Anda di halaman 1dari 8

MUSIK GEDOGAN

TINJAUAN MAKNA/SIMBOL
1.

PENDAHULUAN
Pada tanggal 12-13 Mei 2013 mahasiswa sendratasik prodi musik 2012

melakukan suatu kegiatan observasi untuk memenuhi syarat penilaian pada


matakuliah etnomusikologi semester genap 2012/2013. Observasi ini ditujukan ke
suatu tempat yang mayoritasnya suku osing, dimana lagi kalau bukan
banyuwangi. Banyuwangi adalah kabupaten terluas di Jawa Timur bahkan di
Pulau Jawa. Luasnya 5.782,50 km. Wilayahnya cukup beragam, dari dataran
rendah hingga pegunungan.
Nama banyuwangi memiliki arti yaitu banyu = air dan wangi = harum, dari
keunikan sebuah nama tersebut ternyata menyimpan sebuah legenda tentang
kesetiaan seorang istri kepada suami. Cerita ini berawal dari seorang raja bernama
Banterang dan sang istri yang bernama Surati. Suatu hari, ketika Banterang
sedang pergi untuk berburu di hutan sedangkan Surati berdiam di istana bersama
dayang dayang istana. Namun ketika surati sedang berjalan keluar istana, ada
seseorang memanggilnya yang ternyata kakak kandung surati. Seketika itu kakak
surati mengatakan agar surati dapat membalas dendam kepada Banterang
suaminya karena telah membunuh ayah mereka. Surati pun menolaknya, sebab ia
merasa berhutang budi pada Banterang yang telah menyelamatkannya dari
kesengsaraan. Dengan penuh penyesalan karena tidak mendapatkan dukungan dari
surati, kakak surati berpura pura menutupi kekesalannya dengan memberikan
ikat kepala untuk sebuah kenangan, yang sebenarnya itu salah satu cara liciknya
agar dapat balas dendam dengan Banterang.
Dengan begitu, ketika kakak surati bertemu dengan Banterang, ia langsung
menyamar dan menghampiri dengan perlahan lahan menghasut Banterang
bahwa ia mendengar pembicaraan Surati dengan kakak kandungnya tentang
rencana mereka balas dendam atas kematian ayah mereka. Pengemis itu juga
bilang bahwa apabila Raden Banterang tidak percaya, Raden Banterang harus

melihat di bawah peraduan permaisuri Surati terdapat sebuah ikat kepala seorang
laki-laki. Setelah itu pengemis tersebut langsung menghilang. Raden Banterang
ingin membuktikan kebenaran ucapan pengemis itu. Sehingga Bergegaslah ia
pulang. Setiba di istana Raden Banterang langsung menghampiri istrinya. ketika
melihat yang di genggam pada tangan surati ternyata memang ada sebuah ikat
kepala laki-laki. Begitu kecewa Banterang terhadap istrinya, diajaklah surati ke
muara sebuah sungai. Mereka saling menjelaskan satu sama lain, namun
Banterang tetap percaya, kemudian dihunus keris yang terselip di pinggangnya.
Sebelum keris itu ditikamkan pada Surati, Surati melompat ke sungai lalu
menghilang.
Tidak berapa lama, terjadi sebuah keajaiban. Bau nan harum merebak di
sekitar sungai. Melihat kejadian itu, Raden Banterang berseru dengan suara
gemetar. Istriku tidak berdosa! Air kali ini harum baunya! Betapa menyesalnya
Raden Banterang. Ia meratapi kematian istrinya, dan menyesali kebodohannya.
Namun sudah terlambat. Dari situlah asal usul nama banyuwangi.
Selain asal usul nama banyuwangi yang khas ternyata banyuwangi juga
terkenal dengan santet. Namun tujuan santet ini adalah untuk mengembalikan
saja, kalau diserang/disakiti lawan. Dan jika disuruh untuk memulai tidak akan
mau. Adapula beberapa julukan lain, diantaranya Kota Banteng Kabupaten
Banyuwangi dijuluki kota banteng dikarenakan di Banyuwangi tepatnya di Taman
Nasional Alas Purwo terdapat banyak banteng jawa. Yang kedua The Sunrise of
Java Julukan The Sunrise of Java di sandang Kabupaten Banyuwangi tidak lain
karena daerah yang terkena pertama sinar matahari terbit di Kabupaten
Banyuwangi. Kemudian Kota Pisang Sejak dahulu Kabupaten Banyuwangi
sangat dingenal sebagai penghasil pisang terbesar, bahkan tiap dipekarangan
rumah warga selalu terdapat pohon pisang.
Dari keunikan keunikan yang dikenal masyarakat tersebutlah, di sisi lain
segi kesenian yang dimiliki banyuwangi juga tidak kalah menarik dan masih
langka karna masih banyak yang belum mengena di kalangan masyarakat untuk
budaya Indonesia sendiri.

