Anda di halaman 1dari 12

BAB II

K E LAH I RAN
PERAWATAN

Kebiasaan menurut adat Sikka, setelah menikah keluarga baru belum boleh meninggalkan
rumah mertuanya, kecuali sudah mempunyai anak. Berdasarkan pertimbangan bahwa mereka
belum matang dan pengalaman, yang masih memerlukan bimbingan dari ibu kandungnya atau
bibiknya. Apabila mereka belum mendapat tanda-tanda kehamilan, mereka akan mencari
dukun untuk memberikan ramuan (molang mekot).
Ungkapan doa untuk memperolah keturunan,

Bahasa Sikka Terjemahan


Ami ina ata dulak bua
Ami ata ama lorang gae
Kami ibu ayah yang melahirkan anak – aank ini
Mai liko meing sina
Datang untuk membendung dan menetapkan
Mai lepe etang jawa
Daging darahnya.
Ami neni du ruhu muhun
Mora ina niang tanah wawa
Kami mohon dengan sangat dan berulang-ulang
Wawa luju wawa buju
Kepada Tuhan pencipta langit dan bumi,
Buju wawa buju niang
Yang berada dibawah bumi atau diatas langit
Wawa lelo wawa bekong
Lelo wawa bekong tanah

Diat beli me aming du’a la;i


Puhut naha hamai giit
Memberkati kedua anak kami
Wuat naha hamai mangang
Beroleh buah kandungan yang mantap
Iana hura wai hura tion
Agar dapat melahirkan anak laki-laki arau wanita
Hagong lai hagong belang
Tempat kami menaruh pengharapan kami
Dena ami meteng ganu wunu
Ami paok ganu noang

Kamang blatang wiing ganu wair


Agar sejuk dingin sebagai air
Blirang wiing ganu wolong
Segar bugar sebagai udara di bukit
Ubut naha lebur lekuk
Berpucuk seperti gebang di dataran
Ganu tebuk lau detung
Berpelepah seperti pisang hutan di gunung
Bakut naha bi’at bakalika
Lagi sehat wal afiat
Ganu baki reta iling
Punan daan mosa meluk
MELAHIRKAN (Bua GA’E)

Seorang dukun dipanggil untuk tetap mendampingi dengan ramuan dan nasehatnya. Dukun
yang menolong memotong tali pusatnya. Puher oha (Placenta), biasanya di kuburkan dikolong
rumah. Saran dukun supaya ibu yang melahirkan jangan dulu berpindah tempat (neser
olang)sampai beberapa hari.
KELAMITANG

Setelah sepekan dari neser olang, diadakan upacara kelamitang dengan menandai arang hitam
pada dahi si bayi, lalu beranjak ke pintu depan rumah, dengan maksud untuk mendapat angin
segar dengan menghalaukan angin jahat oleh arang hitam. Masa sekarang oleh agama, arang
tersebut di buat tanda salib, setelah duduk sejenak, lalu mulai turun tangga rumah dengan
upacara lodong me
LODONG ME

Ibu menggendong si bayi dalam lampin, sambil menghambur abu hitam dijalan yang ia lalui di
halaman rumah, dengan berkata :
Hari
“Ibu” Sede itu dibu
a
“nurak amang raik gete wiing Bay rhana, m t perjam
Bano depo poi ei lalang Anak kekasihku, kalau besar nanti i , se e mb u an
Kep rt
A’u wur nei awu tei Jalanlah pada tempat ada a memb eri nam
Berj d a
Bano mane lala gete poi kuhambur abu ini asa ukun ya eri imba
(raw n g la n
ing te
Lopa bano raka utur Jangan melalui semak belukar ga) lah
“Ayah”
Moa amang sape gete wiing
Dibano poi depo te ei ina aung
Bur nei awu tia Anak kekashku, kalau besar nanti
Lopa gou gawi ata dueng Turutilah jalan yang dihamburi ibumu
Odi dueng bei gogo pegong Jangan melewati batas kebun orang
Gogo bepi leu lima aung puur Nanti batas bei berguling
Lopa bata lewat ata hoat Menghancurkan tangan mu
Odi hoat bao batu leur
Batu plapar leu lima aung puur
RAWING GA

