Anda di halaman 1dari 10

Pengertian Chanda

Chanda atau metrum (Wirama) ditentukan oleh aturan jumlah suku kata di dalam sebuah baris dan sebuah mantram Weda yang pada umumnya terdiri dari tiga atau empat pda atau baris. Jumlah suku kata yang dihitung adalah suku kata yang konsonannya (vyjana) yang diikuti huruf svara (vowel) termasuk pula huruf aspirat (visarga = ) dan suara sengau (anusvara = ) Baris-baris mantram Weda itu ditentukan pula oleh irama berat ringan dan panjang pendek yang disebut Guru dan laghu, yang pada baris yang panjang kadangkadang berselang-seling dengan yang pendek. Barisbaris pada bait mantra umumnya terdiri dari delapan, sebelas atau lebih kadang-kadang jauh lebih banyak dari jumlah tersebut. Metrum-metrum itu menurut tradisi dibedakan menjadi dua kelompok besar, yaitu yang biasa atau sedang dan yang panjang. Metrum atau Wirama yang terpendek terdiri dari 24 suku kata dan terdiri dari 3 baris, selanjutnya suku katanya bertambah empat-empat dan barisnyapun berubah menjadi empat atau lebih. Yang terpanjang dari kelompok biasa atau sedang ini terdiri dari 48 suku kata.

Yang terpendek dari kelompok yang panjang adalah 52 suku kata dan yang terpanjang terdiri dari 76 suku kata bahkan ada yang 104 suku kata, dalam kenyataannya kini kita tidak jumpai lagi metrum yang demikian itu. Berikut dikutipkan bagan metrum-metrum tersebut: a. Yang biasa (sedang) Jumlah suku kata (Jml.baris,suku kata tiap baris) 1). Gyatr .................... 24 (8+8+8) 2). Uih ...................... 28 (7+7+7+7) 3). Anuubh ................ 32 (8+8+8+8) 4). Bhat ...................... 36 (9+9+9+9) 5). Pakti ...................... 40 (8+8+8+8+8) 6). Triubh ................... 44 (11+11+11+11) 7). Jagat ....................... 48 (12+12+12+12)

b. Yang panjang 1). Atijagat ................... 52 (12+12+12+8+8) 2). akvar .................... 56 (8+8+8+8+8+8+8)

3). Atiakvar ............... 60 (16+16+12+8+8) 4). Ai ......................... 64 (16+16+16+8+8) 5). Atyai .................... 68 (12+12+8+8+8+12+8) 6). Dhti ....................... 72 (12+12+8+8+8+16+8) 7). Atidhti ................... 76 (12+12+8+8+8+12+8+8) Di samping 14 macam metrum di atas, terdapat juga kelompok 7 sebagai berikut: 1. Kti (80), 2. Prakti (84), 3. Akti (88), 4. Vikti (92), 5. Sankti (96), 6. Abhikti (100) dan 7. Ukti (104). Metrum ini tidak terdapat dalam gweda, tetapi dapat dijumpai dalam Sahit lainnya Tittirya seperti Sahit, Vjasaneyi (Sukla Yajurweda),

Taittirya rayaka dan Taittirya Brhmaa Umumnya setiap mantram Weda terdiri dari 4 baris atau pda. Atas dasar inilah metrum-metrum itu

diklasifikasikan

dari

kelompok-kelompok

dengan

penambahan suku kata. Namun hal ini tidak diikuti dengan setia dalam contoh-contoh yang konkrit, artinya terdapat variasi yang sangat jauh. Demikianlah misalnya Gyatr terdiri atas 3 baris dengan masing-masing baris terdiri atas 8 suku kata yang disusul oleh Ui yang terdiri atas 3 baris dengan masing-masing baris terdiri dari 12 suku kata. Anuubh terdiri dari 4 baris, dengan masing-masingbbaris 8 suku kata dan dalam Bhat, salah satu dari 4 barisnya mempunyai 12 suku kata. Pakti terdiri dari 4 baris dengan masing-masing baris terdiri dari 10 suku kata. Triubh terdiri atas 4 baris masing-masing baris terdiri dari 11 suku kata dan Jagat, juga terdiri dari 4 baris dengan 12 suku kata pada masing-masing baris. Demikian kita dapati bahwa kecuali 2 yang pertama, semua yang lima lagi terdiri atas 4 baris dengan panjang yang berbeda-beda. Masih ada lagi cara-cara lain dalam hal susunan jumlah suku kata. Bagan di atas diberikan untuk yang umum saja. Pakti misalnya, terdiri atas 40 suku kata dapat dijadikan 5 baris dengan masing-masing baris terdiri dari 8 suku kata.

