BAB I
PENDAHULUAN
Membahas tentang perbedaan ini bukan untuk mengelompok kan adat ataupun
memecah terkotak kotak. Berbeda bukan berarti harus terpecah dan terpisah akan
tetapi tetap satu penuh persatuan sesuai dengan lambang provinsi lampung yakni
"Sai Bumi Rua Juarai". Dimana dua suku lampung ini akan mudah kita kenali
dengan ciri-ciri khas nya masing-masing. Terlebih keduanya memiliki makna
sejak zaman dahulu.
Saibatin memiliki makna satu batin atau satu junjungan. Sesuai dengan tatanan
sosial yang ada pada masyarakat Lampung Saibatin, yang memili satu raja adat
saja setiap generasi kepemimpinan. Suku Saibatin memiliki adat istiadat yang
lebih cenderung bersifat aristokratis dimana kedudukan/pangkat keadatan hanya
dapat diwariskan dari satu garis keturunan.
Berbeda dengan masyarakat Suku Pepadun, tidak ada upacara tertentu yang dapat
mengubah status sosial kedudukan dimasyarakat. Inilah salah satu perbedaan yang
2
paling terlihat dari kedua adat antara Suku Saibatin dengan Pepadun.
Dari perbedaan saibatin dan pepadun memiliki satu kesatuan. Hal ini disebakan
masyarakat lampung menjunjung tinggi falsafah hidup secara turun temurun yakni
"Piil Pesenggiri" yang merupakan pedoman hidup orang lampung secara
keseluruhan.
BAB II
PEMBAHASAN
Masyarakat adat Lampung Pepadun adalah salah satu dari dua kelompok adat
besar dalam masyarakat Lampung. Masyarakat ini mendiami daerah pedalaman
atau daerah dataran tinggi Lampung. Berdasarkan sejarah perkembangannya,
masyarakat Pepadun awalnya berkembang di daerah Abung, Way Kanan, dan
Way Seputih (Pubian). Kelompok adat ini memiliki kekhasan dalam hal tatanan
masyarakat dan tradisi yang berlangsung dalam masyarakat secara turun temurun.
Dialek bahasa yang digunakan oleh masyarakat suku Pepadun adalah Bahasa
Lampung dengan dialek “O”. Pelafalan yang diucapkan oleh masyarakat ini
adalah pelafalan dengan irama atau intonasi yang mengayun dan menekan. Tak
jarang pengguna bahasa dialek “O” ini diidentikkan sebagai masyarakat yang
kurang ramah karena cara berbicaranya. Namun, ada beberapa daerah masyarakat
5
Lampung Pepadun yang juga menggunakan bahasa dialek “A” dalam bahasa
percakapan sehari-hari.
Suku Saibatin mendiami daerah pesisir Lampung yang membentang dari timur,
selatan, hingga barat. Wilayah persebaran Suku Saibatin mencakup Lampung
Timur, Lampung Selatan, Bandar Lampung, Pesawaran, Tanggamus, dan
Lampung Barat. Seperti juga Suku Pepadun, Suku Saibatin atau Peminggir
menganut sistem kekerabatan patrilineal atau mengikuti garis keturunan ayah.
Meski demikian, Suku Saibatin memiliki kekhasan dalam hal tatanan masyarakat
dan tradisi.
Ciri lain dari Suku Saibatin dapat dilihat dari perangkat yang digunakan dalam
ritual adat. Salah satunya adalah bentuk siger (sigekh) atau mahkota pengantin
Suku Saibatin yang memiliki tujuh lekuk/pucuk (sigokh lekuk pitu). Tujuh pucuk
ini melambangkan tujuh adoq, yaitu suttan, raja jukuan/depati, batin, radin, minak,
kimas, dan mas. Selain itu, ada pula yang disebut awan gemisir (awan gemisikh)
yang diduga digunakan sebagai bagian dari arak-arakan adat, diantaranya dalam
prosesi pernikahan.
b. Pakaian Adat
Perbedaan yang paling jelas salah satunya dari segi pakaian adat. Walaupun
keduanya memakai pakai mahkota yakni siger tapi anda bisa melihat sendiri
perbedaanya.Masyarakat lampung sai batin menggunakan pakaian adat
pernikahanya menggunakan warna merah dan mahkota siger dengan 7 lekukan.
