,
Sitha menyuruh Laksmana agar menyusul Rama ke hutan. Pada mulanya Laksamana menolak,
namun karena Sitha bersikeras, Laksmana meninggalkan Sitha. Sebelumnya ia sudah membuat
lingkaran pelindung agar tidak ada orang jahat yang mampu menculik Sitha. Rahwana yang
menyamar sebagai brahmana, menipu Sitha sehingga Sitha keluar dari lingkaran pelindung dan
diculik oleh Rahwana. Saat Laksmana menyusul Rama ke hutan, Rama terkejut karena Sitha
ditinggal sendirian. Ketika mereka berdua pulang, Sitha sudah tidak ada.
H. Petualangan menyelamatkan Sitha
Setelah mendapati bahwa Sitha sudah menghilang, perasaan Rama terguncang. Laksmana
mencoba menghibur Rama dan memberi harapan. Mereka berdua menyusuri pelosok gunung,
hutan, dan sungai-sungai. Akhirnya mereka menemukan darah tercecer dan pecahan-pecahan
kereta, seolah-olah pertempuran telah terjadi. Rama berpikir bahwa itu adalah pertempuran raksasa
yang memperebutkan Sitha, namun tak lama kemudian mereka menemukan seekor burung tua
sedang sekarat. Burung tersebut bernama Jatayu, sahabat Raja Dasarata. Rama mengenal burung
tersebut dengan baik dan dari penjelasan Jatayu, Rama tahu bahwa Sitha diculik Rahwana. Setelah
memberitahu Rama, Jatayu menghembuskan napas terakhirnya. Sesuai aturan agama, Rama
mengadakan upacara pembakaran jenazah yang layak bagi Jatayu.
Dalam perjalanan menyelamatkan Sitha, Rama dan Laksmana bertemu raksasa aneh yang
bertangan panjang. Atas instruksi Rama, mereka berdua memotong lengan raksasa tersebut dan
tubuhnya dibakar sesuai upacara. Setelah dibakar, raksasa tersebut berubah wujud menjadi seorang
dewa bernama Kabanda. Atas petunjuk Sang Dewa, Rama dan Laksamana pergi ke tepi sungai
Pampa dan mencari Sugriwa di bukit Resyamuka karena Sugriwa-lah yang mampu menolong
Rama. Dalam perjalanan mereka beristirahat di asrama Sabari, seorang wanita tua yang dengan
setia menantikan kedatangan mereka berdua. Sabari menyuguhkan buah-buahan kepada Rama dan
Laksmana. Setelah menyaksikan wajah kedua pangeran tersebut dan menjamu mereka, dan minta
petunjuk jalan bakti kepada Rama, setelah itu Sabari meninggal dengan tenang dan mencapai
surga.
I. Persahabatan dengan Sugriwa
Dalam misi menyelamatkan Sitha, Rama dan Laksmana melanjutkan perjalanannya sampai
ke sebuah daerah yang dihuni para kera dengan rajanya bernama Sugriwa. Sebelum berjumpa
dengan Sugriwa, Rama bertemu dengan Hanoman yang menyamar menjadi brahmana. Setelah
bercakap-cakap agak lama, Hanoman menampakkan wujud aslinya dan mengantar Rama menuju
Sugriwa. Sugriwa menyambut kedatangan Rama di istananya. Tak berapa lama kemudian mereka
saling menceritakan masalah masing-masing. Akhirnya Rama dan Sugriwa mengadakan
perjanjian bahwa mereka akan saling tolong menolong. Rama berjanji akan merebut kembali
Kerajaan Kiskenda dari Subali sedangkan Sugriwa berjanji akan membantu Rama mencari Sitha.
Kemudian Sugriwa dan Rama beserta rombongannya pergi menuju kediaman Subali di Kiskenda.
Di sana Subali dan Sugriwa bertarung. Setelah pertarungan sengit berlangsung agak lama, Rama
mengakhiri riwayat Subali. Sesuai dengan janjinya, Sugriwa bersedia membantu Rama mencari
Sitha. Ia mengirim Hanoman sebagai utusan Sang Rama. Setelah Hanoman menemukan Sitha di
Alengka, ia mengumumkan kabar gembira kepada Rama. Atas petunjuk Hanoman, bala tentara
wanara berangkat menuju Kerajaan Alengka.
J. Membangun jembatan Ramasetu
Saat Rama dan tentaranya bersiap-siap menuju Alengka, Wibisana, adik Sang Rahwana,
datang menghadap Rama dan mengaku akan berada di pihak Rama. Setelah ia menjanjikan
persahabatan yang kekal, Rama menobatkannya sebagai Raja Alengka meski Rahwana masih
hidup dan belum dikalahkan. Kemudian Rama dan pemimpin wanara lainnya berunding untuk
memikirkan cara menyeberang ke Alengka mengingat tidak semua prajuritnya bisa terbang.
Akhirnya Rama menggelar suatu upacara di tepi laut untuk memohon bantuan Dewa Baruna.
Selama tiga hari Rama berdo'a dan tidak mendapat jawaban, akhirnya kesabarannya habis.
Kemudian ia mengambil busur dan panahnya untuk mengeringkan lautan. Melihat laut akan
binasa, Dewa Baruna datang memohon maaf atas kesalahannya. Dewa Baruna menyarankan agar
para wanara membuat jembatan besar tanpa perlu mengeringkan atau mengurangi kedalaman
lautan. Nila ditunjuk sebagai arsitek jembatan tersebut. Setelah bekerja dengan giat, jembatan
tersebut terselesaikan dalam waktu yang singkat dan diberi nama "Ramasetu".
K. Rama menggempur Alengka
Setelah jembatan rampung, Rama dan pasukannya menyeberang ke Alengka. Pada
pertempuran pertama, Anggada menghancurkan menara Alengka. Untuk meninjau kekuatan
musuh, Rahwana segera mengirim mata-mata untuk menyamar menjadi wanara dan berbaur
dengan mereka. Penyamaran mata-mata Rahwana sangat rapi sehingga banyak yang tidak tahu,
kecuali Wibisana. Kemudian Wibisana menangkap mata-mata tersebut dan membawanya ke
hadapan Rama. Di hadapan Rama, mata-mata tersebut memohon pengampunan dan berkata
mereka hanya menjalankan perintah. Akhirnya Rama mengizinkan mata-mata tersebut untuk
melihat-lihat kekuatan tentara Rama dan berpesan agar Rahwana segera mengambalikan Sitha.
Mata-mata tersebut sangat terharu dengan kemurahan hati Rama dan yakin bahwa kemenangan
akan berada di pihak Rama.
Pada hari pertempuran terahir, Dewa Indra mengirim kereta perangnya dan
meminjamkannya kepada Rama. Kusir kereta tersebut bernama Matali, siap melayani Rama.
Dengan kereta ilahi tersebut, Rama melanjutkan peperangan yang berlangsung dengan sengit.
Kedua pihak sama-sama kuat dan mampu bertahan. Akhirnya Rama melepaskan senjata Brahma
Astra ke dada Rahwana. Senjata sakti tersebut mengantar Rahwana menuju kematiannya. Seketika
bunga-bunga bertaburan dari surga karena menyaksikan kemenangan Rama. Wibisana meratapi
jenazah kakaknya dan sedih karena nasihatnya tidak dihiraukan. Sesuai aturan agama, Rama
mengadakan upacara pembakaran jenazah yang layak bagi Rahwana kemudian memberikan
wejangan kepada Wibisana untuk membangun kembali Negeri Alengka. Setelah Rahwana
dikalahkan, Sitha kembali ke pelukan Rama dan mereka kembali ke Ayodhya bersama Laksmana,
Sugriwa, Hanoman dan tentara wanara lainnya. Di Ayodhya, mereka disambut oleh Bharata dan
Kekayi. Di sana para wanara diberi hadiah oleh Rama atas jasa-jasanya.
1.1.Sitha
Sita (Sanskerta: सीता; Sītā, juga dieja Shinta) adalah tokoh protagonis dalam wiracarita
Ramayana. Ia merupakan istri dari Sri Rama, tokoh utama kisah tersebut. Menurut pandangan
Hindu, Sita merupakan inkarnasi dari Laksmi, dewi keberuntungan, istri Dewa Wisnu. Inti dari
kisah Ramayana adalah penculikan Sita oleh Rahwana raja Kerajaan Alengka yang ingin
mengawininya. Penculikan ini berakibat dengan hancurnya Kerajaan Alengka oleh serangan Rama
yang dibantu bangsa Wanara dari Kerajaan Kiskenda.
A. Arti nama Sitha
Dalam bahasa Sanskerta, kata Sita bermakna "kerut". Kata "kerut" merupakan istilah puitis
pada zaman India Kuno, yang menggambarkan aroma dari kesuburan. Nama Sita dalam Ramayana
kemungkinan berasal dari Dewi Sita, yang pernah disebutkan dalam Rigweda sebagai dewi bumi
yang memberkati ladang dengan hasil panen yang bermutu. Seperti tokoh terkenal dalam legenda
Hindu lainnya, Sita juga dikenal dengan banyak nama. Sebagai puteri Raja Janaka, ia dipanggil
Janaki; sebagai puteri Mithila, ia dipanggil Maithili; sebagai istri Rama, ia dipanggil Rama. Karena
berasal dari Kerajaan Wideha, ia pun juga dikenal dengan nama Waidehi.
B. Asal-usul
Ramayana menceritakan bahwa Sita bukan putri kandung Janaka. Suatu ketika Kerajaan
Wideha dilanda kelaparan. Janaka sebagai raja melakukan upacara atau yadnya di suatu area
ladang antara lain dengan cara membajak tanahnya. Ternyata mata bajak Janaka membentur
sebuah peti yang berisi bayi perempuan. Bayi itu dipungutnya menjadi anak angkat dan dianggap
sebagai titipan Pertiwi, dewi bumi dan kesuburan. Sita dibesarkan di istana Mithila, ibu kota
Wideha oleh Janaka dan Sunayana, permaisurinya. Setelah usianya menginjak dewasa, Janaka pun
mengadakan sebuah sayembara untuk menemukan pasangan yang tepat bagi putrinya itu.
Sayembara tersebut adalah membentangkan busur pusaka maha berat anugerah Dewa Siwa, dan
dimenangkan oleh Sri Rama, seorang pangeran dari Kerajaan Kosala. Setelah menikah, Sita pun
tinggal bersama suaminya di Ayodhya, ibu kota Kosala.