Dalam metrum-metrum yang lebih panjang terdapat mantram-mantram yang baris-barisnya lebih dari 4. Ia dibangun atas 8 atau 12 suku kata pada setiap baris yang demikian digabungkan sebagai suatu yang bercampur dalam mantram yang sama. Variasi yang sebenarnya dalam metrum dibangun dari sejumlah baris dan sejumlah suku kata dalam baris itu dan aturan yang di dalamnya 2 macam baris dicampur dalam mantrammantram itu. Juga dalam metrum yang biasa, walaupun mantrammantram yang menjadi penuntun mempunyai baris yang relatip seragam yang membangun mantram itu dalam banyak hal bila baris yang panjangnya berbeda disusun dalam beberapa aturan dalam mantram itu dan inilah yang menyebabkan adanya variasi metrum. Umumnya dapat dinyatakan bahwa ada tiga jenis baris, yaitu: baris yang terdiri dari 8 suku kata, baris yang terdiri atas 11 suku kata dan baris yang terdiri dari 12 suku kata. Kadang-kadang setengah dari baris yang 8 suku kata itu juga ditambahkan. Contoh untuk yang demikian disebut sebagai baris-baris dengan 12 suku kata, walaupun sebenarnya ia satu dan setengah baris yang terdiri atas 8 suku kata, berbeda dengan baris-baris yang terdiri atas 8

suku kata. Kombinasi antara baris-baris yang bersuku kata 8, bersuku kata 11 dan yang bersuku kata 12 membentuk kelas tersendiri. Dalam hal ini tidak mungkin untuk mengatakan dengan pasti apakah semua baris yang bersuku kata kata 12 pada mulanya merupakan kombinasi baris yang bersuku kata 8 ditambah setengah baris itu. Baris yang terdiri atas 10 suku kata tidak banyak jumlahnya, demikian pula baris-baris yang jumlah suku katanya lain dari yang disebut di atas. Baris-baris yang demikian yang panjangnya lain dari yang biasa, yaitu 8, 11 dan 12 suku kata boleh jadi sudah ada dari jaman dahulu ketika metrum-metrum itu jauh lebih rumit dan ketika mantram-mantram jauh lebih asli dan seni dengan variasi yang lebih banyak dan lebih bebas dalam menanganinya. Sebagian besar dari padanya sudah lenyap pada masa berikutnya, ketika metrum itu ditetapkan standardnya. Dalam naskah-naskah yang masih ada, metrum-metrum yang standard, yaitu mantram-mantram yang terdiri dari 4 baris dengan 8, 11 dan 12 suku katalah yang paling banyak terdapat. Boleh jadi kenyataan ini menunjukkan bahwa apa yang terawat sampai sekarang ini adalah model dari masa kemudian

dalam perkembangan mantram Weda dari masa lebih dahulu dengan variasi lagi. Kita tidak tahu dengan pasti tanda-tanda yang membedakan baris-baris puisi dengan bagian-bagian prosa di samping jumlah suku kata dalam satu baris. Rangkaian suku-suku kata yang panjang dan pendek adalah salah satu tanda yang membedakan sebuah puisi di dunia ini. Tetapi tidak ada sesuatu yang memberi petunjuk dalam mantram Weda bahwa tanda ini sebagai faktor yang teratur. Tanda ini tampak ada, namun tidak sebagai aturan yang sistematis dan ketat. Kita dapat mengamati beberapa macam irama iyambe pada bagian akhir baris-baris pada metrum-metrum dengan suatu jeda di tengah-tengah baris. Namun bagian yang lebih dahulu baris itu tidak mempunyai cara yang teratur dalam irama dengan suku kata yang panjang dan pendek. Demi untuk kepentingan metrum ada suku-suku kata pendek dalam banyak hal dibaca sebagai suku kata yang panjang. Kita tidak tahu apakah suku kata yang menurut tata bahasa adalah pendek, namun dalam barisbaris metrum harus dibaca panjang. Beberapa hal seperti itu dalam naskah yang didapati sekarang masih ada terawat, yaitu beberapa suku kata pendek membantu kita

