Anda di halaman 1dari 16

LEMBAGA ADAT SULANG SILIMA MARGA PAKPAK SUAK SIMSIM

A. Sejarah Lembaga Adat Sulang Silima Marga Pakpak Suak Simsim

Kabupaten Pakpak Bharat adalah sebuah kabupaten di Provinsi Sumatra

Utara, Indonesia. Ibu kota kabupaten ini berada di Kecamatan Salak. Pakpak Bharat

terletak dikaki Pegunungan Bukit Barisan. Kegiatan perekonomian terfokus

pada pertanian dan perkebunan. Kabupaten Pakpak Bharat memiliki jumlah penduduk

paling sedikit di Provinsi Sumatra Utara.1

Kabupaten Pakpak Bharat terbentuk pada tanggal 28 Juli 2003 dan merupakan

hasil dari pemekaran Kabupaten Dairi. Etnis yang mendiami kabupaten ini pada

umumnya adalah suku Pakpak, yakni salah satu subsuku Batak. Walaupun sering

dikaitkan dengan suku Batak lainnya, orang-orang suku Pakpak mempunyai versi

sendiri tentang asal-usunya.

Mengejar ketertinggalannya dengan penduduk lainnya serta adanya aspirasi,

keinginan dan tekad bulat dari masyarakat Pakpak Bharat untuk meningkatkan status

daerahnya menjadi suatu Kabupaten dalam kerangka NKRI, dengan tujuan agar

masyarakat Pakpak Bharat dapat memperjuangkan dan mengatur pembangunan

masyarakat dan daerah, sesuai dengan aspirasinya untuk meningkatkan taraf hidup

menuju masyarakat yang adil, makmur dan sejahtera merupakan dasar dari usul

dibentuknya Kabupaten Pakpak Bharat.

Sebenarnya Pakpak Bharat bukan wilayah baru. Kabupaten yang mengambil

tiga kecamatan dari Dairi ini mengambil nama sub-wilayah suku Pakpak. Sebelum

Belanda masuk ke Pakpak /Dairi, suku yang penduduknya tersebar di Kabupaten

1
https://www.pakpakbharatkab.go.id/
Pakpak Bharat, Aceh Selatan, dan Pakpak Bharat ini sudah mempunyai struktur

pemerintahan tersendiri.

Raja Ekuten atau Takal Aur bertindak sebagai pemimpin satu suak. Suku

Pakpak terdiri atas lima suak, menurut literatur sejarah bahwa wilayah Dairi sangat

luas dan pernah jaya di masa lalu. Sesuai dengan struktur organisasi di atas, maka

wilayah Dairi dibagi atas lima wilayah (Suak/Aur) yaitu ;

1. Suak/Aur Simsim, meliputi wilayah: Salak, Kerajaaan, Siempat Rube, Sitellu

Tali Urang Jehe, Sitellu Tali Urang Julu dan Manik.

2. Suak/Aur Pegagan dan Kampong Karo, meliputi wilayah: Silalahi, Paropo,

Pegagan Jehe dan Tanah Pinem.

3. Suak/Aur Keppas, meliputi wilayah: Sitellu Nempu, Silima Pungga-Pungga,

Lae Luhung dan Parbuluan.

4. Suak/Aur Boang, meliputi wilayah: Simpang Kanan, Simpang Kiri, Lipat

Kajang, Belenggen, Gelombang Runding dan Singkil (saat ini wilayah Aceh)

5. Suak/Aur Kelasen, meliputi wilayah : Sienem Koden, Manduamas dan Barus.

Dulunya Kepala Adat pada masyarakat Pakpak disebut dengan Pertaki atau

Kappung (kepala kampung) yang menjadi pimpinan dan penanggung jawab dari suatu

Lebbuh atau Kuta dengan Sulang Silima sebagai pelaksana tugasnya, oleh Karena

perkembangan zaman dan perkembangan daerah istilah Pertaki ini perlahan-lahan

menghilang keberadaannya dan Sulang Silima yang dianggap sebagai ketua adatnya.