C. Masa Pembuangan
dikisahkan, ibu tiri Rama yang bernama Kaikeyi lebih menginginkan putra kandungnya,
yaitu Bharata yang menjadi raja Ayodhya, bukan Rama. Kaikeyi pun mendesak Dasarata agar
membuang Rama ke hutan selama 14 tahun. Dasarata yang terikat sumpah terpaksa menuruti
permintaan istri keduanya itu. sebagai putra yang berbakti, Rama pun menjalani keputusan itu
dengan ikhlas. Sita yang setia mengikuti perjalanan Rama, begitu pula adik Rama yang lahir dari
ibu lain, yaitu Laksmana. Ketiganya meninggalkan istana Ayodhya untuk memulai hidup di dalam
hutan. Di dalam hutan belantara dan pegunungan, Rama, Sita, dan Laksmana banyak bergaul
dengan para pendeta dan brahmana sehingga menambah ilmu pengetahuan dan kepandaian
mereka.
D. Penculikan oleh Rahwana
Rahwana adalah raja bangsa Rakshasa dari Kerajaan Alengka. Pasukannya yang bertugas
di Janastana habis ditumpas Rama karena mereka gemar mengganggu kaum brahmana. Rahwana
pun melakukan pembalasan ditemani pembantunya yang bernama Marica. Mula-mula Marica
menyamar menjadi seekor kijang berbulu keemasan dan menampakkan diri di depan pondok
Rama. Menyaksikan keindahan kijang tersebut, Sita menjadi tertarik dan ingin memilikinya.
Karena terus didesak, Rama akhirnya mengejar dan berusaha menangkapnya. Tiba-tiba terdengar
suara jeritan Rama di kejauhan. Sita pun menyuruh Laksmana untuk menyusul suaminya itu.
Namun Laksmana yakin kalau kijang tersebut adalah jelmaan raksasa yang sekaligus meniru suara
jeritan Rama. Sita marah mendengar jawaban Laksmana dan menuduh adik iparnya itu berkhianat
dan memiliki maksud kurang baik. Laksmana tersinggung mendengar tuduhan Sita. Sebelum
pergi, ia lebih dulu menciptakan pagar gaib berupa garis pelindung yang mengelilingi pondok
tempat Sita menunggu. Setelah kepergian Laksmana muncul seorang brahmana tua yang kehausan
dan minta diberi minum. Namun ia tidak dapat memasuki pondok karena terhalang pagar gaib
Laksmana. Sita yang merasa kasihan mengulurkan tangannya untuk memberi minum sang
brahmana tua. Tiba-tiba brahmana itu menarik lengan Sita dan membawanya kabur. Brahmana
tersebut tidak lain adalah samaran Rahwana. Ia menggendong tubuh Sita dan membawanya
terbang di udara. Suara tangisan Sita terdengar oleh seekor burung tua bernama Jatayu, yang
bersahabat dengan Dasarata ayah Rama. Jatayu menyerang Rahwana namun ia justru mengalami
kekalahan dan terluka parah. Sita tetap dibawa kabur oleh Rahwana namun ia sempat menjatuhkan
perhiasannya di tanah sebagai petunjuk untuk Rama.
E. Dalam istana Alengka
Sesampainya di istana Kerajaan Alengka yang terletak di kota Trikuta, Sita pun ditawan di
dalam sebuah taman yang sangat indah, bernama Taman Asoka. Di sekelilingnya ditempatkan para
raksasi yang bermuka buruk dan bersifat jahat namun dungu. Selama ditawan di istana Alengka,
Sita selalu berdoa dan berharap Rama datang menolongnya. Pada suatu hari muncul seekor
Wanara datang menemuinya. Ia mengaku bernama Hanoman, utusan Sri Rama. Sebagai bukti
Hanoman menyerahkan cincin milik Sita yang dulu dibuangnya di hutan ketika ia diculik
Rahwana. Cincin tersebut telah ditemukan oleh Rama.
Hanoman membujuk Sita supaya bersedia meninggalkan Alengka bersama dirinya. Sita
menolak karena ia ingin Rama yang datang sendiri ke Alengka untuk merebutnya dari tangan
Rahwana dengan gagah berani. Hanoman dimintanya untuk kembali dan menyampaikan hal itu.
F. Ujian kesucian
Berkat bantuan Sugriwa raja bangsa Wanara, serta Wibisana adik Rahwana, Rama berhasil
mengalahkan Kerajaan Alengka. Setelah kematian Rahwana, Rama pun menyuruh Hanoman
untuk masuk ke dalam istana menjemput Sita. Hal ini sempat membuat Sita kecewa karena ia
berharap Rama yang datang sendiri dan melihat secara langsung tentang keadaannya.
Setelah mandi dan bersuci, Sita menemui Rama. Rupanya Rama merasa sangsi terhadap
kesucian Sita karena istrinya itu tinggal di dalam istana musuh dalam waktu yang cukup lama.
menyadari hal itu, Sita pun menyuruh Laksmana untuk mengumpulkan kayu bakar sebanyak-
banyaknya dan membuat api unggun. Tak lama kemudian Sita melompat ke dalam api tersebut.
Dari dalam api tiba-tiba muncul Dewa Brahma dan Dewa Agni mengangkat tubuh Sita dalam
keadaan hidup. Hal ini membuktikan kesucian Sita sehingga Rama pun dengan lega menerimanya
kembali.
G. Kehidupan selanjutnya
Setelah pulang ke Ayodhya, Rama, Sita, dan Laksmana disambut oleh Bharata dengan
upacara kebesaran. Bharata kemudian menyerahkan takhta kerajaan kepada Rama sebagai raja.
Dalam pemerintahan Rama terdengar desas-desus di kalangan rakyat jelata yang meragukan
kesucian Sita di dalam istana Rahwana. Rama merasa tertekan mendengar suara sumbang tersebut.
Ia akhirnya memutuskan untuk membuang Sita yang sedang mengandung ke dalam hutan. Dalam
pembuangannya itu, Sita ditolong seorang resi bernama Walmiki dan diberi tempat tinggal.
Beberapa waktu kemudian, Sita melahirkan sepasang anak kembar diberi nama Lawa dan Kusa.
Keduanya dibesarkan dalam asrama Resi Walmiki dan diajari nyanyian yang mengagungkan nama
Ramacandra, ayah mereka.
Suatu ketika Rama mengadakan upacara Aswamedha. Ia melihat dua pemuda kembar
muncul dan menyanyikan sebuah lagu indah yang menceritakan tentang kisah perjalanan dirinya
dahulu. Rama pun menyadari kalau kedua pemuda yang tersebut yang tidak lain adalah Lawa dan
Kusa merupakan anak-anaknya sendiri.
H. Akhir riwayat
Atas permintaan Rama melalui Lawa dan Kusa, Sita pun dibawa kembali ke Ayodhya.
Namun masih saja terdengar desas-desus kalau kedua anak kembar tersebut bukan anak kandung
Rama. Mendengar hal itu, Sita pun bersumpah jika ia pernah berselingkuh maka bumi tidak akan
sudi menerimanya.
Tiba-tiba bumi pun terbelah. Dewi Pertiwi muncul dan membawa Sita masuk ke dalam
tanah. Menyaksikan hal itu Rama sangat sedih. Ia pun menyerahkan takhta Ayodhya dan setelah
itu bertapa di Sungai Gangga sampai akhir hayatnya.
1.2. Dasarata
Dasarata (Sanskerta: दशरथ, IAST: Daśaratha) adalah tokoh dari wiracarita Ramayana,
seorang raja putera Aja, keturunan Ikswaku dan berada dalam golongan Raghuwangsa atau Dinasti
Surya. Ia adalah ayah Sri Rama dan memerintah di Kerajaan Kosala dengan pusat
pemerintahannya di Ayodhya. Ramayana mendeskripsikannya sebagai seorang raja besar lagi
pemurah. Angkatan perangnya ditakuti berbagai negara dan tak pernah kalah dalam pertempuran.
A. Masa muda
Pada saat Dasarata masih muda dan belum menikah, ia suka berburu dan memiliki
kemampuan untuk memanah sesuatu dengan tepat hanya dengan mendengarkan suaranya saja. Di
suatu malam, Dasarata berburu ke tengah hutan. Di tepi sungai Sarayu, ia mendengar suara gajah
yang sedang minum. Tanpa melihat sasaran ia segera melepaskan anak panahnya. Namun ia
terkejut karena tiba-tiba makhluk tersebut mengaduh dengan suara manusia. Saat ia mendekati
sasarannya, ia melihat seorang pertapa muda tergeletak tak berdaya. Pemuda tersebut bernama
Srawana. Ia mencaci maki Dasarata yang telah tega membunuhnya, dan berkata bahwa kedua
orang tuanya yang buta sedang menunggu dirinya membawakan air. Sebelum meninggal, Srawana
menyuruh agar Dasarata membawakan air ke hadapan kedua orang tua si pemuda yang buta dan
tua renta. Dasarata menjalankan permohonan terakhir tersebut dan menjelaskan kejadian yang
terjadi kepada kedua orangtua si pemuda. Dasarata juga meminta ma'af di hadapan mereka.
Setelah mendengar penjelasan Dasarata, kedua orang tua tersebut menyuruh Dasarata agar
ia mengantar mereka ke tepi sungai untuk meraba jasad puteranya yang tercinta untuk terakhir
kalinya. Kemudian, mereka mengadakan upacara pembakaran yang layak bagi puteranya. Karena
rasa cintanya, mereka hendak meleburkan diri bersama-sama ke dalam api pembakaran. Sebelum
melompat, ayah si pemuda menoleh kepada Dasarata dan berkata bahwa kelak pada suatu saat,
Dasarata akan mati dalam kesedihan karena ditinggalkan oleh puteranya yang paling dicintai dan
paling diharapkan.
B. Istri dan keturunan
Dasarata memiliki tiga permaisuri, yaitu Kosalya, Sumitra, dan Kekayi. Lama setelah
pernikahannya, Dasarata belum juga dikaruniai anak. Akhirnya ia mengadakan yadnya (ritual suci)
yang dipimpin Resi Srengga. Dari upacara tersebut, Dasarata memperoleh payasam berisi air suci
untuk diminum oleh para permaisurinya. Kosalya dan Kekayi minum seteguk, sedangkan Sumitra
meminum dua kali sampai habis. Beberapa bulan kemudian, suara tangis bayi menyemarakkan
istana. Yang pertama melahirkan putera adalah Kosalya, dan puteranya diberi nama Rama. Yang
kedua adalah Kekayi, melahirkan putera mungil yang diberi nama Bharata. Yang ketiga adalah
Sumitra, melahirkan putera kembar dan diberi nama Laksmana dan Satrugna.
C. Kehidupan selanjutnya dan kematian
Dasarata yang sudah tua hendak menobatkan Rama sebagai raja, sebab Rama adalah putera
sulung sekaligus yang paling diharapkan Dasarata. Namun tindakannya tersebut ditentang oleh
permaisurinya yang kedua, yaitu Kekayi. Atas tuntutan Kekayi, Dasarata membuang Rama ke
dalam hutan. Setelah membuang Rama ke tangah hutan, Dasarata membenci Kekayi dan ia tidak
sudi lagi jika wanita tersebut mendekatinya. Tak beberapa lama kemudian, Dasarata jatuh sakit.
Dalam masa-masa kritisnya, ia bersedih sambil mengenang kembali dosa-dosanya. Ia juga
mengungkit kisah masa lalunya yang kelam di waktu muda kepada Kosalya, yaitu membunuh
pertapa muda yang kedua orangtuanya buta. Dalam kesedihannya, Dasarata meninggal dunia
karena sakit hati.
D. Dasarata dalam Kakawin Ramayana
Kutipan Terjemahan
Hana sira Ratu dibya rēngőn, praçāsta Ada seorang Raja besar, dengarkanlah. Terkenal di
ring rāt, musuhnira praṇata, jaya dunia, musuh baginda semua tunduk. Cukup mahir
paṇdhita, ringaji kabèh, Sang Daçaratha, akan segala filsafat agama, Prabhu Dasarata gelar Sri
nāma tā moli Baginda, tiada bandingannya
Sira ta Triwikrama pita, pinaka bapa, Beliau ayah Sang Triwikrama, maksudnya ayah
Bhaṭāra Wiṣḥnu mangjanma inakaning Bhatara Wisnu yang sedang menjelma akan
bhuwana kabèh, yatra dōnira nimittaning menyelamatkan dunia seluruhnya. Demikian tujuan
janma. Sang Hyang Wisnu menjelma menjadi manusia.
Guṇa mānta Sang Daçaratha, wruh sira Cukup berprestasi Sang Dasarata. Ia mahir
ring Wéda, bhakti ring Déwa, tar mempelajari Veda dan berbakti kepada para Dewa, tak
malupeng pitra pūja, māsih ta sirêng lupa kepada para leluhur. Ia sayang kepada seluruh
swagotra kabèh. sanak keluarga.
Kadi megha manghudanakēn, padhanira Bagai mendung mengeluarkan hujan, begitulah Sri
yār wehakēnikang dāna, dināṇdha kṛpaṇa Baginda ketika bersedekah, orang-orang hina, cacat,
ya winêh, nguni-nguni dhanghyang dan miskin, semua diberi cinta kasih. Terlebih lagi
dhangārcārya. kepada para pendeta dan guru.
Dan juga Sri Baginda tepat akan ucapan, meski
Mwang satya ta sira mojar, ringanakkēbi
terhadap wanita, beliau tidak pernah berbohong,
towi tar mṛṣā wāda, nguni-nguni yan ri
apalagi terhadap orang lain. Titah Sri Baginda benar-
parajana, priyahita sojarnirā tiçaya.
benar tepercaya.
Cukup berhasil Sri Baginda sebagai pimpinan, karena
Saphala sira rāksakeng rāt, tuwi sira mitra
Sri Baginda sahabat Sang Hyang Indra yang amat
Hyang Indra bhakti têmên, Māhèçwara ta
berbakti, juga terhadap Sang Hyang Maheswara,
sira lana, Çiwa bhakti ginőng lanā ginawè
kepada Sang Hyang Çiwa pula diperkuat
Ikanang dhanurdhara kabèh, kapwa ya Para prajurit ksatria yang bersenjata panah, semua
bhakti ri sira praṇata matwang, kadi berbakti terhadap Sri Baginda dan tunduk pasrah,
mawmata yaça lanā, rupanya nagőng ta seperti menambah jasa Sri Baginda selamanya,
kīrttinira memang kenyataannya besar jasa Sri Baginda
Jnānanira çuddha mawulan, parārtha Pikiran Sri Baginda bersih laksana bulan, amat tekun
gumawe sukānikang bhuwana, Sri Baginda menciptakan kesenangan di dunia, beliau
sāksātindra sira katon, tuhun haneng bagaikan Bhatara Indra di mata rakyat, yang berbeda
bhumi bhedanira hanya karena beliau berada di dunia fana
Ikang pratāpa dumilah, sukanikang rāt
Amal bakti beliau menyala-nyala, ia cuma berbuat
yateka ginawèya, kadi bahni ring
demi kemakmuran negara, bagai api pada perapian,
pahoman, dumilah mangde sukanikang
berkobar-kobar menyebabkan dunia senang
rāt

