Anda di halaman 1dari 20

MAKALAH

KONSEP MASYARAKAT LAMPUNG

SAIBATIN DAN PEPADUN

(Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Bahasa Lampung)

Dosen Pengampu : Nur Choironi S.Pd,M.Pd

Disusuh Oleh :

Atika Restu Bunda (2011100213)

Benny Ani Batara (2011100326)

David Primayuda (2011100448)

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU MADRASAH IBTIDAIYAH


FAKULTAS TARBIYAH DAN KEGURUAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI RADEN INTAN LAMPUNG
TAHUN 2022
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT , tak lupa sholawat teriring salam kami
curahkan kepada junjungan Nabi besar kita yaitu Nabi Muhammad SAW. Berkat
rahmat serta keridhohannya kami dapat menyelesaikan makalah ini guna untuk
memenuhi tugas mata kuliah Bahasa Lampung dengan Dosen Pengampu Ibu Nur
Choironi S,pd.M,Pd . kami sangat berharap makalah yang telah dibuat ini dapat
bermanfaat serta berguna dalam rangka menambah wawasan dan pengetahuan
kepada kita semua tentang Konsep Masyarakat Lampung Saibatin Dan Pepadun.
Kami menyadari bahwa sepenuhnya makalah yang telah kami buat ini sangat
jauh dari kata sempurna, dikarenakan terbataskan pengetahuan serta wawasan
yang kami miliki . Oleh karena itu kami sangat mengharapkan segala bentuk saran
dan kritik yang dapat membangun diri berbagai pihak. Akhir kata kami sangat
mengharapkan semoga makalah yang telah kami buat ini dapat memberikan
manfaat bagi para pembaca serta penulis.

Lampung, 6 November 2022

Kelompok 5

i
DAFTAR ISI

COVER
KATA PENGANTAR ................................................................................... i
DAFTAR ISI ................................................................................................... ii

BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ........................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah ...................................................................................... 1
C. Tujuan Penulisan ........................................................................................ 1

BAB II PEMBAHASAN
A. Masyarakat Adat Lampung Saibatin .......................................................... 2
B. Pengertian Gelar Adat Lampung Saibatin .................................................. 3
C. Hakikat Gelar Adat Masyarakat lampung Saibatin .................................... 4
D. Hierarki Gelar Adat Lampung Saibatin ...................................................... 5
E. Pengertian Masyarakat Adat Lampung Pepadun ........................................ 7
F. Kehidupan Kekerabatan Masyarakat Lampung Pepadun ........................... 8
G. Sistem Perkawinan Adat Lampung Pepadun .............................................. 9
H. Prosesi Upacara Pemberi Gelar Untuk Adat Pepadun ................................ 11
I. Falsafah hidup masyarakat lampung saibatin dan pepadun ........................ 13

BAB III PENUTUP


A. Kesimpulan .................................................................................................. 16
B. Saran ............................................................................................................ 16

DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................ 17

ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Lampung menjadi salah satu dari berbagai provinsi di Indonesia yang
mempunyai kebudayaan dan adat istiadat dimasyarakatnya. Provinsi Lampung
memiliki beragam etnis yang mendiami berbagai wilayah yang ada di Provinsi
Lampung, salah satunya yaitu etnis asli Lampung yang dimana masyarakat
Lampung secara umum terbagi menjadi dua kelompok besar masyarakat adat,
yaitu masyarakat Lampung adat Saibatin yang terdiri dari ragam marga yang
tersebar di berbagai wilayah pesisir pantai dan masyarakat adat Pepadun yang
terdiri dari ragam marga yang tersebar di berbagai wilayah pedalaman dan
sektor Kota Lampung. Masyarakat adat Lampung Saibatin dan masyarakat
adat Lampung Pepadun sebagaimana tergabung dalam kesatuan adat budaya
masyarakat Lampung yang disebut Sang Bumi Ruwa Jurai, meskipun
masyarakat Lampung Saibatin dan Lampung Pepadun berasal dari satu
keturunan, akan tetapi pada umumnya masyarakat Lampung Saibatin dan
masyarakat Lampung Pepadun memiliki rangkaian adat istiadat yang berbeda-
beda, seperti adat istiadat dalam prosesi lamaran, pesta pernikahan dan
pemberian gelar raja bagi masyarakat Lampung yang dilakukan berdasarkan
serangkaian adat mereka masing-masing.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana Masyarakat Adat Lampung Saibati?
2. Apakah Pengertian Dari Gelar Adat Lampung Saibatin ?
3. Apakah Hakikat Gelar Adat Masyarakat Lampung Saibatin ?
4. Bagaimana Masyarakat Adat Lampung Pepadun itu ?
5. Bagaimana Prosesi Upacara Pemberian Gelar Untuk Adat Pepadun ?
C. Tujuan
1. Mengetahui Masyarakat Adat Lampung Saibatin
2. Mengetahui Pengertian Gelar Adat Lampung Saibatin
3. Mengetahui Hakikat Gelar Adat Masyarakat Lampung Saibatin
4. Mengetahui Masyarakat Adat Lampung Pepadun
5. Mengetahui Prosesi Upacara Pemberian Gelar Untuk Adat Pepadun.

