Anda di halaman 1dari 21

PIIL PESENGGIRI DAN IMPLEMENTASINYA

DI PERGURUAN TINGGI

Mata Kuliah : Budaya Lampung


Kode Mata Kuliah : KPD19205
Jumlah SKS : 2SKS
Semester :3D
Dosen Pengampu : 1.Dra. Nelly Astuti, M.Pd
. 2. Dra. Erni, M. Pd

Oleh :
Nabila Dwi Thayadi Utami
1913053091

S1 PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR


FAKULTAS KEGURUAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS LAMPUNG
ii

2020

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis sampaikan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena
berkat kemurahan-Nya makalah ini dapat penulis selesaikan sesuai yang
diharapkan.Makalah ini membahas materi tentang “Piil Pesenggiri”.Makalah ini
dibuat untuk memenuhi tugas mata Budaya Lampung.Dengan dibuatnya makalah
ini diharapkan dapat berguna bagi siapapun yang membacanya dan juga dapat
menambah pengetahuan dari para pembaca.

Penulis telah banyak mendapat bantuan dan masukan dari berbagai pihak
dalam proses pembuatan makalah ini, oleh karena itu dalam kesempatan ini
penulis ingin menyampaikan terima kasih kepada:
1. Ibu Dra. Nelly Astuti, M.Pd dan Ibu Dra. Erni, M. Pd selaku dosen mata
kuliah Budaya Lampung
2. Rekan-rekan Mahasiswa/i S-1 PGSD Kampus B FKIP Unila.

Penulis menyadari masih banyak kekurangan di dalam pembuatan makalah


ini, oleh karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari
semua pihak yang membaca makalah ini.Semoga makalah ini membawa manfaat
bagi pembacanya.

Pringsewu,17 November 2020

Penulis
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL............................................................................................i

KATA PENGANTAR.........................................................................................ii

DAFTAR ISI......................................................................................................iii

BAB I PENDAHULUAN....................................................................................1

A. Latar Belakang......................................................................................1

B. Rumusan Masalah.................................................................................2

C. Tujuan...................................................................................................2

BAB II PEMBAHASAN.....................................................................................3

A. Pengertian Piil Pesenggiri.....................................................................3

B. Unsur-Unsur Piil Pesenggiri.................................................................3

C. Nilai Moral Yang Terkandung dalam Piil Pesenggiri...........................12

D. Cara Mahasiswa Universitas Lampung Menerapkan Piil Pesenggiri sebagai


Falsafah Hidup............................................................................................13

BAB III PENUTUP

A. Kesimpulan...........................................................................................16

B. Saran......................................................................................................16

DAFTAR PUSTAKA........................................................................................17
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Umumnya, suatu kelompok masyarakat mudah diidentifikasi melalui


kebudayaan lokalnya, yang merujuk pada tatanan sosial yang dimiliki, artinya ada
“aturan main” yang dipahami bersama oleh kelompok itu, serta ada ciri khusus
yang digunakan untuk membedakan individu yang satu dengan yang lainnya.
Sangat disadari bahwa heterogenitas dan dominasi pendatang di daerah Lampung
tidak dapat dipisahkan dari aspek historis interaksi ulun Lampung (Orang
Lampung atau Etnis Lampung) dengan masyarakat luar yang ditengarai sudah
terjadi sejak beberapa abad yang lalu, antara lain dengan Cina, Banten, Bugis, dan
Jawa baik melalui program kolonisasi maupun transmigrasi (Hadikusuma, 1990).
Hal tersebut memang tidak dapat dipisahkan dari sejarah kontak ulun Lampung
dengan orang lain selama ratusan tahun sehingga mereka lebih terbuka dan
identitasnya semakin cair. Selain itu, perkawinan dengan etnis lain juga
menjadikan batasbatas identitas menjadi kabur sehingga sukar menentukan batas-
batas yang menunjuk pada suatu batasan sosial dan wilayah (Barth, 1969).

