Anda di halaman 1dari 23

1

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah


Masyarakat asli Lampung, terbagai dalam dua kelompok besar yaitu Pepadun dan
Saibatin. Kelompok Lampung Pepadun umumnya mendiami daerah pedalaman,
sementara masyarakat Lampung Saibatin lebih banyak mendiami wilayah
sepanjang pantai timur, selatan, dan barat, karenanya sering disebut juga sebagai
Lampung Pesisir.

Baik Lampung Pepadun maupun Saibatin memiliki keunikan masing-masing dari


segi adat istiadat, busana, juga tatacara melangsungkan pernikahan. Selain itu di
dalam upacara adat lampung juga ada keunikan lainnya yaitu dengan adanya
pesilat di depan arak-arakan yang berfungsi sebagai pembuka jalan, hal ini
menambah khasanah keragaman dan keindahan budaya masyarakat Lampung.

Membahas tentang perbedaan ini bukan untuk mengelompok kan adat ataupun
memecah terkotak kotak. Berbeda bukan berarti harus terpecah dan terpisah akan
tetapi tetap satu penuh persatuan sesuai dengan lambang provinsi lampung yakni
"Sai Bumi Rua Juarai". Dimana dua suku lampung ini akan mudah kita kenali
dengan ciri-ciri khas nya masing-masing. Terlebih keduanya memiliki makna
sejak zaman dahulu.

Saibatin memiliki makna satu batin atau satu junjungan. Sesuai dengan tatanan
sosial yang ada pada masyarakat Lampung Saibatin, yang memili satu raja adat
saja setiap generasi kepemimpinan. Suku Saibatin memiliki adat istiadat yang
lebih cenderung bersifat aristokratis dimana kedudukan/pangkat keadatan hanya
dapat diwariskan dari satu garis keturunan.

Berbeda dengan masyarakat Suku Pepadun, tidak ada upacara tertentu yang dapat
mengubah status sosial kedudukan dimasyarakat. Inilah salah satu perbedaan yang
2

paling terlihat dari kedua adat antara Suku Saibatin dengan Pepadun.

Dari perbedaan saibatin dan pepadun memiliki satu kesatuan. Hal ini disebakan
masyarakat lampung menjunjung tinggi falsafah hidup secara turun temurun yakni
"Piil Pesenggiri" yang merupakan pedoman hidup orang lampung secara
keseluruhan.

1.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan latar belakang yang telah dibahas, maka rumusan masalah dalam
makalah ini adalah sebagai berikut :
1. Bagaimana sejarah masyarakat Lampung Pepadun ?
2. Bagaimana sejarah masyarakat Lampung Sai Batin?
3. Apa perbedaan masyarakat Lampung Pepadun dengan masyarakat Lampung
Sai Batin?

1.3 Tujuan Penulisan


Berdasarkan latar belakang masalah dan rumusan masalah, maka tujuan dalam
makalah ini adalah sebagai berikut :
1. Memahami sejarah masyarakat Lampung Pepadun.
2. Memahami sejarah masyarakat Lampung Sai Batin.
3. Memahami perbedaan masyarakat Lampung Pepadun dengan masyarakat
Lampung Sai Batin.
3

BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Masyarakat Lampung Pepadun


Nama “Pepadun” berasal dari perangkat adat yang digunakan dalam prosesi
Cakak Pepadun. “Pepadun” adalah bangku atau singgasana kayu yang merupakan
simbol status sosial tertentu dalam keluarga. Prosesi pemberian gelar adat (“Juluk
Adok”) dilakukan di atas singgasana ini. Dalam upacara tersebut, anggota
masyarakat yang ingin menaikkan statusnya harus membayarkan sejumlah uang
(“Dau”) dan memotong sejumlah kerbau. Prosesi Cakak Pepadun ini
diselenggarakan di “Rumah Sessat” dan dipimpin oleh seorang Penyimbang atau
pimpinan adat yang posisinya paling tinggi.

Masyarakat adat Lampung Pepadun adalah salah satu dari dua kelompok adat
besar dalam masyarakat Lampung. Masyarakat ini mendiami daerah pedalaman
atau daerah dataran tinggi Lampung. Berdasarkan sejarah perkembangannya,
masyarakat Pepadun awalnya berkembang di daerah Abung, Way Kanan, dan
Way Seputih (Pubian). Kelompok adat ini memiliki kekhasan dalam hal tatanan
masyarakat dan tradisi yang berlangsung dalam masyarakat secara turun temurun.

Masyarakat beradat Pepadun/Pedalaman terdiri dari:


a. Abung Siwo Mego (Unyai, Unyi, Subing, Uban, Anak Tuha, Kunang, Beliyuk,
Selagai, Nyerupa). Masyarakat Abung mendiami tujuh wilayah adat:
Kotabumi, Seputih Timur, Sukadana, Labuhan Maringgai, Jabung, Gunung
Sugih, dan Terbanggi.
b. Mego Pak Tulangbawang (Puyang Umpu, Puyang Bulan, Puyang Aji, Puyang
Tegamoan). Masyarakat Tulangbawang mendiami empat wilayah adat:
Menggala, Mesuji, Panaragan, dan Wiralaga.
c. Pubian Telu Suku (Minak Patih Tuha atau Suku Manyarakat, Minak Demang
Lanca atau Suku Tambapupus, Minak Handak Hulu atau Suku Bukujadi).
Masyarakat Pubian mendiami delapan wilayah adat: Tanjungkarang, Balau,
4

Bukujadi, Tegineneng, Seputih Barat, Padang Ratu, Gedungtataan, dan


Pugung.
d. WayKanan Buway Lima (Pemuka, Bahuga, Semenguk, Baradatu, Barasakti,
yaitu lima keturunan Raja Tijang Jungur). Masyarakat Way Kanan mendiami
wilayah adat: Negeri Besar, Pakuan Ratu, Blambangan Umpu, Baradatu,
Bahuga, dan Kasui.
e. Sungkay Bunga Mayang (Semenguk, Harrayap, Liwa, Selembasi, Indor Gajah,
Perja, Debintang)Masyarakat Sungkay Bunga Mayang menempati wilayah
adat: Sungkay, Bunga Mayang, Ketapang dan Negara Ratu.