1
BAB II

PEMBAHASAN

A. Mayarakat Adat Lampung Saibatin


Masyarakat Adat Lampung Saibatin mendiami wilayah adat: Labuhan
Maringgai, Pugung, Jabung, Way Jepara, Kalianda, Raja Basa, Teluk Betung,
PadangCermin, Cukuh Balak, Way Lima, Talang Padang, Kota Agung,
Semaka, Suoh, Sekincau, Batu Brak, Belalau, Liwa, Pesisir Krui, Ranau,
Martapura, Muara Dua, Kayu Agung, empat kota ini ada di Provinsi Sumatera
Selatan, Cikoneng di Pantai Banten dan bahkan Merpas di Selatan Bengkulu.
Masyarakat Adat Saibatin seringkali juga dinamakan Lampung Pesisir karena
sebagian besar berdomisili di sepanjang pantai timur, selatan dan barat
lampung, masing masing terdiri dari:· Paksi Pak Sekala Brak (Lampung
Barat),·Bandar Enom Semaka (Tanggamus),·Bandar Lima Way Lima
(Pesawaran),·Melinting Tiyuh Pitu (Lampung Timur)·Marga Lima Way
Handak (Lampung Selatan), Pitu Kepuhyangan Komering (Provinsi Sumatera
Selatan), Telu Marga Ranau (Provinsi Sumatera Selatan), Enom Belas Marga
Krui (Pesisir Barat), Cikoneng Pak Pekon (Provinsi Banten).
“Saibatin” bermakna satu batin atau memiliki satu junjungan . Hal ini
sesuaidengan tatanan sosial dalam Suku Saibatin, hanya ada satu raja adat
dalam setiap generasi kepemimpinan. Budaya Suku Saibatin cenderung
bersifat aristokratis karena kedudukan adat hanya dapat diwariskan melalui
garis keturunan. Tidak seperti Suku Pepadun, tidak ada upacara tertentu yang
dapat mengubah status sosial seseorang dalam masyarakat. Ciri lain dari Suku
Saibatin dapat dilihat dari perangkat yang digunakan dalam ritual adat. Salah
satunya adalah bentuk siger (sigekh) atau mahkota pengantin Suku Saibatin
yang memiliki tujuh lekuk/pucuk (sigokh lekuk pitu). Tujuh pucuk ini
melambangkan tujuh adoq, yaitu suntan, raja jukuan/depati, batin, radin,
minak, kimas, dan mas. Selain itu, ada pula yang disebut awan gemisir (awan
gemisikh) yang diduga digunakan sebagai bagian dari arak-arakan adat,
diantaranya dalam prosesi pernikahan.

2
B. Pengertian Gelar Adat Lampung Saibatin
Jika melihat sejarah masyarakat Lampung khususnya masyarakat
Lampung skala brak Pemberian gelar adat atau pemakaian gelar merupakan
warisan kebudayaan Melayu yang berakulturasi dengan kebudayaan Hindu
yang pernah menjadi agama suku Tumi yang pernah mendiami daerah
Sekala Brak.
Gelar adat dalam masyarakat Lampung disebut dengan Adok yaitu
sebutan kehormatan kepada seorang yang telah dewasa dan berumah tangga
yang di resmikan melalui upacara adat dihadapan tokoh-tokoh adat maupun
kerabatnya. Gelar tersebut dalam adat Lampung sebagai penyimbang
(pemimpin). Menurut Rustam Adok adalah sebutan untuk gelar
kebangsawanan yang ada di Lampung atau dengan bahasa sederhana, darah
biru nya orang Lampung. (baik pada Jurai saibatin/pesisir atau
pepadun/peminggir).
Masyarakat Lampung khususnya saibatin dalam kehidupan sehari-hari di
panggil menurut kedudukannya di dalam adat yang disebut dengan
Petutughan. Adapun jenis-jenis petutughan atau panggilan tersebut yaitu
untuk panggilan kakak adalah Pun dan Ghatu untuk Suntan, Atin untuk Raja,
Udo Dang dan Cik Wo untuk Batin, Udo dan Wo untuk Radin, Udo Ngah
dan Cik Ngah untuk Minak, Abang dan Ngah untuk Mas serta kakak untuk
Kemas, dan anggilan untuk orang tua adalah Akan dan Ina Dalom untuk
Suntan, Aki dan Ina Batin untuk Raja, Ayah dan Ina Batin untuk Batin
sedangkan untuk Radin, Mas dan Kimas menggunakan panggilan Mak dan
Bak. Panggilan kepada setingkat panggilan orang tua seperti paman dan bibi
adalah; Pak Dalom dan Ina Dalom untuk Suntan, Pak Batin dan Ina Batin
untuk Raja, Tuan Tengah- dan Cik Tengah untuk Batin, Pak Balak dan Ina
Balak untuk Radin, Pak Ngah dan Mak Ngah untuk Minak, Pak Lunik dan
Ina Lunik untuk Mas serta Pak Cik dan Mak Cik untuk Kemas. Panggilan
untuk kakek-nenek adalah Tamong Dalom dan Kajong Dalom untuk
setingkat Suntan, Tamong Batin dan Kajong Batin untuk setingkat Raja dan
Batin sedangkan untuk Radin, Minak, Mas dan Kemas menggunakan
panggilan Tamong dan Kajong saja.5 Petutughan atau panggilan ini

3
digunakan untuk membedakan tingkatan gear yang dimiliki seseorang
didalam adat.