Sedangkan pepadu pakaian adat berwarna putih dengan siger 9 lekukan.
Siger pada suku Lampung yang beradatkan saibatin memiliki lekuk tujuh dan
dengan hiasan batang/pohon sekala di masing-masing lekuknya, ini memiki
8
makna ada tujuh adok/gelar pada masyarakat pesisir yaitu Suttan/dalom, Raja
jukuan/dipati, Batin, Radin, Minak, Kimas dan Mas/inton, gelar/adok ini hanya
dapat digunakan oleh keturunan lurus saja, dengan kata lain masih kental
dengan nuansa kerajaan, dimana kalau bukan anak raja dia tidak berhak
menggunakan gelar/adok raja begitu juga dengan gelar/adok lainnya.
Siger pepadun memiliki lekuk Sembilan yang berartikan ada Sembilan Marga
yang bersatu membentuk Abung Siwo Megou. Tapi bentuk dari siger pepadun
sangat mirip dengan buah sekala, hal ini pun bukan mustahil dikarenakan
kerajaan sekala bekhak merupakan cikal bakal ulun lampung, dan proses
terbentuknya abung siwo megou merupakan penyebaran orang lampung dari
dataran tinggi Sekala Bekhak di Gunung Pesagi. Ini dapat dilihat dari tambo
Buay Bejalan Diway bahwa Ratu Dipuncak meninggalkan kerajaan Sekala
Bekhak untuk mencari daerah baru bersama keluarganya, Ratu Dipuncak
memiliki empat orang putra yaitu Unyi, Unyai, Subing dan Nuban yang
merupakan keturunan Paksi Buay Bejalan Diway serta lima Marga lainnya
yaitu Anak Tuha, Selagai, Beliyuk, Kunang dan Nyerupa yang merupakan
keturunan dari tiga Paksi lainnya sehingga menjadi Abung Siwo Mego. Namun
berbeda dengan siger pesisir yang mirip rumah gadang, siger pepadun justru
mirip dengan buah sekala. Seiring dengan penyebaran penduduk dan berdirinya
9
beberapa kebuayan maka yang menggunakan adat pepadun bukan hanya abung
tetapi juga oleh kebuayan lain yang kemudian membentuk masyarakat adat
sendiri, seperti Megou Pak Tulangbawang (Puyang Umpu, Puyang Bulan,
Puyang Aji, Puyang Tegamoan),Pubian Telu Suku (Minak Patih Tuha atau
Suku Manyarakat, Minak Demang Lanca atau Suku Tambapupus, Minak
Handak Hulu atau Suku Bukujadi), serta Sungkay-WayKanan Buay Lima
(Pemuka, Bahuga, Semenguk, Baradatu, Barasakti, yaitu lima keturunan Raja
Tijang Jungur).
Gambar.1 (Siger dan Pakaian Khas Masyarakat Pepadun dan Sai Batin)
c. Pernikahan
Adat pernikahan dari Lampung Pepadun dan Lampung Sai Batin tentu berbeda.
Dalam tata cara masyarakat Lampung Pepadun, pernikahan bisa di lakukan
dalam dua cara yaitu cara pernikahan biasa (yang berlaku secara umum) atau
pernikahan semanda yaitu pihak laki-laki tidak membayar uang jujur tetapi
suami & anak-anaknya kelak akan menjadi anggota keluarga garis istri.