Masyarakat Pepadun menganut sistem kekerabatan patrilineal yang mengikuti


garis keturunan bapak. Dalam suatu keluarga, kedudukan adat tertinggi berada
pada anak laki-laki tertua dari keturunan tertua, yang disebut “Penyimbang”.
Gelar Penyimbang ini sangat dihormati dalam adat Pepadun karena menjadi
penentu dalam proses pengambilan keputusan. Status kepemimpinan adat ini akan
diturunkan kepada anak laki-laki tertua dari Penyimbang, dan seperti itu
seterusnya.

Berbeda dengan Saibatin yang memiliki budaya kebangsawanan yang kuat,


Pepadun cenderung berkembang lebih egaliter dan demokratis. Status sosial
dalam masyarakat Pepadun tidak semata-mata ditentukan oleh garis keturunan.
Setiap orang memiliki peluang untuk memiliki status sosial tertentu, selama orang
tersebut dapat menyelenggarakan upacara adat Cakak Pepadun. Gelar atau status
sosial yang dapat diperoleh melalui Cakak Pepadun diantaranya gelar Suttan,
Raja, Pangeran, dan Dalom.

Dialek bahasa yang digunakan oleh masyarakat suku Pepadun adalah Bahasa
Lampung dengan dialek “O”. Pelafalan yang diucapkan oleh masyarakat ini
adalah pelafalan dengan irama atau intonasi yang mengayun dan menekan. Tak
jarang pengguna bahasa dialek “O” ini diidentikkan sebagai masyarakat yang
kurang ramah karena cara berbicaranya. Namun, ada beberapa daerah masyarakat
5

Lampung Pepadun yang juga menggunakan bahasa dialek “A” dalam bahasa
percakapan sehari-hari.

2.2 Masyarakat Lampung Sai Batin


“Saibatin” bermakna satu batin atau memiliki satu junjungan. Hal ini sesuai
dengan tatanan sosial dalam Suku Saibatin, hanya ada satu raja adat dalam setiap
generasi kepemimpinan. Budaya Suku Saibatin cenderung bersifat aristokratis
karenakedudukanadathanyadapatdiwariskanmelaluigarisketurunan.
TidaksepertiSukuPepadun, tidakadaupacaratertentu yang dapatmengubah status
sosial seseorang dalam masyarakat.

Suku Saibatin mendiami daerah pesisir Lampung yang membentang dari timur,
selatan, hingga barat. Wilayah persebaran Suku Saibatin mencakup Lampung
Timur, Lampung Selatan, Bandar Lampung, Pesawaran, Tanggamus, dan
Lampung Barat. Seperti juga Suku Pepadun, Suku Saibatin atau Peminggir
menganut sistem kekerabatan patrilineal atau mengikuti garis keturunan ayah.
Meski demikian, Suku Saibatin memiliki kekhasan dalam hal tatanan masyarakat
dan tradisi.

Ciri lain dari Suku Saibatin dapat dilihat dari perangkat yang digunakan dalam
ritual adat. Salah satunya adalah bentuk siger (sigekh) atau mahkota pengantin
Suku Saibatin yang memiliki tujuh lekuk/pucuk (sigokh lekuk pitu). Tujuh pucuk
ini melambangkan tujuh adoq, yaitu suttan, raja jukuan/depati, batin, radin, minak,
kimas, dan mas. Selain itu, ada pula yang disebut awan gemisir (awan gemisikh)
yang diduga digunakan sebagai bagian dari arak-arakan adat, diantaranya dalam
prosesi pernikahan.

Masyarakat Adat Lampung Saibatin mendiami wilayah adat: Labuhan Maringgai,


Pugung, Jabung, Way Jepara, Kalianda, Raja Basa, Teluk Betung, Padang
Cermin, Marga Punduh, Punduh Pedada, Cukuh Balak, Way Lima, Talang
Padang, Kota Agung, Semaka, Suoh, Sekincau, Batu Brak, Belalau, Liwa, Pesisir
Krui, Ranau, Martapura, Muara Dua, Kayu Agung, empat kota ini ada di
6

Provinsi Sumatera Selatan, Cikoneng di Pantai Banten dan bahkan Merpas di


Selatan Bengkulu. Masyarakat Adat Saibatin seringkali juga dinamakan Lampung
Pesisir karena sebagian besar berdomisili di sepanjang pantai timur, selatan dan
barat lampung, masing masing terdiri dari:
a. Paksi Pak Sekala Brak (Lampung Barat)
b. Bandar Enom Semaka (Tanggamus)
c. Bandar Lima Way Lima (Pesawaran)
d. Melinting Tiyuh Pitu (Lampung Timur)
e. Marga Lima Way Handak (Lampung Selatan)
f. Pitu Kepuhyangan Komering (Provinsi Sumatera Selatan)
g. Telu Marga Ranau (Provinsi Sumatera Selatan)
h. Enom Belas Marga Krui (Pesisir Barat)
i. Cikoneng Pak Pekon (Provinsi Banten)

Berikut ini beberapa hal mengenai adat saibatin antara lain :


a. Tentang kebumian ; Pada dasarnya orang Lampung Saibatin krui berdasarkan
garis keturunan lurus dari atas pemekonan (menurut keturunan jurai lurus).
Hanya anak laki-laki tertua dari keturunan yang paling tua yang bisa menjadi
raja (pemimpin) saibatin.
b. Tentang tata cara pemberian adok / gelar Saibatin ; Penerimaan, pengakuan
danpemberian nama yang di sahkan oleh raja atau Saibatin punyimbang marga.
c. Tentang pergantian punyimbang ; Menurut Saibatin prinsipnya,
yakniberdasarkan aliran darah terdekat.
d. Tentang azas ; Azasnya berdasarkan persamaan derajat dan hak
danmusyawarah mufakat bagi sesama marga tanpa melihat saibatinnya lama
ataubaru.
e. Tentang paksi ; Paksi sebagai Badan Pengelola adat urusan pemekonan atau
marga.
f. Tentang Sesat (Lamban Gedung) ; Sesat merupakan sebuah bangunan
tempatdilaksanakannya upacara adat yang selalu didampingi oleh kayu ara (
pohonara ) dengan bentuk yang mirip kerangka pagoda, sesat harus ada
7

sebagaitempat musyawarah para saibatin punyimbang marga dan punyimbang


adat.
g. Tentang kebatinan punyimbang ; Punyimbang artinya orang yang
dituakankarena ia pewaris dalam keluarga kerabat atau marga saibatin.