Salah satu contohnya adalah musik gedhogan banyuwangi yang berada di


sebuah dusun kedalem, desa kemiren, kecamatan Glagah dan kabupaten
banyuwangi. Sebuah kesenian baru yang pernah kami dengar dan menjadi salah
satu tanda tanya besar untuk mengetahui musik gedhogan tersebut. Namun karena
untuk studi matakuliah etnomusikologi ini hanya satu obyek yang diteliti bentuk
observasi yang akan diteliti dibagi menjadi beberapa macam topik permasalahan.
Dan kelompok kami mendapatkan bagian topik permasalahan tentang tinjauan
makna/simbol.
2.

RUMUSAN MASALAH

Berdasarkan pendahuluan diatas, pokok permasalahannya adalah :


a. Menjelaskan simbol makna dari musik gedhogan !
3.

PEMBAHASAN
Secara garis besar Musik gedhongan merupakan tradisi yang pada mulanya

digunakan untuk hiburan setelah selesai menumbuk beras pada acara hajatan.
Mereka beramai ramai membunyikan peralatan penumbuk beras, seperti, alu,
lesung dan lumping, sehingga menimbulkan suara yang enak untuk didengar.
Mereka menyanyi sambil menabuh gamelan tersebut. Biasanya tradisi ini di
mainkan ketika ada acara - acara tertentu, tetapi tidak menutupkan kemungkinan
tradisi ini dimainkan saat ada yang meminta untuk mendapat hiburan ini.
Namun ada beberapa hal yang perlu diperhatikan sebelum musik gedhogan
dimainkan yang mepunyai makna tersendiri sampai lirik musik gedhogan yang
mempunyai arti dan simbol pada kehidupan masyarakat.
3.1 Ritual yang dilakukan sebelum musik gedhogan dimainkan
Setelah pengamatan yang kami lihat pada observasi tersebut, ternyata ada
sebuah ritual yang dilakukan sebelum musik gedhogan dimainkan. Ritual ini
disebut dengan buyut cili.
Ritual buyut cili ini merupakan suatu keyakinan dari masyarakat
banyuwangi yang dimitoskan dan dianggap sebagai danyang atau penjaga desa

Kemiren. Ritual buyut cili dilakukan jika ada peristiwa peristiwa penting
seperti, bersih desa, hajatan, bahkan seseorang datang dengan rombongan dari
masyarakat selain warga banyuwangi yang datang untuk mengetahui musik
gedhogan, warga desa kemiren melakukan persembahan sesaji untuk Buyut Cili
lewat upacara slametan. Slametan ini mempunyai simbol dengan makna sebagai
memohon keselamatan seluruh pelaksananya. Harapan masa depan yang lebih
cemerlang, dan untuk mendapatkan ridha Tuhan. Sehingga mereka takut jika
meninggalkan kegiatan ini karena sudah menjadi keyakinannya apabila
meninggalkan tradisi ini dan melanggar tidak akan mendapat berkah.
Selain itu adapula syarat syarat dalam ritual buyut cili diantaranya :
a. Wewangian non alkohol yang berupa dupa, kulit kelapa dan bunga karena
menjadi satu sumber wangi yang bebas dari alkohol sehingga menandakan
kesucian.
b. Untuk sesajen digunakan ayam perjaka baik ayam jantan maupun betina yang
belum pernah dikawinkan, yang menjadi keyakinan masyarakat sekitar bahwa
ayam perjaka memiliki makna Kesucian dan masih bersih.
Berikut ini adalah gambar ritual buyut cili :
(a.)

(a.) sesajen untuk ritual buyut cili,

(b.) Wewangian dan ritual buyut cili

3.2 Simbol dan makna dari pakaian yang dikenakan pemusik gedhogan

Selain ritual ternyata ada hal lain yang menonjol yaitu keseragaman pakaian
yang dikenakan pada setiap pemain. Pakaian ini menjadi salah satu ciri khas dan
makna tersendiri oleh pemain. Sebagai contoh:
- Warna pakaian pada pemain yang condong dengan warna merah tua, mereka
memilih

warna

merah

dikarenakan warna merah tua


adalah warna yang di gemari oleh
orang osing.