Dengan demikian ketika ayah si istri meninggal, sang menantu dapat
menggantikan kedudukan mertuanya sebagai kepala keluarga. Hal ini bisa
terjadi disebabkan karena sang istri adalah anak tunggal dalam keluarganya
atau alasan lainnya. Secara prinsip, masyarakat Lampung mengikuti garis
keturunan patrilinier.
10
5. Nyirok (ngikat)
Acara ini biasa juga dilakukan bersaman waktunya dengan acara lamaran.
Biasanya calon pengantin pria akan memberikan tanda pengikat atau hadiah
istimewa kepada gadis yang ditujunya berupa barang perhiasan, kain jung
sarat atau barang lainnya. Hal ini sebagai symbol ikatan batin yang nantinya
akan terjalin diantara dua insan tersebut.
Acara nyirok ini dilakukan dengan cara orang tua calon pengantin pria
mengikat pinggang sang gadis dengan benang lutan (benang yang terbuat
dari kapas warna putih, merah, hitam atau tridatu) sepanjang satu meter. Hal
ini dimaksudkan agar perjodohan kedua insane ini dijauhkan dari segala
penghalang.
6. Menjeu ( Berunding)
Utusan keluarga pengantin pria datang kerumah orang tua calon pengantin
wanita untuk berunding mencapai kesepakatan bersama mengenai hal yang
berhubungan denagn besarnya uang jujur, mas kawin, adat yang nantinya
akan digunakan, sekaligus menentukan tempat acara akad nikah
dilangsungkan. Menurut adat tradisi Lampung, akad nikah biasa
dilaksanakan di kediaman pengantin pria.
7. Sesimburan (dimandikan)
Acara ini dilakukan di kali atau sumur dengan arak-arakan dimana calon
pengantin wanita akan di payungi dengan paying gober & diiringi dengan
tabuh-tabuhan dan talo lunik. Calon pengantin wanita bersama gadis-gadis
lainnya termasuk para ibu mandi bersam sambil saling menyimbur air yang
disebut sesimburan sebagai tanda permainan terakhirnya sekaligus menolak
bala karena besok dia akan melaksanakan akad nikah.
8. Betanges (mandi uap)
Yaitu merebus rempah-rempah wangi yang disebut pepun sampai mendidih
lalu diletakkan dibawah kursi yang diduduki calon pengantin wanita. Dia
akan dilingkari atau ditutupi dengan tikar pandan selama 15-25 menit lalu
atasnya ditutup dengan tampah atau kain. Dengan demikian uap dari aroma
tersebut akan menyebar keseluruh tubuh sang gadis agar pada saat menjadi
pengantin akan berbau harum dan tidak mengeluarkan banyak keringat.
12
9. Berparas (cukuran)
Setelah bertanges selesai selanjutnya dilakukan acra berparas yaitu
menghilangkan bulu-bulu halus & membentuk alis agar sang gadis terlihat
cantik menarik. Hal ini juga akan mempermudah sang juru rias untuk
membentuk cintok pada dahi dan pelipis calon pengantin wanita. Pada
malam harinya dilakukan acara pasang pacar (inai) pada kuku-kuku agar
penampilan calon pengantin semakin menarik pada keesokan harinya.
10. Upacara Akad Nikah
Walau menurut adat, akad nikah dilakukan di kediaman pengantin pria
tetapi sesuai perkembangan Zaman dan kesepakatan keluarga, akad nikah
banyak dilakukan di rumah pengantin wanita. Rombongan pengantin pria
dan pengantin wanita akan diwakili oleh utusan yang disebut Pembareb.
Kedua rombongan ini akan disekat atau di halangi oleh appeng (selembar
kain sebagai rintangan yang harus di lalui).
Jika sudah terjadi Tanya jawab antar pembareb, pembareb pihak pria akan
memotong appeng dengan alat terapang dan kemudian masuk kedalam
rumah dengan membawa barang seserahan berupa dodol, urai cambai (sirih
pinang), juadah balak (lapis legit), aneka kue dan Uang adat. Lalu akad
nikah pun dilakukan dan kedua pengantin menyembah sujud pada orang tua.