2.3 Perbedaan Lampung Pepadun dengan Lampung Sai Batin


Perbedaan masyarakat Lampung Suku Saibatin dan Pepadun sangat mudah
ditebak. Dimana suku Saibatin mendiami di daerah Pesisir Lampung mulai dari
timur, selatan, hingga barat. Wilayah yang mencakum penyebaran masyarakat
Suku Saibatin yakni mencakup Lampung Timur, Lampung Selatan, Bandar
Lampung, Pesawaran, Pringsewu Tanggamus, Lampung Barat, dan Pesisir
Barat.Berikut ini adalah beberapa perbedaan yang ada antara Lampung Pepadun
dan Lampung Sai batin.
a. Segi Bahasa (Dialek)
Segi bahasa ini dapat kita tebak dengan mudah. Untuk masyarakat lampung Sai
Batin berkomunikasi menggunakan dialek A (Api) yang bermakna "Apa".
Contoh penggunaannya "Api kabakh" yang berarti "Apa kabar?".

Kemudian suku pepadun memakai dialek O (Nyow) yang bermakna "Apa".


Contoh kalimat yang digunakan "Nyow Kabakh"? Ini berarti "Apa kabar?".
Keduanya bisa kita lihat jelas perbedaanya baik dari logatnya, dan kosakat
yang diucapkan.

b. Pakaian Adat
Perbedaan yang paling jelas salah satunya dari segi pakaian adat. Walaupun
keduanya memakai pakai mahkota yakni siger tapi anda bisa melihat sendiri
perbedaanya.Masyarakat lampung sai batin menggunakan pakaian adat
pernikahanya menggunakan warna merah dan mahkota siger dengan 7 lekukan.
Sedangkan pepadu pakaian adat berwarna putih dengan siger 9 lekukan.

Siger pada suku Lampung yang beradatkan saibatin memiliki lekuk tujuh dan
dengan hiasan batang/pohon sekala di masing-masing lekuknya, ini memiki
8

makna ada tujuh adok/gelar pada masyarakat pesisir yaitu Suttan/dalom, Raja
jukuan/dipati, Batin, Radin, Minak, Kimas dan Mas/inton, gelar/adok ini hanya
dapat digunakan oleh keturunan lurus saja, dengan kata lain masih kental
dengan nuansa kerajaan, dimana kalau bukan anak raja dia tidak berhak
menggunakan gelar/adok raja begitu juga dengan gelar/adok lainnya.

Bentuk siger saibatin sangat mirip dengan Rumah Gadang Kerajaan


Pagaruyung seperti Istano Si Linduang Bulan, yaitu rumah pusaka dari
keluarga besar ahli waris dari keturunan Daulat Yang Dipertuan Raja
Pagaruyung dan juga Museum Adityawarman di daerah Minangkabau,
Provinsi Sumatra Barat. Karena itulah maka adat budaya Lampung saibatin
mendapat pengaruh dari kerajaan Pagaruyung, hal ini sangat berkaitan dengan
sejarah berdirinya Paksi Pak Sekala Bekhak (Buay Bejalan Diway, Buay
Pernong, Buay Nyerupa dan Buay Belunguh), dimana pada masa masuknya
Islam di daerah Lampung pada masa kerajaan di tanah sekala bekhak,
mendapat pengaruh dari kerajaan pagaruyung yang di sebarkan oleh Ratu
Ngegalang Paksi.

Siger pepadun memiliki lekuk Sembilan yang berartikan ada Sembilan Marga
yang bersatu membentuk Abung Siwo Megou. Tapi bentuk dari siger pepadun
sangat mirip dengan buah sekala, hal ini pun bukan mustahil dikarenakan
kerajaan sekala bekhak merupakan cikal bakal ulun lampung, dan proses
terbentuknya abung siwo megou merupakan penyebaran orang lampung dari
dataran tinggi Sekala Bekhak di Gunung Pesagi. Ini dapat dilihat dari tambo
Buay Bejalan Diway bahwa Ratu Dipuncak meninggalkan kerajaan Sekala
Bekhak untuk mencari daerah baru bersama keluarganya, Ratu Dipuncak
memiliki empat orang putra yaitu Unyi, Unyai, Subing dan Nuban yang
merupakan keturunan Paksi Buay Bejalan Diway serta lima Marga lainnya
yaitu Anak Tuha, Selagai, Beliyuk, Kunang dan Nyerupa yang merupakan
keturunan dari tiga Paksi lainnya sehingga menjadi Abung Siwo Mego. Namun
berbeda dengan siger pesisir yang mirip rumah gadang, siger pepadun justru
mirip dengan buah sekala. Seiring dengan penyebaran penduduk dan berdirinya
9

beberapa kebuayan maka yang menggunakan adat pepadun bukan hanya abung
tetapi juga oleh kebuayan lain yang kemudian membentuk masyarakat adat
sendiri, seperti Megou Pak Tulangbawang (Puyang Umpu, Puyang Bulan,
Puyang Aji, Puyang Tegamoan),Pubian Telu Suku (Minak Patih Tuha atau
Suku Manyarakat, Minak Demang Lanca atau Suku Tambapupus, Minak
Handak Hulu atau Suku Bukujadi), serta Sungkay-WayKanan Buay Lima
(Pemuka, Bahuga, Semenguk, Baradatu, Barasakti, yaitu lima keturunan Raja
Tijang Jungur).