C. Hakikat Gelar Adat Masyarakat Lampung Saibatin


Gelar dalam adat lampung merupakan kedudukan yang dengannya dapat
membedakan baik hak maupun kewajiban. Kedudukan dari masing-masing
gelar mempunyai tugas dan fungsi yang berbeda. Misalnya, seseorang yang
bergelar suntan dalam adat saibatin memiliki kursi tahta tertinggi, orang
yang menerimanya adalah seorang putra dari penyimbang adat/saibatin yang
telah berkeluarga. Gelar suntan memiliki hak dan kewajiban, dimana haknya
adalah sebagai pewaris kededukan orang tua, dan kewajibannnya adalah
memberikan arahan kepada adikadiknya dalam kehidupan dikeluarga
maupun masyarakat.
Gelar tersebut berkaitan dengan status dan kedudukan yang
bersangkutan dalam strata kehidupan dalam masyarakat adat. Gelar dapat
memperlihatkan kedudukannya dalam masyarakat adat bahkan
penghormatan-penghormatan khusus yang diberikan kepada seorang
penyang gelar tertinggi seperti suntan ataupun raja, misalnya ketika seorang
penyandang gelar datang di suatu kegiatan adat maka sebagai sebagai
penyandang gelar maka ia mendapat tempat yang terhormat disana .
Pemberian gelar adat didasarkan kepada strata atau tingkatan orang
tersebut didalam adat istiadat dimana dia hidup dan berkumpul selama ini,
hakekat utamanya adalah agar terjadi suatu ketentraman didalam strata adat
istiadat tersebut, disamping itu gelar juga sangat penting dimiliki oleh
masyarakat lampung, karena sebagai bukti bahwa kita telah menjunjung
tinngi budaya leluhur kita.
Seseorang yang memiliki gelar mempunyai peran dan tanggung jawab
yang besar dengan menyandang gelar dari adat istiadat tersebut, untuk
mengayomi yang berada di sekelilingnya, memeperhatikan masyarakat
dibawah tanggung jawabnya, serta masih banyak lagi peran-peran yang di
pegang oleh seorang yang memeiliki gelar, baik itu suntan yang tertinggi,
sampai dengan mas pada tingkatan terendah, adapun tingkatan tersebut

4
bukan menunjukkan gengsi yang dipegan dalam adat melainkan seberapa
besar perannya dan tanggung jawabnya dalam lingkungan adat tersebut.
Karena peran seorang suntan lebih besar daripada yang dibawahnya, baik itu
perhatian, waktu, atau pun yang lainnya terhadap masyarakat dalam
lingkungan adat tersebut.
Sehingga semakin tinngi gelar seseorang didalam adat maka waktu dan
perhatiannya akan lebih besar kepada masyarakat dari pada kepentingan
pribadinya ini adalah sebuah tanggung jawab dan kewajiban dari hakikat
gelar itu sendiri. Di samping itu dia harus sanggup mempertanggung
jawabkan kepemimpinan adat tersebut keapada Allah SWT karena
pertanggung jawabannya hanya kepada sang khalik yang telah
mengamanahkan gelar atau adok itu berdasarkan keturunan yang disandang.
Karena pada dasarnya seorang pemimpin tidak bisa hanya berbicara tanpa
tanpa memberikan contoh, atau karena mempunyai kekuasaan maka bisa
memerintah dari kursi kepemimpinannya tanpa ada bukti-bukti dan
keberanian untu mengangkat lengan baju untuk berbuat serta memberika
contoh.

D. Hierarki Gelar Adat Lampung Saibatin


Gelar adat lampung saibatin memiliki 7 tingkatan gelar adat, berdasarkan
hasil wawancara penulis dengan salah satu tokoh adat di pekon kenali
tingkatan gelar adat tersebut terdiri dari, Suntan, Khaja, Batin, Khadin,
Minak, Kiemas, dan Mas :
1. Gelar Suntan Suntan berasal dari kata shulton yang berarti penguasa.
Gelar suntan merupakan yang palng luas tanggung jawabnya
dibandingkan dengan gelar-gelar lainnya, dalam adat lampung saibatin
gelar ini diberikan kepada anak pertama dari seorang punyimbang adat
dalam sebuah marga. Seorang yang bergelar suntan memiliki tanggung
jawab sebagai berikut :
a. Penentu kebijakan adat Seorang suntan berhak memutuskan
kebijakan adat meski demikian sebenarnya suntan mengambil
keputusan bukan tanpa dasar dan menutup diri dari aspirasi bawah.