11. Upacara Ngurukken Majeu / Ngekuruk
Hal yang tak kalah menarik dalam rangkaian upacara adat perkawinan
masyarakat lampung Pepadun adalah upacara adat ngurukken majeu yaitu
saat pengantin wanita secara resmi akan dibawa ke rumah pengantin laki-
laki dengan naik rato yaitu kereta beroda empat atau ditandu. Pengantin
laki-laki berada di belakang dibagian depan sambil memegang
tombak. Sampai di rumah pengantin pria, mereka akan disambut dengan
tabuh-tabuhan dan seorang ibu akan menaburkan beras kunyit dan uang
logam. Di depan rumah juga tersedia pasu yaitu wadah dari tanah liat berisi
air dan tujuh jenis kembang sebagai lambing agar dalam rumah tangga
keduanya dapat berdingin hati.
13
Selanjutnya kedua kaki pengantin wanita akan di celupkan dalam wadah tersebut
lalu kedua mempelai didudukan dengan kaki suami menindih kaki istrinya sebagai
lambang agar istri berlaku patuh pada suaminya. Lalu ibu pengantin laki-laki
menyuapi keduanya dengan nasi campur dan memberi minum lalu kedua
mempelai saling memeakan sirih.Setelah itu dilakukan upacara pemberian gelar
denga menekan telunjuk tangan secara bergantian. Sesudahnya kedua pengantin
akan menaburkan kacang goreng dan aneka permen kepada gadis-gadis lajang
agar mereka segera mendapatkan jodoh. Mereka juga akan saling berebut lauk-
pauk, terutama dengan anak-anak kecil. Maknanya agar keduanya segera memiliki
keturunan.
Perkawinan masyarakat Lampung Sai Batin pasti akan berbeda dengan Lampung
Pepadun. system perkawinan masyarakat Lampung Saibatin yang menganut garis
keturunan Bapak (Patrachaat) menganut 2 sistem pokok yaitu Sistem Perkawinan
Nyakak Atau Matudau dan Sistem perkawinan Cambokh Sumbay atau semanda
1. Sistem Perkawian Nyakak Atau Matudau
Sistem ini disebut juga system perkawinan Jujur karena lelaki mengeluarkan uang
untuk membayar jujur/Jojokh (Bandi Lunik) kepada pihak keluarga gadis
(calon istri).
Sistem nyakak atau mantudau dapat dilaksanakan dua cara:
a. Cara Sabambangan
Cara ini si Gadis dilarikan oleh bujang dari rumahnya dibawa rumah adat atau
rumah si bujang. Biasanya pertama kali sampai si gadis ditempat sibujang
dinaikan kerumah kepala adat atau jukhagan lalu di bawa pulang kerumahnya
oleh keluarga si bujang. Ciri bahwa si gadis nyakak/mentudau si gadis
meletakkan surat yang isinya memberitahu orang tuanya kepergiannya Nyakak
atau mentudau dengan seorang bujang (dituliskan Namanya), keluarganya,
kepenyimbangannya serta untuk menjadi istri keberapa, selain itu
meninggalakan uang pengepik atau pengluah yang tidak ditentukan besarnya,
hanya kadang-kadang besarnya uang pengepik dijadikan ukuran untuk
menentukan ukuran uang jujur (bandi lunik). Surat dan uang diletakkan
ditempat tersembunyi oleh si gadis. Setelah gadis sampai di tempat keluarga si
14
Jika Sebambangan diatur oleh hukum adat dan perangkat adat, tidak
bertentangan dengan Syariat Islam, dan bahkan memberikan keadilan kepada
bujang gadis untuk memilih jodohnya karena akibat paksaan orang tua,
sehingga dimusyawarahkan sampai diambil keputusan dan persetujuan kedua
orang tua bujang gadis. Sedangkan “Kawin Lari” tidak diatur oleh hukum dan
15
perangkat adat, serta tanpa persetujuan kedua orang tua baik bujang atau gadis
sehingga bertentangan dengan Syariat Islam.