Gambar.1 (Siger dan Pakaian Khas Masyarakat Pepadun dan Sai Batin)

c. Pernikahan
Adat pernikahan dari Lampung Pepadun dan Lampung Sai Batin tentu berbeda.
Dalam tata cara masyarakat Lampung Pepadun, pernikahan bisa di lakukan
dalam dua cara yaitu cara pernikahan biasa (yang berlaku secara umum) atau
pernikahan semanda yaitu pihak laki-laki tidak membayar uang jujur tetapi
suami & anak-anaknya kelak akan menjadi anggota keluarga garis istri.
Dengan demikian ketika ayah si istri meninggal, sang menantu dapat
menggantikan kedudukan mertuanya sebagai kepala keluarga. Hal ini bisa
terjadi disebabkan karena sang istri adalah anak tunggal dalam keluarganya
atau alasan lainnya. Secara prinsip, masyarakat Lampung mengikuti garis
keturunan patrilinier.
10

Untuk lebih mengenal kebudayaan masyarakat lampung pepadun, terutama


mengenai tata cara adat perkawinannya, berikut akan dijelaskan rangkaian
prosesi adat pernikahannya yang memiliki keunikan tersendiri dibanding
daerah lain.
1. Nindai/ Nyubuk
Ini merupakan proses dimana pihak keluarga calon pengantin pria akan
meneliti atau menilai apakah calon istri anaknya. Yang dinilai adalah dari
segi fisik & perilaku sang gadis. Pada Zaman dulu saat upacara begawei
(cacak pepadun) akan dilakuakn acara cangget pilangan yaitu sang gadis
diwajibkan mengenakan pakaian adat & keluarga calon pengantin pria akan
melakuakn nyubuk / nindai yang diadakan dibalai adat.
2. Be Ulih – ulihan (bertanya)
Apabila proses nindai telah selesai dan keluarga calon pengantin pria
berkenan terhadap sang gadis maka calon pengantin pria akan mengajukan
pertanyaan apakah gadis tersebut sudah ada yang punya atau belum,
termasuk bagaimana dengan bebet, bobot, bibitnya. Jika dirasakan sudah
cocok maka keduanya akan melakukan proses pendekatan lebih lanjut.
3. Bekado
Yaitu proses dimana keluarga calon pengantin pria pada hari yang telah
disepakati mendatangi kediaman calon pengantin wanita sambil membawa
berbagai jenis makanan & minuman untuk mengutarakan isi hati &
keinginan pihak keluarga.
4. Nunang (melamar)
Pada hari yang disepakati kedua belah pihak, calon pengantin pria datang
melamar dengan membawa berbagai barang bawaan secara adat berupa
makanan, aneka macam kue, dodol, alat untuk merokok, peralatan nyireh
ugay cambia (sirih pinang). Jumlah dalam satu macam barang bawaan akan
disesuaikan dengan status calon pengantin pria berdasarkan tingkatan
marga(bernilai 24), tiyuh (bernilai 12), dan suku (berniali 6). Dalam
kunjungan ini akan disampaikan maksud keluarga untuk meminang anak
gadis tersebut.
11

5. Nyirok (ngikat)
Acara ini biasa juga dilakukan bersaman waktunya dengan acara lamaran.
Biasanya calon pengantin pria akan memberikan tanda pengikat atau hadiah
istimewa kepada gadis yang ditujunya berupa barang perhiasan, kain jung
sarat atau barang lainnya. Hal ini sebagai symbol ikatan batin yang nantinya
akan terjalin diantara dua insan tersebut.
Acara nyirok ini dilakukan dengan cara orang tua calon pengantin pria
mengikat pinggang sang gadis dengan benang lutan (benang yang terbuat
dari kapas warna putih, merah, hitam atau tridatu) sepanjang satu meter. Hal
ini dimaksudkan agar perjodohan kedua insane ini dijauhkan dari segala
penghalang.
6. Menjeu ( Berunding)
Utusan keluarga pengantin pria datang kerumah orang tua calon pengantin
wanita untuk berunding mencapai kesepakatan bersama mengenai hal yang
berhubungan denagn besarnya uang jujur, mas kawin, adat yang nantinya
akan digunakan, sekaligus menentukan tempat acara akad nikah
dilangsungkan. Menurut adat tradisi Lampung, akad nikah biasa
dilaksanakan di kediaman pengantin pria.
7. Sesimburan (dimandikan)
Acara ini dilakukan di kali atau sumur dengan arak-arakan dimana calon
pengantin wanita akan di payungi dengan paying gober & diiringi dengan
tabuh-tabuhan dan talo lunik. Calon pengantin wanita bersama gadis-gadis
lainnya termasuk para ibu mandi bersam sambil saling menyimbur air yang
disebut sesimburan sebagai tanda permainan terakhirnya sekaligus menolak
bala karena besok dia akan melaksanakan akad nikah.
8. Betanges (mandi uap)
Yaitu merebus rempah-rempah wangi yang disebut pepun sampai mendidih
lalu diletakkan dibawah kursi yang diduduki calon pengantin wanita. Dia
akan dilingkari atau ditutupi dengan tikar pandan selama 15-25 menit lalu
atasnya ditutup dengan tampah atau kain. Dengan demikian uap dari aroma
tersebut akan menyebar keseluruh tubuh sang gadis agar pada saat menjadi
pengantin akan berbau harum dan tidak mengeluarkan banyak keringat.
12

