Anda di halaman 1dari 21

1.

Tarian Sere

Tarian Sere merupakan tarian klasik Istana Kerajaan Bima yang diciptakan oleh Sultan kedua
Kerajaan Bima (menjabat pada tahun 1640 – 1682 M) yakni Sultan Abdul Kahir Sirajuddin.
Tari ini terdiri dari dua orang penari pria yakni perwira Kesultanan yang bersenjatakan
perisai dan tombak. Pada pertunjukkan tarian ini kerap melakukan lompat dan lari sebagai
makna sedang melindungi Kerajaan Bima dari serangan musuh. Arti nama Sere dalam bahasa
Mbojo yakni lari sambil melompat-lompat. Tarian ini biasanya dipertunjukan saat acara
Hanta Ua Pua atau acara Pemerintahan baik kota/kabupaten maupun propinsi.
2. Tarian Lenggo

Tarian Lenggo dibagi menjadi dua yakni tarian Lenggo Melayu dan tarian Lenggo
Mbojo, tarian Lenggo Melayu dibawakan oleh penari pria dan tarian Lenggo Mbojo
dibawakan oleh penari wanita. Tarian Lenggo merupakan tarian klasik yang tumbuh dan
berkembang di Istana Bima dan hanya ditampilkan diacara tertentu kerajaan Bima.
Tarian Lenggo yang pertama kali diciptakan yakni tarian Lenggo Melayu, dinamakan
tarian Lenggo Melayu karena tarian ini diciptakan oleh seorang Mubaliq dari suku Melayu
yang berasal dari Sumatra Barat yakni bernama Datuk Raja Lelo. Tarian Lenggo Melayu
dibawakan oleh penari pria dalam acara Hanta Ua Pua. Terinspirasi dari tarian Lenggo
Melayu maka Sultan Abdul Kahir Sirajuddin (Mantau Uma Jati) yang merupakan Sultan
Bima kedua dan menjabat pada tahun 1640 – 1682 M menciptakan tarian Lenggo Mbojo
yang dibawakan oleh penari wanita.
3. Tarian Bongi Monca

Tarian Bongi Monca merupakan tarian selamat datang atau penyambutan tamu, tarian ini
dilakukan secara berkelompok oleh penari wanita dengan gerakan yang lembah lembut
sambil menerbakan beras kuning sebagai simbol penghormatan dan pengharapan. Tarian ini
biasa ditampilkan untuk menyambut kedatangan tamu Istana Kerajaan Bima. Nama Bongi
Monca berasal dari bahasa Mbojo yakni Bongi atau “Beras” dan Monca “Kuning” karena
saat melakukan tarian ini ditaburkan beras kuning maka tarian ini dinamakan tarian Bongi
Monca.
4. Tarian Buja Kadanda

Tarian Buja Kadanda (Mpa’a Buja Kadanda) menggambarkan dua prajurit yang sedang
berperang, dimana tarian ini akan dibawakan oleh dua pria yang mengenakan pakaian prajurit
dengan bersenjata tombak dan perisai. Tarian ini awalnya tumbuh dan berkembang diluar
Istana, artinya tarian ini murni diciptakan oleh Rakyat. Berkat dukungan dari para seniman
dan kerajaan Bima sehingga tarian Buja Kadanda dapat dikenal oleh masyarakat luas
khusunya masyarakat Bima dan Dompu.
Tarian ini dinamakan Buja Kadanda karena berasal dari dua kata yakni Buja dan Kadanda.
“Buja” berarti Tombak sedangkan “Kadanda” berarti berumbai bulu ekor kuda, artinya
Tombak yang digunakan oleh para penari terbuat dari berumbai bulu ekor kuda.
5. Tarian Sarembe Tembe

Tarian kolosal Saremba Tembe ini sebenarnya merupakan tarian garapan baru yang
dipadukan dengan menggunakan kain (Tembe) sebagai aksesorisnya. Tarian Saremba Tembe
mengingatkan tentang masyarakat Bima dan Dompu tempo dulu yakni dalam kesahariannya
masyarakat Bima dan Dompu menggunakan Tembe Nggoli sebagai gaun atau pakaian yaitu
Rimpu (bagi kaum perempuan) dan Katente dengan Saremba (bagi kaum laki-laki). Dimana
Rimpu, Katente, dan Saremba adalah jenis pakaian pertama masyarakat Bima dan Dompu
saat kaum wanita Bima dan Dompu telah mengetahui Medi Ra Muna (Menenun Kain) yang
dilakukan secara tradisional. Tarian Saremba Tembe juga menggambarkan suka cita
sekaligus rasa syukur atas keberhasilan melimpahnya hasil pertanian masyarakat Bima dan
Dompu.
6. Tari Katumbu