- kemudian

untuk

sampirnya

bermotif batik khas osing ini hanya


memberikan

satu

simbol

agar

para

penonton dapat mengetahui bahwa dari


berbagai kota, di Indonesia ternyata
berbagai macam macam juga pola motif
batik yang berbeda.

- Sedangkan untuk udeng yang terlebih digunakan oleh kaum laki laki pada
warga osing ternyata mempunyai keunikan dan simbol makna tersendiri dan
ada perbedaannya. Sebagai contoh untuk udeng pada usia muda yang
bentuknya seperti tanduk pada kanan
kiri lebih panjang yang mempunyai
makna bahwa usia yang muda dapat
mencapai cita cita/keinginan di
kemudian

hari

masih

panjang.

Sedangkan udeng untuk usia tua atau


sudah berkeluarga bentuk udeng
yang seperti tanduk pada kanan kiri lebih pendek dibanding usia muda, dari
makna simbol yang terkandung bahwa usia tua lebih semakin merendahkan diri
dan lebih mensyukuri dari yang telah diperoleh.
3.3 Kebiasaan pemusik sebelum dan sesudah memainkan musik gedhogan

sajian yang menjadi kebiasaan para pemain gedhogan khususnya wanita


yaitu dengan nginang nginang sendiri terbuat dari bahan bahan herbal yaitu
daun

sirih,kapur,tembakau,dubang

tempolong,gambir,pinang. Nginang
menjadi
bahwa

tren

karena

wanita

itu

anggapan
tabu.

Jika

merokok jadi sebagai ganti rokok


maka dipilihlah ngginang yang juga
berfungsi untuk menjaga kesehatan
gigi.
3.4 Makna lirik pada musik kedhogan.
Ada beberapa lagu yang dibawakan yaitu diantaranya :
1. amit amit
lirik lagu :
amit amit pdho nekani
kito kabeh njaluk maklume lahir batin
njaluk tulung podho guyubo nang budoyo
blambangan tanah jowo pucuk wetan
2. paman bebeh
lirik lagu :
paman bebe
kakangan adik
konco konco kabeh podho tandang gawe
mbangun Negara nuju makmure
nusa lan bangsa saiki sing usunge wong adoh lambe
ongkang-ongkang aclak aclakan
ayo konco
ayo konco podho tandang gawe
produksi tingkatno
pembangunan podho suksesno
dadi krayawan nyukup aken sandang lan pangan
rapetno persatuan paman bebe
nuju kemakmuran
3. ancur lebur
lirik lagu :
ancur lebur
ancur lebur rasane ati
sun tahan tahan yo sing uyat
kepingin mati
tatone ati yo mung niko kang nambani

eman eman ya du paman aju kelenti


adu nasib apuo kari getiki
kelendani maning yow is kadung
lagu lagu tersebut masing mempunyai makna dan simbol tersendiri dari
kehidupan keluarga maupun masyarakat, diantaranya :
1. amit amit :jika di lihat dari judul artinya penghormatan tetapi jika dilihat dari
keseluruhan lirik lagu amit amit adalah penghormatan kepada para tamu yang
sedang melihat music gedhogan. Ini selalu menjadi pembuka lagu musik
gedhogan
2. pamen bebe : untuk bagian lagu yang kedua ini dari judul dan liriknya
mengandung makna penghormatan kepada adik kakak dari ibu yang mana
memberikan semangat dalam bekerja agar mencapai kemakmuran.
3. ancur lebur : sedangkan ancur lebur ini menjadi klimaks pada sebuah akhir
dari kedua lagu tersebut dimana memberikan makna dengan gambaran ketidak
harmonis pada rumah tangga. Sehingga terpecah belah hubungan suami istri
tersebut.
4

KESIMPULAN
Musik Gedhogan merupakan tradisi yang pada mulanya digunakan untuk

hiburan setelah selesai menumbuk beras pada acara hajatan. Mereka beramai
ramai membunyikan peralatan penumbuk beras, seperti ali, lesung dan lumping,
sehingga menimbulkan suara yang harmonis.
Selain itu ternyata sebelum melakukan sagala aktifitas seperti hajatan,
slametan di desa kemiren mereka melakukan sebuah ritual buyut cili yang
menjadi satu keyakinan dari warga desa kemiren dan dianggap sebagai danyang
atau penjaga desa kemiren.
5

DAFTAR PUSTAKA

Supanggah Rahayu, Etnomusikologi, 1995.Yogyakarta.


Rahayu Alfian,Laporan Hasil Uji Kompetensi, 2011.Surabaya
Narasumber saat observasi, Bapak. Andi

Anda mungkin juga menyukai