9. Berparas (cukuran)
Setelah bertanges selesai selanjutnya dilakukan acra berparas yaitu
menghilangkan bulu-bulu halus & membentuk alis agar sang gadis terlihat
cantik menarik. Hal ini juga akan mempermudah sang juru rias untuk
membentuk cintok pada dahi dan pelipis calon pengantin wanita. Pada
malam harinya dilakukan acara pasang pacar (inai) pada kuku-kuku agar
penampilan calon pengantin semakin menarik pada keesokan harinya.
10. Upacara Akad Nikah
Walau menurut adat, akad nikah dilakukan di kediaman pengantin pria
tetapi sesuai perkembangan Zaman dan kesepakatan keluarga, akad nikah
banyak dilakukan di rumah pengantin wanita. Rombongan pengantin pria
dan pengantin wanita akan diwakili oleh utusan yang disebut Pembareb.
Kedua rombongan ini akan disekat atau di halangi oleh appeng (selembar
kain sebagai rintangan yang harus di lalui).
Jika sudah terjadi Tanya jawab antar pembareb, pembareb pihak pria akan
memotong appeng dengan alat terapang dan kemudian masuk kedalam
rumah dengan membawa barang seserahan berupa dodol, urai cambai (sirih
pinang), juadah balak (lapis legit), aneka kue dan Uang adat. Lalu akad
nikah pun dilakukan dan kedua pengantin menyembah sujud pada orang tua.
11. Upacara Ngurukken Majeu / Ngekuruk
Hal yang tak kalah menarik dalam rangkaian upacara adat perkawinan
masyarakat lampung Pepadun adalah upacara adat ngurukken majeu yaitu
saat pengantin wanita secara resmi akan dibawa ke rumah pengantin laki-
laki dengan naik rato yaitu kereta beroda empat atau ditandu. Pengantin
laki-laki berada di belakang dibagian depan sambil memegang
tombak. Sampai di rumah pengantin pria, mereka akan disambut dengan
tabuh-tabuhan dan seorang ibu akan menaburkan beras kunyit dan uang
logam. Di depan rumah juga tersedia pasu yaitu wadah dari tanah liat berisi
air dan tujuh jenis kembang sebagai lambing agar dalam rumah tangga
keduanya dapat berdingin hati.
13

Selanjutnya kedua kaki pengantin wanita akan di celupkan dalam wadah tersebut
lalu kedua mempelai didudukan dengan kaki suami menindih kaki istrinya sebagai
lambang agar istri berlaku patuh pada suaminya. Lalu ibu pengantin laki-laki
menyuapi keduanya dengan nasi campur dan memberi minum lalu kedua
mempelai saling memeakan sirih.Setelah itu dilakukan upacara pemberian gelar
denga menekan telunjuk tangan secara bergantian. Sesudahnya kedua pengantin
akan menaburkan kacang goreng dan aneka permen kepada gadis-gadis lajang
agar mereka segera mendapatkan jodoh. Mereka juga akan saling berebut lauk-
pauk, terutama dengan anak-anak kecil. Maknanya agar keduanya segera memiliki
keturunan.

Perkawinan masyarakat Lampung Sai Batin pasti akan berbeda dengan Lampung
Pepadun. system perkawinan masyarakat Lampung Saibatin yang menganut garis
keturunan Bapak (Patrachaat) menganut 2 sistem pokok yaitu Sistem Perkawinan
Nyakak Atau Matudau dan Sistem perkawinan Cambokh Sumbay atau semanda
1. Sistem Perkawian Nyakak Atau Matudau
Sistem ini disebut juga system perkawinan Jujur karena lelaki mengeluarkan uang
untuk membayar jujur/Jojokh (Bandi Lunik) kepada pihak keluarga gadis
(calon istri).
Sistem nyakak atau mantudau dapat dilaksanakan dua cara:
a. Cara Sabambangan
Cara ini si Gadis dilarikan oleh bujang dari rumahnya dibawa rumah adat atau
rumah si bujang. Biasanya pertama kali sampai si gadis ditempat sibujang
dinaikan kerumah kepala adat atau jukhagan lalu di bawa pulang kerumahnya
oleh keluarga si bujang. Ciri bahwa si gadis nyakak/mentudau si gadis
meletakkan surat yang isinya memberitahu orang tuanya kepergiannya Nyakak
atau mentudau dengan seorang bujang (dituliskan Namanya), keluarganya,
kepenyimbangannya serta untuk menjadi istri keberapa, selain itu
meninggalakan uang pengepik atau pengluah yang tidak ditentukan besarnya,
hanya kadang-kadang besarnya uang pengepik dijadikan ukuran untuk
menentukan ukuran uang jujur (bandi lunik). Surat dan uang diletakkan
ditempat tersembunyi oleh si gadis. Setelah gadis sampai di tempat keluarga si
14

bujang, kepala adat pihak si bujang memerintahkan orang-orang adat yang


sudah menjadi tugasnya untuk memberi kabar secara resmi kepada pihak
keluarga si gadis bahwa anak gadisnya yang hilang telah berada di keluarga
mereka dengan tujuan untuk dipersunting oleh salah satu bujang anggota
mereka.mereka yang memberitahu ini membawa tanda-tanda mengaku salah
bersalah ada yang menyerahkan Kris, Badik dan ada juga dengan tanda
Mengajak pesahabatan (Ngangasan, Rokok, Gula, Kelapa,dsb) acara ini disebut
Ngebeni Pandai atau Ngebekhi tahu. Sesudah itu berarti terbuka luang untuk
mengadakan perundingan secara adat guna menyelesaikan kedua pasangan itu.
Segala ketentuan adat dilaksanakan sampai ditemukan titik kemufakatan,
kewajiban, pihak bujang pula membayar uang penggalang sila ke pihak adat si
gadis.

“Sebambangan” sering kali disalah artikan dengan nama “Kawin Lari”.


Sehingga citra adat lampung ini menjadi jelek dimata masyarakat diluar suku
lampung yang tidak mengerti makna sesungguhnya dari arti
Sebambangan.Sebambangan adalah adat lampung yang mengatur pelarian
gadis oleh bujang ke rumah kepala adat untuk meminta persetujuan dari orang
tua si gadis, melalui musyawarah adat antara kepala adat dengan kedua orang
tua bujang dan gadis, sehingga diambil kesepakatan dan persetujuan antara
kedua orang tua tersebut.Sedangkan “Kawin Lari” dapat diartikan sebagai
pelarian gadis oleh bujang dan langsung terjadi perkawinan tanpa musyawarah
adat dan persetujuan orang tua si gadis, yang hal ini bertentangan dengan
Syariat Islam. Jelas jika hal ini terjadi, jangankan agama, adat istiadat saja
melarang hal tersebut.