Katumbu: Tari tradisional Bima yang berarti berdegup ini menggambarkan keluwesan dan
keterampilan remaja putri. Tarian ini diperkirakan sudah ada sejak abad XV dan ditarikan
keluarga istana.
7. Tarian Karaenta

Tari tradisional Bima diawali dengan sebuah lagu berbahasa Makassar yang bernama
Karaengta. Penarinya anak kecil berusia sekitar 10 tahun, tidak memakai baju, kecuali hiasan
yang dalam bahasa Bima disebut Kawari atau dokoh. Tari hiburan ini merupakan dasar untuk
mempelajari tarian kerajaan Bima yang lain.
1. Hadrah Rebana

Jenis atraksi kesenian ini telah berkembang pesat sejak abad ke-16. Hadrah Rebana
merupakan jenis atraksi yang telah mendapat pengaruh ajaran islam. Syair lagu yang
dinyanikan adalah lagu-lagu dalam bahasa Arab dan biasanya mengandung pesan-pesan
rohani. Dengan berbekal 3 buah Rebana dan 6 sampai 12 penari, mereka mendendangkan
lagu-lagu seperti Marhaban dan lain-lain. Hadrah Rebana biasa digelar pada acara WA’A
CO’I (Antar Mahar), Sunatan maupun Khataman Alqur’an. Hingga saat ini Hadrah Rebana
telah berkembang pesat sampai ke seluruh pelosok. Hal yang menggembirakan adalah
Hadrah Rebana ini terus berkembang dan dikreasi oleh seniman di Bima. Dan banyak sekali
karya-karya gerakan dan lagu-lagu yang mengiringi permainan Hadrah Rebana ini.
Semua atraksi kesenian dan tari-tarian ini oleh Pemerintah Kota Bima selalu di gelar pada
setiap perayaan hari-hari besar daerah, propinsi dan nasional bahkan untuk menyambut para
tamu-tamu pemerintahan, wisatawan dan kegiatan-kegiatan ceremonial lainnya yang terpusat
di Paruga Nae (tempat khusus pagelaran seni budaya dengan arsitektur khas tradisional
rumah adat Bima).
2. Tari Toja

Tari toja merupakan tari tradisional bima yang di angkat dari kisah legenda indra zamrud. tari
ini menggambarkan lemah gemulainya penari yang turun dari negri kayangan oleh karna itu
tarian ini dibawakan oleh para gadis perawan. tari toja diciptakan oleh sultan abdul khair
sirajuddin pada tahun 1651
3. Tarian Sere

Tarian Sere merupakan tarian klasik Istana Kerajaan Bima yang diciptakan oleh Sultan kedua
Kerajaan Bima (menjabat pada tahun 1640 – 1682 M) yakni Sultan Abdul Kahir Sirajuddin.
Tari ini terdiri dari dua orang penari pria yakni perwira Kesultanan yang bersenjatakan
perisai dan tombak. Pada pertunjukkan tarian ini kerap melakukan lompat dan lari sebagai
makna sedang melindungi Kerajaan Bima dari serangan musuh. Arti nama Sere dalam bahasa
Mbojo yakni lari sambil melompat-lompat. Tarian ini biasanya dipertunjukan saat acara
Hanta Ua Pua atau acara Pemerintahan baik kota/kabupaten maupun propinsi.
4. Tarian Lenggo

Tarian Lenggo dibagi menjadi dua yakni tarian Lenggo Melayu dan tarian Lenggo
Mbojo, tarian Lenggo Melayu dibawakan oleh penari pria dan tarian Lenggo Mbojo
dibawakan oleh penari wanita. Tarian Lenggo merupakan tarian klasik yang tumbuh dan
berkembang di Istana Bima dan hanya ditampilkan diacara tertentu kerajaan Bima.
Tarian Lenggo yang pertama kali diciptakan yakni tarian Lenggo Melayu, dinamakan
tarian Lenggo Melayu karena tarian ini diciptakan oleh seorang Mubaliq dari suku Melayu
yang berasal dari Sumatra Barat yakni bernama Datuk Raja Lelo. Tarian Lenggo Melayu
dibawakan oleh penari pria dalam acara Hanta Ua Pua. Terinspirasi dari tarian Lenggo
Melayu maka Sultan Abdul Kahir Sirajuddin (Mantau Uma Jati) yang merupakan Sultan
Bima kedua dan menjabat pada tahun 1640 – 1682 M menciptakan tarian Lenggo Mbojo
yang dibawakan oleh penari wanita.
5. Tarian Bongi Monca

