Suku Pakpak
Unknown
5 Comments
PAKPAK
Wednesday, 11 May 2016
Suku Pakpak adalah salah satu suku bangsa yang terdapat di Pulau Sumatera
Indonesia. Tersebar di beberapa kabupaten/kota di Sumatera Utara dan Aceh, yakni
di Kabupaten Dairi, Kabupaten Pakpak Bharat, Kabupaten Humbang Hasundutan,
Tapanuli Tengah (Sumatera Utara), Kabupaten Aceh Singkil dan Kota Subulussalam
(Provinsi Aceh)
Suku bangsa Pakpak kemungkinan besar berasal dari keturunan tentara kerajaan Cola
dari India yang menyerang kerajaan Sriwijaya sekitaran pada abad 11 Masehi.
SEJARAH AWAL SUKU PAKPAK
Dikisahkan dalam sejarah, bahwa asal-usul Suku Pakpak ialah dari India Selatan yaitu
dari India Tondall yang kemudian menetap di Muara Tapus dekat Kota Barus lalu
berkembang di tanoh Pakpak dan kemudian menjadi suku Pakpak. Pada dasarnya
nenek moyang suku Pakpak ini sudah mempunyai marga sejak dari negeri asal
mereka, namun kemudian membentuk marga baru yang tidak jauh berbeda dari
marga aslinya. [Suku Pakpak] tersebar di beberapa daerah. Secara administratif
masyarakat Pakpak tersebar di dua Propinsi dan beberapa Kabupaten, yang dikenal
dengan sebutan Suak atau Lebbuh. Wilayah Pakpak terbagi menjadi 5 suak yaitu :
1. [Suak Simsim],
2. [Suak Kelasen],
3. [Suak Keppas],
4. [Suak Pegagan] dan
5. [Suak Boang].
Suak Simsim terletak di wilayah Kabupaten Pakpak Bharat, Suak Keppas dan Suak
Pegagan terletak di wilayah Kabupaten Dairi, Suak Kelasen menetap di wilayah
Kabupaten Humbang Hasundutan dan Kabupaten Tapanuli Tengah khususnya
Kecamatan Barus, dan Suak Boang secara administratif terletak di wilayah Kabupaten
Aceh Singkil dan Kota Subulussalam Provinsi Aceh.
Tidak semua orang Pakpak berdiam di tanah Pakpak, namun mereka juga
berdiaspora, meninggalkan negerinya dan menetap di daerah baru. Sebagian tinggal
di tanah Pakpak dan menjadi Suku Pakpak. Mereka menjadi "Situkak Rube",
Sipungkah Kuta, dan Sukut Nitalun di tanah Pakpak. Sebagian lagi pergi merantau ke
daerah lain, membentuk komunitas baru. Mereka mengetahui bahwa asalnya adalah
dari daerah Pakpak dan mengaku bahwa Pakpak adalah sukunya, namun sudah
menjadi marga di suku lain.
Menurut cerita, nenek moyang dari Suku Pakpak adalah si Kada dan si Lona dari India
Selatan. Mereka pergi merantau meninggalkan kampungnya dan terdampar di Pantai
Barus dan terus masuk hingga ke tanah Pakpak. Dari pernikahan mereka mempunyai
seorang anak yang bernama HYANG. Itulah sebabnya nama Hyang adalah nama yang
dikeramatkan di Suku Pakpak. Hyang pun dewasa dan kemudian menikah dengan
putri Raja Barus. Dari pernikahan mereka, lahir 7 orang anak laki-laki dan 1 orang
anak perempuan. Adapun nama dari anak Hyang dan putri raja Barus adalah :
1. Si Haji;
2. Perbaju Bigo;
3. Ranggar Jodi;
4. Mpu Bada;
5. Raja Pako;
6. Bata;
7. Sanggir;
8. Suari (anak perempuan).
Pada urutan ke empat terdapat nama Mpu Bada, Mpu Bada adalah yang terbesar di
antara saudara-saudaranya yang lain, bahkan dari pihak suku Toba pun kadangkala
mengklaim bahwa Mpu Bada adalah keturunan dari Parna dari Marga Sigalingging.
Bagaimana bisa ya...??? Sedangkah pada sejarahnya sudah jelas-jelas bahwa Mpu
Bada adalah anak keempat dari Hyang.
Si anak Sulung, yaitu Si Haji mempunyai kerajaan di Banua Harhar, yang saat ini
dikenal dengan Hulu Lae Kombih, Kecamatan Siempat Rube Kabupaten Pakpak
Bharat. Perbaju Bigo pergi ke arah timur dan membentuk kerajaan SIMBELLO di
Silaan, yang saat ini dikenal dengan Kecamatan Sitellu Tali Urang Julu.
Ranggar Jodi pergi ke arah utara dan membentuk kerajaan yang bertempat di Buku
Tinambun dengan nama kerajaan Jodi Buah Leuh dan Nantampuk Mas, saat ini
masuk ke dalam Kecamatan Sitellu Tali Urang Jehe.