Jika Sebambangan diatur oleh hukum adat dan perangkat adat, tidak
bertentangan dengan Syariat Islam, dan bahkan memberikan keadilan kepada
bujang gadis untuk memilih jodohnya karena akibat paksaan orang tua,
sehingga dimusyawarahkan sampai diambil keputusan dan persetujuan kedua
orang tua bujang gadis. Sedangkan “Kawin Lari” tidak diatur oleh hukum dan
15

perangkat adat, serta tanpa persetujuan kedua orang tua baik bujang atau gadis
sehingga bertentangan dengan Syariat Islam.

Peraturan Ngebambang
Hal-hal yang diatur dalam Ngebambang adalah sebagai berikut :
1) Gadis dilarikan oleh bujang (meskipun dalam satu kampung atau dekat
rumahnya) ke rumah Kepala Adat si bujang. Dalam melarikan itu si bujang
biasanya dibantu oleh beberapa orang dari keluarga si bujang dengan secara
rahasia, sedang perempuan jika jaraknya jauh (keluar kampung) biasanya
membawa kawan gadis yang dinamakan “Penakau”.
2) Ketika gadis itu akan pergi, harus meninggalkan uang yang diberi oleh si
bujang tersebut sebanyak yang diminta oleh si gadis yang dinamakan
”Pangluahan” (pengeluaran), dan meninggalkan surat sebagai isyarat bahwa si
gadis telah pergi “Nyakak” (dilarikan oleh si bujang).
3) Sesampainya gadis di rumah Kepala Adat kelompok bujang, pihak keluarga
bujang melakuakn pemberitahuan, sambil membawa uang sebesar beberapa
rupiah kepada Kepala Adat pihak perempuan yang dinamakan “Uang
Penekhangan”.
4) Jika gadis sudah berada di rumah Kepala Adat kelompok bujang, maka gadis
tesebut diberi perlindungan dan tidak boleh diganggu gugat oleh keluarga si
gadis atau untuk diambil kembali. Jika terjadi pengambilan kembali sebenarnya
telah melanggar adat. Lama gadis itu berdiam di rumah Kepala Adat si bujang,
biasanya menurut hitungan hari ganjil, yaitu 1, 3, 5, atau 7 hari (malam).
5) Biasanya keluarga si gadis menurut adat akan mencari anak gadisnya
(meskipun sudah tahu) ke tempat di mana bunyi surat anaknya menunjukkan ia
dilarikan bujang, ini dinamakan ”Nyussui Luut” (mencari jejak). Hal itu
dilakukan dalam jangka paling lama 7 malam (jika tempat si gadis dan si
bujang berjauhan).
6) Jika dalam tempo 7 malam keluarga si gadis tidak mencari anaknya (nyussul
luut), maka keluarga bujanglah yang datang ke rumah si gadis menerangkan
16

kesalahan-kesalahan karena melarikan anaknya. Biasanya keluarga si gadis


akan menuntut denda atas pelarian anaknya (sebenarnya permintaan denda
tersebut sebagai istilah atau basa basi saja, karena denda tersebut akhirnya akan
kembali juga kepada kedua mempelai, baik digunakan untuk hajatan manjau
pedom (pesta pernerimaan tamu dari pihak si bujang lepas perkawinan)
maupun digunakan untuk pembeli alat-alat rumah tangga sebagai banatok
(perabot rumah tangga yang dibawa oleh pengantin wanita / Maju).
7) Jika perundingan antara kedua keluarga pihak bujang dan si gadis telah cukup
maka ditentukanlah waktu perkawainan (aqad pernikahan).

Adat Sebambangan sepertinya dikenal juga di luar suku Lampung, seperti yang
terdapat dalam adat salah satu suku di kepulauan Nusatenggara (mungkin
Lombok, Sumba atau Flores). Hanya namanya saja yang mungkin berbeda, tetapi
hukum dan hal-hal yang diatur dalam adat “Ngebambang” hampir sama.

b. Cara tekahang (sakicik Betik)


Cara ini dilakukan terang-terangan. Keluarga bujang melamar langsung si
gadis setelah mendapat laporan dari pihak bujang bahwa dia dan si gadis saling
setuju untuk mendirikan rumah tangga pertemuan lamaran antara pihak bujang
dan si gadis apabila telah mendapat kecocokan menentukan tanggal pernikahan
temp[at pernikahan uang jujur, uang pengeni jama hulun tuha bandi balak (Mas
Kawin), bagaimana caranya penjemputan, kapan di jempu dan lain-lain. Yang
berhungan dengan kelancaran upacara pernikahan. Biasanya saat menjemput
pihak keluarga lelaki menjemput dan si gadis mengantar. Setelah samapi
ditempat sibujang, pengantin putrid dinaikan kerumah kepala adat/ jukhagan,
baru di bawa pulang ketempat si bujang. Sesudah itu dilangsungkan acara
keramaian yang sudah dirancanakan. Dalam system kawin tekhang ini uang
pengepik, surat pemberian dan ngebekhitahu tidak ada, yang penting diingat
dalam system dalam nyakak atau mentudau kewajiban pihak pengantin pria
adalah :
a. Mengeluarkan uang jujur (bandi Lunik) yang diberitahukan kepada pihak
pengantin wanita.
17

b. Pengantin membayar kontan mas kawin mahar (Bandi Balak). Kepada si


gadis yang sesuai dengan kemufakatan si gadis dengan sibujang.keluarga
pihak pria membayar uang penggalang sila”Kepada kelompok adat si gadis
c. mengeluarkan Jajulang / Katil yang berisi kue-kue (24 macam kue adat)
kepada keluarga si gadis jajulang/katil ini duhulu ada 3 buah yaitu : Katil
penetuh Bukha Katil Gukhu Ngaji Katil Kuakha Sekarang keadaan ekonomi
yang susah katil cukup satu.
d. Ajang yaitu nasi dangan lauk pauknya sebagai kawan katil.
Memberi gelar / Adok kepada kedua pengantin sesuai dengan strata
pengantin pria, sedangkan dari pihak gadis memberi barang berupa pakaian,
alat tidur, alat dapur, alat kosmetik, dan lain sebagainya. Barang ini disebut
sesan atau benatok, Benatok ini dapat diserahkan pada saat manjau pedom
sedangkan pada system sebambangan dibawa pada saat menjemput, pada
system tekhang kadang-kadang dibawa belakangan.