Pada umumnya pertaki juga merupakan raja adat sekaligus sebagai panutan di

kampungnya. Di setiap kuta ada sulang silima, sebagai pembantu pertaki yang terdiri

dari Perisang-Isang (anak paling besar), Pertulang Tengah (anak tengah), Perekur-

Ekur (anak paling kecil), Perpunya Ndiadep (anak perempuan), dan Perbetekken (satu
marga), juga mengalami perubahan. Sulang silima yang dikenal sekarang adalah

Sulang Silima yang terdiri dari anggota marga-marga (Pakpak).

Adapun struktur pemerintahan pada masa itu adalah sebagai berikut :

1. Raja Ekuten, sebagai pemimpin satu wilayah (Suak) atau yang terdiri dari

beberapa suku/kuta/kampong Raja Ekuten disebut juga Takal Aur, yang

merupakan Kepala Negeri.

2. Pertaki, sebagai pemimpin satu kampong, setingkat di bawah Raja Ekuten,.

3. Sulang Silima, sebagai pembantu Pertaki pada setiap Kuta (kampong), yang

terdiri dari:

a. Perisang-Isang;

b. Perekur-Ekur;

c. Pertulah Tengah;

d. Perpunca Ndiadep;

e. Perbetekken.

Meski struktur pemerintahan ini sudah tidak dipakai lagi, tetap dipertahankan

sebagai sumber hukum adat budaya Pakpak. Hampir 90 % (sembilan puluh persen)

penduduk di wilayah Pakpak Bharat beretnis Pakpak. Berbeda dengan kabupaten

induknya yang dihuni bermacam-macam suku, seperti Pakpak, Batak Toba,

Mandailing, Nias, Karo, Melayu, Angkola, dan Simalungun serta suku lainnya.

Agaknya, hal inilah yang menjadi pendorong wilayah Pakpak untuk memekarkan diri.

Selain Alasan utamanya adalah untuk mengoptimalkan penggarapan potensi,

percepatan pembangunan fisik, dan pertumbuhan ekonomi wilayah terutama

pembangunan sumber daya manusia.


Sulang Silima yang menjadi penentu dan pembuat keputusan dan sumber dari

segala sumber hukum adat Pakpak yang berkaitan dengan hukum pertanahan, hukum

perkawinan, hukum pewarisan dan juga mengatur tentang kekerabatan pada

masyarakat Pakpak, dimana dalam pelaksanaannya di luar dari kelima unsur yang ada

dalam Sulang Silima diangkatlah satu orang dengan marga yang sama kepala adat,

fungsi kepala adat di sini hanyalah sebagai perantara masyarakat dengan kelima unsur

Sulang Silima, kepala adat di sini tidak berhak untuk mengambil keputusan dalam

pelaksanaan adat, kepala adat ini hanya berfungsi dengan baik pada saat acara-acara

adat saja, sedangkan Sulang Silima sama dengan peranan Pertaki atau Kappung

(kepala kampung). Kelima unsur yang terdapat dalam Sulang Silima bukan satu

ketetapan yang mana isi dari kelima unsur masih merupakan satu keluarga dari satu

garis keturunan.

Sulang Silima sekarang yang dikenal di Kabupaten Pakpak Bharat telah

memiliki legalitas dan diakui eksistensinya berdasarkan Peraturan Daerah Kabupaten

Pakpak Bharat Nomor 4 Tahun 2017 Tentang Lembaga Adat Sulang Silima Marga-

Marga Pakpak Suak Simsim sebagai Lembaga Adat yang dibentuk dan anggotanya

dipilih sendiri oleh para marganya. Walaupun Sulang Silima ini menjadi satu

kesatuan, tetapi dalam pembentukannya juga masih berdasarkan keturan keluarga satu

empungnya (kakek). Umumnya peranan Sulang Silima pada saat ini terlihat dalam

upaya untuk melestarikan amanah atau warisan tanah marganya. Dalam

pelaksanaannya bila ada perbuatan-perbuatan hukum serta permasalahan mengenai

tanah marga, maka penyelesaiannya diserahkan kepada Sulang Silima sebagai

lembaga adat tertinggi suku Pakpak pada masa sekarang ini.