5
Semua hal yang menyangkut adat terlebih dahulu dimusyawarahkan
bersama setelah itu hasilnya diserahkan kepada suntan dan apapun
yang menjadi keputusannya itulah yang harus diterima.
b. Membimbing dan membina kehidupan masyarakat adat
Membimbing disini adalah untuk mecapai perilaku yang lebih baik,
toleransi kepada sesama, dan dapat menghargai dan menghormati
orang lain. Dalam hal ini suntan bukan sebagai pemberi pelayan
penuh kepada masyarakat secara keseluruhan, namun suntan lebih
dikatakan sebagai fasilitator bagi masyarakat adat dalam
menjalankan kehidupan bermasyarakat.
2. Khaja Dalam menjalankan fungsinya suntan dibantu oleh pemapah dalom
semacam perdana menteri, yang diberi gelar raja. Gelar raja diberikan
kepada kepala jukku, putera kedua saibatin, menantu tertua laki-laki dari
saibatin.
3. Batin Batin berasal dari bahasa lampung yang artinya sejiwa. Gelar batin
diberikan kepada anak ketiga saibatin. Batin merupakan tangan kanan
suntan didalam adat bertugas memastikan acara adat berlangsung sesuai
dengan apa yang yang telah ditetapkan.
4. Khadin Khadin diberikan kepada anak keempat saibatin. Khadin
merupakan pengatur di tingkat bawah didalam adat.
5. Minak Minak berasal dari kata sansekerta yang berarti panglima. Gelar
minak diberikan kepada anak ke lima dari saibatin.
6. Kemas Gelar kemas diberikan kepada anak enam dari saibatin. Kemas
merupakan pelaksana didalam acara adat.
7. Mas Gelar mas diberikan kepada anak ke tujuh dari saibatin. Tugasnya
sama seperti kemas dia merupakan pelaksana dalam acara adat. Ke tujuh
gelar adat tersebut tidak bsa dipisah-pisahkan, karena semuanya memiliki
keterikatan yang erat hubunganya antar satu tingkatan dengan yang
lainnya, untuk saling menguatkan dan mengokohkan.

6
E. Masyarakat Adat Lampung Pepadun
Masyarakat Adat Lampung Pepadun adalah salah satu dari dua
kelompok adat besar dalam Masyarakat Lampung. Masyarakat ini mendiami
daerah pedalaman atau daerah dataran tinggi Lampung. Berdasarkan sejarah
perkembangannya, masyarakat pepadun awalnya berkembang di daerah
Abung, Way Kanan, dan Way Seputih (Pubian). Kelompok Adat ini
memiliki kekhasan dalam hal tatanan masyarakat dan tradisi yang
berlangsung dalam masyarakat secara turun temurun.
Masyarakat Pepadun menganut sistem kekerabatan patrilineal yang
mengikuti garis keturunan bapak. Dalam suatu keluarga, kedudukan adat
tertinggi berada pada anak laki-laki tertua dari keturunan tertua, yang disebut
“Penyimbang”. Gelar Penyimbang ini sangat dihormati dalam adat Pepadun
karena menjadi penentu dalam proses pengambilan keputusan. Status
kepemimpinan adat ini akan diturunkan kepada anak laki-laki tertua dari
Penyimbang, dan seperti itu seterusnya.
Berbeda dengan Saibatin yang memiliki budaya kebangsawanan yang
kuat, Pepadun cenderung berkembang lebih egaliter dan demokratis. Status
sosial dalam masyarakat Pepadun tidak semata-mata ditentukan oleh garis
keturunan. Setiap orang memiliki peluang untuk memiliki status sosial
tertentu, selama orang tersebut dapat menyelenggarakan upacara adat Cakak
Pepadun. Gelar atau status sosial yang dapat diperoleh melalui Cakak
Pepadun diantaranya gelar Suttan, Raja, Pangeran, dan Dalom.
Nama “Pepadun” berasal dari perangkat adat yang digunakan dalam
prosesi Cakak Pepadun. “Pepadun” adalah bangku atau singgasana kayu
yang merupakan simbol status sosial tertentu dalam keluarga. Prosesi
pemberian gelar adat (“Juluk Adok”) dilakukan di atas singgasana ini.
Dalam upacara tersebut, anggota masyarakat yang ingin menaikkan
statusnya harus membayarkan sejumlah uang (“Dau”) dan memotong
sejumlah kerbau. Prosesi Cakak Pepadun ini diselenggarakan di “Rumah
Sessat” dan dipimpin oleh seorang Penyimbang atau pimpinan adat yang
posisinya paling tinggi.
Pepadun mempunyai dua makna, yaitu:

7
a. Bermakna memadukan pengesahan atau pengaduan untuk mentasbihkan
bahwa orang yang duduk diatasnya adalah raja
b. Bermakna tempat mengadukan segala hal ihwal dan mengambil
keputusan bagi mereka yang pernah mendudukinya.

Adat Pepadun didirikan sekitar abad ke-16 pada zaman Kesultanan Banten.
Masyarakat Adat Pepadun terdiri dari:

a. Abung Siwo Mego Masyarakat Abung mendiami tujuh wilayah Adat:


Kotabumi, Seputih Timur, Sukadana, Labuhan Maringgai, Jabung,
Gunung Sugih, dan Terbanggi.
b. Mego Pak Tulang Bawang Masyarakat Tulang Bawang mendiami empat
wilayah Adat: Menggala, Mesuji, Panaragan, dan Wiralaga.
c. Pubian Telu Suku Masyarakat Pubian mendiami delapan wilayah Adat:
Tanjungkarang, Balau, Bukujadi, Tegineneng, Seputih Barat, Padang
Ratu, Gedungtataan, dan Pugung.
d. Sungkai Bunga Mayang-Buay Lima Way Kanan Masyarakat Sungkai
Bunga Mayang-Buay Lima Way Kanan mendiami Sembilan wilayah
Adat: Negeri Besar, Ketapang, Pakuan Ratu, Sungkai, Bunga Mayang,
Belambangan Umpu, Baradatu, dan Kasui.