Dilihat dari perspektif migrasi, apa yang terjadi pada ulun Lampung, mereka
mengalami proses pemarginalan penduduk setempat di tanah kelahirannya yang
membuat mereka tidak berkuasa atas lahan tersebut, atau disebut dengan istilah
etnifikasi (Oommen, 1997). Artinya, migrasi dan para migrannya telah membuat
etnis lokal menjadi minoritas di daerah sendiri yang secara simbolik merupakan
tanah tumpah darah.Kondisi masyarakat Lampung yang semakin dinamis
memunculkan pertanyaan, apakah ulun Lampung masih tetap bersikap tenang dan
tanpa riak dalam menyikapi dominasi pendatang?Munculnya kesadaran untuk
bangkit dan merepresentasikan diri agar sejajar dengan pendatang dapat
dipandang sebagai resistensi ulun Lampung terhadap “gempuran” budaya
pendatang yang heterogen dan dominan.Karena semakin termarjinalkan,
sangatlah
2

wajar jika mereka mendefenisikan ulang identitasnya melalui pemaknaan nilai-


nilai yang terkandung dalam piil pesenggiri (harga diri) sebagai representasi
identitas etnis.

Etnifikasi atau proses peminggiran penduduk lokal sebagai akibat migrasi di


Lampung menyebabkan ulun Lampung menjadi minoritas di tengah-tengah
heterogenitas budaya pendatang. Dalam menghadapi marjinalisasi ini, mereka
membangkitkan tradisi (invensi tradisi) dalam rangka memperkuat kesadaran
kolektif melalui pemaknaan piil pesenggiri (harga diri) yang direproduksi dan
diartikulasikan sebagai representasi identitas.Penelitian ini bertujuan menjelaskan
pemaknaan piil pesenggiri sebagai kedayatahanan identitas ulun Lampung yang
mereposisi identitasnya, terkait dengan bagaimana piil pesenggiri diolah sebagai
modal budaya dan strategi budaya di dunia sosial mereka.Sebagai penelitian
kualitatif, data diperoleh melalui wawancara mendalam dengan sejumlah
informan untuk mendapatkan gambaran lengkap tentang piil pesenggiri
berdasarkan pengalaman dalam dunia sosial yang dijalaninya.Temuan penelitian
ini, bahwa rekonstruksi identitas ulun Lampung tidak terlepas dari perkembangan
dinamika politik dan budaya dalam ruang dan waktu.Produksi dan reproduksi piil
pesenggiri sebagai invensi tradisi, yang diolah menjadi modal budaya dan strategi
identitas merupakan resistensi terhadap pendatang sebagai reteritorialisasi dan
identifikasi diri. Mengubah stigma negatif piil pesenggiri yang selama ini
dijadikan "perisai budaya" dalam berbagai tindakannya adalah konstruksi ulun
Lampung dengan citra baru melalui pendidikan, simbol budaya maupun jalur
politik, merupakan proses untuk diakui identitasnya dalam struktur sosial.
Reproduksi piil pesenggiri menunjukkan piil sebagai identitas bukan produk yang
statis tetapi kontekstual dan tidak dapat dipisahkan dari habitus ulun Lampung.

B. Rumusan Masalah

1. Apa pengertian Piil Pesenggiri?


2. Apa saja unsur Piil Pesenggiri?
3. Nilai Moral yang seperti apa yang terkandung dalam Piil Pesenggiri?
4. Bagaimana cara mahasiswa Universitas Lampung menerapkan Piil
Pesenggiri sebagai falsafah hidup?

C. Tujuan

1. Untuk mengetahui pengertian Piil Pesenggiri


2. Untuk mengetahui unsur-unsur dalam Piil Pesenggiri
3. Untuk mengetahui nilai moral yang terkandung dalam Piil Pesenggiri
4. Untuk mengetahui bagaimana cara mahasiswaUniversitas Lampung
menerapkan Piil Pesenggiri sebagai falsafah hidup
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Piil Pesenggiri