Namun berdasarkan analisis terhadap regulasi hukum Peraturan Daerah

Kabupaten Pakpak Bharat Nomor 4 Tahun 2017 Tentang Lembaga Adat Sulang

Silima Marga-Marga Pakpak Suak Simsim, belum ditemukan secara jelas

kewenangan Lembaga Adat Sulang Silima Marga-Marga Pakpak Suak Simsim

dibidang pertanahan adat. Dalam Pasal 8 Huruf (c) Peraturan Daerah Kabupaten

Pakpak Bharat Nomor 4 Tahun 2017 Tentang Lembaga Adat Sulang Silima Marga-

Marga Pakpak Suak Simsim yaitu:

ikut serta menyelesaikan sengketa masyarakat adat yang berkaitan


dengan permasalahan budaya dan adat di Kabupaten Pakpak Bharat
jika diminta oleh pihak-pihak yang bersengketa;

Pasal tersebut masih bersifat abstrak karena mempunyai makna umum yaitu

“menyelesaikan sengketa masyarakat adat,” Pasal tersebut tidak menjelaskan secara

rinci sengketa apa saja yang dapat ditangani atau diselesaikan Lembaga Adat Sulang

Silima Marga-Marga Pakpak Suak Simsim.

Menurut Pasal 10 angka (3) huruf (j) Peraturan Bupati Pakpak Bharat Nomor

51 Tahun 2017 Tentang Rincian Tugas Pokok, Fungsi Dan Uraian Tugas Jabatan

Struktural Sekretariat Daerah, Sekretariat DPRD Dan Inspektorat Kabupaten Pakpak

Bharat yaitu

menyiapkan dan mengolah bahan-bahan dalam rangka penetapan dan


penyelesaian tanah ulayat dan penyelesaian sengketa tanah.

Pasal 3 ayat (1) huruf (c) dan (d) Peraturan Bupati Pakpak Bharat Nomor 41

Tahun 2020 Tentang Daftar Kewenangan Desa Berdasarkan Hak Asal Usul Dan

Kewenangan Lokal Berskala Desa Di Kabupaten Pakpak Bharat yaitu:

a. Pembinaan lembaga dan hukum adat.


b. Pengelolaan tanah kas desa.
Berdasarkan penelitian terhadap regulasi hukum di Kabupaten Pakpak Bharat

terkait degan pengelolaan Tanah Adat belum diatur secara spesifik dalam Peraturan

Daerah maupun Peraturan Bupati.

Berdasarkan Pasal 2 ayat (2) Peraturan Daerah Kabupaten Pakpak Bharat

Nomor 9 Tahun 2016 Tentang Recana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Pakpak

Bharat Tahun 2016-2036, Wilayah Kabupaten Pakpak Bharat yang berada di tanah

ulayat diakui keberadaannya dan dalam penetapan fungsi peruntukan sebagai

kawasan lindung dan kawasan budidaya harus sesuai dengan ketentuan perundang-

undangan tentang tanah ulayat yang berlaku. Selanjutnya dalam Pasal 3 ayat (3)

Peraturan Daerah Kabupaten Pakpak Bharat Nomor 9 Tahun 2016 Tentang Recana

Tata Ruang Wilayah Kabupaten Pakpak Bharat Tahun 2016-2036, wilayah

Kabupaten Pakpak Bharat terdiri dari tanah ulayat.