Peraturan Ngebambang
Hal-hal yang diatur dalam Ngebambang adalah sebagai berikut :
1) Gadis dilarikan oleh bujang (meskipun dalam satu kampung atau dekat
rumahnya) ke rumah Kepala Adat si bujang. Dalam melarikan itu si bujang
biasanya dibantu oleh beberapa orang dari keluarga si bujang dengan secara
rahasia, sedang perempuan jika jaraknya jauh (keluar kampung) biasanya
membawa kawan gadis yang dinamakan “Penakau”.
2) Ketika gadis itu akan pergi, harus meninggalkan uang yang diberi oleh si
bujang tersebut sebanyak yang diminta oleh si gadis yang dinamakan
”Pangluahan” (pengeluaran), dan meninggalkan surat sebagai isyarat bahwa si
gadis telah pergi “Nyakak” (dilarikan oleh si bujang).
3) Sesampainya gadis di rumah Kepala Adat kelompok bujang, pihak keluarga
bujang melakuakn pemberitahuan, sambil membawa uang sebesar beberapa
rupiah kepada Kepala Adat pihak perempuan yang dinamakan “Uang
Penekhangan”.
4) Jika gadis sudah berada di rumah Kepala Adat kelompok bujang, maka gadis
tesebut diberi perlindungan dan tidak boleh diganggu gugat oleh keluarga si
gadis atau untuk diambil kembali. Jika terjadi pengambilan kembali sebenarnya
telah melanggar adat. Lama gadis itu berdiam di rumah Kepala Adat si bujang,
biasanya menurut hitungan hari ganjil, yaitu 1, 3, 5, atau 7 hari (malam).
5) Biasanya keluarga si gadis menurut adat akan mencari anak gadisnya
(meskipun sudah tahu) ke tempat di mana bunyi surat anaknya menunjukkan ia
dilarikan bujang, ini dinamakan ”Nyussui Luut” (mencari jejak). Hal itu
dilakukan dalam jangka paling lama 7 malam (jika tempat si gadis dan si
bujang berjauhan).
6) Jika dalam tempo 7 malam keluarga si gadis tidak mencari anaknya (nyussul
luut), maka keluarga bujanglah yang datang ke rumah si gadis menerangkan
16
Adat Sebambangan sepertinya dikenal juga di luar suku Lampung, seperti yang
terdapat dalam adat salah satu suku di kepulauan Nusatenggara (mungkin
Lombok, Sumba atau Flores). Hanya namanya saja yang mungkin berbeda, tetapi
hukum dan hal-hal yang diatur dalam adat “Ngebambang” hampir sama.
Sedangkan Bandi lunik atau jujur tidak ada sedangkan Bandi Balak atau
maskawin dapat tidak kontan (Hutang). Pelunasannya etelah sang suami
mampu membayarnya. Termasuk uang penggalang Silapun tidak ada.
Selain dari kedua system perkawinan diatas ada satu system perkawinan yang
banyak dilakukan oleh banyak orang pada era sekarang. Akan tetapi bukan
yang diakui oleh adat justru menentang atau berlawanan dengan adat system
ini adalah “Sistem Kawin Lari atau kawin Mid Naib” Sistem perkawinan ini
maksudnya adalah lari menghindari adat, Lari dimaksud disini tidak sama
denga Sebambangan, Karena sebambangan lari di bawa ke badan hokum adat
atau penyimbang, sedangkan kawin lari ini adalah si gadis melarikan bujang ke
badan hukum agama islam yaitu Naib (KUA) untuk meminta di nikahkan,
masalah adat tidak disinggung-singgung, penyelesaian kawin seperti ini tidak
ada yang bertanggung jawab secara adat, sebab kadang-kadang keluarga tidak
tahu menahu, penyelesaian secara adat biasanya setelah akad nikah
berlangsung apabila kedua belah pihak ada kecocokan masalah adatnya, antara
siapa yang berhak anatara keduanya perempuan Nyakak/mentudau atau sang
pria Cambokh Sumbay /Semanda.