Piil Pesenggiri adalah warisan budaya masyarakat Lampung, yang


merupakan falsafah hidup ulun Lampung. Facruddin dan Haryadi (1996:35),
mengemukakan bahwa : ”Piil Pesenggiri adalah suatu ideal yang berlaku bagi
masyarakat Lampung, Piil Pesenggiri merupakan prinsip dan harga diri, Piil
adalah prinsip Pesenggiri, Pesenggiri adalah harga diri, artinya unsur-unsur
pesenggiri merupakan prinsip-prinsip yang apabila prinsip itu ditegakkan
maka harga diri seseorang dengan sendirinya akan baik atau prestise
seseorang akan menjadi baik atau tinggi dengan melakukannya”. Tidak jauh
berbeda dari pengertian yang dikemukakan oleh Facruddin dan Haryadi,
Iskandar Syah (1999:24-25) menjelaskan pengertian Piil Pesenggiri sebagai
berikut : ”Piil Pesenggiri secara harfiah berarti perbuatan atau perangai
manusia yang agung dan luhur didalam nilai dan maknanya, oleh karena itu
patut diteladani dan pantang untuk diingkari. Sedangkan dalam dokumen
literatur resmi, Piil Pesenggiri diartikan sebagai segala sesuatu yang
menyangkut harga diri, perilaku dan sikap hidup yang harus menjaga dan
menegakkan nama baik, martabat pribadi maupun kelompok.

Secara totalitas Piil Pesenggiri mengandung makna berjiwa besar,


mempunyai perasaan malu, rasa harga diri, ramah, suka bergaul, tolong
menolong dan bernama besar”. Selanjutnya, Hilman Hadikusuma (1989:119)
mendefinisikan Piil Pesenggiri adalah sebagai berikut : ”Istilah Piil Pesenggiri
kemungkinan berasal dari ”Piil” dalam bahasa arab yang berarti perbuatan
atau perangai dan kata ”Pesenggiri” yaitu pahlawan perlawanan rakyat Bali
utara terhadap serangan pasukan Majapahit yang dipimpin oleh Arya Damar,
dengan demikian Piil Pesenggiri berarti perangai yang tidak keras tidak mau
5

mundur terhadap tindakan kekerasan, yang lebih-lebih menyangkut


tersinggungnya nama baik keturunan atau kehormatan pribadi dan kerabat”.

Berdasarkan pengertian Piil Pesenggiri tersebut, secara keseluruhan Piil


Pesenggiri dapat dirangkai sebagai berikut : Bila seseorang ingin memiliki
harga diri, maka pandai-pandailah menghormati orang lain (Nemui
Nyimah/Bepudak Waya), pandaipandailah bergaul (Nengah
Nyappur/Tetengah Tetangah), rajinlah bekerja hingga berprestasi dan
berprestise (Juluk Adek/Khopkhama Delom Bekekhja), itulah prinsip dan
itulah harga diri itu (Bupiil Bupesenggiri). (Facruddin dan Haryadi, 1996:19).

B. Unsur-Unsur Piil Pesenggiri

Piil pesenggiri sebagai tatanan moral memberikan pedoman bagi perilaku


pribadi dan masyarakat adat Lampung untuk membangun karya-karyanya.
Piil pesenggiri merupakan suatu keutuhan dari unsur-unsur yang mencakup
Juluk-adek, Nemui-nyimah, Nengah-nyappur, dan Sakai-Sambaiyan yang
berpedoman pada Titie Gemattei adat dari leluhur mereka.
Apabila keempat unsur ini dapat dipenuhi, maka masyarakat Lampung
dapat dikatakan telah memiliki piil pesenggiri. Piil-pesenggiri pada
hakekatnya merupakan nilai dasar yang intinya terletak pada keharusan untuk
mempunyai hati nurani yang positif (bermoral tinggi atau berjiwa besar),
sehingga senantiasa dapat hidup secara logis, etis dan estetis. Secara ringkas
unsur-unsur Piil Pesenggiri itu dapat dijelaskan sebagai berikut:

a. Juluk-Adek
Secara etimologis Juluk-adek (gelar adat) terdiri dari kata juluk dan
adek, yang masing-masing mempunyai makna; Juluk adalah nama
panggilan keluarga seorang pria/wanita yang diberikan pada waktu mereka
masih muda atau remaja yang belum menikah, dan adek bermakna
gelar/nama panggilan adat seorang pria/wanita yang sudah menikah
melalui prosesi pemberian gelar adat. Akan tetapi panggilan ini berbeda
dengan inai dan amai. Inai adalah nama panggilan keluarga untuk seorang
perempuan yang sudah menikah, yang diberikan oleh pihak keluarga
suami atau laki-laki. Sedangkan amai adalah nama panggilan keluarga
untuk seorang laki-laki yang sudah menikah dari pihak keluarga isteri.
Juluk-adek merupakan hak bagi anggota masyarakat Lampung, oleh
karena itu juluk-adek merupakan identitas utama yang melekat pada
pribadi yang bersangkutan. Biasanya penobatan juluk-adek ini dilakukan
dalam suatu upacara adat sebagai media peresmiannya. Juluk adek ini
biasanya mengikuti tatanan yang telah ditetapkan berdasarkan hirarki
status pribadi dalam struktur kepemimpinan adat. Sebagai contoh;
Pengiran, Dalom, Batin, Temunggung, Radin, Minak, Kimas dst. Dalam
hal ini masing-masing kebuwaian tidak selalu sama, demikian pula
urutannya tergantung pada adat yang berlaku pada kelompok masyarakat
yang bersangkutan.
Karena juluk-adek melekat pada pribadi, maka seyogyanya anggota
masyarakat Lampung harus memelihara nama tersebut dengan sebaik-
baiknya dalam wujud prilaku pergaulan kemasyarakatan sehari-hari.
Juluk-adek merupakan asas identitas dan sebagai sumber motivasi bagi
anggota masyarakat Lampung untuk dapat menempatkan hak dan
kewajibannya, kata dan perbuatannya dalam setiap perilaku dan karyanya.

b. Nemui-Nyimah
Nemui berasal dari kata benda temui yang berarti tamu, kemudian
menjadi kata kerja nemui yang berarti mertamu atau
mengunjungi/silaturahmi. Nyimah berasal dari kata benda “simah”,
kemudian menjadi kata kerja “nyimah” yang berarti suka memberi
(pemurah). Sedangkan secara harfiah nemui-nyimah diartikan sebagai
sikap santun, pemurah, terbuka tangan, suka memberi dan menerima
dalam arti material sesuai dengan kemampuan. Nemui-nyimah merupakan
ungkapan asas kekeluargaan untuk menciptakan suatu sikap keakraban dan
kerukunan serta silaturahmi. Nemui-nyimah merupakan kewajiban bagi
suatu keluarga dari masyarakat Lampung umumnya untuk tetap menjaga
silaturahmi, dimana ikatan keluarga secara genealogis selalu terpelihara
dengan prinsip keterbukaan, kepantasan dan kewajaran.
Pada hakekatnya nemui-nyimah dilandasi rasa keikhlasan dari lubuk
hati yang dalam untuk menciptakan kerukunan hidup berkeluarga dan
bermasyarakat. Dengan demikian, maka elemen budaya nemui-nyimah
tidak dapat diartikan keliru yang mengarah kepada sikap dan perbuatan
tercela atau terlarang yang tidak sesuai dengan norma kehidupan sosial
yang berlaku.
Bentuk konkrit nemui nyimah dalam konteks kehidupan masyarakat
dewasa ini lebih tepat diterjemahkan sebagai sikap kepedulian sosial dan
rasa setiakawan. Suatu keluarga yang memiliki keperdulian terhadap nilai-
nilai kemanusiaan, tentunya berpandangan luas ke depan dengan motivasi
kerja keras, jujur dan tidak merugikan orang lain.