a. Kecamatan Salak: tanah ulayat marga Boang Manalu, marga Banurea, marga

Bancin, marga Berutu;

b. Kecamatan Sitellu Tali Urang Jehe: tanah ulayat marga Angkat, marga

Berutu;

c. Kecamatan Pagindar: tanah ulayat marga Manik;

d. Kecamatan Sitellu Tali Urang Julu: tanah ulayat marga Berutu, marga Munte;

e. Kecamatan Pergetteng-getteng Sengkut: tanah ulayat marga Manik;

f. Kecamatan Kerajaan: tanah ulayat marga Solin, marga Padang, marga

Kabeaken, marga Tinendung, marga Lembeng, marga Berutu, marga Sitakar;

g. Kecamatan Tinada: tanah ulayat marga Solin, marga Sinamo, marga Padang;

h. Kecamatan Siempat Rube: tanah ulayat marga Padang, marga Cibro

B. Wewenang Lembaga Adat Sulang Silima Marga Pakpak Suak Simsim.


Menyangkut pergeseran/pengalihan tanah tidak ada dalam hukum adat

Pakpak, kecuali tanah Rading Berru (tanah yang diberikan kepada anak

perempuan/menantu sepanjang masih dipakai) dan bila tidak dipakai lagi harus

dikembalikan kepada kula-kulanya atau yang memberikan tanah Rading Berru.

Tetapi dalam hal perkembangan sidikalang yang berkembang dengan pesat

serta kebutuhan akan tanah dan kepentingan akan uang pergeseran/pengalihan tanah

yang dikatakan tidak ada tersebut dapat dikesampingkan asal sesuai dengan tata cara

adat dan telah mendapat izin dari Sulang Silima. Disinilah peran serta dan pentingnya

Sulang Silima sebagai Kepala Adat. Eksistensi atau keberadaan Sulang Silima Marga

Pada Suku Pakpak adalah salah satu lembaga adat yang mempunyai peranan penting

di tengah-tengah masyarakat Suku Pakpak, diakui dan di hormati sebagai lembaga

adat.

Secara de facto dan de jure peranan Lembaga Adat Sulang Silima Marga

terlihat dari sejak dulu sebelum datangya Kolonial Belanda ke nusantara sampai

zaman kemerdekaan sekarang. Ini menandakan bahwa adat merupakan salah satu

peninggalan nenek moyang bangsa yang belum punah atau hilang sesuai dengan

perekembangan zaman. Dan hal ini selaras berjalan beriringan dengan semangat yang

di cita-citakan UUPA bahwasanya hukum tanah adat nasional hendaknya

berdasarkanhukum adat Bangsa Indonesia.

Dahulu hukum adat yang sifatnya lisan disatu sisi dan perkembangan zaman

sekarang mendorong masyarakat untuk melakukan perbuatan hukum tertentu secara

tertulis akhirnya membuat peranan Sulang Silima beradaptasi dengan perubahan-

perubahan di tengah-tengah masyarkat, hal ini tentunya berkaitan langsung dengan


administrasi pertanahan, sumber daya manusia, dan pengelolaan Sulang Sulima yang

baik.

Fakta dilapangan memang menunjukkan adanya kekurangan sumber daya

manusia dalam hal administrasi pertanahan pada masyarakat Pakpak Sidikalang,

sehingga kadang kala menimbulkan salah paham dan carut marut di tengah-tengah

masyarakat. Peningkatan sumber daya manusia khususnya kepada tokoh-tokoh adat

dan pimpinan Lembaga Adat Sulang Silima Marga pada masyarakat Pakpak untuk

meningkatkan pemahaman tentang pertanahan dan pengelolaan lembaga dengan arif

dan bijaksana demi kepentingan masyarakat banyak. Dan bila dimungkinkan hal ini

bisa dilakukan oleh Pemerintah melalui biro hukum atau lembaga yang kompeten

untuk memberikan pemahaman melalui pelatihan dan pemahaman tentang pertanahan

di Sidikalang (adat/tanah marga) kepada masyarakat umum khususnya kepada

Penetua Adat serta pengurus Lembaga Adat Sulang Silima Marga Pakpak.

Hal ini didasarkan pada bahwa Lembaga Adat Sulang Silima Marga adalah

lembaga yang menerbitkan alas hak tanah yang mana status tanah tersebut dari tanah

marga. Kemudian setetelah dikeluarkannya tanah tersebut dari tanah marga melalui

alas hak tanah tersebut untuk dilakukan proses sertipikasi surat tanah untuk dimiliki

masyarakat ataupun pemerintah. Dengan adanya mekanisme tersebut maka

dibutuhkan kemampuan administrasi sehingga dengan adanya tertib administrasi

diharapkan mampu meminimalisir persoalan pertanahan baik berupa persoalan

tumpang tindih kepemilikan tanah, konflik pertanahan.