Tarian Bongi Monca merupakan tarian selamat datang atau penyambutan tamu, tarian ini
dilakukan secara berkelompok oleh penari wanita dengan gerakan yang lembah lembut
sambil menerbakan beras kuning sebagai simbol penghormatan dan pengharapan. Tarian ini
biasa ditampilkan untuk menyambut kedatangan tamu Istana Kerajaan Bima. Nama Bongi
Monca berasal dari bahasa Mbojo yakni Bongi atau “Beras” dan Monca “Kuning” karena
saat melakukan tarian ini ditaburkan beras kuning maka tarian ini dinamakan tarian Bongi
Monca.
6. Tarian Buja Kadanda

Tarian Buja Kadanda (Mpa’a Buja Kadanda) menggambarkan dua prajurit yang sedang
berperang, dimana tarian ini akan dibawakan oleh dua pria yang mengenakan pakaian prajurit
dengan bersenjata tombak dan perisai. Tarian ini awalnya tumbuh dan berkembang diluar
Istana, artinya tarian ini murni diciptakan oleh Rakyat. Berkat dukungan dari para seniman
dan kerajaan Bima sehingga tarian Buja Kadanda dapat dikenal oleh masyarakat luas
khusunya masyarakat Bima dan Dompu.
Tarian ini dinamakan Buja Kadanda karena berasal dari dua kata yakni Buja dan Kadanda.
“Buja” berarti Tombak sedangkan “Kadanda” berarti berumbai bulu ekor kuda, artinya
Tombak yang digunakan oleh para penari terbuat dari berumbai bulu ekor kuda.
7. Tarian Sarembe Tembe

Tarian kolosal Saremba Tembe ini sebenarnya merupakan tarian garapan baru yang
dipadukan dengan menggunakan kain (Tembe) sebagai aksesorisnya. Tarian Saremba Tembe
mengingatkan tentang masyarakat Bima dan Dompu tempo dulu yakni dalam kesahariannya
masyarakat Bima dan Dompu menggunakan Tembe Nggoli sebagai gaun atau pakaian yaitu
Rimpu (bagi kaum perempuan) dan Katente dengan Saremba (bagi kaum laki-laki). Dimana
Rimpu, Katente, dan Saremba adalah jenis pakaian pertama masyarakat Bima dan Dompu
saat kaum wanita Bima dan Dompu telah mengetahui Medi Ra Muna (Menenun Kain) yang
dilakukan secara tradisional. Tarian Saremba Tembe juga menggambarkan suka cita
sekaligus rasa syukur atas keberhasilan melimpahnya hasil pertanian masyarakat Bima dan
Dompu.
1. Tarian Lenggo

Tarian Lenggo dibagi menjadi dua yakni tarian Lenggo Melayu dan tarian Lenggo
Mbojo, tarian Lenggo Melayu dibawakan oleh penari pria dan tarian Lenggo Mbojo
dibawakan oleh penari wanita. Tarian Lenggo merupakan tarian klasik yang tumbuh dan
berkembang di Istana Bima dan hanya ditampilkan diacara tertentu kerajaan Bima.
Tarian Lenggo yang pertama kali diciptakan yakni tarian Lenggo Melayu, dinamakan
tarian Lenggo Melayu karena tarian ini diciptakan oleh seorang Mubaliq dari suku Melayu
yang berasal dari Sumatra Barat yakni bernama Datuk Raja Lelo. Tarian Lenggo Melayu
dibawakan oleh penari pria dalam acara Hanta Ua Pua. Terinspirasi dari tarian Lenggo
Melayu maka Sultan Abdul Kahir Sirajuddin (Mantau Uma Jati) yang merupakan Sultan
Bima kedua dan menjabat pada tahun 1640 – 1682 M menciptakan tarian Lenggo Mbojo
yang dibawakan oleh penari wanita.
2. Tarian Buja Kadanda