F. Kehidupan Kekerabatan Masyarakat Lampung Pepadun


Kekerabatan yang dimaksud disini adalah keluarga dekat/ sanak saudara
yang bertalian keluarga sedarah-daging. Kehidupan kekerabatan ini dalam
suku lampung pepadun disebut menyanak warei, yaitu semua keluarga baik
dari pihak bapak maupun dari pihak ibu, baik karena hubungan darah
maupun karena akibat dari perkawinan atau bertalian adat mewarei. Setiap
orang harus mengetahui siapa-siapa anggota kerabat pihak ayah dan pihak
ibu, serta mengetahui bagaimana kedudukan dan tanggung jawabnya
didalam kelompok kekerabatannya.
Masyarakat suku lampung pepadun menganut prinsip garis keturunan
bapak (patrilineal), dimana anak laki-laki tertua dari keturunan tertua
(penyimbang) memegang kekuasaan adat, setiap anak laki-laki tertua adalah

8
penyimbang, yaitu anak yang mewarisi kepemimpinan ayah sebagai kepala
keluarga atau kepala kerabat seketurunan.
Hal ini tercermin dalam sistem dan bentuk perkawinan adat serta
upacaraupacara adat yang berlaku. Kedudukan penyimbang begitu dihormati
dan istimewa, karena merupakan pusat pemerintahan kekerabatan, baik yang
berasal dari satu keturunan pertalian darah, satu pertalian adat atau karena
perkawinan.
a. Kelompok kekerabatan yang bertalian darah.
Hubungan kekerabatan ini berlaku diantara penyimbang dengan para
anggota kelompok keluarga warei, kelompok keluarga apak kemaman,
kelompok warei dan kelompok anak.
b. Kelompok kekerabatan yang bertalian perkawinan.
Kelompok ini berlaku diantara penyimbang dengan para anggota
kelompok, yaitu kelompok kelama, kelompok lebu, kelompok
benulung dan termasuk pula kelompok kenubi serta adapula
kelompok pesabaian, kelompok mirul mengiyan dan merau serta
lakau. Kelompok kelama, yaitu saudara-saudara laki-laki dari pihak
ibu dan keturunannya.
c. Kelompok kekerabatan yang bertalian adat mewarei. Timbulnya
hubungan kekerabatan ini karena hal-hal tertentu yang tidak dapat
dihindari berkaitan dengan adat seperti karena tidak mendapatkan
keturunan / anak laki-laki atau tidak mempunyai warei atau saudara.

G. Sistem Perkawinan Adat Lampung Pepadun


Suku bangsa lampung beradat pepadun, yaitu salah satu kelompok
masyarakat yang dilaksanakan upacara-upacara adat naik tahta dengan
menggunakan alat upacara yang disebut Pepadun, yang merupakan
singgasana adat yang digunakana pada upacara pengambilan gelar adat
disebut upacara Cakak Pepadun.
Umumnya masyarakat adat suku Lampung pepadun tersebut menganut
prinsip garis keturunan bapak, dimana anak laki-laki tertua dari keturunan
tertua (penyimbang) memegang kekuasaan adat. Setiap anak laki-laki tertua

9
adalah penyimbang, yaitu anak yang mewarisi kepemimpinan ayah sebagai
kepala keluarga atau kepala kerabat seketurunan.
Hal ini tercermin dalam sistem dan bentuk perkawinan adat serta
upacaraupacara adat yang berlaku. Kedudukan penyimbang begitu dihormati
dan istimewa, karena merupakan pusat pemerintahan kekerabatan, baik yang
berasal dari satu keturunan pertalian darah, satu pertalian adat atau karena
perkawinan.
Masyarakat Pepadun menganut sistem perkawinan Patrilineal yang
mengikuti garis keturunan bapak. Dalam suatu keluarga, kedudukan adat
tertinggi berada pada anak laki-laki tertua dari keturunan tertua, yang disebut
“Penyimbang”. Gelar penyimbang ini sangat dihormati dalam Adat Pepadun
karena menjadi penentu dalam proses pengambilan keputusan. Status
kepemimpinan adat ini akan diturunkan kepada anak laki-laki tertua dari
Penyimbang, dan seperti itu seterusnya. Terjadinya perkawinan menurut
adat suku lampung pepadun melalui 2 cara, yaitu Rasan Sanak dan Rasan
Tuho.
a. Rasan Sanak
Perkawinan Rasan Sanak ini atas kehendak kedua muda-mudi
(muleimenganai) dengan cara berlarian (Sebambangan) dimana si gadis
dibawa oleh pihak bujang ke keluarga dan ke kepala adatnya, kemudian
diselesaikan dengan perundingan damai diantara kedua belah pihak.
Perbuatan mereka ini disebut “Mulei Ngelakai”. Apabila gadis yang
pergi berlarian atas kehendak sendiri maka disebut “cakak lakai/nakat”.
Dalam acara berlarian ini terjadi perbuatan melarikan dan untuk si gadis
dipaksa lari bukan atas persetujuannya. Perbuatan ini disebut
“Tunggang” atau “Ditengkep”. Perbuatan tersebut diatas merupakan
pelanggaran adat muda-mudi dan dapat berakibat dikenakan hukum
secara adat atau denda. Tetapi pada umumnya dapat diselesaikan dengan
cara damai oleh para penyimbang kedua belah pihak.
b. Rasan Tuho
Rasan Tuho (Pekerjaan Orang Tua), yaitu perkawinan yang terjadi
dengan cara “Lamaran” atau pinangan dari pihak orang tua bujang

10
kepada pihak orang tua gadis. Rasan Tuho ini dapat juga terjadi
dikarenakan sudah ada rasan sanak, yang kemudian diselesaikan oleh
para penyimbang kedua belah pihak dengan Rasan Tuho.