1. Kewenangan Lembaga Adat Sulang Silima Marga Dalam Membuka


Hutan Tanah Marga
Kewenangan Lembaga Adat Sulang Silima marga untuk membuka hutan telah

ada semenjak zaman sebelum penjajahan Belanda dan sampai hari ini, diakui oleh

Pemerintah dan dihormati oleh etnis lainnya yang merantau dan pendatang di wilayah

suku Pakpak.2 Selain Lembaga Adat Sulang Silima Marga berwenang untuk

membuka hutan, Lembaga Adat Sulang Silima Marga juga berwenang untuk

melakukan penyerahan tanah hutan untuk difungsikan ataupun dimanfaatkan kepada

pihak lain, baik kepada perorangan maupun lembaga Negara/swasta.

Sedangkan untuk membuka hutan yang dilakukan untuk peruntukan anggota

Lembaga Adat Sulang Silima Marga dilakukan apabila disetujui oleh forum

musyawah Lembaga Adat dan dilakukan secara gotong royong. Setelah dalam forum

gotong royong disetujui untuk melakukan pembukaan hutan, maka akan ditunjuk

panitia dan koordinator yang menjadi pemimpin rombongan dari Lembaga Adat

Sulang Silima Marga tersebut. Kemudian hasil dari pembukaan hutan tersebut berupa

kayu hutan, maupun buah-buahan akan diambil dan dibagi-bagikan untuk seluruh

anggota Lembaga Adat Sulang Silima Marga yang ikut bergotong royong dalam

melakukan kerja pembukaan hutan tersebut.

Setelah pembukaan hutan selesai dan menjadi tanah yang cocok untuk

perladangan, maka seluruh anggota Lembaga Adat Sulang Silima Marga melakukan

musyawarah untuk membagi dan memanfaatkan hasil pembukaan hutan tanah

tersebut. Pembagian tanah hutan tersebut disesuaikan dengan kedudukan para anggota

Lembaga Adat Sulang Silima Marga dan tingkat kontribusi yang dilakukan para

anggota Lembaga Adat Sulang Silima Marga tersebut. Misalnya kalau ada seorang

2
Ramly Yusuf Angkat, 2013, Kewenangan Lembaga Adat Sulang Siima Di Bidang
Pertanahan Pada Masyarakat Pakpak Di Kecamatan Sidikalang Kabupaten Dairi, Tesis, Magister
Kenotaritan, Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, halaman 67.
anggota Lembaga Adat Sulang Silima Marga yang kontribusinya baik dilihat dari

tingkat absensi pada saat melakukan kerja gotong royong dalam pembukaan hutan

tersebut adalah baik, kemudian tingkat kerjanya juga bagus, maka yang bersangkutan

akan memperoleh tanah yang hasil pembukaan hutan tersebut disesuaikana dengan

luas hutan yang dibuka oleh sulang silima marga tersebut, dan tentu berbeda dengan

hasil yang diberikan oleh forum musyawarah Sulang Silima kepada anggota yang

yang tingkat absensinya buruk ditambah jam kerjanya yang rendah. Dan ini sesuai

dengan prinsip proporsional yang dianut dalam Lembaga Adat Sulang Silima Marga

tersebut.