1.4. Kausalya
Kausalya (Sanskerta: कौशल्या, Kauśalyā), atau yang juga dieja Kosalya, adalah nama
seorang tokoh dalam wiracarita Ramayana. Ia dikenal sebagai istri pertama Dasarata raja Kerajaan
Kosala yang melahirkan Sri Rama.
Ditinjau dari namanya, Kausalya merupakan putri yang berasal dari Kerajaan Kosala. Dalam
kesusastraan Hindu memang sering dijumpai adanya nama seorang putri yang merujuk kepada
negeri asal-usulnya. Misalnya, Gandari dari Kerajaan Gandhara atau Pancali dari Kerajaan
Pancala.
A. Versi pewayangan
Dalam pewayangan yang berkembang di Jawa, Kausalya disebut dengan nama Sukasalya,
putri dari Banaputra raja Kerajaan Ayodya. Selain itu, ia juga dikenal dengan nama Raguwati.
Semasa muda Sukasalya pernah menderita sakit lumpuh. Banaputra pun mengumumkan
akan menikahkan Sukasalya kepada siapa saja yang mampu mengobati penyakit putrinya itu.
Ternyata yang berhasil mengobati Sukasalya justru adik Banaputra sendiri yang bernama Resi
Rawatmaja. Akibatnya, terjadilah perkawinan antara paman dan keponakan.
Pada suatu hari Kerajaan Ayodya diserang oleh Rahwana raja raksasa dari Kerajaan
Alengka. Banaputra tewas dalam pertempuran itu. Rawatmaja juga terluka parah. Ia sempat
menyuruh Sukasalya untuk berlindung kepada Dasarata sebelum akhirnya meninggal pula.
Sahabat Rawatmaja yang berwujud burung bernama Sampati juga dikalahkan oleh
Rahwana. Seluruh bulunya rontok terkena senjata Rahwana. Ia kemudian memberikan sehelai
bulunya yang berserakan di tanah kepada Sukasalya sebagai pusaka. Dengan membawa sehelai
bulu Sampati, Sukasalya mampu berlari lebih cepat untuk menghindari kejaran Rahwana.
Sukasalya berlindung kepada seorang pendeta muda bernama Dasarata, yang merupakan
sepupu ayahnya dari pihak ibu. Dasarata juga bersahabat dengan Jatayu adik Sampati. Semula ia
menolak melindungi Sukasalya karena sudah menjadi hak bagi Rahwana untuk memiliki putri
suatu negeri yang dikalahkannya. Namun kemudian terdengar petunjuk dewata bahwa Sukasalya
akan menjadi istri Dasarata yang kelak akan melahirkan awatara Wisnu.
Dasarata pun menciptakan Sukasalya palsu dari sekuntum bunga yang menghiasi rambut
janda Rawatmaja itu. Ketika Rahwana datang, Dasarata menyerahkan Sukasalya palsu kepadanya.
Rahwana sangat gembira karena Sukasalya berwajah mirip dengan Wedawati, wanita yang ia
cintai namun telah mati bunuh diri. Ia bahkan menyerahkan Kerajaan Ayodya yang telah ia kuasai
kepada Dasarata.
Ketika pulang ke Alengka, Sukasalya palsu yang dibawa Rahwana pun meninggal dunia.
Rahwana marah dan naik ke kahyangan untuk menuntut para dewa agar menghidupkan kembali
putri tersebut. Setelah melalui pertempuran seru akhirnya para dewa mengakui kehebatan
Rahwana. Rahwana diberi tahu bahwa Wedawati kelak akan lahir kembali sebagai putrinya
sendiri. Sebagai pengganti Sukasalya, Rahwana mendapatkan seorang bidadari putri Batara Indra
yang bernama Dewi Tari.
1.5. Kaikeyi
Kaikeyi (Sanskerta: कैकेयी; Kaikeyī) adalah permaisuri Raja Dasarata dalam wiracarita
Ramayana. Ia merupakan wanita kedua yang dinikahi Dasarata setelah permaisurinya yang
pertama tidak mampu memiliki putera. Pada saat Dasarata meminang dirinya, ayah Kekayi
membuat perjanjian dengan Dasarata bahwa putera yang dilahirkan oleh Kekayi harus menjadi
raja. Dasarata menyetujui perjanjian tersebut karena dua permaisurinya yang lain tidak mampu
melahirkan putera. Namun setelah menikah dan hidup lama, Kekayi belum melahirkan putera.
Setelah Dasarata melakukan upacara besar, akhirnya Kekayi dan premaisurinya yang lain
mendapatkan keturunan. Kekayi melahirkan seorang putera bernama Bharata.
A. Janji Dasarata
Pada suatu ketika di sebuah pertempuran, roda kereta perang Dasarata pecah. Dalam masa-
masa genting tersebut, Kekayi yang menjadi saisnya menyelamatkan Dasarata serta memperbaiki
kereta tersebut sampai bisa dipakai lagi. Karena terharu oleh pertolongan Kekayi, Dasarata
mempersilakan Kekayi untuk megajukan tiga permohonan. Namun Kekayi menolak karena ia
ingin menagih janji tersebut pada saat yang tepat.
B. Tuntutan Kekayi
Sebagai istri yang paling muda, Kekayi merasa cemas apabila Dasarata kurang
mencintainya dibandingkan dua istrinya yang lain. Saat Rama hendak dinobatkan menjadi raja,
pelayan Kekayi yang bernama Mantara datang dan menghasut Kekayi agar mengangkat Bharata
menjadi Rama sekaligus menyingkirkan Rama ke hutan selama 14 tahun. Dengan mengangkat
Bharata menjadi raja, Mantara berharap bahwa Kekayi akan menjadi ibu suri dan statusnya berada
di atas permaisuri yang lain. Kekayi menolak usul Mantara karena ia tahu bahwa Rama lebih
pantas menjadi raja, dan setelah itu Bharata akan menggantikannya.
Mendengar alasan Kekayi, Mantara berkata bahwa tidak ada alasan bagi Bharata untuk
menjadi raja menggantikan Rama karena jika Rama menjadi raja sampai akhir hayatnya, maka
tidak ada kesempatan bagi Bharata untuk menggantikannya karena tahta diserahkan kepada
keturunan Rama. Setelah Mantara menghasut Kekayi dengan berbagai alasan, Kekayi mengambil
tindakan. Ia menemui Raja Dasarata dan meminta dua permohonan sesuai dengan kesempatan
yang telah diberikan sebelumnya. Pertama ia memohon Bharata untuk menjadi raja, dan yang
kedua ia memohon agar Rama diasingkan ke hutan. Dengan berat hati, Raja Dasarata memenuhi
permohonan tersebut, namun tak lama kemudian ia wafat dalam keadaan sakit hati.
C. Kehidupan selanjutnya
Setelah Dasarata wafat, Kekayi mulai menyesali tindakannya dan memarahi dirinya sendiri
atas kematian Sang Raja. Rakyat Ayodhya pun marah dan menghujat Kekayi. Bharata juga marah
dan berkata bahwa ia tidak akan menyebut Kekayi sebagai ibunya lagi. Pelayan Kekayi yang
bernama Mantara hendak dibunuh oleh Satrugna karena menghasut Kekayi dengan lidahnya yang
tajam, namun ia diampuni oleh Rama.
Setelah Rama menghabiskan masa pengasingannya di hutan selama 14 tahun, Kekayi dan Bharata
menyambutnya dan merestui Rama untuk menjadi raja.
1.6. Sumitra
Sumitra (bahasa Sanskerta: सुममत्रा, Sumitrā) adalah seorang tokoh dalam wiracarita
Ramayana. Ia adalah salah seorang istri prabu Dasarata dan merupakan ibu dari Laksamana dan
Satrugna. Didalam cerita ini sumitra tidak terlalu berperan sangat penting. Jadi tidak banyak yang
bias kami ceritakan.
1.7. Bharata
Bharata (Sanskerta: भरट; Bharaṭa) adalah tokoh protagonis dari wiracarita Ramayana. Ia
adalah putera prabu Dasarata dengan permaisuri Kekayi, dan merupakan adik Rama. Konon
Bharata adalah raja dari golongan Suryawangsa yang sangat baik dan bijaksana setelah Rama.
Menurut pandangan Hindu, Bharata lahir dari aspek Sudarshana Chakra yang terletak di tangan
kanan Dewa Wisnu.
A. Kelahiran dan keluarga
Bharata merupakan putera dari Kekayi, istri ketiga Raja Dasarata dari Ayodhya. Ia
memiliki tiga saudara lelaki, yang sulung bernama Rama dari permaisuri Kosalya, dan yang
bungsu adalah si kembar Laksmana dan Satrugna dari permaisuri Sumitra. Bersama dengan
saudaranya yang lain, Bharata dididik oleh Resi Wasistha. Meskipun Ramayana mendeskripsikan
bahwa keempat putera Dasarata tersebut saling menyayangi satu sama lain, umumnya Satrugna
cenderung dekat dengan Bharata sementara Laksmana dekat dengan Rama. Saat Bharata dewasa,
ia menikah dengan Mandawi yang merupakan saudara sepupu Sita, dan juga merupakan puteri
saudara Raja Janaka yang bernama Kusadwaja. Dengan Mandawi, Bharata memiliki dua putera
bernama Taksa dan Puskala.
B. Pembuangan Rama
Dalam Ramayana diceritakan bahwa Dewi Kekayi memohon agar Prabu Dasarata
menyerahkan tahta kerajaan kepada Bharata, walaupun sebenarnya Dasarata hendak
menyerahkannya kepada Rama. Bharata tidak mengetahui hal tersebut dan sedang menginap di
rumah pamannya di Kerajaan Kekaya yang jauh dari Ayodhya. Ketika Bharata pulang ke Ayodhya
atas desakan para menterinya, ia mendapati bahwa Rama pergi meninggalkan kerajaan bersama
Sita dan Laksmana. Mengetahui hal tersebut, ia bertanya kepada ibunya, yaitu Kekayi. Kekayi
kemudian menjelaskan bahwa Bharata-lah yang kini berhak menjadi raja setelah Dasarata wafat.
Karena mengetahui usaha kejam yang dilakukan ibunya agar Dasarata mengusir Rama,
Bharata marah dan tidak bersedia untuk memerintah kerajaan ayahnya. Lalu ia menyusul Rama ke
hutan. Di hutan, Rama menolak untuk kembali ke istana sebagai pewaris kerajaan, dan berjanji
setelah 14 tahun ia akan kembali lagi dan memerintah kerajaan. Ia menasihati Bharata agar mau
memerintah Ayodhya dengan bijaksana. Kemudian Bharata kembali ke istana sambil membawa
sandal Rama. Di atas singasana, ia meletakkan sandal Rama sebagai lambang bahwa ia memimpin
kerajaan atas nama Rama.
C. Pemerintahan
Menurut catatan sejarah dalam susastra Hindu, Bharata memerintah dua wilayah di wilayah
Asia Tengah, Barat dan Selatan. Di Asia Selatan atau Anakbenua India, pusat pemerintahannya
terkenal sebagai Ayodhya, sedangkan di Asia Barat dan Tengah, wilayah kekuasaannya berpusat
di Takshshila atau Takshshiladesa.
D. Pemerintahan di Ayodhya
Saat Rama mengasingkan diri di hutan selama 14 tahun, Bharata memerintah Ayodhya. Ia
meletakkan sandal Rama sebagai lambang bahwa ia memerintah atas nama Rama. Selama Bharata
memerintah, Ayodhya menjadi makmur dan sejahtera. Selama itu pula, Bharata merindukan
kedatangan Rama. Ia masih tidak bisa mema'afkan Kekayi yang telah membuang Rama, namun ia
sangat menyayangi Kosalya dan Sumitra yang merupakan ibu tirinya.
E. Pemerintahan di Takshshila
Menurut susastra Hindu, Bharata menaklukkan suku Gandharwa dan membangun kerajaan
baru yang mana di masa sekarang meliputi wilayah Punjab, Pakistan, Afganistan, dan sebagian
wilayah Asia Tengah. Konon ibukota Uzbekistan yang disebut Tashkent berasal dari kata
"Takshishila." Di zaman sekarang, kota di India yang bernama Takshila menjadi bukti
pemerintahan Bharata.
F. Kembalinya Rama
Setelah Rama menjalani masa pembuangan selama 14 tahun, ia kembali ke Ayodhya
bersama dengan Sita, Laksmana, Hanoman, dan para wanara. Rama mengutus Hanoman untuk
memperingatkan Bharata agar segera menyiapkan upacara penyambutan. Saat Rama hendak
menobatkan Yuwaraja kepada Laksmana karena kesetiaannya selama mereka hidup di hutan,
Laksmana menolak hadiah tersebut dan berkata bahwa Bharata lebih pantas mendapatkannya
mengingat kebajikannya sangat tinggi untuk mewakili Rama memerintah di Ayodhya.
G. Ahir riwayat
Pada saat Rama hendak pensiun dari pemerintahannya sebagai Raja Ayodhya, Bharata dan
Satrugna mengikuti jejaknya. Ketika Rama pergi ke tengah sungai Sarayu, ia berubah wujud
menjadi Mahawisnu. Bharata dan Satrugna menyusulnya ke tengah sungai, kemudian mereka
bersatu dengan tubuh Mahawisnu.
1.8. Laksmana
L
a
k
s
Menurut kitab Purana, Laksmana merupakan penitisan Sesa. Shesha adalah ular yang
m
mengabdi kepada Dewa Wisnu dan menjadi ranjang ketika Wisnu beristirahat di lautan susu.
a
Shesha menitis pada setiap awatara Wisnu dan menjadi pendamping setianya. Dalam Ramayana,
n
ia menitis kepada Laksmana sedangkan dalam Mahabharata, ia menitis kepada Baladewa.
a

H
Y
A. Keluarga
Laksmana merupakan putera ketiga Raja Dasarata yang bertahta di kerajaan Kosala,
dengan ibukota Ayodhya. Kakak sulungnya bernama Rama, kakak keduanya bernama Bharata,
dan adiknya sekaligus kembarannya bernama Satrugna. Di antara saudara-saudaranya, Laksmana
memiliki hubungan yang sangat dekat terhadap Rama. Mereka bagaikan duet yang tak terpisahkan.
Ketika Rama menikah dengan Sita, Laksmana juga menikahi adik Dewi Sita yang bernama
Urmila.
B. Hubungan dengan Rama
Meskipun keempat putera Raja Dasarata saling menyayangi satu sama lain, namun
Satrugna lebih cenderung dekat terhadap Bharata, sedangkan Laksmana cenderung dekat terhadap
Rama. Saat Resi Wiswamitra datang meminta bantuan Rama agar mengusir para raksasa di hutan
Dandaka, Laksmana turut serta dan menambah pengalaman bersama kakaknya. Di hutan mereka
membunuh banyak rakshasa dan melindungi para resi. Bisa dikatakan bahwa Laksmana selalu
berada di sisi Rama dan selalu berbakti kepadanya dalam setiap petualangan Rama dalam
Ramayana.
C. Masa pembuangan
Saat Rama dibuang ke hutan karena tuntutan permaisuri Kekayi, Laksmana mengikutinya
bersama Sita. Ketika Bharata datang menyusul Rama ke dalam hutan dengan angkatan perang
Ayodhya, Laksmana mencurigai kedatangan Bharata dan bersiap-siap untuk melakukan serangan.
Rama yang mengetahui maksud kedatangan Bharata menyuruh Laksmana agar menahan nafsunya
dan menjelaskan bahwa Bharata tidak mungkin menyerang mereka di hutan, malah sebaliknya
Bharata ingin agar Rama kembali ke Ayodhya. Setelah mendengar penjelasan Rama, Laksmana
menjadi sadar dan malu.
Selama masa pembuangan, Laksmana membuat pondok untuk Rama dan Sita. Ia juga
melindungi mereka di saat malam sambil berbincang-bincang dengan para pemburu di hutan.
Ketika seorang raksasi bernama Surpanaka hendak menyergap Sita, Laksmana bertindak dan
pedangnya melukai hidung Surpanaka. Kemudian Surpanaka lari dan mengadu kepada saudara-
saudaranya.

D. Laksmana Rekha
Ketika Sita meminta Rama untuk menangkap kijang kencana yang diidamkannya, Rama
menyuruh Laksmana untuk melindungi Sita dan tidak membiarkannya berada di pondok sendirian.
Kijang kencana tersebut merupakan penjelmaan rakshasa Marica, yang memancing Rama agar ia
menjauh dari pondok sehingga memudahkan Rahwana untuk menculik Sita. Saat Rama memanah
kijang kencana tersebut, hewan itu berubah menjadi rakshasa Marica, dan mengerang dengan suara
keras. Sita yang merasa cemas, menyuruh Laksmana agar menyusul kakaknya ke hutan. Karena
teguh dengan tugasnya untuk melindungi Sita, Laksmana menolak secara halus. Kemudian Sita
berprasangka bahwa Laksmana memang ingin membiarkan kakaknya mati di hutan sehingga
apabila Sita menjadi janda, maka Laksmana akan menikahinya. Mendengar perkataan Sita,
Laksmana menjadi sakit hati dan bersedia menyusul Rama, namun sebelumnya ia membuat garis
pelindung dengan anak panahnya agar makhluk jahat tidak mampu meraih Sita. Garis pelindung
tersebut bernama Laksmana Rekha, dan sangat ampuh melindungi seseorang yang berada di
dalamnya, selama ia tidak keluar dari garis tersebut.
Saat Laksmana meinggalkan Sita sendirian, rakshasa Rahwana yang menyamar sebagai
seorang brahmana muncul dan meminta sedikit air kepada Sita. Karena Rahwana tidak mampu
meraih Sita yang berada dalam Lakshmana Rekha, maka ia meminta agar Sita mengulurkan
tangannya. Pada saat tangan Rahwana memegang tangan Sita, ia segera menarik Sita keluar dari
garis pelindung dan menculiknya. Rama yang sangat mencintai Sita, menelusuri hutan Dandaka
demi mencari jejaknya. Selama masa pencarian tersebut, Laksmana dengan setia membantu Rama.
1.9. Hanoman
Hanoman (Sanskerta: हनुमान् ; Hanumān) atau Hanumat (Sanskerta: हनुमत् ; Hanumat), juga
disebut sebagai Anoman, adalah salah satu dewa dalam kepercayaan agama Hindu, sekaligus
tokoh protagonis dalam wiracarita Ramayana yang paling terkenal. Ia adalah seekor kera putih dan
merupakan putera Batara Bayu dan Anjani, saudara dari Subali dan Sugriwa. Menurut kitab Serat
Pedhalangan, tokoh Hanoman sebenarnya memang asli dari wiracarita Ramayana, namun dalam
pengembangannya tokoh ini juga kadangkala muncul dalam serial Mahabharata, sehingga menjadi
tokoh antar zaman. Di India, hanoman dipuja sebagai dewa pelindung dan beberapa kuil
didedikasikan untuk memuja dirinya.