H. Prosesi Upacara Pemberi Gelar Untuk Adat Pepadun

Cakak pepadun adalah peristiwa pelantik penyimbang menurut adat


istiadat masyarakat Lampung Pepadun, dikenal juga dengan upacara
pemberian gelar untuk adat pepadun. Biasanya Upacara ini dilakukan
bersamaan dengan upacara perkawinan.

Pepadun adalah bangku atau singgasana kayu yang merupakan simbol


status sosial tertentu dalam keluarga. Upacara ini dimulai dengan
prosesi ngakuk maju (mengambil mempelai wanita), kemudian dilanjut
dengan begawi turun diwai atau Cakak Pepadun. Memasuki tahapan utama
yaitu Musyawara adat atau dikenal dengan istilah upacara Merwatin.
Selanjutnya penyerahan siger (tempat sirih) yang berisi galang siri atau uang
dilanjutkan dengan upacara pemotongan kerbau untuk menjamu para
penyimbang.

Selanjutnya tabuhan alat musik khas Lampung disertai dengan tembakan


mengiringi tahapan arak-arakan penyimbang dari pihak pria ketempat
mempelai wanita. Pada tahapan ini kita dapat menikmati aksi kesenian
pencaksilat. Pada tahapan ini masing-masing juru bicara berdialog dan
menyerahkan barang bawaan dari pihak mempelai pria. Dilanjutkan dengan
tahapan musek(menyuapi kedua mempelai), barulah Tari Cangget hingga
Cakak Pepadun calon penyimbang didudukan di singga sana.

Gelar adat Lampung yaitu:


– Suttan
– Raja
– Pangeran
– Dalom, dan lain-lain

Berikut Peralatan yang harus disediakan dalam prosesi adat:


1. Rato
2. Paccah aji
3. Kayu ara
4. Kutomaro
5. Kadang ralang
6. Burung garuda
7. Payung agung
8. Pepadung/ leluhur
9. Tabuhan
10. Tinggi tumbak
11. Selepas penguton
12. Talam handak

11
13. Peti gersik
14. Jempana
15. Pangga
16. Ijan geladak, dll.

Berikut beberapa hal yang harus dilaksanakan dalam upacara Cakak


Pepadun

1. Ngurau (ngundang)
Bila akan melaksanakan upacara adat maka diharapkan dapat
mengumpulkan masyarakat adat (Peghwatin).

2. Ngepandai (Mandai)
Para Undangan, dapat datang untuk menemui nyimah dan dengan yang
punya hajat.

3. Pumpung
Peghwatin yang diundang itu akan membahas acara dan menetapkan tata
cara upacara adat yang akan dilaksanakan. Hasil keputusan dari pumping
bersifat untuk meningkatkan para peghwatin untuk ikut aktif
menyukseskan acara itu. Peraturan yang dihasilkan dari pumping
menjadi pedoman pelaksanaan kegiatan.

4. Anjau-anjauan
Sanak saudara yang sudah diberi tahu tentang upacara adat ini, hadir dan
bersilaturahmi juga turut membantu.

5. Canggot
Canggot adalah prosesi adat yang melibatkan pemuda pemudi atau
bujang gadis, berupa tari-tarian adat, dilaksanakan sore hari di sessat
(rumah adat Lampung).

6. Mesol Kibau
Kerbau dipotong setelah acara canggot. Daging kerbau yang sudah
dipotong dibagikan ke peghwatin, kepala dari beberapa kampung, marga,
sumbai, bujang gadis, kepala tiyuh, penyimbang tiyuh, dan penghulu
tiyuh.
7. Cakak Pepadun
Cakak Pepadun merupakan puncak dari acara yang harus dilaksanakan
untuk member informasi tentang pemegang tanggung jawab dan yang
memiliki hak adat kepada masyarakat. Mereka yang telah melalui cakak
pepadun, bergelar Suttan, gelar yang paling tinggi dalam masyarakat
adat pepadun. Mereka yang bergelar suttan wajib menjadi contoh
teladan, berbudi pekerti baik, tokoh masyarakat, tokoh yang menjadi
panutan di lingkungan masyarakat dan lingkungan desa sehari-hari.

12
I. Falsafah Hidup Masyarakat Lampung Saibatin Dan Pepadun

Falsafah hidup masyarakat hukum adat Lampung adalah piil


pesenggiri dengan elemen budaya juluk adek, nemui nyimah, nengah
nyappur, dan sakai sambayan. Piil pesenggiri berfungsi sebagai pedoman
perilaku pribadi dan masyarakat dalam kehidupan mereka. Piil Pesenggiri
bagi masyarakat Lampung memiliki makna sebagai cara hidup (Way of
Life). Ini bermakna, setiap gerak dan langkah kehidupan orang Lampung
dalam kehidupan sehari-hari dilandasi dengan kebersihan jiwa. Dari
tindakan ini tercermin hubungan vertical dan horizontal dalam masyarakat
Lampung berupa keimanan pada Tuhan dan pergaulan sosial pada sesama.
Etos dan spirit kelampungan inilah yang harus ditumbuhkembangkan untuk
membangun eksistensi orang Lampung dan penanda kearifan lokal di era
keragaman global saat ini.

