“MITOLOGI SIWARATRI”
DISUSUN OLEH:
NAMA : I PUTU YOGI ADHIPRAMANA
NIM : 021STYC20
2020/2021
KATA PENGANTAR
Om Swastyastu,
Puja dan puji kami panjatkan kepada Ida Sang Hyang Widhi Wasa,
sehingga kami dapat menyelesaikan makalah mata kuliah Agama Hindu berjudul
“ Mitologi Siwaratri ” ini dengan tepat waktu.
Kami menyadari bahwa masih banyak kekurangan yang mendasar pada
makalah ini oleh karena itu, kami meminta Ibu/Bapak Dosen untuk memberikan
saran serta kritik yang dapat membangun kami. Kritik dan saran dari Ibuk Bapak
Dosen sangat kami harapkan untuk penyempurnaan makalah selanjutnya
Akhir kata semoga makalah ini dapat memberikan mafaat bagi kita
sekalian.
Om Shanti, Shanti, Shanti Om
BAB I PENDAHULUAN
PENGERTIAN SIWARATRI………………………………………………………….....1
BAB II PEMBAHASAN
PENGERTIAN SIWARATRI.................................................................................2
CARA PELAKSAAN SIWARATRI……………………………………………...2
KISAH LUBDAKA……………………………………………………………….3
BAB III PENUTUP
KESIMPULAN……………………………………………………………………5
DAFTAR PUSTAKA……………………………………………………………..6
ii
BAB I
PENDAHULUAN
Siwaratri merupakan sebuah festival dan hari raya umat Hindu yang
diselenggarakan setiap tahun untuk memperingati hari turunnya TUHAN/Siwa.
Festival ini dikenal juga dengan sebutan padmarajaratri. Alternatif nama atau
sebutan adalah Maha Siwaratri. Siwaratri secara harfiah berarti malam agung
turunnya Siwa. Festival ini diperingati setiap tahun pada malam ke-13/hari ke-14
di bulan Magha dalam penanggalan Hindu.
Festival ini dirayakan dengan mempersembahkan daun Bael atau Bilwa
kepada Siwa, sepanjang hari berpuasa dan sepanjang malam bergadang.
Sepanjang hari seluruh pemuja Siwa akan melafalkan mantra suci Pancaksara
yang didedikasikan kepada TUHAN "Om Nama Siwaya".
Di Nepal, jutaan umat Hindu mengunjungi festival ini bersama-sama
dengan umat lainnya di Kuil Pashupatinath. Selama Mahasiwaratri, Nishita Kala
merupakan waktu paling tepat untuk merenungkan Siwa Puja. Pada hari ini, di
semua kuil Siwa dirayakan Lingodbhawa puja.
1
BAB II
PEMBAHASAN
Siwaratri artinya malam Siwa. Jika diuraikan terdiri dari 2 kata, yaitu Siwa
dan Ratri. Siwa dalam bahasa Sansekerta berarti baik hati, suka memaafkan,
memberi harapan dan membahagiakan dan juga Siwa dapat diartikan sebagai
sebuah gelar atau nama kehormatan untuk salah satu manifestasi Tuhan yang
diberi nama atau gelar kehormatan Dewa Siwa, dalam fungsi beliau sebagai
pemerelina untuk mencapai kesucian atau kesadaran diri yang memberikan
harapan untuk kebahagian.
Sedangkan Ratri artinya malam, yang dapat diartikan juga sebagai
kegelapan. Jadi Siwaratri dapat diartikan sebagai malam pemerilina atau pelebur
kegelapan dalam diri dan hati untuk menuju jalan yang lebih terang.
Dalam memaknai Hari Raya Siwaratri tidak sedikit yang beranggapan
bahwa Siwaratri bertujuan untuk melebur dosa. Benarkah demikian? Lantas
bagaimana dengan adanya Hukum Karma Phala? Jika dosa bisa dilebur hanya
dalam satu malam (Siwaratri ). Menurut pengamat agama Gusti Ketut Widana
mengatakan, secara tatwa sesungguhnya Siwaratri merupakan malam perenungan
dosa, (bukan peleburan dosa), dengan tujuan tercapainya kesadaran diri. ”Secara
tatwa, sesungguhnya Siwaratri itu simbolisasi dan aktualisasi diri dalam
melakukan pendakian spiritual guna tercapainya ‘penyatuan’ Siwa, yaitu
bersatunya atman dengan paramaatman atau Tuhan penguasa jagat raya itu
sendiri.
Sebagai malam perenungan, kita mestinya melakukan evaluasi atau
introspeksi diri atas perbuatan-perbuatan selama ini. Pada malam pemujaan Siwa
ini kita memohon diberi tuntunan agar dapat keluar dari perbuatan dosa.
Dalam Agama Hindu selalu ada tingkatan Nista, Madya dan Utama yang bisa
dipilih sesuai kemampuan, begitu pula dalam melaksanakan Siwaratri.