Mpu Bada pergi ke arah barat melintasi Lae Cinendang dan tinggal di Mpung
Simbentar Baju.
Raja Pako pergi ke arah timur laut membentuk Kerajaan Siraja Pako dan bermukir di
Sicike-cike.
Bata pergi ke arah Selatan dan menikah, kemudian hanya mempunyai seorang anak
perempuan yang menikah dengan Putra keturunan Tuan Nahkoda Raja. Dari
pernikahan ini menurunkan marga Tinambunan, Tumangger, Maharaja, Turuten,
Pinayungen dan Anakampun.
Sanggir pergi ke arah Selatan tapi lebih jauh dari Bata dan membentuk kerajaan di
sana. dipercaya menjadi nenek moyang marga Meka dan Mungkur.
Sedangkah yang perempuan yaitu Suari menikah dengan Putra Raja Barus dan
mempunyai empat orang anak, yaitu : Tndang, Rea yang sekarang menjadi Banurea,
Manik dan Permencuari yang kemudia menurunkan marga Boangmanalu dan Bancin.
Pakpak Simsim, yaitu orang Pakpak yang menetap dan memiliki hak ulayat di daerah
Simsim. Terdiri dari marga Berutu, Sinamo, Padang, Solin, Banurea, Boangmanalu,
Cibro, Sitakar dan lain-lain. Dalam administrasi pemerintahan Republik Indonesia, kini
termasuk dalam wilayah Kabupaten Pakpak Bharat.
Pakpak Keppas, yaitu orang Pakpak yang menetap dan berdialek Keppas. Antara lain
marga Ujung, Bintang, Bako, Maha dan lain-lain. Ini termasuk ke dalam wilayah
Kabupaten Dairi. Pakpak Pegagan, yaitu orang Pakpak yang berasal dan berdialek
Pegagan, antara lain marga Lingga, Mataniari, Maibang, Manik, Sikettang dan lain-
lain, termasuk ke dalam wilayah Kecamatan Sumbul, Pegagan Hilir Kabupaten Dairi.
Pakpak Kelasen, yaitu orang Pakpak yang berasal dari dan berdialek Kelasen. Antara
lain marga Tumangger, Siketang, Tinambunan, Anakampun, Kesogihen, Maharaja,
Meka, Berasa dan lain-lain. Termasuk ke dalam wilayah Kecamatan Parlilitan dan
Kecamatan Pakkat (Kabupaten Humbang Hasundutan), serta Kecamatan Barus
(Kabupaten Tapanuli Tengah).
Pakpak Boang, yaitu orang Pakpak yang berasal dan berdialek Boang, antara lain
marga Ramin, Saraan, Sambo, Penarik dan lain-lain. Termasuk ke dalam wilayah
Kabupaten Aceh Singkil Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam.
Meskipun para Antropolog memasukkan suku Pakpak ke dalam salah satu Subetnis
Batak, sebagaimana suku Mandailing, Karo, Toba, dan Simalungun. Namun, suku
Pakpak mempunyai versi tersendiri tentang asal-usul dan jati dirinya. Berkaitan
dengan hal tersebut sumber-sumber tutur menyebutkan antara lain (Sinuhaji dan
Hasanuddin, 1999/2000:16) : Keberadaan orang-orang Simbello, Simbacang, Siratak
dan Purbaji yang dianggap telah mendiami daerah Pakpak sebelum kedatangan
orang-orang Pakpak; Penduduk awal daerah Pakpak adalah orang-orang yang
bernama Simargaru, Simorgarorgar, Sirumumpur, Silimbiu, Similang-ilang dan
Purbaji.
Terdamparnya armada dari India Selatan di pesisir barat Sumatera, tepatnya di Barus
yang kemudian berasimilasi dengan penduduk setempat. Berdasarkan sumber tutur
serta sejumlah nama marga yang ada di Suku Pakpak yang mengandung ke India-an
seperti marga Lingga, Maha dan Maharaja, boleh jadi pada masa lalu memang pernah
terjadi kontak antara penduduk pribumi Pakpak dengan para pendatang dari India.
Jejak kontak itu tentunya tidak hanya dibuktikan lewat dua hal tersebut, dibutuhkan
data lain yang lebih kuat mendukung dugaan tadi. Oleh karena itu pengamatan
terhadap produk-produk budaya baik yang tangible maupun intangible diperlukan
untuk memaparkan fakta adanya kontak tersebut.