A. Kelahiran
Hanoman lahir pada masa Tretayuga sebagai putera Anjani, seekor wanara wanita. Dahulu
Anjani sebetulnya merupakan bidadari, bernama Punjikastala. Namun karena suatu kutukan, ia
terlahir ke dunia sebagai wanara wanita. Kutukan tersebut bisa berakhir apabila ia melahirkan
seorang putera yang merupakan penitisan Siwa. Anjani menikah dengan Kesari, seekor wanara
perkasa. Bersama dengan Kesari, Anjani melakukan tapa ke hadapan Siwa agar Siwa bersedia
menjelma sebagi putera mereka. Karena Siwa terkesan dengan pemujaan yang dilakukan oleh
Anjani dan Kesari, ia mengabulkan permohonan mereka dengan turun ke dunia sebagai Hanoman.
Salah satu versi menceritakan bahwa ketika Anjani bertapa memuja Siwa, di tempat lain,
Raja Dasarata melakukan Putrakama Yadnya untuk memperoleh keturunan. Hasilnya, ia
menerima beberapa makanan untuk dibagikan kepada tiga istrinya, yang di kemudian hari
melahirkan Rama, Laksmana, Bharata dan Satrugna. Atas kehendak dewata, seekor burung
merenggut sepotong makanan tersebut, dan menjatuhkannya di atas hutan dimana Anjani sedang
bertapa. Bayu, Sang dewa angin, mengantarkan makanan tersebut agar jatuh di tangan Anjani.
Anjani memakan makanan tersebut, lalu lahirlah Hanoman.
Salah satu versi mengatakan bahwa Hanoman lahir secara tidak sengaja karena hubungan
antara Bayu dan Anjani. Diceritakan bahwa pada suatu hari, Dewa Bayu melihat kecantikan
Anjani, kemudian ia memeluknya. Anjani marah karena merasa dilecehkan. Namun Dewa Bayu
menjawab bahwa Anjani tidak akan ternoda oleh sentuhan Bayu. Ia memeluk Anjani bukan di
badannya, namun di dalam hatinya. Bayu juga berkata bahwa kelak Anjani akan melahirkan
seorang putera yang kekuatannya setara dengan Bayu dan paling cerdas di antara para wanara.
Sebagai putera Anjani, Hanoman dipanggil Anjaneya (diucapkan "Aanjanèya"), yang secara
harfiah berarti "lahir dari Anjani" atau "putera Anjani".
B. Masa kecil
Pada saat Hanoman masih kecil, ia mengira matahari adalah buah yang bisa dimakan,
kemudian terbang ke arahnya dan hendak memakannya. Dewa Indra melihat hal itu dan menjadi
cemas dengan keselamatan matahari. Untuk mengantisipasinya, ia melemparkan petirnya ke arah
Hanoman sehingga kera kecil itu jatuh dan menabrak gunung. Melihat hal itu, Dewa Bayu menjadi
marah dan berdiam diri. Akibat tindakannya, semua makhluk di bumi menjadi lemas. Para Dewa
pun memohon kepada Bayu agar menyingkirkan kemarahannya. Dewa Bayu menghentikan
kemarahannya dan Hanoman diberi hadiah melimpah ruah. Dewa Brahma dan Dewa Indra
memberi anugerah bahwa Hanoman akan kebal dari segala senjata, serta kematian akan datang
hanya dengan kehendaknya sendiri. Maka dari itu, Hanoman menjadi makhluk yang abadi atau
Chiranjiwin.
C. Pertemuan dengan Rama
Pada saat melihat Rama dan Laksmana datang ke Kiskenda, Sugriwa merasa cemas. Ia
berpikir bahwa mereka adalah utusan Subali yang dikirim untuk membunuh Sugriwa. Kemudian
Sugriwa memanggil prajurit andalannya, Hanoman, untuk menyelidiki maksud kedatangan dua
orang tersebut. Hanoman menerima tugas tersebut kemudian ia menyamar menjadi brahmana dan
mendekati Rama dan Laksmana.
Saat bertemu dengan Rama dan Laksmana, Hanoman merasakan ketenangan. Ia tidak
melihat adanya tanda-tanda permusuhan dari kedua pemuda itu. Rama dan Laksmana juga terkesan
dengan etika Hanoman. Kemudian mereka bercakap-cakap dengan bebas. Mereka menceritakan
riwayat hidupnya masing-masing. Rama juga menceritakan keinginannya untuk menemui
Sugriwa. Karena tidak curiga lagi kepada Rama dan Laksmana, Hanoman kembali ke wujud
asalnya dan mengantar Rama dan Laksmana menemui Sugriwa.
D. Petualangan mencari Sita
Dalam misi membantu Rama mencari Sita, Sugriwa mengutus pasukan wanara-nya agar
pergi ke seluruh pelosok bumi untuk mencari tanda-tanda keberadaan Sita, dan membawanya ke
hadapan Rama kalau mampu. Pasukan wanara yang dikerahkan Sugriwa dipimpin oleh Hanoman,
Anggada, Nila, Jembawan, dan lain-lain. Mereka menempuh perjalanan berhari-hari dan
menelusuri sebuah gua, kemudian tersesat dan menemukan kota yang berdiri megah di dalamnya.
Atas keterangan Swayampraba yang tinggal di sana, kota tersebut dibangun oleh arsitek Mayasura
dan sekarang sepi karena Maya pergi ke alam para Dewa. Lalu Hanoman menceritakan maksud
perjalanannya dengan panjang lebar kepada Swayampraba. Atas bantuan Swayampraba yang
sakti, Hanoman dan wanara lainnya lenyap dari gua dan berada di sebuah pantai dalam sekejap.
Di pantai tersebut, Hanoman dan wanara lainnya bertemu dengan Sempati, burung raksasa
yang tidak bersayap. Ia duduk sendirian di pantai tersebut sambil menunggu bangkai hewan untuk
dimakan. Karena ia mendengar percakapan para wanara mengenai Sita dan kematian Jatayu,
Sempati menjadi sedih dan meminta agar para wanara menceritakan kejadian yang sebenarnya
terjadi. Anggada menceritakan dengan panjang lebar kemudian meminta bantuan Sempati. Atas
keterangan Sempati, para wanara tahu bahwa Sita ditawan di sebuah istana yang teretak di
Kerajaan Alengka. Kerajaan tersebut diperintah oleh raja raksasa bernama Rahwana. Para wanara
berterima kasih setelah menerima keterangan Sempati, kemudian mereka memikirkan cara agar
sampai di Alengka.
d.1. Pergi ke Alengka
Karena bujukan para wanara, Hanoman teringat akan kekuatannya dan terbang
menyeberangi lautan agar sampai di Alengka. Setelah ia menginjakkan kakinya di sana, ia
menyamar menjadi monyet kecil dan mencari-cari Sita. Ia melihat Alengka sebagai benteng
pertahanan yang kuat sekaligus kota yang dijaga dengan ketat. Ia melihat penduduknya
menyanyikan mantra-mantra Weda dan lagu pujian kemenangan kepada Rahwana. Namun tak
jarang ada orang-orang bermuka kejam dan buruk dengan senjata lengkap. Kemudian ia datang ke
istana Rahwana dan mengamati wanita-wanita cantik yang tak terhitung jumlahnya, namun ia tidak
melihat Sita yang sedang merana. Setelah mengamati ke sana-kemari, ia memasuki sebuah taman
yang belum pernah diselidikinya. Di sana ia melihat wanita yang tampak sedih dan murung yang
diyakininya sebagai Sita.
Kemudian Hanoman melihat Rahwana merayu Sita. Setelah Rahwana gagal dengan
rayuannya dan pergi meninggalkan Sita, Hanoman menghampiri Sita dan menceritakan maksud
kedatangannya. Mulanya Sita curiga, namun kecurigaan Sita hilang saat Hanoman menyerahkan
cincin milik Rama. Hanoman juga menjanjikan bantuan akan segera tiba. Hanoman menyarankan
agar Sita terbang bersamanya ke hadapan Rama, namun Sita menolak. Ia mengharapkan Rama
datang sebagai ksatria sejati dan datang ke Alengka untuk menyelamatkan dirinya. Kemudian
Hanoman mohon restu dan pamit dari hadapan Sita. Sebelum pulang ia memporak-porandakan
taman Asoka di istana Rahwana. Ia membunuh ribuan tentara termasuk prajurit pilihan Rahwana
seperti Jambumali dan Aksha. Akhirnya ia dapat ditangkap Indrajit dengan senjata Brahma Astra.
Senjata itu memilit tubuh hanoman. Namun kesaktian Brahma Astra lenyap saat tentara raksasa
menambahkan tali jerami. Indrajit marah bercampur kecewa karena Brahma Astra bisa dilepaskan
Hanoman kapan saja, namun Hanoman belum bereaksi karena menunggu saat yang tepat.
d.2. Terbakarnya Alengka
Ketika Rahwana hendak memberikan hukuman mati kepada Hanoman, Wibisana membela
Hanoman agar hukumannya diringankan, mengingat Hanoman adalah seorang utusan. Kemudian
Rahwana menjatuhkan hukuman agar ekor Hanoman dibakar. Melihat hal itu, Sita berdo'a agar
api yang membakar ekor Hanoman menjadi sejuk. Karena do'a Sita kepada Dewa Agni terkabul,
api yang membakar ekor Hanoman menjadi sejuk. Lalu ia memberontak dan melepaskan Brahma
Astra yang mengikat dirinya. Dengan ekor menyala-nyala seperti obor, ia membakar kota Alengka.
Kota Alengka pun menjadi lautan api. Setelah menimbulkan kebakaran besar, ia menceburkan diri
ke laut agar api di ekornya padam. Penghuni surga memuji keberanian Hanoman dan berkata
bahwa selain kediaman Sita, kota Alengka dilalap api. Dengan membawa kabar gembira,
Hanoman menghadap Rama dan menceritakan keadaan Sita. Setelah itu, Rama menyiapkan
pasukan wanara untuk menggempur Alengka
E. Pertempuran besar
Dalam pertempuran besar antara Rama dan Rahwana, Hanoman membasmi banyak tentara
rakshasa. Saat Rama, Laksmana, dan bala tentaranya yang lain terjerat oleh senjata Nagapasa yang
sakti, Hanoman pergi ke Himalaya atas saran Jembawan untuk menemukan tanaman obat. Karena
tidak tahu persis bagaimana ciri-ciri pohon yang dimaksud, Hanoman memotong gunung tersebut
dan membawa potongannya ke hadapan Rama. Setelah Rama dan prajuritnya pulih kembali,
Hanoman melanjutkan pertarungan dan membasmi banyak pasukan rakshasa.
F. Kehidupan selanjutnya
Setelah pertempuran besar melawan Rahwana berakhir, Rama hendak memberikan hadiah
untuk Hanoman. Namun Hanoman menolak karena ia hanya ingin agar Sri Rama bersemayam di
dalam hatinya. Rama mengerti maksud Hanoman dan bersemayam secara rohaniah dalam
jasmaninya. Akhirnya Hanoman pergi bermeditasi di puncak gunung mendo'akan keselamatan
dunia.
Pada zaman Dwapara Yuga, Hanoman bertemu dengan Bima dan Arjuna dari lingkungan
keraton Hastinapura. Dari pertemuannya dengan Hanoman, Arjuna menggunakan lambang
Hanoman sebagai panji keretanya pada saat Bharatayuddha.
1.10. Sugriwa
Sugriwa (Sanskerta: सुग्रीव; Sugrīva) adalah seorang tokoh protagonis dalam wiracarita
Ramayana. Ia adalah seorang raja kera dan merupakan seekor wanara. Ia tinggal di Kerajaan
Kiskenda bersama kakaknya yang bernama Subali. Ia adalah teman Sri Rama dan membantunya
memerangi Rahwana untuk menyelamatkan Sita. Nama Sugriwa dalam bahasa Sanskerta
(Sugrīva) artinya adalah "leher yang tampan".
A. Perebutan kekuasaan
Pada suatu ketika, rakshasa bernama Mayawi datang ke Kiskenda untuk menantang
berkelahi dengan Subali. Subali yang tidak pernah menolak jika ditantang berkelahi menyerang