c. Nengah-Nyappur
Nengah berasal dari kata benda, kemudian berubah menjadi kata kerja
yang berarti berada di tengah. Sedangkan nyappur berasal dari kata benda
cappur menjadi kata kerja nyappur yang berarti baur atau berbaur. Secara
harfiah dapat diartikan sebagai sikap suka bergaul, suka bersahabat dan
toleran antar sesama. Nengah-nyappur menggambarkan bahwa anggota
masyarakat Lampung mengutamakan rasa kekeluargaan dan didukung
dengan sikap suka bergaul dan bersahabat dengan siapa saja, tidak
membedakan suku, agama, tingkatan, asal usul dan golongan.
Sikap suka bergaul dan bersahabat menumbuhkan semangat suka
bekerjasama dan tenggang rasa (toleransi) yang tinggi antar sesamanya.
Sikap toleransi akan menumbuhkan sikap ingin tahu, mau mendengarkan
nasehat orang lain, memacu semangat kreativitas dan tanggap terhadap
perkembangan gejala-gejala sosial. Oleh sebab itu dapat diambil suatu
konklusi bahwa sikap nengah-nyappur menunjuk kepada nilai
musyawarah untuk mufakat. Sikap nengah nyappur melambangkan sikap
nalar yang baik, tertib dan seklaigus merupakan embrio dari kesungguhan
untuk meningkatkan pengetahuan serta sikap adaptif terhadap perubahan.
Melihat kondisi kehidupan masyarakat Lampung yang pluralistik, maka
dapat dipahami bahwa penduduk daerah ini telah menjalankan prinsip
hidup nengah-nyappur secara wajar dan positif.
Sikap nengah-nyappur juga menunjukkan sikap ingin tahu yang tinggi,
sehingga menumbuhkan sikap kepeloporan. Pandangan atau pemikiran
demikian menggabarkan bahwa anggota masyarakat Lampung merupakan
bentuk kehidupan yang memiliki jiwa dan semangat kerja keras dan gigih
untuk mencapai tujuan masa depannya dalam berbagai bidang kehidupan.
Nengah-nyappur merupakan pencerminan dari asas musyawarah untuk
mufakat. Sebagai modal untuk bermusyawarah tentunya seseorang harus
mempunyai pengetahuan dan wawasan yang luas, sikap toleransi yang
tinggi dan melaksanakan segala keputusan dengan rasa penuh tanggung
jawab. Dengan demikian berarti masyarakat Lampung pada umumnya
dituntut kemampuannya untuk dapat menempatkan diri pada posisi yang
wajar, yaitu dalam arti sopan dalam sikap perbuatan dan santun dalam
tutur kata. Makna yang lebih dalam adalah harus siap mendengarkan,
menganalisis, dan harus siap menyampaikan informasi dengan tertib dan
bermakna.

d. Sakai-Sambaiyan
Sakai bermakna memberikan sesuatu kepada seseorang atau
sekelompok orang dalam bentuk benda dan jasa yang bernilai ekonomis
yang dalam prakteknya cenderung menghendaki saling berbalas.
Sedangkan sambaiyan bermakna memberikan sesuatu kepada seseorang,
sekelompok orang atau untuk kepentingan umum secara sosial
berbentuk benda dan jasa tanpa mengharapkan balasan.
Sakai sambaiyan berarti tolong menolong dan gotong royong, artinya
memahami makna kebersamaan atau guyub. Sakai-sambayan pada
hakekatnya adalah menun- jukkan rasa partisipasi serta solidaritas yang
tinggi terhadap berbagai kegiatan pribadi dan sosial kemasyarakatan pada
umumnya.
Sebagai masyarakat Lampung akan merasa kurang terpandang bila ia tidak
mampu berpartisipasi dalam suatu kegiatan kemasyarakatan. Perilaku ini
menggambarkan sikap toleransi kebersamaan, sehingga seseorang akan
memberikan apa saja secara suka rela apabila pemberian itu memiliki nilai
manfaat bagi orang atau anggota masyarakat lain yang membutuhkan