2. Sistem perkawina Cambokh Sumbay atau Semanda


Sistem perkawinan Cambokh Sumbay disebut juga Perkawianan semanda,
yang sebenarnya adalah bentuk perkawinan yang calon suami tidak
mengeluarkan jujur (Bandi lunik) kepada pihak isteri, sang pria setelah
melaksanakan akad nikah melepaskan hak dan tanggung jawabnya terhadap
keluarganya sendiri dia bertanggung jawab dan berkewajiban mengurus dan
melaksankan tugas-tugas di pihak isteri. Hal ini sesuai dengan apa yang di
kemukakan Prof. Hi. Hilman Hadi kusuma yaitu Perkawinan semanda adalah
bentuk perkawinan tanpa membayar jujur dari pihak pria kepada pihak wanita,
setelah perkawinan harus menetap dipihak kerabat istri atau bertanggung jawab
meneruskan keturunan wanita di pihak isteri. Menurut masyarakat Lampung
saibatin kawin semanda (Cambokh Sumbay) ini ada beberapa macam sesuai
dengan perjanjian sewaktu akad nikah antara calon suami dan calon isteri atau
pihak keluarga pengantin wanita.

Dalam perkawinan semanda/ Cambokh sumbay yang perlu diingat adalah


pihak isteri harus mengeluarkan pemberian kepada pihak keluarga pria berupa :
18

a. Memberikan Katil atau Jajulang kepada pihak pengantin pria


b. Ajang dengan lauk-pauknya sebagai kawan katil.
c. Memberikan seperangkat pakaian untuk pengantin pria.
d. Memberi gelar/adok sesuai dengan strata pengantin wanita.

Sedangkan Bandi lunik atau jujur tidak ada sedangkan Bandi Balak atau
maskawin dapat tidak kontan (Hutang). Pelunasannya etelah sang suami
mampu membayarnya. Termasuk uang penggalang Silapun tidak ada.

Selain dari kedua system perkawinan diatas ada satu system perkawinan yang
banyak dilakukan oleh banyak orang pada era sekarang. Akan tetapi bukan
yang diakui oleh adat justru menentang atau berlawanan dengan adat system
ini adalah “Sistem Kawin Lari atau kawin Mid Naib” Sistem perkawinan ini
maksudnya adalah lari menghindari adat, Lari dimaksud disini tidak sama
denga Sebambangan, Karena sebambangan lari di bawa ke badan hokum adat
atau penyimbang, sedangkan kawin lari ini adalah si gadis melarikan bujang ke
badan hukum agama islam yaitu Naib (KUA) untuk meminta di nikahkan,
masalah adat tidak disinggung-singgung, penyelesaian kawin seperti ini tidak
ada yang bertanggung jawab secara adat, sebab kadang-kadang keluarga tidak
tahu menahu, penyelesaian secara adat biasanya setelah akad nikah
berlangsung apabila kedua belah pihak ada kecocokan masalah adatnya, antara
siapa yang berhak anatara keduanya perempuan Nyakak/mentudau atau sang
pria Cambokh Sumbay /Semanda.

Kawin lari seperti ini sering dilakukan karena antara kedua belah pihak tidak
ada kecocokan dikarnakan beberapa hal diantaranya :
a. Sang Bujang belum mampu untuk berkeluarga sedangkan si Gadis
mendesak harus di nikahkan secepatnya karena ada hal yang memberatkan
Si gadis.
b. Kawin lari semacam ini dilakukan karena keterbatasan Biaya, apabila
perkawinan ini dilakukan secara adat atau dapat pula di simpulkan untuk
menghemat biaya.
19

Macam-macam sitem perkawinan Cambokh Sumbay/Semanda :


1. Cambokh Sumabay Mati manuk Mati Tungu, Lepas Tegi Lepas Asakh.
Cambokh Sumbay seperti ini merupaka cambokh sumbay yang murni
karene Sang Pria datang hanya membawa pakaian saja, segala biaya
pernikahan titanggung oleh si Gadis, anak keturunan dan harta perolehan
bersama milik isteri sang pria hanya membantu saja, apabila terjadi
perceraian maka semua anak, harta perolehan bersama milik sang isteri,
suami tidak dapat apa.
2. Cambokh Sumbay Ikhing Beli, cara semacam ini dilakukan karena Sang
Bujang tidak mampu membayar jujur (Bandi Lunik) yang diminta sang
Gadis, pada hal Sang Bujang telah Melarika Sang Gadis secara nyakak
mentudau, selam Sang Bujang belum mampu membayar jujur (Bandi
Lunik) dinyatakan belum bebas dari Cambokh Sumabay yang dilakukannya.
Apabila Sang Bujang sudah membayar Jujur (Bandi Lunik) barulah
dilakukan acara adat dipihak Sang Bujang
3. Cambokh Sumbay Ngebabang, Bentuk ini dikakukan karena sebenarnya
keluarga sigadis tidak akan mengambil bujang. Atau tidak akan
memasukkan orang lain kedalam keluarga adat mereka, akan tetapi karena
terpaksa sementara masih ada keberatan –kebneratan untuk melepas Si
Gadis Nyakak atau mentudau ketempat orang lain, maka di adakan
perundingan cambokh sumbay Ngebabang, cambokh Sumaby ini bersyarat,
umpanya batas waktu cambokh sumbay berakhir setelah yang menjadi
keberatan pihak si gadis berakhir, Contoh : Seorang Gadis Anak tertua,
ibunya sudah tiada bapaknya kawin lagi, sedangkan adik laki yang akan
mewarisi tahta masih kecil, maka gadis tersebut mengambil bujang dengan
cara Cambokh Sumabay Ngebabang, berakhirnya masa cambokh sumbay
ini setelah adik laki-laki tadi berkeluarga.
4. Cambokh Sumbay Tunggang Putawok atau Sai Iwa khua Penyesuk, Cara
semacam ini dikarenakan antara pihak keluarga Sang Bujang dan Sang
Wanita merasa keberatan untuk melepaskan anak mereka masing-masing.
Sedangkan perkawinan ini tidak dapat di hindarkan, maka dilakukan
20