Tarian Buja Kadanda (Mpa’a Buja Kadanda) menggambarkan dua prajurit yang sedang
berperang, dimana tarian ini akan dibawakan oleh dua pria yang mengenakan pakaian prajurit
dengan bersenjata tombak dan perisai. Tarian ini awalnya tumbuh dan berkembang diluar
Istana, artinya tarian ini murni diciptakan oleh Rakyat. Berkat dukungan dari para seniman
dan kerajaan Bima sehingga tarian Buja Kadanda dapat dikenal oleh masyarakat luas
khusunya masyarakat Bima dan Dompu.
Tarian ini dinamakan Buja Kadanda karena berasal dari dua kata yakni Buja dan Kadanda.
“Buja” berarti Tombak sedangkan “Kadanda” berarti berumbai bulu ekor kuda, artinya
Tombak yang digunakan oleh para penari terbuat dari berumbai bulu ekor kuda.
3. Tari Katumbu

Katumbu: Tari tradisional Bima yang berarti berdegup ini menggambarkan keluwesan dan
keterampilan remaja putri. Tarian ini diperkirakan sudah ada sejak abad XV dan ditarikan
keluarga istana.
4. Hadrah Rebana

Jenis atraksi kesenian ini telah berkembang pesat sejak abad ke-16. Hadrah Rebana
merupakan jenis atraksi yang telah mendapat pengaruh ajaran islam. Syair lagu yang
dinyanikan adalah lagu-lagu dalam bahasa Arab dan biasanya mengandung pesan-pesan
rohani. Dengan berbekal 3 buah Rebana dan 6 sampai 12 penari, mereka mendendangkan
lagu-lagu seperti Marhaban dan lain-lain. Hadrah Rebana biasa digelar pada acara WA’A
CO’I (Antar Mahar), Sunatan maupun Khataman Alqur’an. Hingga saat ini Hadrah Rebana
telah berkembang pesat sampai ke seluruh pelosok. Hal yang menggembirakan adalah
Hadrah Rebana ini terus berkembang dan dikreasi oleh seniman di Bima. Dan banyak sekali
karya-karya gerakan dan lagu-lagu yang mengiringi permainan Hadrah Rebana ini.
Semua atraksi kesenian dan tari-tarian ini oleh Pemerintah Kota Bima selalu di gelar pada
setiap perayaan hari-hari besar daerah, propinsi dan nasional bahkan untuk menyambut para
tamu-tamu pemerintahan, wisatawan dan kegiatan-kegiatan ceremonial lainnya yang terpusat
di Paruga Nae (tempat khusus pagelaran seni budaya dengan arsitektur khas tradisional
rumah adat Bima).
5. Tari Toja

Tari toja merupakan tari tradisional bima yang di angkat dari kisah legenda indra zamrud. tari
ini menggambarkan lemah gemulainya penari yang turun dari negri kayangan oleh karna itu
tarian ini dibawakan oleh para gadis perawan. tari toja diciptakan oleh sultan abdul khair
sirajuddin pada tahun 1651
6. Tarian Bongi Monca

Tarian Bongi Monca merupakan tarian selamat datang atau penyambutan tamu, tarian ini
dilakukan secara berkelompok oleh penari wanita dengan gerakan yang lembah lembut
sambil menerbakan beras kuning sebagai simbol penghormatan dan pengharapan. Tarian ini
biasa ditampilkan untuk menyambut kedatangan tamu Istana Kerajaan Bima. Nama Bongi
Monca berasal dari bahasa Mbojo yakni Bongi atau “Beras” dan Monca “Kuning” karena
saat melakukan tarian ini ditaburkan beras kuning maka tarian ini dinamakan tarian Bongi
Monca.
7. Tarian Sarembe Tembe

Tarian kolosal Saremba Tembe ini sebenarnya merupakan tarian garapan baru yang
dipadukan dengan menggunakan kain (Tembe) sebagai aksesorisnya. Tarian Saremba Tembe
mengingatkan tentang masyarakat Bima dan Dompu tempo dulu yakni dalam kesahariannya
masyarakat Bima dan Dompu menggunakan Tembe Nggoli sebagai gaun atau pakaian yaitu
Rimpu (bagi kaum perempuan) dan Katente dengan Saremba (bagi kaum laki-laki). Dimana
Rimpu, Katente, dan Saremba adalah jenis pakaian pertama masyarakat Bima dan Dompu
saat kaum wanita Bima dan Dompu telah mengetahui Medi Ra Muna (Menenun Kain) yang
dilakukan secara tradisional. Tarian Saremba Tembe juga menggambarkan suka cita
sekaligus rasa syukur atas keberhasilan melimpahnya hasil pertanian masyarakat Bima dan
Dompu.

Anda mungkin juga menyukai