Marga-Marga Pakpak
Anakampun
Angkat
Bako
Bancin
Banurea
Berampu
Berasa
Beringin
Berutu
Bintang
Boang Manalu
Capah
Cibro
Gajah Manik
Gajah
Kabeaken
Kesogihen
Kaloko
Kombih
Kudadiri
Lingga
Maha
Maharaja
Manik
Matanari
Meka
Maibang
Padang
Padang Batanghari (BTH)
Pasi
Penarik Pinayungan
Ramin
Sambo
Saraan
Sikettang
Sinamo
Sitakar
Solin
Saing
Tendang
Tinambunan
Tinendung
Tumangger
Turutan
Ujung
Suku bangsa Pakpak diikat oleh struktur sosial yang dalam istilah setempat dengan
sulang silima. Sulang silima terdiri dari lima unsur yakni: 1. Sinina tertua (Perisang-
isang (keturunan atau generasi tertua) 2. Sinina penengah (Pertulan tengah
(keturunan atau generasi yang di tengah) 3. Sinina terbungsu (perekur-ekur =
keturunan terbungsu) 4. Berru (kerabat penerima gadis) 5. Puang (kerabat pemberi
gadis)
Kelima unsur ini sangat berperan dalam proses pengambilan keputusan dalam
berbagai aspek kehidupan terutama dalam sistem kekerabatan, upacara adat maupun
dalam konteks komunitas lebbuh atau kuta. Artinya ke lima unsur ini harus terlibat
agar keputusan yang diambil menjadi sah secara adat.
Upacara adat Pakpak dinamakan dengan istilah kerja atau kerja-kerja. Namun saat ini
sering juga digunakan istilah pesta. Upacara adat tersebut terbagi atas dua bagian
besar yakni:
1. Upacara adat yang terkait dengan suasana hati gembira dinamakan kerja baik;
Contoh kerja baik adalah: merbayo (upacara perkawinan), menanda tahun (upacara
menanam padi), merkottas (upacara untuk memulai sesuatu pekerjaan yang beresik0)
dan lain-lain. Contoh kerja jahat adalah mengrumbang dan upacara mate ncayur ntua
(upacara kematian).
MARGA-MARGA DI TANOH SIMSIM
Tellu bapa sada inang artinya tiga bapak dengan satu ibu, mungkin dimaksudkan
seorang wanita yang kawin dengan tiga lelaki atau kawin tiga kali. Tidak banyak
catatan tentang asal-usul ketiga lelaki tersebut, namun ketiganya bernama Sori
Tandang dan keturunannya kemudian mermarga Padang, lelaki kedua bernama Sori
Gigi dan keturunannya bermarga Berutu sedang lelaki ketiga bernama Pungutan sori
dan keturunannya bermarga Solin. Asal-usulnya konon berasal dari satu wilayah yang
meskipun konon tidak memiliki tanah ulayat diwilayah itu, dan yang diketahui hingga
adalah Malau sebab marga ini hingga kini masih banyak berdiam di Kerajaan).
1. 3. MPU BADA
Mpu Bada diyakini berasal dari Manduamas atau Barus, Tapanuli Tengah meskipun
banyak catatan budayawan Batak (toba) yang menyebutkan sebagai salah satu
Naimbaton). Tetapi penggolongan ini relatif klaimnya tergolong baru sekitar tahun
satu keturunannya yang hilang atau merantau ketanah Pakpak yang memiliki
watak Parbada (suka berkelahi). Meskipun ditanah Simsim keyakinan ini sama sekali
tidak diterima, dan memiliki sejarah tersendiri. Mpu Bada memilki keturunan generasi
bermarga Manik. Satu puterinya bernama Permaswari. Puteri ini pernah mengalami
kehamilan yang tidak diketahui siapa yang menjadi ayah dari anaknya yang lahir
kemudian. Namun dalam pengetahuan kini ada dugaan bahwa terjadi inset dengan
salah satu turangnya yang hingga kini belum dapat dipastikan siapa diantara ketiga
turangnya tersebut, dan hasil hubungan itu lahirlah seorang anak lelaki
bernama Perkail Penter (kemudian bermarga Boangmanalu). Permaswari, oleh karena
kehamilannya itu diusir dan atau diperintahkan untuk dibunuh, namun konon Sirea
darah hewan dan sebetulnya korbannya adalah seekor anjing berwarna hitam. Oleh
karena itulah hingga kini dipercayai bahwa marga Banurea tidak bisa memelihara
anjing hitam. Pasca kelahiran anaknya dia kemudian dibawa kembali kekampung dan
bergabung dengan keluarga. Beberapa lama kemudian seeorang asing yang datang
kewilayah itu membantu keluarga Mpu Bada dan dikenal dengan Sijaba,
lalu dijanjikan dikawinkan dengan puterinya yakni Permaswari. Setelah beberapa
lama menikahi Permasuari, akhirnya diketahui bahwa dia bukanlah puteri perawan
melainkan seorang wanita yang telah melahirkan satu anak. Meskipun sang isteri
sedang hamil, namun oleh karena kemarahan akibat merasa ditipu dia pergi
meninggalkan kampung dan diduga menuju Singkil Boang (Kini Aceh Bagian Selatan)
dan kemudian sebagai berru dia diberi rading berru tanah ulayat yang lumayan luas
di Santar dan Peronggil. Saudaranya sekandung yang dilahirkan dari dua ibu puteri
marga Padang dan Saraan adalah marga Ujung, Angkat, Bintang, Capah, Gajah Manik
dan Kudadiri. Sementara itu marga Angkat memiliki ulayat di Nanjombal sekitarnya
desa Tanjung Mulia Kecamatan STTU Jehe. Tidak banyak catatan sejarah tentang
keberadaan marga ini di tanoh Simsim.