Mayawi dan diikuti oleh Sugriwa. Melihat lawannya ada dua orang, raksasa tersebut lari ke sebuah
gua besar. Subali mengikuti raksasa tersebut dan menyuruh Sugriwa menunggu di luar. Beberapa
lama kemudian, Sugriwa mendengar suara teriakan diiringi dengan darah segar yang mengalir
keluar. Karena mengira bahwa Subali telah tewas, Sugriwa menutup gua tersebut dengan batu
yang sangat besar agar sang raksasa tidak bisa keluar. Kemudian Sugriwa kembali ke Kiskenda
dan didesak untuk menjadi raja karena Subali telah dianggap tewas.
Saat Sugriwa menikmati masa-masa kekuasaannya, Subali datang dan marah besar karena
Sugriwa telah mengurungnya di dalam gua. Merasa bahwa ia dikhianati, Subali mengusir Sugriwa
jauh-jauh dan merebut istrinya pula. Sugriwa dengan rendah hati minta ma'af kepada Subali,
namun permohonan ma’afnya tidak diterima Subali. Akhirnya Subali menjadi raja Kiskenda
sedangkan Sugriwa beserta pengikutnya yang setia bersembunyi di sebuah daerah yang dekat
dengan asrama Resi Matanga, dimana Subali tidak akan berani untuk menginjakkan kakinya di
daerah itu.
B. Persahabatan dengan Rama
Dalam masa petualangan mencari Sita, Rama dan Laksmana menyeberangi sungai Pampa
dan pergi ke gunung Resyamuka, sampai akhirnya tiba di kediaman para wanara. Sugriwa takut
saat melihat Rama dan Laksmana sedang mencari-cari sesuatu, karena ia berpikir bahwa mereka
adalah utusan Subali yang dikirim untuk mencari dan membunuh Sugriwa. Kemudian Sugriwa
mengutus keponakannya yang bernama Hanoman untuk menyelidiki kedatangan Rama dan
Laksmana. Setelah mengetahui bahwa Rama dan Laksmana adalah orang baik, Hanoman
mempersilakan mereka untuk menemui Sugriwa. Di hadapan Rama, Sugriwa menceritakan
masalah dan masa lalunya. Sugriwa juga mengutarakan permohonannya untuk merebut istri dan
kerajaannya kembali. Akhirnya Rama dan Sugriwa menjalin persahabatan dan berjanji akan saling
membantu satu sama lain. Setelah menyusun suatu rencana, mereka datang ke Kiskenda.
Di pintu gerbang istana Kiskenda, Sugriwa berteriak menantang Subali. Karena merasa
marah, Subali keluar dan bertarung dengan Sugriwa. Setelah petarungan sengit berlangsung
beberapa lama, Sugriwa makin terdesak sementara Subali makin garang. Akhirnya Rama muncul
untuk menolong Sugriwa dengan melepaskan panah saktinya ke arah Subali. Panah sakti tersebut
menembus dada Subali yang sekeras intan kemudian membuatnya jatuh tak berkutik. Saat sedang
sekarat, Subali memarahi Rama yang mencampuri urusannya. Ia juga berkata bahwa Rama tidak
mengetahui sikap seorang ksatria. Rama tersenyum mendengar penghinaan Subali kemudian
menjelaskan bahwa andai saja Subali tidak bersalah, tentu panah yang dilepaskan Rama tidak akan
menembus tubuhnya, melainkan akan menjadi bumerang bagi Rama. Setelah mendengar
penjelasan Rama, Subali sadar akan dosa dan kesalahannya terhadap adiknya. Akhirnya ia
merestui Sugriwa menjadi Raja Kiskenda serta menitipkan anaknya yang bernama Anggada untuk
dirawat oleh Sugriwa. Tak berapa lama kemudian, Subali menghembuskan napas terakhirnya.
C. Usaha penyelamatan Sita
Setelah Subali wafat, Sugriwa bersenang-senang di istana Kiskenda, sementara Rama dan
Laksmana menunggu kabar dari Sugriwa di sebuah gua. Karena sudah lama menunggu, Rama
mengutus Laksmana untuk memperingati Sugriwa agar memenuhi janjinya menolong Sita. Tiba
di pintu gerbang Kiskenda, Sugriwa yang diwakili Hanoman meminta ma'af kepada Rama karena
melupakan janji mereka untuk mencari Sita. Akhirnya Sugriwa mengerahkan prajuritnya yang
terbaik untuk menjelajahi bumi demi menemukan Sita. Prajurit pilihan Sugriwa terdiri dari
Hanoman, Nila, Jembawan, Anggada, Gandamadana, dan lain-lain. Mereka menjelajahi daerah
selatan India dan sampai di sebuah pantai. Atas petunjuk Sempati, Hanoman terbang ke Alengka
dan mendapati bahwa Sita ada di sana dan ditawan oleh Rahwana. Saat berita tersebut sampai ke
Kiskenda, Sugriwa langsung mengerahkan tentara wanaranya untuk menggempur Alengka dan
membunuh Rahwana. Ketika perjalanan tentaranya terhambat di tepi pantai, Sugriwa
mengerahkan prajurit-prajuritnya untuk membangun sebuah jembatan besar yang diberi nama
"Situbanda". Akhirnya saat sampai di Alengka, Sugriwa bersama prajurit wanara lainnya
membunuh para prajurit andalan Rahwana.
Setelah perang antara Rama dan Rahwana selesai, Sugriwa beserta para wanara dari
Kiskenda diundang ke Ayodhya. Di sana mereka diberi tanda penghargaan atas jasa-jasanya. Atas
anugerah Dewa Indra, para wanara yang gugur di medan perang hidup kembali.
1.11. Rahwana
Dalam mitologi Hindu, Rahwana (Devanagari: रावण, IAST Rāvaṇa; kadangkala
dialihaksarakan sebagai Raavana dan Ravan atau Revana) adalah tokoh utama yang bertentangan
terhadap Rama dalam Sastra Hindu, Ramayana. Dalam kisah, ia merupakan Raja Alengka,
sekaligus Rakshasa atau iblis, ribuan tahun yang lalu. Rawana dilukiskan dalam kesenian dengan
sepuluh kepala, menunjukkan bahwa ia memiliki pengetahuan dalam Weda dan sastra. Karena
punya sepuluh kepala ia diberi nama "Dasamukha" (दशमुख, bermuka sepuluh), "Dasagriva"
(दशग्रीव, berleher sepuluh) dan "Dasakanta" (दशकण्ठ, berkerongkongan sepuluh). Ia juga
memiliki dua puluh tangan, menunjukkan kesombongan dan kemauan yang tak terbatas. Ia juga
dikatakan sebagai ksatria besar.
A. Asal-usul
Ibu Rahwana bernama Kaikesi, seorang puteri Raja Detya bernama Sumali. Sumali
memperoleh anugerah dari Brahma sehingga ia mampu menaklukkan para raja dunia. Sumali
berpesan kepada Kekasi agar ia menikah dengan orang yang istimewa di dunia. Di antara para resi,
Kekasi memilih Wisrawa sebagai pasangannya. Wisrawa memperingati Kekasi bahwa bercinta di
waktu yang tak tepat akan membuat anak mereka menjadi jahat, namun Kekasi menerimanya
meskipun diperingatkan demikian. Akhirnya, Rahwana lahir dengan kepribadian setengah
brahmana, setengah rakshasa. Saat lahir, Rahwana diberi nama "Dasanana" atau "Dasagriwa", dan
konon ia memiliki sepuluh kepala. Beberapa alasan menjelaskan bahwa sepuluh kepala tersebut
adalah pantulan dari permata pada kalung yang diberikan ayahnya sewaktu lahir, atau ada yang
menjelaskan bahwa sepuluh kepala tersebut adalah simbol bahwa Rahwana memiliki kekuatan
sepuluh tokoh tertentu.
B. Tapa kepada Brahma
Saat masih muda, Rahwana mengadakan tapa memuja Dewa selama bertahun-tahun.
Karena berkenan dengan pemujaannya, brahma muncul dan mempersilakan Rahwana mengajukan
permohonan. Mendapat kesempatan tersebut, Rahwana memohon agar ia hidup abadi, namun
permohonan tersebut ditolak oleh Brahma. Sebagai gantinya, Rahwana memohon agar ia kebal
terhadap segala serangan dan selalu unggul di antara para dewa, makhluk surgawi, rakshasa, detya,
danawa, segala naga dan makhluk buas. Karena menganggap remeh manusia, ia tidak memohon
agar unggul terhadap mereka. Mendengar permohonan tersebut, Brahma mengabulkannya, dan
menambahkan kepandaian menggunakan senjata dewa dan ilmu sihir.
C. Raja Alengka
Setelah memperoleh anugerah Brahma, Rahwana mencari kakeknya, Sumali, dan
memintanya kuasa untuk memimpin tentaranya. Kemudian ia melancarkan serangannya menuju
Alengka. Alengka merupakan kota yang permai, diciptakan oleh seorang arsitek para dewa
bernama Wiswakarma untuk Kubera, Dewa kekayaan. Kubera juga merupakan putera Wisrawa,
dan bermurah hati untuk membagi segala miliknya kepada anak-anak Kekasi. Namun Rahwana
menuntut agar seluruh Alengka menjadi miliknya, dan mengancam akan merebutnya dengan
kekerasan. Wisrawa menasihati Kubera agar memberikannya, sebab sekarang Rahwana tak
tertandingi.
Ketika Rahwana merampas Alengka untuk memulai pemerintahannya, ia dipandang
sebagai pemimpin yang sukses dan murah hati. Alengka berkembang di bawah pemerintahannya.
Konon rumah yang paling miskin sekalipun memiliki kendaraan dari emas dan tidak ada kelaparan
di kerajaan tersebut.
D. Bakti kepada Siwa
Setelah keberhasilannya di Alengka, Rahwana mendatangi Dewa Siwa di kediamannya di
gunung Kailasha. Tanpa disadari, Rahwana mencoba mencabut gunung tersebut dan
memindahkannya sambil main-main. Siwa yang merasa kesal dengan kesombongan Rahwana,
menekan Kailasha dengan jari kakinya, sehingga Rahwana tertindih pada waktu itu juga.
Kemudian Gana datang untuk memberitahu Rahwana, pada siapa ia harus bertobat. Lalu Rahwana
menciptakan dan menyanyikan lagu-lagu pujian kepada Siwa, dan konon ia melakukannya selama
bertahun-tahun, sampai Siwa membebaskannya dari hukuman. Terkesan dengan keberanian dan
kesetiaannya, Siwa memberinya kekuatan tambahan, khususnya pemberian hadiah berupa
Chandrahasa (pedang-bulan), pedang yang tak terkira kuatnya. Selanjutnya Rahwana menjadi
pemuja Siwa seumur hidup. Rahwana terkenal dengan tarian pemujaannya kepada Siwa yang
bernama "Shiva Tandava Stotra". Semenjak peristiwa tersebut ia memperoleh nama 'Rahwana',
berarti "(Ia) Yang raungannya dahsyat", diberikan kepadanya oleh Siwa – konon bumi sempat
berguncang saat Rahwana menangis kesakitan karena ditindih gunung.
E. Raja di tiga dunia
Dengan kekuatan yang diperolehnya, Rahwana melakukan penyerangan untuk
menaklukkan ras manusia, makhluk jahat (asura – rakshasa – detya – danawa), dan makhluk
surgawi. Setelah menaklukkan Patala (dunia bawah tanah), ia mengangkat Ahirawan sebagai raja.
Rahwana sendiri menguasai ras asura di tiga dunia. Karena tidak mampu mengalahkan Wangsa
Niwatakawaca dan Kalakeya, ia menjalin persahabatan dengan mereka. Setelah menaklukkan para
raja dunia, ia mengadakan upacara yang layak dan dirinya diangkat sebagai Maharaja.
Oleh karena itu Kubera telah menghina tindakan Rahwana yang kejam dan tamak,
Rahwana mengerahkan pasukannya menyerbu kediaman para dewa, dan menaklukkan banyak
dewa. Lalu ia mencari Kubera dan menyiksanya secara khusus. Dengan kekuatannya, ia
menaklukkan banyak dewa, makhluk surgawi, dan bangsa naga.