1. Tingkat Utama, melaksanakan
: Monabrata,Mejagra, Upawasa
2. Tingkat Madya, melaksanakan : Mejagra, Upawasa
3. Tingkat Nista, melaksanakan : Mejagra
Jadi dapat disimpulkan bawah Hari Raya Siwaratri bukanlah hari penebusan dosa
melainkan perenungan dosa yang selama ini telah kita perbuat. Hukum
Karmaphala tetap akan berlaku, akan tetapi diyakini dengan menjalankan Brata
Siwaratri niscaya kedepannya kita akan mampu mengendalikan diri sehingga
dapat terhidar dari perbuatan dosa.
Dikisahkan pada suatu hari, karena sudah larut malam Lubdaka dengan
terpaksa harus bermalam di hutan dan tidak terasa langkah kakinya tertuju pada
pohon Bila, agar aman dari serangan binatang hutan, maka Lubdaka berdiam diri
di atas pohon dan agar tidak tidur dan terjatuh, daun Bila dipetik setangkai demi
setangkai dan dijatuhkan ke bawah, tidak disadarinya bahwa malam tersebut
adalah hari Siwaratri dan daun bila tersebut tepat mengenai lingga Siwa yang
berada di bawahnya.
Lubdaka terus memetik daun bila agar tetap terjaga, pada malam itu dia juga
menyadari dan menyesali perbuatan dosanya dan berjanji dalam hati akan
menghentikan pekerjaannya sebagai seorang pemburu. Mulai saat itulah Lubdaka
berhenti menjadi seorang pemburu dan beralih menjadi petani dan berseru kepada
keluarganya untuk berhenti melakukan dosa dan mulai bertobat. Diceritakan
setelah meninggal arwah Lubdaka disambut oleh para cikrabala, disiksa dan untuk
dimasukkan ke neraka atas dosa-dosanya.
Pada saat itulah Dewa Siwa datang untuk membebaskan Lubdaka, terjadi
dialog yang sengit antara pasukan Cikrabala dengan Dewa Siwa. Pasukan
Cikrabala berkewajiban membawa Lubdaka ke neraka karena harus bertanggung
jawab akan perbuatan dosanya. Dewa Siwa menjelaskan bahwa Lubdaka sudah
membuat penebusan dosa dengan begadang semalam suntuk seraya menyesali
dosa-dosanya dan bertobat tidak melakukan perbuatan dosa lagi, sehingga
Lubdaka berhak mendapatkan pengampunan, sehingga Lubdaka dibawa ke Siwa
Loka dan tidak jadi masuk neraka.
Kisah singkat Lubdaka tersebut di atas, memberikan gambaran pada kita
bahwa pada hari Siwaratri yang juga dikenal dengan malam Siwa dimaknai
sebagai hari peleburan dosa. Sehingga setiap orang pada setiap tahunnya pada saat
perayaan Hari Siwaratri memiliki kesempatan melakukan peleburan disa dengan
melakukan brata Siwaratri dan tentunya juga bertobat tidak melakukan dosa lagi.
Sekilas apa yang dimaknai dalam perayaan hari Siwaratri menurut lontar atau
kitab Lubdaka tersebut tentunya akan berlawanan dengan hukum kharma phala
bagi umat Hindu di Bali. Karena apapaun perbuatan kita baik atau buruk maka
hasil atau akibatnya akan sama, karena hukum kharma phala tersebut akan terus
berlaku tidak hanya berlaku pada kehidupan ini tetapi juga di akhirat dan juga
kehidupan kita mendatang.
Tetapi dalam lontar Lubdaka ciptaan Mpu Tanakung, siksaan yang sempat
dialami oleh Lubdaka ketika di hukum oleh pasukan cikrabala yaitu abdi Dewa
Yama yang sebagai dewa keadilan, berakhir dengan segera karena telah
melakukan peleburan dosa dan menyadari segala dosa-dosanya dan tidak
melakukannya lagi. Maka untuk itu hari Siwaratri ini dianggap penting sekali bagi
umat untuk mendapatkan pencerahan diberikan jalan yang benar untuk bisa
mengaksiri perbuatan dosa dan bertobat serta dengan harapan dapat peleburan
dosa dengan memuja Dewa Siwa.
4
BAB III
KESIMPULAN
Siwaratri artinya malam Siwa. Jika diuraikan terdiri dari 2 kata, yaitu Siwa
dan Ratri. Siwa dalam bahasa Sansekerta berarti baik hati, suka memaafkan,
memberi harapan dan membahagiakan dan juga Siwa dapat diartikan sebagai
sebuah gelar atau nama kehormatan untuk salah satu manifestasi Tuhan yang
diberi nama atau gelar kehormatan Dewa Siwa, dalam fungsi beliau sebagai
pemerelina untuk mencapai kesucian atau kesadaran diri yang memberikan
harapan untuk kebahagian.
Sedangkan Ratri artinya malam, yang dapat diartikan juga sebagai
kegelapan. Jadi Siwaratri dapat diartikan sebagai malam pemerilina atau pelebur
kegelapan dalam diri dan hati untuk menuju jalan yang lebih terang.
CARA PELAKSANAAN
Dan juga ada sebuah kisah lubdaka dalam acara perayaan siwaratri.
5
DAFTAR PUSTAKA
http://inputbali.com/budaya-bali/makna-dan-cara-pelaksaan-siwaratri-dalam-hindu-bali
https://id.wikipedia.org/wiki/Siwaratri
https://www.balitoursclub.net/hari-siwaratri/