2. Kewenangan Anggota Lembaga Adat Sulang Silima Marga Dalam


Membuka Hutan TanahMarga Sulang Silima

Tanah hutan yang menjadi milik Lembaga Adat Sulang Silima Marga dapat

dimanfaatkan oleh anggota Lembaga Adat Sulang Silima Marga melalui persetujuan

dari pengurus Lembaga Adat Sulang Silima Marga, persetujuan dari pengurus

Lembaga Adat Sulang Silima Marga tersebut dibarengi dengan pemberian hak atas

tanah dan dikeluarkan statusnya dari tanah marga Lembaga Adat Sulang Silima

menjadi statusnya dikuasai oleh individu untuk dimanfaatkan oleh penerima tersebut,

dan biasanya hal ini melalui proses penyerahan dalam adat Pakpak. Penyerahan ini

dilakukan dengan memberikan sejumlah uang, beras, ayam ataupun kambing. Adapun

luas bidang tanah hutan yang diserahkan kepada individu anggota masyarakat

menyangkut batas tanahnya dan segala biaya administrasinya menjadi beban yang

menerima tanah. Lembaga Adat Sulang Silima hanya memberikan surat penyerahan

yang berupa surat di bawah tangan. Kemudian sipenerima tanah akan meneruskan

surat tersebut ke pihak Kelurahan untuk diketahui dan disetujui oleh Lurah telah
dilakukannya penyerahan tanah hutan oleh Lembaga Adat Sulang Silima Marga

kepada sipenerima tanah. Dan selanjutnya akan diteruskan ke Kecamatan supaya

diproses untuk diterbitkan surat kepemilikan tanah.

3. Kewenangan Lembaga Adat Sulang Silima Marga Dalam Pendaftaran


Tanah Menurut UUPA Dan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997
Tentang Pendaftaran Tanah

Dalam pasal 1 ayat 1 PP 24/1997 disebutkan pengertian pendaftaran tanah

adalah rangkaian kegiatan yang dilakukan oleh Pemerintah secara terus menerus

berkesinambungan, pembukuan, dan penyajian serta pemeliharaan data fisik dan data

yuridis, dalam bentuk peta dan daftar, mengenai bidang-bidang tanah dan satuan-

satuan rumah susun, termasuk pemberian surat tanda bukti haknya bagi bidangbidang

tanah yang sudah ada haknya dan hak milik atas satuan rumah susun serta hak-hak

tertentu yang membebaninya.

Pendaftaran tanah meliputi pendaftaran tanah untuk pertama kali dan kegiatan

pemeliharaan data yang tersedia. Pendaftraan tanah pertama kali dapat dilakukan

melalui dua cara yaitu secara Sistematik dan secara Sporadik. Pendaftaran tanah

secara Sistematik adalah kegiatan pendaftaran tanah untuk pertama kali yang

dilakukan secara serentak, yang meliputi semua objek pendaftaran tanah yang belum

didaftar dalam wilayah atau bagian wilayah suatu Desa atau Kelurahan. Umumnya

prakarsanya datang dari Pemerintah. Pendaftaran secara Sporadik adalah kegiatan

pendaftaran tanah untuk pertama kali mengenai satu atau untuk beberapa objek

pendaftaran tanah dalam wilayah atau bagian wilayah suatu Desa atau Kelurahan

secara individual.

4. Kewenangan Yang Dilakukan Oleh Lembaga Adat Sulang Silima Dalam


Pendaftaran Tanah.
Dalam kegiatan pendaftaran tanah, tanah-tanah yang hendak didaftarkan di

Kecamatan Sidikalang tidak terlepas dari peranan dan kewenangan yang dimiliki oleh

Lembaga Adat Sulang Silima Marga. Hal ini tentunya tidak terlepas bahwa Lembaga

Adat Sulang Silima Marga adalah pemangku hak wilayah di Kecamatan Sidikalang,

khususnya di sepanjang Kelurahan Batang Beruh dan Kelurahan Sidiangkat.