dalam menyusun suatu aturan-aturan mengenai urutan suku kata panjang dan pendek. Bahasa Sanskerta telah berkembang dengan suatu ciri tertentu dalam fonetik. Ciri ini ialah penggabungan dua kata yang terpisah dengan cara yang demikian rupa sehingga huruf akhir kata pertama dan huruf awal kata kedua menjadi luluh bersatu sehingga menghasilkan suara yang bagus di antara dua bunyi huruf itu. Ini umumnya dikenal sebagai Sadhi. Cara ini juga dipakai dalam penggabungan dalam bermacam-macam unsur kata seperti preposisi, akar kata, imbuhan dan sebagainya sehingga seluruh kata itu membentuk kata yang bagus. Umumnya 2 vokal tidak dapat diucapkan dalam rangkaian langsung tanpa konsonan penyela. Bila sepatah kata berakhir dengan sebuah vokal dan kata yang mengikuti mulai dengan vokal, maka 2 vokal itu membentuk vokal rangkap atau satu vokal diubah menjadi setengah vokal atau cara seperti itu dipakai sehingga tidak ada 2 vokal berturut-turut. Demikian pula sebuah konsonan keras diubah menjadi suara lembut seperti dental menjadi palatal atau cerebral dengan bunyi yang berdekatan dengan dental atau cerebral.

Masih banyak lagi alat untuk menjadikan bunyi itu bagus dalam hubungan membaca kutipan-kutipan itu. Berhubung puisi lebih banyak ada dibanding dengan prosa maka aturan Sadhi disusun dengan rapi dalam bahasa Weda. Ini menunjukkan bahwa puisi itu sudah berkembang dari jaman yang sudah lama sekali seperti ditunjukkan oleh puisi mantram Weda itu. Akibatnya naskah mantram Weda (berbentuk puisi) dalam 2 resensi, yaitu yang kata-katanya disadhikan dan yang kata-katanya tidak di-Sadhikan, yang pertama disebut Sahit (yang digabungkan) dan yang kedua disebut pda (kata-kata). Pembacaan mantram Weda yang belum di-Sandhikan (kata-katanya) masih utuh disebut pdapaha . Berikut disampaikan contoh Sahit dan Pdapaha dengan metrum Gyatr pada mantram berturut-turut: Agnim e purohita, yajasya devam tvijam, hotra ratnadhtamam. Agnim / e / pura / hitam/

yajasya / devam / tvijam/ hotaram / ratna / dhtamam// gweda I.1.1 Setiap mantram merupakan satu unit sintaksis tersendiri yang padanya terdapat tanda henti arti yang sempurna pada akhir mantram itu. Bahkan dalam mantram itu sendiri, setiap barisnya merupakan kesatuan semantikpun pula kesatuan metrum. Sedapat-dapatnya kata-kata dalam sebuah baris dapat dijadikan kesatuan sintaksis sehingga tidak ada Sadhi antara akar sebuah baris dan awal baris yang menyusul. Sebuah baris berakhir dengan kata yang sempurna bukan dengan bagian kata. Sekarang ini, sebagai tradisi membaca yang diwarisi turun-temurun, setiap mantram puisi Weda dibagi menjadi dua unit, bukan dibagi menjadi baris meskipun akhir baris-baris itu juga diperhatikan dengan jelas, tanpa suatu perhentian yang sempurna. Pada akhir setiap setengah mantram puisi Weda itu barulah terdapat penghentian yang sempurna.

Anda mungkin juga menyukai