F. Istri dan wanita


Selain terkenal sebagai penakluk tiga dunia, Rahwana juga terkenal akan petualangannya
menaklukkan para wanita. Rahwana memiliki banyak istri, yang paling terkenal adalah
Mandodari, putera Mayasura dengan seorang bidadari bernama Hema. Ramayana
mendeskripsikan bahwa istana Rahwana dipenuhi oleh para wanita cantik yang berasal dari
berbagai penjuru dunia. Dalam Ramayana juga dideskripsikan bahwa di Alengka, semua wanita
merasa beruntung apabila Rahwana menikahinya. Dua legenda terkenal menceritakan kisah
pertemuan Rahwana dengan wanita istimewa.
Wanita istimewa pertama adalah Wedawati, seorang pertapa wanita. Wedawati
mengadakan pemujaan ke hadapan Wisnu agar ia diterima menjadi istrinya. Ketika Rahwana
melihat kecantikan Wedawati, hatinya terpikat dan ingin menikahinya. Ia meminta Wedawati
untuk menghentikan pemujaannya dan ia merayu Wedawati agar bersedia untuk menikahinya.
Karena Wedawati menolak, Rahwana mencoba untuk melarikannya. Kemudian Wedawati
bersumpah bahwa ia akan lahir kembali sebagai penyebab kematian Rahwana. Setelah berkata
demikian, Wedawati membuat api unggun dan menceburkan diri ke dalamnya. Bertahun-tahun
kemudian ia bereinkarnasi sebagai Sita, yang diculik oleh Rahwana sehingga Rama turun tangan
dan membunuh Rahwana.
G. Penculikan Sita
Setelah pos jaga para raksasa di Yanasthana dihancurkan oleh Rama dan Laksmana, berita
tersebut disampaikan kepada Rahwana. Menteri Rahwana yang bernama Akampana menyarankan
agar Rahwana mau menculik Sita, namun niat tersebut ditolak oleh Marica. Setelah adik
perempuan Rahwana yang bernama Surpanaka mengadu bahwa dua orang kesatria telah
melukainya, Rahwana marah besar. Ia segera menuju ke kediaman Marica untuk meminta bantuan,
tanpa memedulikan nasehat baik dari Marica. Setelah rencana disusun, Marica menyamar menjadi
kijang kencana untuk mengalihkan perhatian Rama, sedangkan Rahwana menyamar menjadi
seorang brahmana tua yang lemah. Ketika Rama dan Laksmana berada jauh, Rahwana segera
menjangkau Sita, dan setelah itu Sita dibawa kabur. Sita disekap di taman Asoka, letaknya di dalam
lingkungan istana Rahwana di kerajaan Alengka. Di sana, Rahwana berkali-kali mencoba merayu
Sita namun tidak pernah berhasil.
H. Pertempuran dan kematian
Tindakan Rahwana mengundang kemarahan Rama. Dengan bantuan dari raja wanara
bernama Sugriwa, Rama menggempur Alengka. Untuk mengantisipasi serangan Rama, Rahwana
mengirimkan pasukan terbaiknya yang dipimpin oleh raksasa-raksasa kuat. Serangan pertama
dilakukan oleh Hanoman pada saat ia datang ke Alengka sebagai mata-mata untuk menemui Sita.
Dalam pertempuran tersebut, putera Rahwana yang bernama Aksayakumara gugur. Dalam
pertempuran selanjutnya, para menteri dan kerabat Rahwana gugur satu persatu, termasuk Indrajit
putera Rahwana dan Kumbakarna adik Rahwana.
Pada hari pertempuran terakhir, Rahwana maju ke medan perang sendirian dengan menaiki
kereta kencana yang ditarik delapan ekor kuda terpilih. Ketika ia keluar dari Alengka, langit
menjadi gelap oleh gerhana matahari yang tak terduga. Beberapa orang berkata bahwa itu
merupakan pertanda buruk bagi Rahwana yang tidak menghiraukannya sama sekali. Pertempuran
terakhir antara Rama dengan Rahwana berlangsung dengan sengit. Pada pertempuran itu, Rama
menaiki kereta Indra dari sorga, yang dikemudikan oleh Matali. Setiap Rama mengirimkan
senjatanya untuk menghancurkan Rahwana, raksasa tersebut selalu dapat bangkit kembali
sehingga membuat Rama kewalahan. Untuk mengakhiri riwayat Rahwana, Rama menggunakan
senjata Brahmastra yang tidak biasa. Senjata tersebut menembus dada Rahwana dan merenggut
nyawanya seketika.
Salah satu versi Ramayana menceritakan bahwa Rahwana tidak mampu dibunuh meski
badannya dihancurkan sekalipun, sebab ia menguasai ajian Rawarontek serta Pancasona. Untuk
mengakhiri riwayat Rahwana, Rama menggunakan senjata sakti yang dapat berbicara bernama
Kyai Dangu. Senjata tersebut mengikuti kemana pun Rahwana pergi untuk menyayat kulitnya.
Setelah Rahwana tersiksa oleh serangan Kyai Dangu, ia memutuskan untuk bersembunyi di antara
dua gunung kembar. Saat ia bersembunyi, perlahan-lahan kedua gunung itu menghimpit badan
Rahwana sehingga raja raksasa itu tidak berkutik. Menurut cerita, kedua gunung tersebut adalah
kepala dari Sondara dan Sondari, yaitu putera kembar Rahwana yang dibunuh untuk mengelabui
Sita. Versi ini ditampilkan oleh R. A. Kosasih dalam komik Ramayana karyanya.
I. Keluarga
Rahwana memiliki banyak kerabat dan saudara yang disebutkan dalam Ramayana. Karena
sulit menemukan data-data mengenai mereka selain Ramayana, tidak banyak yang diketahui
tentang mereka. Menurut Ramayana, ibu Rahwana adalah puteri seorang Detya bernama Kekasi,
menikahi seorang pertapa bernama Wisrawa. Rahwana memiliki kakek bernama Pulastya, putera
Brahma. Dari pihak ibunya, Rahwana memiliki kakek bernama Sumali, dan ia memiliki paman
bernama Marica, putera Tataka, saudara Malyawan. Rahwana memiliki tiga istri, dan tujuh putera.
Yaitu diantaranya : Indrajit alias Megananda, Prahasta, Atikaya, Aksa alias Aksayakumara,
Dewantaka, Narantaka, Trisirah. Selain itu, Rahwana memiliki enam saudara laki-laki dan dua
saudara perempuan. Saudara-saudaranya tersebut terdiri dari tiga saudara kandung dan lima
saudara tiri. Saudara-saudara Rahwana yaitu: Kubera, kakak tiri Rahwana, lain ibu namun satu
ayah. Raja Alengka sebelum Rahwana. Ia merupakan dewa penjaga arah utara, sekaligus dewa
kekayaan. Kumbakarna, adik kandung Rahwana. Rakshasa yang tidur selama enam bulan dan
bangun selama enam bulan karena anugerah Brahma. Wibisana, adik kandung Rahwana. Penasihat
di Kerajaan Alengka. Kara, adik tiri Rahwana. Raja dan pelindung perbatasan Alengka yang
bernama Janasthan atau Yanasthana di Chitrakuta. Dusana, adik tiri Rahwana. Patih di
Yanasthana. Ahirawana, adik tiri Rahwana. Raja di Patala. Kumbini, adik tiri Rahwana. Istri
rakshasa Madhu, ibu dari Lawanasura. Surpanaka, adik kandung Rahwana. Rakshasi yang tinggal
di Yanasthana, dilukai oleh Laksmana. Ia mengadu kepada Kara dan Rahwana, dan merupakan
biang keladi yang menyebabkan permusuhan antara Rama dan Rahwana.
1.12. Kumbakarna
Dalam wiracarita Ramayana, Kumbakarna (Sanskerta: कुम्भकणण ; Kumbhakarṇa) adalah
saudara kandung Rahwana, raja rakshasa dari Alengka. Kumbakarna merupakan seorang rakshasa
yang sangat tinggi dan berwajah mengerikan, tetapi bersifat perwira dan sering menyadarkan
perbuatan kakaknya yang salah. Ia memiliki suatu kelemahan, yaitu tidur selama enam bulan, dan
selama ia menjalani masa tidur, ia tidak mampu mengerahkan seluruh kekuatannya.
A. Arti nama
Dalam bahasa Sanskerta, secara harafiah nama Kumbhakarna berarti "bertelinga kendi".
B. Keluarga
Ayah Kumbakarna adalah seorang resi bernama Wisrawa, dan ibunya adalah Kekasi, puteri
seorang Raja Detya bernama Sumali. Rahwana, Wibisana dan Surpanaka adalah saudara
kandungnya, sementara Kubera, Kara, Dusana, Kumbini, adalah saudara tirinya. Marica adalah
pamannya, putera Tataka, saudara Sumali. Kumbakarna memiliki putera bernama Kumba dan
Nikumba. Kedua puteranya itu gugur dalam pertempuran di Alengka. Kumba menemui ajalnya di
tangan Sugriwa, sedangkan Nikumba gugur di tangan Hanoman.
C. Anugerah Brahma
Saat Rahwana dan Kumbakrana mengadakan tapa, Dewa Brahma muncul karena berkenan
dengan pemujaan yang mereka lakukan. Brahma memberi kesempatan bagi mereka untuk
mengajukan permohonan. Saat tiba giliran Kumbakarna untuk mengajukan permohonan, Dewi
Saraswati masuk ke dalam mulutnya untuk membengkokkan lidahnya, maka saat ia memohon
"Indraasan" (Indrāsan – tahta Dewa Indra), ia mengucapkan "Neendrasan" (Nīndrasan – tidur
abadi). Brahma mengabulkan permohonannya. Karena merasa sayang terhadap adiknya, Rahwana
meminta Brahma agar membatalkan anugerah tersebut. Brahma tidak berkenan untuk
membatalkan anugrahnya, namun ia meringankan anugrah tersebut agar Kumbakarna tidur selama
enam bulan dan bangun selama enam bulan. Pada saat ia menjalani masa tidur, ia tidak akan
mampu mengerahkan seluruh kekuatannya.
D. Peran di Alengka
Kumbakarna sering memberikan nasihat kepada Rahwana, menyadarkan bahwa
tindakanya keliru. Ketika Rahwana kewalahan menghadapi Sri Rama, maka ia menyuruh
Kumbakarna menghadapinya. Kumbakarna sebenarnya tahu bahwa kakaknya salah, tetapi demi
membela Alengka tanah tumpah darahnya dia pun maju sebagai prajurit melawan serbuan Rama.
Kumbakarna sering dilambangkan sebagai perwira pembela tanah tumpah darahnya, karena ia
membela Alengka untuk segala kaumnya, bukan untuk Rahwana saja, dan ia berperang melawan
Rama tanpa rasa permusuhan, hanya semata-mata menjalankan kewajiban.
E. Pertempuran dan kematian
Saat Kerajaan Alengka diserbu oleh Rama dan sekutunya, Rahwana memerintahkan
pasukannya untuk membangunkan Kumbakarna yang sedang tertidur. Utusan Rahwana
membangunkan Kumbakarna dengan menggiring gajah agar menginjak-injak badannya serta
menusuk badannya dengan tombak, kemudian saat mata Kumbakarna mulai terbuka, utusannya
segera mendekatkan makanan ke hidung Kumbakarna. Setelah menyantap makanan yang
dihidangkan, Kumbakarna benar-benar terbangun dari tidurnya.
Setelah bangun, Kumbakarna menghadap Rahwana. Ia mencoba menasihati Rahwana agar
mengembalikan Sita dan menjelaskan bahwa tindakan yang dilakukan kakaknya itu adalah salah.
Rahwana sedih mendengar nasihat tersebut sehingga membuat Kumbakarna tersentuh. Tanpa
sikap bermusuhan dengan Rama, Kumbakarna maju ke medan perang untuk menunaikan
kewajiban sebagai pembela negara. Sebelum bertarung Kumbakarna berbincang-bincang dengan
Wibisana, adiknya, setelah itu ia berperang dengan pasukan wanara.
Dalam peperangan, Kumbakarna banyak membunuh pasukan wanara dan banyak melukai
prajurit pilihan seperti Anggada, Sugriwa, Hanoman, Nila, dan lain-lain. Dengan panah saktinya,
Rama memutuskan kedua tangan Kumbakarna. Namun dengan kakinya, Kumbakarna masih bisa
menginjak-injak pasukan wanara. Kemudian Rama memotong kedua kaki Kumbakarna dengan
panahnya. Tanpa tangan dan kaki, Kumbakarna mengguling-gulingkan badannya dan melindas
pasukan wanara. Melihat keperkasaan Kumbakarna, Rama merasa terkesan dan kagum. Namun ia
tidak ingin Kumbakarna tersiksa terlalu lama. Akhirnya Rama melepaskan panahnya yang
terakhir. Panah tersebut memisahkan kepala Kumbakarna dari badannya dan membawanya
terbang, lalu jatuh di pusat kota Alengka.
1.13. Wibhisana
Wibisana (bahasa Sanskerta: मवभीषण, Vibhīshaṇa) adalah nama seorang tokoh protagonis
dalam wiracarita Ramayana. Ia adalah adik kandung Rahwana yang menyeberang ke pihak Sri
Rama. Dalam perang besar antara bangsa Rakshasa melawan Wanara, Wibisana banyak berjasa
membocorkan kelemahan kaumnya, sehingga pihak Wanara yang dipimpin Rama memperoleh
kemenangan. Sepeninggal Rahwana, Wibisana menjadi raja Alengka. Ia dianggap sebagai salah
satu Chiranjiwin, yaitu makhluk abadi selamanya.
A. Silsilah keluarga
Menurut versi Ramayana, Wibisana adalah putra bungsu pasangan Wisrawa dan Kaikesi.
Ayahnya seorang resi putra Pulastya. Sementara ibunya adalah putri Sumali, seorang raja
Rakshasa dari Kerajaan Alengka. Versi lain, yaitu Mahabharata menyebut Wibisana sebagai putra
wisrawa dan Malini. Menurut versi kedua tersebut, Kaikesi hanya melahirkan dua orang putra saja,
yaitu Rahwana dan Kumbakarna. Wibisana menikah dengan seorang wanita dari bangsa Rakshasa
bernama Sarama. Istrinya itu juga bersifat bijaksana. Ia menjadi pelindung Sita istri Rama ketika
ditawan Rahwana.
B. Kepribadian
Meskipun berasal dari bangsa Rakshasa, namun Wibisana memiliki kepribadian yang
berbeda. Biasanya para Rakshasa dikisahkan sebagai pembuat onar, perusuh kaum brahmana, dan
pemakan daging manusia. Namun Wibisana terkenal berhati lembut dan hidup dalam
kebijaksanaan.
Wibisana menghabiskan masa mudanya dengan bertapa memuja Wisnu. Ia juga memuja
Brahma bersama dengan kedua kakaknya, yaitu Rahwana dan Kumbakarna. Ketika Dewa Brahma
turun untuk memberikan anugerah, Rahwana dan Kumbakarna mengajukan permohonan diberi
kekuatan dan kesaktian untuk bisa menaklukkan para dewa. Wibisana bersikap lain. Ia justru
meminta agar selalu berada di jalan kebenaran atau dharma. Ia tidak minta diberi kekuatan, tetapi
minta diberi kebijaksanaan.
C. Peran di Alengka
Dalam kisah Ramayana, setelah gagal membujuk kakaknya untuk mengembalikan Sita
kepada Rama, Wibisana memutuskan untuk berpihak pada Rama yang diyakininya sebagai pihak
yang benar. Hal ini berarti dia harus melawan kakaknya sendiri (Rahwana) demi membela
kebenaran. Menarik untuk dilihat bahwa Kumbakarna (yang juga masih saudara kandung dengan
Wibisana dan Rawana) mengambil sikap yang berlawanan, dimana Kumbakarna tetap membela
tanah air, walaupun menyadari bahwa dia berada di pihak yang salah. Wibisana merupakan tokoh
yang menunjukkan bahwa kebenaran itu menembus batas-batas nasionalisme, bahkan ikatan
persaudaraan.
D. Wibisana memihak Rama
Karena merasa tidak mendapat tempat di Alengka, Wibisana pergi bersama empat rakshasa
yang baik dan menghadap Rama. Dalam perjalanan ia dihadang oleh Sugriwa, raja wanara yang
mencurigai kedatangan Wibisana dari Alengka. Setelah Rama yakin bahwa Wibisana bukan orang
jahat, Wibisana menjanjikan persahabatan yang kekal. Dalam misi menghancurkan Rahwana,
Wibisana banyak memberi tahu rahasia Alengka dan seluk-beluk setiap rakshasa yang
menghadang Rama dan pasukannya. Wibisana juga sadar apabila ada mata-mata yang menyusup
ke tengah pasukan wanara, dan melaporkannya kepada Rama. Saat pasukan wanara berhasil
dikelabui oleh Indrajit, Wibisana adalah orang yang tanggap dan mengetahui akal Indrajit yang
licik.
Ketika Kumbakarna maju menghadapi Rama dan pasukannya, Wibisana memohon agar ia
diberi kesempatan berbincang-bincang dengan kakaknya itu. Rama mengabulkan dan
mempersilakan Wibisana untuk bercakap-cakap sebelum pertempuran meletus. Saat bertatap
muka dengan Kumbakarna, Wibisana memohon agar Kumbakarna mengampuni kesalahannya
sebab ia telah menyeberang ke pihak musuh. Wibisana juga pasrah apabila Kumbakarna hendak
membunuhnya. Melihat ketulusan adiknya, Kumbakarna merasa terharu. Kumbakarna tidak
menyalahkan Wibisana sebab ia berbuat benar. Kumbakarna juga berkata bahwa ia bertempur
karena terikat dengan kewajiban, dan bukan semata-mata karena niatnya sendiri. Setelah bercakap-
cakap, Wibisana mohon pamit dari hadapan Kumbakarna dan mempersilakannya maju untuk
menghadapi Rama.