Berdasarkan hasil penelitian penulis bahwa kewenangan Lembaga Adat

Sulang Silima Marga dalam pendaftaran tanah di Kecamatan Sidikalang adalah

sebagai berikut :

a. Pada awalnya tanah-tanah yang terdapat di Kecamatan Sidikalang

merupakan tanah-tanah marga, yang kemudian tanah-tanah marga tersebut

banyak yang sudah dilepaskan dari tanah-tanah marga yang kemudian

diserahkan kepada pihak-pihak lain baik secara individu maupun secara

lembaga. Pelepasan tanah-tanah marga tersebut harus dibarengi dengan

pembuktian atau berupa bukti pelepasan tanah, baik yang merupakan surat

segel ataupun yang pernah dilakukan secara lisan. Dan penyerahan yang

dilakukan secara tertulis disertai dengan surat pelepasan tanah dan surat

alas hak tanah yang diterbitkan Lembaga Adat Sulang Silima, dan surat

alas hak alas tanah tersebut yang nantinya menjadi dasar si penerima

penyerahan tanah untuk kemudian diberitahukan kepada Kepala Desa atau

kelurahan untuk diketahui dan disetujui dan bisa diteruskan proses

pendaftaran tanahnya ke Kecamatan untuk diterbitkan surat kepemilikan

tanah yang diterbitkan oleh Camat selaku Pejabat Pembuat Akta Tanah

sementara. Atau sipenerima tanah bisa juga mendaftarkan tanah tersebut

setelah diketahui oleh Lurah atau Kepala Desa langsung di daftarkan ke


Badan Pertanahan Nasional Kabupaten Dairi disertai dengan dokumen-

dokumen yang dibutuhkan, berupa alas hak tanah, kartu tanda penduduk,

kartu keluarga dan lainnya.

b. Untuk tanah-tanah yang telah diserahkan oleh Lembaga Adat Sulang

Silima kepada pihak lain yang statusnya terdahulu adalah tanah-tanah

marga, maka si penerima akan melakukan permohonan kepada Lembaga

Adat Sulang Silima untuk diterbitkannya alas hak tanah oleh Lembaga

Adat Sulang Silima. Setelah alas hak tanah tersebut diterbitkan oleh

Lembaga Adat Sulang Silima, maka pihak yang yang menerima

penyerahan tanah tersebut meneruskan kepada Kelurahan atau ke

Kecamatan untuk diketahui atau disetujui yang nantinya menjadi dasar

dalam melakukan proses pendaftaran tanah kepada Badan Pertanahan

Nasional Kabupaten Dairi.

c. Alas hak tanah yang diterbitkan oleh Lembaga Adat Sulang Silima

merupakan bukti dasar yang mendukung sebagai bukti kepemilikan hak

atas suatu tanah, sehingga tanah-tanah yang tidak memiliki alas hak tanah,

maka pihak terkait akan mengajukan permohonan ataupun persetujuan dari

Lembaga Adat Sulang Silima, bahwa tanah tersebut adalah merupakan

milik yang bersangkutan.

5. Peranan Lembaga Adat Sulang Silima Dalam Peralihan Hak Atas Tanah
Warisan, Jual-Beli, Hibah

Hak ulayat diakui oleh UUPA, tetapi pengakuan itu disertai 2 (dua) syarat

yaitu mengenai “eksistensinya” dan mengenai pelaksanaannya, hak ulayat diakui

sepanjang menurut kenyataannya masih ada. Di daerah-daerah di mana hak tidak ada
lagi, tidak akan dihidupkan kembali. Di daerah-daerah di mana tidak ada pernah ada

hak ulayat tidak akan dilahirkan hak baru. Pelaksanaan hak ulayat diatur dalam pasal

3 UUPA.

Pelaksanaan hak ulayat harus sedemikian rupa sehingga sesuai dengan


kepentingan nasional dan Negara, yang berdasarkan atas persatuan
bangsa serta tidak boleh bertentangan dengan Undang-Undang dan
Peraturan-Peraturan lain yang lebih tinggi

Kiranya masih adanya hak ulayat diketahui dari kenyataan mengenai :

1. Masih adanya suatu kelompok orang-orang yang merupakan warga suatu

masyarakat hukum adat tertentu.

2. Masih adanya tanah yang merupakan wilayah masyarakat hukum adat

tersebut, yang didasari sebagai kepunyaan bersama para warga masyarakat

hukum adat itu “lebensraum”-nya. Selain itu eksistensi hak ulayat masyarakat

hukum adat yang bersangkutan juga diketahui dari kenyataan, masih adanya.