Kawin lari seperti ini sering dilakukan karena antara kedua belah pihak tidak
ada kecocokan dikarnakan beberapa hal diantaranya :
a. Sang Bujang belum mampu untuk berkeluarga sedangkan si Gadis
mendesak harus di nikahkan secepatnya karena ada hal yang memberatkan
Si gadis.
b. Kawin lari semacam ini dilakukan karena keterbatasan Biaya, apabila
perkawinan ini dilakukan secara adat atau dapat pula di simpulkan untuk
menghemat biaya.
19
d. Tempat Tinggal
Salah satu perbedaannya terletak pada tempat tinggalnya. Masyarakat lampung
sai batin tinggal di daerah pesisir seperti Labuhan Maringgai, Pugung, Jabung,
Way Jepara, Kalianda, Raja Basa, Teluk Betung, Padang Cermin, Marga
Punduh, Punduh Pedada, Cukuh Balak, Way Lima, Talang Padang, Kota
Agung, Semaka, Suoh, Sekincau, Batu Brak, Belalau, Liwa, Pesisir Krui,
Ranau, Martapura, Muara Dua, Kayu Agung(empat kota ini ada di
Provinsi Sumatera Selatan), Cikoneng di Pantai Banten dan bahkan Merpas di
Selatan Bengkulu. Sedangkan masyarakat lampung pepadun yang tinggal di
dataran tinggi seperti Abung Siwo Mego, Mego Pak Tulangbawang, Pubian
Telu Suku, WayKanan Buway Lima dan Sungkay Bunga Mayang.
e. Silsilah Keturunan
Perbedaan yang dapat kita lihat dari segi silsilah keturunanya. Dimana
masyarakat sai batin berasal dari kerjaan "Paksi Pak Skala Berak" dan
masyarakat pepadun dari kerajaan "Abung Siwo Megow".
21
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Masyarakat Lampung terbagi menjadi dua yakni Lampung Pepadun dan Lampung
Sai Batin. Masyarakat lampung pepadun adalah masyarakat lampung yang
berdomisili diwilayah dataran tinggi seperti Abung Siwo Mego, Mego Pak
Tulangbawang, Pubian Telu Suku, Way Kanan Buway Lima dan Sungkay Bunga
Mayang. Sedangkan masyarakat lampung saibatin adalah masyarakat lampung
yang tinggal di daerah pesisir seperti Labuhan Maringgai, Pugung, Jabung, Way
Jepara, Kalianda, Raja Basa, Teluk Betung, Padang Cermin, Marga Punduh,
Punduh Pedada, Cukuh Balak, Way Lima, Talang Padang, Kota Agung, Semaka,
Suoh, Sekincau, Batu Brak, Belalau, Liwa, Pesisir Krui, Ranau, Martapura, Muara
Dua, Kayu Agung(empat kota ini ada di Provinsi Sumatera Selatan), Cikoneng di
Pantai Banten.
3.2 Saran
Sebagai masyarakat yang hidup dilampung dan menikmati segala isi dibumi
lampung, sudah sepantasnya kita memahami tentang sejarah bumi lampung yang
terbagi menjadi lampung pepadun dan lampung saibatin.
23
DAFTAR PUSTAKA
Banun, L. (2018, Juli). Lampung, Sai Bumi Ruwa Jurai. Retrieved Oktober 2019,
from https://kebudayaan.kemdikbud.go.id/lampung-sai-bumi-ruwa-jurai/
Iqbal. (2019, Februari). Upacara Pernikahan Adat Pepadun dan Sai Batin.
Retrieved Oktober 2019, from
https://iqbalcesc.blogspot.com/2019/02/pernikahan-adat-sai-
batin_771.html