E. Raja Alengka
Setelah Kumbakarna dan Rahwana dibunuh oleh Rama, Wibisana dan para sahabatnya
menyelenggarakan upacara pembakaran yang layak bagi kedua ksatria tersebut. Kemudian ia
dinobatkan menjadi Raja Alengka yang sah. Ia merawat Mandodari, janda yang ditinggalkan
Rahwana, dan hidup bersama dengan permaisurinya yang bernama Sarma. Wibisana memerintah
Alengka dengan bijaksana. Ia mengubah Alengka menjadi kota yang berlandaskan dharma dan
kebajikan, setelah sebelumnya rusak karena pemerintahan Rahwana.
1.14. Surphanaka
Surpanaka (atau Bahasa Indonesia: Sarpanaka, Bahasa Jawa: Sarpakenaka) adalah tokoh
antagonis dari wiracarita Ramayana. Ia adalah adik kandung Rahwana, dan merupakan seorang
rakshasi atau rakshasa wanita. Ia tinggal di Yanasthana, pos perbatasan para rakshasa di
Chitrakuta. Nama Surpanaka dalam bahasa Sanskerta berarti "(Dia) Yang memiliki kuku jari yang
tajam".
Saat Surpanaka melewati hutan, ia senang melihat Rama dan ingin dinikahinya. Dengan
mengubah wujudnya yang jelek menjadi seorang wanita cantik, ia mulai mendekati Rama dan
meminta untuk dinikahi. Rama menolak karena ia melaksanakan Eka patnivrataa atau menikah
hanya sekali. Kemudian Rama menyuruh Surpanaka agar merayu Laksmana yang lebih tampan.
Setelah meninggalkan Rama, ia berusaha menggoda Laksmana. Tetapi cintanya ditolak karena
Laksmana berkata bahwa ia adalah pelayan kakaknya, dan lebih baik apabila Surpanaka menjadi
istri kedua Rama dibandingkan menjadi istri pertama Laksmana. Surpanaka yang mulai kesal,
berusaha mencakar Sita yang memandangnya dengan sinis. Lalu Rama melindungi Sita sementara
Laksmana mengambil pedangnya. Saat Surpanaka menyerang Laksmana, pedang Laksmana
melukai hidung rakshasi tersebut. Akhirnya Surpanaka lari dan mengadu kepada Kara. Setelah
Kara tewas di tangan Rama, ia memprovokasi Rahwana. Cirri-ciri seorang surphanaka yaitu :
Mukanya tua dan jelek, berperut gendut dan bermata juling, Rambutnya panjang terurai tapi kaku
seperti ijuk, Suaranya keras, sifatnya jahat dan penuh tipu daya, Ia memiliki kepribadian yang
kasar dan nakal, Dadanya menonjol tajam, seperti rakshasi pada umumnya.
1.15. Sabhari
Dalam wiracarita Ramayana, Sabari (Dewanagari: शबरर; IAST: Shabarī) adalah seorang
wanita yang hidup sebagai sanyasin (orang yang meinggalkan kehidupan duniawi). Ayahnya
adalah seorang kesatria sedangkan ibunya adalah seorang pemburu. Saat usianya dewasa, ia
menetap di sebuah asrama di tengah hutan dan menjadi pengikut setia Resi Matanga. Ramayana
mendeskripsikannya sebagai wanita tua yang sangat setia memuja Tuhan. Ketika Resi Matanga
hendak meninggal dunia, Sabari juga ingin turut serta, namun Resi Matanga berkata bahwa saatnya
belum tiba, sebab ada tamu agung yang akan dijumpai olehnya dan kesempatan untuk melihat
tamu agung tersebut sangat langka sekali.
Sabari menghabiskan sisa hidupnya dengan merawat asrama peninggalan Sang Guru dan
melayani tamu yang mengunjunginya dengan ramah. Ketika Rama dan Laksmana menuju ke
sungai Pampa dengan tujuan mencari bantuan Sugriwa, mereka lewat di depan asrama Sabari dan
memutuskan untuk beristirahat di sana. Sabari melayani kedua pangeran itu dengan ramah. Ia
menyuguhkan buah-buahan yang termanis kepada kedua tamu tersebut.
Sebelum menyuguhkan buah-buahan, terlebih dahulu Sabari mengigitnya. Jika buah yang
dicicipinya terasa manis, maka ia kumpulkan pada sebuah wadah, sebaliknya jika terasa pahit,
maka ia membuangnya. Ketika buah-buahan bekas digigit tersebut disuguhkan kepada kedua
tamunya, Rama tersenyum dan bersedia memakannya sebagai hasil persembahan dari orang yang
berhati suci dan tulus, sedangkan Laksmana memilih untuk membuangnya. Namun pada akhirnya
ia mendengarkan kakaknya dan mau memakan buah tersebut.
Kemudian Sabari memperlihatkan keajaiban yang ada di asrama Resi Matanga dan
menjelaskan seluk-beluknya kepada Rama dan Laksmana. Setelah mendapatkan izin dari kedua
pangeran tersebut, Sabari membuat api unggun lalu menceburkan diri ke dalamnya untuk
mencapai surga, menyusul Resi Matanga. Pertemuan dengan wanita suci tersebut membuat pikiran
Rama dan Laksmana menjadi terang, kemudian mereka melanjutkan perjalanan untuk menemukan
Sugriwa dan meminta bantuannya.
1.16. Dewi Tara
Dalam wiracarita Ramayana, Tara adalah permaisuri raja wanara bernama Sugriwa. Ia
merupakan ibu bagi Anggada. Setelah Sugriwa dikalahkan oleh kakaknya, yaitu Subali, kemudian
Tara menjadi istri Subali.
Menurut cerita pewayangan, Tara adalah seorang bidadari, puteri Dewa Indra. Ia memiliki
adik bernama Tari yang menjadi permaisuri Rahwana, tokoh antagonis dalam kisah Ramayana.
Dewi Tara menikah dengan Sugriwa, seorang raja wanara dari Kerajaan Kiskenda yang
bersaudara dengan Subali. Atas adu domba yang dilancarkan Rahwana, Subali pun mengusir
Sugriwa dan menikahi Tara. Dari perkawinan kedua itu, Tara melahirkan Anggada. Sugriwa
mendapat bantuan dari Rama dan berhasil mengalahkan Subali. Ia kemudian kembali menjadikan
Dewi Tara sebagai istrinya.
1.17. Mandodari
Dalam wiracarita Ramayana, Mandodari (bahasa Sanskerta: मंदोदरी; Mandodarī) adalah
nama puteri seorang Danawa bernama Mayasura, dengan seorang bidadari bernama Hema. Konon
Mandodari sangat cantik. Ia merupakan istri pertama Rahwana, dan merupakan ibu dari Indrajit.
Kampung halamannya diduga terletak di Mandodari, ibukota negara bagian Jodhpur di India pada
zaman kuno. Konon disana pula para keturunan Rahwana bermigrasi setelah kematian Rahwana.
Saat Rahwana menculik istri Rama yang bernama Sita, Mandodari memberi nasihat agar
Sita dikembalikan kepada Rama. Namun Rahwana bersikeras untuk tidak mengembalikan Sita,
bahkan siap berperang dengan Rama. Akhirnya Rahwana gugur di tangan Rama. Mandodari
menangis dan meratap ketika melihat suaminya tersebut telah gugur. Kemudian, ia dirawat oleh
Wibisana, adik Rahwana.
1.18. Mantara
Mantara (bahasa Sanskerta: मंथरा; Mantharā) adalah teman sekaligus pelayan permaisuri
Kekayi dalam wiracarita Ramayana. Tubuhnya bungkuk dan usianya sudah lanjut. Ia memiliki
sifat iri hati dan lihai membuat orang lain susah dengan cara terselubung. Ia adalah biang keladi
yang menyebabkan Rama diusir ke hutan oleh ayahnya.
Pada saat Dasarata hendak menobatkan Rama sebagai Raja Ayodhya, Mantara menghasut
Kekayi agar mengangkat Bharata sebagai raja dan jika hal itu terwujud, Mantara yakin status
Kekayi akan naik. Ia terus mengeluarkan alasan untuk meyakinkan Kekayi agar Bharata menjadi
raja dan usahanya berhasil. Setelah Kekayi memaksa Dasarata agar mengangkat Bharata menjadi
raja, Dasarata meninggal karena sakit hati. Satrugna mencoba membunuh Mantara yang telah
menghasut Kekayi, namun tindakannya dicegah oleh Rama. Rama mengampuni nyawa Mantara.
Konon Indra menyuruh Mantara menghasut Kekayi agar Rama dibuang ke hutan, karena
dengan begitu Rama akan bertemu dengan raksasa Rahwana dan membunuhnya.

1.19. Sinopsis

Negeri mantili yang dipimpin seorang raja bernama Prabu Janaka. Mempunyai Putri cantik
jelita bernama Dewi Shinta. Pada suatu hari diadakan suatu sayembara untuk menentukan calon
suami Dewi Shinta. Akhirnya sayembara tersebut dimenangkan oleh Putra Mahkota kerajaan
Ayodya yang bernama Prabu Wijaya. Prabu Rahwana Raja Alengkadiraja sangat ingin
memperistri Dewi Widowati. Setelah melihat Dewi Shinta, Rahwana menganggap bahwa Shinta
adalah titisan Dewi Widowati yang selama ini dicari-cari.

Rahwana di pendapa kerajaan Alengka mengadakan pasewakan Agung yang dihadiri oleh
Kumbakarna, Indrajid dan Patih Prahasta, serta rakyat. Mereka menanti titah dari Raja Alengka.
Namun tiba-tiba datanglah Sarpakenaka, adik Rahwana. Ia menangis minta pertolongan karena
diperdaya oleh satria di hutan Dandaka, dan melaporkan bawasanya ada wanita cantik bersama
satria tersebut. Mendengar laporan itu, Rahwana marah, dipanggilnya Kalamarica untuk ikut
bersamanya membunuh serta mencari wanita yang dimaksud.

Rama Putra Mahkota kerajaan Ayodya bersama Shinta Istrinya dan disertai Leksmana
adiknya, sedang dalam pengembaraan sampai di hutan Dandaka. Rahwana yang melihat Shinta
timbul niat untuk memiliki, maka dicarilah akal yaitu dengan mengubah seorang pengikutnya yang
bernama Marica menjadi seekor Kijang Kencana untuk menggoda. Melihat keelokan kijang
tersebut, Shinta meminta Rama untuk menangkapnya. Rama berusaha mengejar kijang tersebut
dan meninggalkan Shinta bersama Leksmana untuk mencari Rama. Sebelum meninggalkan
Shinta, Leksmana melingkarinya dengan lingkaran magis untuk menjaga keselamatan Shinta.
Rahwana berusaha menculik Shinta yang telah mengetahui Shinta telah ditinggal seorang diri,
akan tetapi maksud tersebut gagal karena lingkaran magis yang dibuat Leksmana. Rahwana
mencari akal dengan merubah dirinya menjadi Brahmana tua. Ketika Shinta mendekatinya untuk
memberi sedekah dan telah keluar dari lingkaran, maka ditariklah Shinta dan dibawa terbang ke
Alengka.

Dalam pengejaran akhirnya kijang dipanah Rama. Ternyata kijang tersebut berubah
menjadi Raksasa Kalamarica, sehingga terjadilah perang dengan Rama. Marica akhirnya terpanah
oleh Rama. Leksmana menyusul Rama, mengajaknya segera bertemu Shinta.
Perjalanan Rahwana membawa Shinta ke Alengka terhambat oleh seekor burung Garuda
bernama Jatayu. Jatayu ingin menolong Shinta yang dikenalinya sebagai Putri Prabu Janaka
sahabatnya. Dalam peperangan tersebut Jatayu dapat dilumpuhkan Rahwana. Karena Rama dan
Leksmana tidak menemui Shinta di tempat semula, maka dicarinya Shinta. Saat perjalanan, mereka
bertemu dengan Jatayu dalam keadaan luka parah. Rama mengira Jatayu yang menculik Shinta.
Jatayu akan dibunuh oleh Rama, tetapi dapat dicegah Leksmana. Setelah Jatayu menceritakan
keadaan yang sebenarnya, ia mati dengan iringan Rama dan Leksmana. Dalam kesedihannya
datanglah seekor kera putih bernama Hanuman yang diutus pamannya, Sugriwa untuk mencari
dua orang satria yang dapat mengalahkan Subali, kakaknya. Sugriwa tidak dapat mengalahkan
Subali yang sakti dan telah merebut Dewi Tara, kekasihnya. Akhirnya Rama membantu Sugriwa
mengalahkan Subali. Kemudian Sugriwa membantu Rama mencari Dewi Shinta karena jasa baik
Rama. Ia mengutus Hanuman untuk mencari dan menyelidiki Negeri Alengka.

Di dalam kerajaan Alengka, Trijata keenakan menghibur Shinta. Tiba-tiba Rahwana datang
untuk membujuk Shinta agar mau menjadi istrinya. Namun bujuk rayu Rahwana ditolak sehingga
Rahwana bermaksud untuk membunuhnya, tetapi berhasil dicegah. Trijata meminta Rahwana
untuk bersabar dan Trijata menyanggupi untuk menjaga Shinta. Didalam kesedihannya, Shinta
dikejutkan dengan tembang yang dibawakan oleh kera putih Hanuman. Setelah kehadirannya
diketahui Shinta, segera Hanuman menghada[ untuk menyampaikan maksud kehadirannya sebagai
utusan Rama.

Setelah selesai menghadap Shinta, Hanuman ingin mengetahui kekuatan kerajaan Alengka.
Maka dirusaklah keindahan taman kerajaan. Akhirnya, Hanuman ditangkap oleh Indrajid, putra
Rahwana. Kemudian ia dibawa menghadap Rahwana. Karena marahnya, Hanuman akan dibunuh,
tetapi dicegah oleh Wibisana, ia tidak setuju dengan tindakan kakaknya. Kemudian Wibisana
diusir dari kerajaan Alengka karena dianggap menentang. Akhirnya Hanuman dijatuhi hukuman
dengan dibakar hidup-hidup, tetapi bukannya mati, bahkan dengan api tersebut Hanuman
membakar kerajaan Alengka. Setelah itu ia kembali menghadap Rama.

Setelah mengutus Hanuman, Rama beserta kera-kera berangkat untuk membendung


semudra sebagai jalan menuju Alengka. Mendapat laporan Hanuman, Rama merasa gembira dan
diutuslah Hanuman, Anggodo, Anila, dan Jembawana untuk memimpin prajurit menyerang
Alengka.

Bala tentara sedang berjaga-jaga di tepi batas kerajaan, tiba-tiba diserang prajurit kera,
maka terjadilah perang campur yang sangat ramai. Kumbakarna bertindak sebagai senopati
menghadapi Rama. Dalam peperangan tersebut Indrajid dan Kumbakarna mati di Palagan.
Rahwana mati terkena panah pusaka Rama dan dihimpit gunung Sumawan yang dibawa Hanuman.
Setelah Rahwana mati, Shinta menghada Rama dengan diantar Hanuman. Namun Rama
menolak karena menganggap Shinta telah ternoda selama berada di Alengka. Rama minta bukti
kepada Shinta. Untuk membuktikan kesuciannya, dengan sukarela Shinta membakar diri. Karena
kebenarannya kesucian Shinta dan pertolongan dewa Api, Shinta selamat dari api. Setelah terbukti
kesuciannya, Rama menerima kembali Shinta dengan perasaan haru dan bahagia.