3. Kepala adat dan para tetua adat yang pada kenyataannya dan diakui oleh para

warganya, melakukan kegiatan sehari-hari, sebagai pengemban tugas

kewenangan masyarakat hukum adatnya, mengelola, mengatur peruntukan,

penguasaan dan penggunaan tanah bersama tersebut.

Dalam ketentuan UUPA, jual-beli, warisan, hibah tanah milik adat merupakan

bagian dari peralihan hak atas tanah. Boedi Harsono menyebutkan bahwa pada

dasarnya peralihan hak atas tanah dapat terjadi karena 2 (dua) sebab yaitu :

1. Pewarisan tanpa wasiat yakni peralihan hak atas tanah karena pemegang suatu

hak atas tanah meninggal dunia, dengan kata lain hak tersebut beralih kepada

ahli warisnya, sementara siapa ahli warisnya dan berapa bagian masing-

masing ditentukan berdasarkan hukum waris pemegang hak bersangkutan.


2. Permindahan hak yakni hak atas tanah tersebut sengaja dialihkan kepada pihak

lain. Bentuk peralihan hak bias berupa jual beli, sewa menyewa, hibah,

pemberian menurut adat, pemasukan dalam perusahaan atau inbreng dan juga

termasuk hibah wasiat.

Jadi dapat dijelaskan bahwa pengertian beralih dan dapat dialihkan dalam hal

ini mempunyai arti sebagai berikut :

1. Beralih adalah suatu peralihan hak yang dikarenakan seseorang yang

mempunyai suatu hak meninggal dunia, sehingga dengan sendirinya hak itu

beralih menjadi milik ahli warisnya. Ketentuan mengenai peralihan karena

warisan terdapat dalam Pasal 42 PP Nomor 24 Tahun 1997 yang berbunyi

peralihan hak karena warisan terjadi hukum adat saat pemegang hak yang

bersangkutan meninggal dunia. Sejak itu ahli waris menjadi pemegang hak

yang beru.

2. Dialihkan adalah suatu peralihan hak yang dilakukan dengan sengaja supaya

hak tersebut terlepas dari pemilik semula. Dengan kata lain peralihan hak ini

terjadi karena adanya perbuatan hukum tertentu seperti : jual-beli, sewa-

menyewa, hibah wasiat, hibah, wasiat dan sebagainya.

C. Dasar Hukum Lembaga Adat Sulang Silima Marga Pakpak Suak Simsim

1. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945

2. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan

Perundang-Undangan.

3. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2013 tentang Organisasi Kemasyarakatan.


4. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 tentang Majelis Permusyawaratan

Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah dan Dewan

Perwakilan Rakyat Daerah.

5. Undang-Undang nomor 9 Tahun 2015 tentang Perubahan Kedua Atas

Undang-Undang nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah.

6. Peraturan Daerah Kabupaten Pakpak Bharat Nomor 3 Tahun 2016 tentang

Pelestarian Dan Pengembangan Budaya Pakpak

7. Peraturan Daerah Kabupaten Pakpak Bharat Nomor 9 Tahun 2016 Tentang

Recana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Pakpak Bharat Tahun 2016-2036

8. Peraturan Daerah Kabupaten Pakpak Bharat Nomor 4 Tahun 2017 Tentang

Lembaga Adat Sulang Silima Marga-Marga Pakpak Suak Simsim.

9. Peraturan Bupati Pakpak Bharat Nomor 51 Tahun 2017 Tentang Rincian

Tugas Pokok, Fungsi Dan Uraian Tugas Jabatan Struktural Sekretariat Daerah,

Sekretariat DPRD Dan Inspektorat Kabupaten Pakpak Bharat.

10. Peraturan Bupati Pakpak Bharat Nomor 41 Tahun 2020 Tentang Daftar

Kewenangan Desa Berdasarkan Hak Asal Usul Dan Kewenangan Lokal

Berskala Desa Di Kabupaten Pakpak Bharat.

Anda mungkin juga menyukai