Suku Lampung dalam jejak rekam sejarah tercatat sebagai salah satu
suku bangsa yang memiliki peradaban tinggi. Bukti nyatanya suku Lampung
memiliki aksara baca tulis yang bernama Ka Ga Nga, bahasa dalam dua
dialek Nyow dan Api, tatanan acuan pemerintahan dalam kitab kuntara raja
niti (kitab hukum tata negara), tradisi, arsitektur, sastra dan adat istiadat
yang tumbuh dan berkembang turun temurun.

Selain itu, salah satu penanda atau cirri suatu masyarakat memikiki
peradaban juga ditandai dengan adanya filsafat dan falsafah hidup sebagai
refleksi atas kesemestaan. Artinya, setiap titi gemati atau budaya pasti
memiliki dasar filosofi yang mengandung hikmah bagi masyarakatnya. Adat
Lampung pun mempunyai Piil Pesenggiri sebagai dasar filosofiinya.

Orang Lampung Pesisir menyebutnya : Ghepot Dalom


Mufakat (prinsip persatuan); Teranggah Tetanggah (prinsip
persamaan); Bupudak Waya (prinsip penghormatan); Ghopghama Delom
Bekeghja (prinsip kerja keras); Bupil Bupesenggiri (prinsip bercita-cita dan
keberhasilan).

Kemudian Lampung Pepadun menyebut ; Piil Pesenggiri (prinsip


kehormatan); Juluk Adek (prinsip keberhasilan) Nemui Nyimah (prinsip
penghargaan); Nengah Nyapur (prinsip persamaan); Sakai
Sambayan (prinsip kerjasama).

Kearifan lokal masyarakat Lampung yang terkandung dalam Piil


Pesenggiri ini biasa dijadikan modal dalam menggiatkan pembangunan
bumi Lampung. Falsafah ini pula yang meng-inspirasi dan menjadikan spirit
lahirnya motto ‘Sai Bumi Ruwa Jurai’ = Satu Bumi Dua Jurai (Suku) –
yakni suku Lampung Asli (Pepadun dan Saibatin) dan suku pendatang
(beragam suku yang datang dari luar provinsi Lampung). Motto Sai Bumi
Ruwa Jurai itulah yang menggambarkan masyarakat etnis Lampung
memiliki keterbukaan untuk menerima dan melindungi eksistensi jurai atau

13
suku pendatang untuk bersama sama tinggal berdampingan dan membangun
bumi Lampung.

Lampung juga merupakan daerah terbuka terhadap pendatang,


buktinya Lampung merupakan daerah transmigrasi pertama di nusantara.
Kehadiran transmigrasi pertama dilakukan oleh pemerintah pada tahun 1905
di daerah Bagelen – Gedong Tataan yang kini masuk kabupaten Pesawaran
Piil Pesenggiri yang merupakan falsafah hidup orang Lampung memiliki
arti harga diri, maknanya prinsip prinsip yang harus dianut agar seorang itu
memiliki eksistensi atau harga diri. Adapun Piil Pesenggiri sebagai
penyangga (pilar) utama filosofi orang Lampung disokong empat pilar
penyangga yaitu Nemui Nyimah (produktif), Nengah
Nyapur (kompetitif), Juluk Beadek (inovatif) dan Sakai
Sambayan (kooperatif)

- Nemui Nyimah
Nemui berarti Tamu
Nyimah atau Simah berarti Santun.
Bagian Nemui Nyimah ini sebagai perlambang kala masyarakat
Lampung menjamu kehadiran tamu. Simah adalah sebagai penentu.
Keterbukaan terhadap seluruh masyarakat yang menjalin hubungan saat
bertamu. Sikap sopan santun kala bertamu termasuk didalamnya
menjamu tamu yang datang berkunjung pun menjadi perhatian
masyarakat Lampung. Tindakan ini merupakan penerapan prinsip
membina tali silaturahmi baik terhadap generasi sebelumnya maupun
generasi mendatang.
- Nengah Nyapur
Nengah memiliki arti kerja keras, berketerampilan dan bertanding.
Kata Nengah haruslah bersanding dengan kata Nyapur yang berarti
tenggang rasa dan jiwa kompetitif. Nengah Nyapur juga merupakan
salah satu upaya masyarakat lampung membekali diri dengan
kemampuan dalam mengarungi kehidupan untuk kemudian
dimanfaatkan secara optimal bagi kemakmuran umat manusia. Termasuk
tekad untuk terus menerus belajar baik belajar dibidang akademik
maupun belajar melalui pengalaman.
- Bejuluk Beadek
Bejuluk atau Juluk berarti nama baru ketika seseorang mampu mencapai
cita citanya.
Adek berarti gelar atau nama baru yang di sandang. Bejuluk Beadek pun
kemudian menjadi bagian dari tata cara pemberian gelar. Pemberian
gelar atau nama biasanya melalui acara Seghak Sepei untuk Juluk dan
upacara Mepadun untuk Adek. Nama-nama baru hanya diberikan ketika
ada sesuatu yang baru. Dengan demikian maskayarat Lampung selalu
menginginkan terjadinya perubahan pembaharuan dan inovasi. Bejuluk
Beadek juga merupakan salah satu sikap dari masyarakat Lampung yang

14
mencerminkan pada kerendahatian dan kebesaran jiwa untuk saling
menghormati baik dalam keluarga maupun lingkungan masyarakat.
- Sakai Sambaian
Sakai atau Akai berarti terbuka dan bisa menerima sesuatu yang datang
dari luar.
Sambai atau Sumbai (utusan) berarti memberi. Sakai Sambaian dapat
diartikan sebagai sifat kooperatif, gotong royong atau urun rembuk
masyarakat Lampung pada lingkungan dimana mereka bertempat-
tinggal.