Tokoh dan Penokohan


A. Pembedaan Tokoh
1. Dilihat dari segi peranan atau tingkat pentingnya tokoh
a. Tokoh Utama
1) Rama
2) Dewi Shinta
3) Rahwana

b. Tokoh Tambahan
1) Leksmana
2) Prabu Janaka
3) Wibisana
4) Sarpakenaka
5) Kumbakarna
6) Indrajid
7) Patih Prahasta
8) Kalamarica
9) Burung Garuda Jatayu
10) Hanuman
11) Trijata
12) Sugriwa
13) Subali
14) Dewi tara
15) Anggada
16) Anila
17) Jembawana

2. Dilihat dari fungsi penampilan tokoh


a. Tokoh Protagonis
1) Rama
2) Dewi Shinta
3) Leksmana
4) Burung Garuda Jatayu
5) Hanuman
6) Wibisana
7) Sugriwa
8) Anggada
9) Anila
10) Jembawana

b. Tokoh Antagonis
1) Rahwana
2) Sarpakenaka
3) Kumbakarna
4) Indrajid
5) Patih Prahasta
6) Kalamarica
7) Subali
3. Dilihat dari segi perwatakan tokoh
a. Tokoh Sederhana
1) Indrajid
2) Burung Garuda Jatayu
3) Trijata
4) Anggada
5) Jembawana

b. Tokoh Bulat
1) Rama Wjiaya
2) Wibisana

4. Dilihat dari kriteria berkembang atau tidaknya perwatakan


a. Tokoh Statis
1) Dewi Shinta
2) Rahwana
3) Sarpakenaka
4) Burung Garuda Jatayu
b. Tokoh Berkembang
1) Rama
2) Wibisana

B. Karakter Tokoh
1. Prabu Janaka
Arif dan bijaksana.
2. Rama
Tampan, lemah lembut, gagah, baik hati, berjiwa satria, arif dan bijaksana.
3. Dewi Shinta
Cantik, setia, baik hati, welas asih.
4. Leksmana
Tampan, gagah, baik hati, berjiwa satria, arif dan bijaksana.
5. Wibisana
Arif, bijaksana, berani menentang kakaknya (Rahwana), bersifat satria dll
6. Rahwana
Angkuh, sombong, congkak, ganas, rakus, bengis, angkara murka, dan serakah
7. Sarpakenaka
Jahat, nakal, penuh tipu daya, provokator, dan penghasut.
8. Kumbakarna
Berani karena benar, jujur, dan bersifat satria meskipun saat perang Alengka pecah Ia maju sebagai
senopati. Namun Ia tidak membela Rahwana, melainkan membela negara Alengka, tanah
leluhurnya yang telah memberinya hidup.
9. Indrajid
Angkara.
10. Patih Prahasta
Jujur, setia, dan penuh pengapdian terhadap Rahwana. Saat perang Alengka pecah, Prahasta
bertindak sebagai Senopati Perang.
11. Kalamarica
Lincah, jahat,
12. Burung Garuda Jatayu
Baik hati.
13. Hanuman
Pemberani, sopan santun,tahu harga diri, prajurit ulung, waspada, rendah hati, teguh dalam
pendirian, lincah, cerdik, setia.
14. Trijata
Baik hati
15. Sugriwa
Balas budi, baik hati.
16. Subali
Sakti, tidak bisa mengendalikan diri.
17. Anggada
Setia
18. Anila
Setia, berani.
19. Jembawana
Setia.

BAB III
PENUTUP

III.1. Simpulan
Ramayana (dari bahasa Sanskerta: रामायण, Rāmâyaṇa; yang berasal dari kata Rāma dan
Ayaṇa yang berarti "Perjalanan Rama") adalah sebuah cerita epos dari India yang digubah oleh
Walmiki (Valmiki) atau Balmiki.
Ramayana terdapat pula dalam khazanah sastra Jawa dalam bentuk kakawin Ramayana,
dan gubahan-gubahannya dalam bahasa Jawa Baru yang tidak semua berdasarkan kakawin ini.
Dalam bahasa Melayu didapati pula Hikayat Sri Rama yang isinya berbeda dengan
kakawin Ramayana dalam bahasa Jawa kuna.
Di India dalam bahasa Sanskerta, Ramayana dibagi menjadi tujuh kitab atau kanda sebagai
berikut:

1. Balakanda
2. Ayodhyakanda
3. Aranyakanda
4. Kiskindhakanda
5. Sundarakanda
6. Yuddhakanda
7. Uttarakanda

Banyak yang berpendapat bahwa kanda pertama dan ketujuh merupakan sisipan baru.
Dalam bahasa Jawa Kuna, Uttarakanda didapati pula.
Beberapa babak maupun adegan dalam Ramayana dituangkan ke dalam bentuk lukisan
maupun pahatan dalam arsitektur bernuansa Hindu. Wiracarita Ramayana juga diangkat ke dalam
budaya pewayangan di Nusantara, seperti misalnya di Jawa dan Bali. Selain itu di beberapa negara
(seperti misalnya Thailand, Kamboja, Vietnam, Laos, Philipina, dan lain-lain), Wiracarita
Ramayana diangkat sebagai pertunjukan kesenian.
Wiracarita Ramayana terdiri dari tujuh kitab yang disebut Saptakanda. Urutan kitab
menunjukkan kronologi peristiwa yang terjadi dalam Wiracarita Ramayana. Lihat di bawah ini :

Nama kitab Keterangan


Kitab Balakanda merupakan awal dari kisah Ramayana. Kitab Balakanda
menceritakan Prabu Dasarata yang memiliki tiga permaisuri, yaitu: Kosalya,
Kekayi, dan Sumitra. Prabu Dasarata berputra empat orang, yaitu: Rama,
Balakanda
Bharata, Lakshmana dan Satrughna. Kitab Balakanda juga menceritakan kisah
Sang Rama yang berhasil memenangkan sayembara dan memperistri Sita, puteri
Prabu Janaka.
Kitab Ayodhyakanda berisi kisah dibuangnya Rama ke hutan bersama Dewi Sita
dan Lakshmana karena permohonan Dewi Kekayi. Setelah itu, Prabu Dasarata
Ayodhyakanda yang sudah tua wafat. Bharata tidak ingin dinobatkan menjadi Raja, kemudian
ia menyusul Rama. Rama menolak untuk kembali ke kerajaan. Akhirnya Bharata
memerintah kerajaan atas nama Sang Rama.
Kitab Aranyakakanda menceritakan kisah Rama, Sita, dan Lakshmana di tengah
hutan selama masa pengasingan. Di tengah hutan, Rama sering membantu para
Aranyakanda pertapa yang diganggu oleh para rakshasa. Kitab Aranyakakanda juga
menceritakan kisah Sita diculik Rawana dan pertarungan antara Jatayu dengan
Rawana.
Kitab Kiskindhakanda menceritakan kisah pertemuan Sang Rama dengan Raja
kera Sugriwa. Sang Rama membantu Sugriwa merebut kerajaannya dari Subali,
Kiskindhakanda kakaknya. Dalam pertempuran, Subali terbunuh. Sugriwa menjadi Raja di
Kiskindha. Kemudian Sang Rama dan Sugriwa bersekutu untuk menggempur
Kerajaan Alengka.
Kitab Sundarakanda menceritakan kisah tentara Kiskindha yang membangun
jembatan Situbanda yang menghubungkan India dengan Alengka. Hanuman
Sundarakanda
yang menjadi duta Sang Rama pergi ke Alengka dan menghadap Dewi Sita. Di
sana ia ditangkap namun dapat meloloskan diri dan membakar ibukota Alengka.
Kitab Yuddhakanda menceritakan kisah pertempuran antara laskar kera Sang
Rama dengan pasukan rakshasa Sang Rawana. Cerita diawali dengan usaha
Yuddhakanda
pasukan Sang Rama yang berhasil menyeberangi lautan dan mencapai Alengka.
Sementara itu Wibisana diusir oleh Rawana karena terlalu banyak memberi
nasihat. Dalam pertempuran, Rawana gugur di tangan Rama oleh senjata panah
sakti. Sang Rama pulang dengan selamat ke Ayodhya bersama Dewi Sita.
Kitab Uttarakanda menceritakan kisah pembuangan Dewi Sita karena Sang
Rama mendengar desas-desus dari rakyat yang sangsi dengan kesucian Dewi
Sita. Kemudian Dewi Sita tinggal di pertapaan Rsi Walmiki dan melahirkan
Uttarakanda
Kusa dan Lawa. Kusa dan Lawa datang ke istana Sang Rama pada saat upacara
Aswamedha. Pada saat itulah mereka menyanyikan Ramayana yang digubah
oleh Rsi Walmiki.
Wiracarita Ramayana menceritakan kisah Sang Rama yang memerintah di Kerajaan
Kosala, di sebelah utara Sungai Gangga, ibukotanya Ayodhya. Sebelumnya diawali dengan kisah
Prabu Dasarata yang memiliki tiga permaisuri, yaitu: Kosalya, Kekayi, dan Sumitra. Dari Dewi
Kosalya, lahirlah Sang Rama. Dari Dewi Kekayi, lahirlah Sang Bharata. Dari Dewi Sumitra,
lahirlah putera kembar, bernama Lakshmana dan Satrugna. Keempat pangeran tersebut sangat
gagah dan mahir bersenjata.
Pada suatu hari, Rsi Wiswamitra meminta bantuan Sang Rama untuk melindungi pertapaan
di tengah hutan dari gangguan para rakshasa. Setelah berunding dengan Prabu Dasarata, Rsi
Wiswamitra dan Sang Rama berangkat ke tengah hutan diiringi Sang Lakshmana. Selama
perjalanannya, Sang Rama dan Lakshmana diberi ilmu kerohanian dari Rsi Wiswamitra. Mereka
juga tak henti-hentinya membunuh para rakshasa yang mengganggu upacara para Rsi. Ketika
mereka melewati Mithila, Sang Rama mengikuti sayembara yang diadakan Prabu Janaka. Ia
berhasil memenangkan sayembara dan berhak meminang Dewi Sita, puteri Prabu Janaka. Dengan
membawa Dewi Sita, Rama dan Lakshmana kembali pulang ke Ayodhya.
Prabu Dasarata yang sudah tua, ingin menyerahkan tahta kepada Rama. Atas permohonan
Dewi Kekayi, Sang Prabu dengan berat hati menyerahkan tahta kepada Bharata sedangkan Rama
harus meninggalkan kerajaan selama 14 tahun. Bharata menginginkan Rama sebagai penerus tahta,
namun Rama menolak dan menginginkan hidup di hutan bersama istrinya dan Lakshmana.
Akhirnya Bharata memerintah Kerajaan Kosala atas nama Sang Rama.
Kemudian Dalam masa pengasingannya di hutan, Rama dan Lakshmana bertemu dengan
berbagai raksasa, termasuk Surpanaka. Karena Surpanaka bernafsu dengan Rama dan Lakshmana,
hidungnya terluka oleh pedang Lakshmana. Surpanaka mengadu kepada Rawana bahwa ia
dianiyaya. Rawana menjadi marah dan berniat membalas dendam. Ia menuju ke tempat Rama dan
Lakshmana kemudian dengan tipu muslihat, ia menculik Sinta, istri Sang Rama. Dalam usaha
penculikannya, Jatayu berusaha menolong namun tidak berhasil sehingga ia gugur.
Rama yang mengetahui istrinya diculik mencari Rawana ke Kerajaan Alengka atas
petunjuk Jatayu. Dalam perjalanan, ia bertemu dengan Sugriwa, Sang Raja Kiskindha. Atas
bantuan Sang Rama, Sugriwa berhasil merebut kerajaan dari kekuasaan kakaknya, Subali. Untuk
membalas jasa, Sugriwa bersekutu dengan Sang Rama untuk menggempur Alengka. Dengan
dibantu Hanuman dan ribuan wanara, mereka menyeberangi lautan dan menggempur Alengka.
Setelah itu Rawana yang tahu kerajaannya diserbu, mengutus para sekutunya termasuk
puteranya – Indrajit – untuk menggempur Rama. Nasihat Wibisana (adiknya) diabaikan dan ia
malah diusir. Akhirnya Wibisana memihak Rama. Indrajit melepas senjata nagapasa dan
memperoleh kemenangan, namun tidak lama. Ia gugur di tangan Lakshmana. Setelah sekutu dan
para patihnya gugur satu persatu, Rawana tampil ke muka dan pertarungan berlangsung sengit.
Dengan senjata panah Brahmāstra yang sakti, Rawana gugur sebagai ksatria. Setelah Rawana
gugur, tahta Kerajaan Alengka diserahkan kepada Wibisana. Sinta kembali ke pangkuan Rama
setelah kesuciannya diuji. Rama, Sinta, dan Lakshmana pulang ke Ayodhya dengan selamat.
Hanuman menyerahkan dirinya bulat-bulat untuk mengabdi kepada Rama. Ketika sampai di
Ayodhya, Bharata menyambut mereka dengan takzim dan menyerahkan tahta kepada Rama.
Selain itu dapat saya simpulkan dari cerita atau karakter kepemimpinan rama dan ayah
Yang menarik sampai saat ini di Indonesia adalah adanya suatu ajaran falsafah yang terdapat di
Ramayana, yaitu ajaran Rama terhadap adik musuhnya bernama Gunawan Wibisana yang
menggantikan kakaknya, Rahwana, setelah perang di Alengka. Ajaran itu dikenal dengan nama
Asthabrata, (astha yang berarti delapan dan brata yang berarti ajaran atau laku). yang merupakan
ajaran tentang bagaimana seharusnya seseorang memerintah sebuah negara atau kerajaan. Ajaran
dimaksud yang juga dapat dilihat dalam Diaroma gambar wayang di Museum Purnabakti TMII
(1994 M), yaitu :
1. Bumi : artinya sikap pemimpin bangsa harus meniru watak bumi atau momot-mengku bagi orang
jawa, dimana bumi adalah wadah untuk apa saja, baik atau buruk, yang diolahnya sehingga
berguna bagi kehidupan manusia;
2. Air : artinya jujur, bersih dan berwibawa, obat haus air maupun haus ilmu pengetahuan dan haus
kesejahteraan;
3. Api : artinya seorang pemimpin haruslah pemberi semangat terhadap rakyatnya, pemberi kekuatan
serta penghukum yang adil dan tegas;
4. Angin : artinya menghidupi dan menciptakan rasa sejuk bagi rakyatnya, selalu memperhatikan
celah-celah di tempat serumit apapun, bisa sangat lembut serta bersahaja dan luwes, tapi juga bisa
keras melebihi batas, selalu meladeni alam;
5. Surya : artinya pemberi panas, penerangan dan energie, sehingga tidak mungkin ada kehidupan
tanpa surya/matahari, mengatur waktu secara disiplin;
6. Rembulan : artinya bulan adalah pemberi kedamaian dan kebahagiaan, penuh kasih sayang dan
berwibawa, tapi juga mencekam dan seram, tidak mengancam tapi disegani.
7. Lintang : artinya pemberi harapan-harapan baik kepada rakyatnya setinggi bintang dilangit, tapi
rendah hati dan tidak suka menonjolkan diri, disamping harus mengakui kelebihan-kelebihan
orang lain;
8. Mendung : artinya pemberi perlindungan dan payung, berpandangan tidak sempit, banyak
pengetahuannya tentang hidup dan kehidupan, tidak mudak menerima laporan asal membuat
senang, suka memberi hadiah bagi yang berprestasi dan menghukum dengan adil bagi pelanggar
hukum.
Dari kedelapan ajaran asthabrata ini telah dilakukan oleh rama dan diceritakan atau di
tayangklan masing masing evisode.
III.2. Saran
Kritik dan saran yang membangun sangat kami harapkan karena kami masih dalam proses
pembelajaran.

Anda mungkin juga menyukai