permusyawaratan denga system Cambokh sumbay Say Iwa khua penyesuk


cambokh sumabi ini berarti “ Sang pria bertanggung jawab pada keluarga
isteri dengan tidak melepaskan tanggung jawab pada keluarganya sendiri,
demikian pula halnya dengan Sang Gadis, Kadang kala sang wanita
menetap di tempat sang suami
5. Cambokh Sumbay Khaja-Kaja, ini merupakan bentuk yang paling unik
diantara cambokh sumabay lainnya karena menurut adat Lampung Saibatin,
Raja tidak boleh Cambokh Sumbay, ini terjadi Cambokh Sumbay karena
Seorang anak Tua yang harus mewarisi tahta keluarganya Cambokh
Sumbay kepada Seorang Gadis yang juga kuat kedudukan dalam adatnya,
dan Sang Gadis tidak akan di izinkan untuk pergi ketempat orang lain.

d. Tempat Tinggal
Salah satu perbedaannya terletak pada tempat tinggalnya. Masyarakat lampung
sai batin tinggal di daerah pesisir seperti Labuhan Maringgai, Pugung, Jabung,
Way Jepara, Kalianda, Raja Basa, Teluk Betung, Padang Cermin, Marga
Punduh, Punduh Pedada, Cukuh Balak, Way Lima, Talang Padang, Kota
Agung, Semaka, Suoh, Sekincau, Batu Brak, Belalau, Liwa, Pesisir Krui,
Ranau, Martapura, Muara Dua, Kayu Agung(empat kota ini ada di
Provinsi Sumatera Selatan), Cikoneng di Pantai Banten dan bahkan Merpas di
Selatan Bengkulu. Sedangkan masyarakat lampung pepadun yang tinggal di
dataran tinggi seperti Abung Siwo Mego, Mego Pak Tulangbawang, Pubian
Telu Suku, WayKanan Buway Lima dan Sungkay Bunga Mayang.

e. Silsilah Keturunan
Perbedaan yang dapat kita lihat dari segi silsilah keturunanya. Dimana
masyarakat sai batin berasal dari kerjaan "Paksi Pak Skala Berak" dan
masyarakat pepadun dari kerajaan "Abung Siwo Megow".
21

BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Masyarakat Lampung terbagi menjadi dua yakni Lampung Pepadun dan Lampung
Sai Batin. Masyarakat lampung pepadun adalah masyarakat lampung yang
berdomisili diwilayah dataran tinggi seperti Abung Siwo Mego, Mego Pak
Tulangbawang, Pubian Telu Suku, Way Kanan Buway Lima dan Sungkay Bunga
Mayang. Sedangkan masyarakat lampung saibatin adalah masyarakat lampung
yang tinggal di daerah pesisir seperti Labuhan Maringgai, Pugung, Jabung, Way
Jepara, Kalianda, Raja Basa, Teluk Betung, Padang Cermin, Marga Punduh,
Punduh Pedada, Cukuh Balak, Way Lima, Talang Padang, Kota Agung, Semaka,
Suoh, Sekincau, Batu Brak, Belalau, Liwa, Pesisir Krui, Ranau, Martapura, Muara
Dua, Kayu Agung(empat kota ini ada di Provinsi Sumatera Selatan), Cikoneng di
Pantai Banten.

Antara masyarakat pepadun dan saibatin pasti memiliki beberapa perbedaan


anatar lain dapat dilihat dari bahasa yang digunakan. Masyarakat Lampung
pepadun menggunakan dialek O, sedangkan masyarakat lampung sai batin
menggunakan dialek A. Selain bahasa yang digunakan, perbedaan yang menonjol
juga terdapat pada Siger. Siger pada masyarakat pepadun memiliki 5 lekukan
sedangkan siger pada masyarakat saibatin memiliki 9 lekukakan.
22

3.2 Saran
Sebagai masyarakat yang hidup dilampung dan menikmati segala isi dibumi
lampung, sudah sepantasnya kita memahami tentang sejarah bumi lampung yang
terbagi menjadi lampung pepadun dan lampung saibatin.
23

DAFTAR PUSTAKA

Banun, L. (2018, Juli). Lampung, Sai Bumi Ruwa Jurai. Retrieved Oktober 2019,
from https://kebudayaan.kemdikbud.go.id/lampung-sai-bumi-ruwa-jurai/

Hasbundoya. (2018, Juli). Perbedaan Masyarakat Lampung Pepadun dan Sai


Batin. Retrieved Oktober 2019, from
http://www.hasbundoya.com/2018/07/5-perbedaan-masyarakat-lampung-
sai.html

Iqbal. (2019, Februari). Upacara Pernikahan Adat Pepadun dan Sai Batin.
Retrieved Oktober 2019, from
https://iqbalcesc.blogspot.com/2019/02/pernikahan-adat-sai-
batin_771.html

Masyarakat Adat Lampung Pepadun. (n.d.). Retrieved Oktober 2019, from


https://www.indonesiakaya.com/jelajah-indonesia/detail/masyarakat-adat-
lampung-pepadun

Wikipedia. (n.d.). Siger. Retrieved Oktober 2019, from


https://id.wikipedia.org/wiki/Siger

Anda mungkin juga menyukai