Dukun duduk ditengah diapiti oleh ibu-ibu dan bibik-bibik serta saudara dan saudari lain, di
beri makan-makanan yang selayaknya, bersama yang hadir, sesudah selesai makan, lalu
mertua datang membawa :
1 helai sarung dan baju, uang sebesara Rp.10.000,- (sesuai masanya), 1 rekong berisi beras, 1
paha babi. 2 botol moke.
Dukun diantar pulang kerumahnya dengan membawa imbalannya, sebelumnya Ia berpesan,
bahwa ia akan datang menjenguk kalau masih perlu pertolongannya.
WETENG KUAT
Perjamuan untuk menetapkan suku
Untuk mengadakan pesta “KUAT WUNGUNG” (suku bangsa), biasa di buat di rumah pihak laki-laki, karena disitulah asal suku ayahnya.

Bagi anak haram (gebi robong atau me deri lepo) mereka masuk suku ibunya.

Setiap anak sulung baik laki-laki atau wanita dibua acara weteng kuat.

Tugas untuk seorang bibik (na’a) memasak nasi suku, menurut tata upacara suku itu. Nasi suku itu akan dimakan oleh ibu yang menyusui bayi
itu, serta suaminya dan segala warga yang sesuku dengannya. Orang yang bukan sesuku, haram memakannya, mereka dapat makan dari periuk
lain. Apabila mereka memakannya akan mendapat cacat yaitu linglung dan pikun (odi tuhung rang ganu ugu, tahang rang ganu uba)

Sementara memakan nasi “kuat wungung” tokoh adat mengungkapkan sastra :

Lopa sisa le’u wungung


Wungung odi wutung Jangan terlantarkan suku bangsamu
Lopa dara le’u kuat Nanti hilang lenyap ke lubang batu
Kuat odi potat Atau ke puncak pohon

Sisa le’u wungung Biar engkau mencari dia


Wungung odi hori watu nuking Tidak akan ketemu lagi
Dara le’u kuat
Kuat odi sea nang reta wutung

Ita tota hei tota hae


Tota-tota ene toma baa
Ita bar paga bar ahak
Bar-bar ene ita baa
ROIT ALANG (mencukur rambut)

Upacara mencukur rambut, bibik si bayi (saudari ayah atau na’a)yang bertugas mencukur
rambut. Dari pihak paman (saudara ibu atau dede)bertugas menadah rambut cukuran dengan
sehelai sarung dan baju yang di serahkan kepada bibik si bayi, dan paman akan menerima
imbalan berupa uang atau gading dari bibik si bayi. Bekas cukuran itu akan di gosok dengan
ramuan agar tumbuh lebih tebal.
Tua adat akan memercik air dengan berkata :
”kamang blirang wiing ganu bao
“blatang wiing ganu wair”
TOKANG MASI (TOTEM)

Untuk menambahkan kecantikan, biasanya remaja-remaja di cacah pada dahi, ada pada tangan,
pada belakang. Waktunya bisa dipilih pada saat ada kematian salah seorang keluarga ketika
mereka berkabung tidak keluar rumah.
EKER NIUNG (Mengasah gigi)

Untuk lebih terpikat orang, bila gigi remaja-remaja di asah, agar berkilat seperti perak bila
tertawa. Pada waktu di asah sekumpulan pemuda-pemudi dan di adakan perjamuan sederhana.

Catatan : upacara ini sudah jarang dilakukan pada masa kini dengan alasan kesehatan
BALA PAPANG (Mas kawin memangku anak)

Selama kawin, pria dan wanita belum perpindah ke rumah orangtuanya, kecuali telah
melahirkan anaknya yang sulung. Untuk mengucap syukur kepada orangtua yang telah
merawat mereka sampai memperoleh buah sulung, pihak laki-laki memberikan bala papang
(berupa gading atau uang atau kuda) kepada mertua, dan balasannya adalah sarung baju atau
barang antik lainnya.

Anda mungkin juga menyukai