Seiring berjalannya waktu, falsafah hidup masyarakat Lampung yang


tertuang dalam Piil Pesenggiri mengalami ketidakmaksimalan dalam
penerapannya meski sebagian kelompok masyarakat Lampung masih
memegang teguh bahkan menerapkan butir butir dari isi Piil Pesenggiri
tersebut dengan baik. Kesalahpahaman penafsiran dari Piil Pesenggiri pun
kerap terjadi dalam kegiatan bermasyarakat orang Lampung. Terlebih kaum
muda yang juga cenderung salah tafsir terhadap butir butir Piil Pesenggiri.
Piil Pesenggiri yang agung tersebut menjadikan sebuah rasa gengsi yang
kemudian dapat menghambat kemajuan personal. Seseorang yang salah
menafsirkan Piil Pesenggiri sering merasa tidak perlu belajar lebih baik
lagi karena merasa gengsi untuk meminta bantuan atau bertanya pada yang
lebih paham akan suatu bidang. Belum lagi ketidakterbukaan seseorang
untuk menerima kritik dan saran membangun dan kesadaran untuk terus
memperbaiki diri karena terjebak dengan pemahaman Piil Pesenggiri yang
salah. Piil Pesenggiri yang juga salah arti menyebabkan seseorang menjadi
pongah dan malas. Ada kecenderungan merasa gengsi untuk belajar dan
bekerja keras dalam bidang bidang yang dianggap tidak pantas. Terlanjur
bergaya mewah sehingga merasa gengsi jika tampil sederhana. Berdasarkan
diskusi saya dengan pak Amrin Ayub mengindikasi bahwa ada sebagian
pemahaman masyarakat Lampung yang keliru antara definisi butir butir
dalam konsep Piil Pesenggiri dengan kata „gengsi‟. Semoga pihak pihak
yang kerap mengatasnamakan Piil dapat membedakan mana arti Piil yang
sebenarnya dan mana yang hanya sekedar gengsi.

15
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Masyarakat Adat Saibatin seringkali juga dinamakan Lampung
Pesisir karena sebagian besar berdomisili di sepanjang pantai timur,
selatan dan barat lampung, masing masing terdiri dari:· Paksi Pak Sekala
Brak (Lampung Barat),·Bandar Enom Semaka (Tanggamus),·Bandar Lima
Way Lima (Pesawaran),·Melinting Tiyuh Pitu (Lampung Timur)·Marga
Lima Way Handak (Lampung Selatan), Pitu Kepuhyangan Komering
(Provinsi Sumatera Selatan), Telu Marga Ranau (Provinsi Sumatera
Selatan), Enom Belas Marga Krui (Pesisir Barat), Cikoneng Pak Pekon
(Provinsi Banten).
Masyarakat Adat Lampung Pepadun adalah salah satu dari dua
kelompok adat besar dalam Masyarakat Lampung. Masyarakat ini
mendiami daerah pedalaman atau daerah dataran tinggi Lampung.
Berdasarkan sejarah perkembangannya, masyarakat pepadun awalnya
berkembang di daerah Abung, Way Kanan, dan Way Seputih (Pubian).
Kelompok Adat ini memiliki kekhasan dalam hal tatanan masyarakat dan
tradisi yang berlangsung dalam masyarakat secara turun temurun.

B. Saran
Diharapkan bisa mendapatkan banyak sumber lagi karena dalam
pembelajaran ini menurut kami sendiri masih kurang dan masih merasa
kurang sempurna dengan materi dibawakan dan dilampirkan diharapkan
untuk para pembaca dapat memahaminya.

16
DAFTAR PUSTAKA

Abdulah. 2008. Kamus Bahasa Lampung-Indonesia Indonesia Lampung. Bandar


Lampung

Ahmad Isnaeni dan Kiki Muhamad Hakiki. Simbol Islam dan Adat dalam
Perkawinan Adat Lampung Pepadun. Jurnal Studi Agama dan Pendidikan
Islam. Bandar Lampung: IAIN Raden Intan Lampung

Ahmad Zarkasi. 2014. Islam dan Budaya Lampung. Bandar Lampung.

Egi. 2016. Cakak Pepadun;Upacara Pemberian Gelar Untuk Adat Pepadun.


Berita. Bandar Lampung: Universitas Malahayati

Firdha Razak. 2018. Tradisi Sebambangan Masyarakat Adat Lampung Pepadun


Dalam Perspektif Islam. Skripsi. Bandar Lampung: UIN Raden Intan
Lampung

Indra Pradya. 2016. Menyimak Makna Falsafah Hidup Orang Lampung-Piil


Pesenggiri. Berita. Bandar Lampung: DuniaIndra

Sabaruddin Sa. 2013. Sai Bumi Ruwa Jurai Lampung Pepadun dan Saibatin.
Jakarta: Buletin Way Lima Manjau

17

Anda mungkin juga menyukai