Nilai Moral Yang Terkandung Dalam Piil Pesenggiri

1. Pengertian Nilai

Nilai berasal dari bahasa Latin Vale`re yang artinya berguna, mampu
akan, berdaya, berlaku, sehingga nilai diartikan sebagai sesuatu yang
dipandang baik, bermanfaat dan paling benar menurut keyakinan
seseorang atau sekelompok orang. Nilai adalah kualitas suatu hal yang
menjadikan hal itu disukai, diinginkan, dikejar, dihargai, berguna dan
dapat membuat orang yang menghayatinya menjadi bermartabat. Nilai
merupakan bagian dari keyakinan yang menuntun seseorang dalam
bertindak, menghargai tindakan atau dengan kata lain sebagai standar
tingkah laku. Nilai dalam kamus lengkap bahasa Indonesia berarti harga,
ukuran, angka yang mewakili prestasi, sifat-sifat yang penting yang
berguna bagi manusia dalam menjalani hidupnya. Nilai mengacu pada
manusia atau pun masyarakat dipandang sebagai yang paling berharga.
Nilai akan selalu berhubungan dengan kebaikan, kebajikan, dan keluhuran
budi serta akan menjadi sesuatu yang dihargai dan dijunjung tinggi serta
dikejar oleh seseorang sehingga ia merasakan adanya suatu kepuasan, dan
ia merasa menjadi manusia yang sebenarnya. Nilai sebagai sesuatu yang
abstrak, menurut Ratsh bahwa nilai mempunyai sejumlah indikator yaitu:

a. Nilai memberi tujuan atau arah (goals or purposes) kemana


kehidupan harus menuju, harus dikembangkan atau harus diarahkan.
b. Nilai memberi aspirasi (aspirations) atau inspirasi kepada seseorang
untuk hal yang berguna, yang baik, yang positif bagi kehoidupan.
c. Nilai mengarahkan seseorang untuk bertingkah laku (attitudes), atau
bersikap sesuai moralitas masyarakat, jadi nilai itu memberi acuan
atau pedoman bagaimana seharusnya seseorang harus bertingkah laku.
d. Nilai itu menarik (interests), memikat hati seseorang untuk dipikirkan,
untuk direnungkan, untuk dimiliki, untuk diperjuangkan, dan untuk
dihayati.
e. Nilai mengusik perasaan (feelings), hati nurani seseorang
ketika sedang mengalami berbagai perasaan, atau suasana hati,
seperti senang, sedih, tertekan, bergembira, bersemangat dan
lain-lain.
f. Nilai terkait dengan keyakinan atau kepercayaan (beliefis and
convictions) seseorang, suatu kepercayaan atau keyakinan terkait
dengan nilai-nilai tertentu.
g. Suatu nilai menuntut adanya aktivitas (activities) perbuatan atau
tingkah laku tertentu sesuai dengan nilai tersebut, jadi nilai tidak 27
berhenti pada pemikiran, tetepi mendorong atau menimbulkan niat
untuk melakukan sesuatu sesuai dengan nilai tersebut.
h. Nilai biasanya muncul dalam kesadaran, hati nurani atau pikiran
seseorang ketika yang bersangkutan dalam situasi kebingungan,
mengalami dilema atau menghadapi berbagai persoalan hidup
(worries, problems, obstacles).

B. Pengertian Moral

Moralitas adalah sistem nilai tentang bagaimana kita harus hidup


secara baik sebagai manusia. Sisitem nilai ini terkandung dalam ajaran
berbentuk petuah-petuah, nasihat, wejangan, peraturan, perintah dan
semacamnya yang diwariskan secara turun-temurun melalui agama atau
kebudayaan tertentu tentang bagaimana manusia harus hidup secara baik
agar ia benar-benar menjadai manusia yang baik. Standar moral manusia
saat ini banyak yang ditentukan oleh tingkat perkembangan sosialnya,
intelegensinya, dan ilmu pengetahuan yang berkembang.Oleh karena itu
problem moral bukan sekedar masalah moral itu sendiri, melainkan
menyangkut persoalan sosial, ekonomi, dan politik juga.Moralitas adalah
tradisi kepercayaan, dalam agama atau kebudayaan, tentang prilaku yang
baik dan buruk. Moralitas memberi manusia aturan atau petunjuk konkret
tentang bagaimana ia harus hidup, bagaimana ia harus bertindak dalam
hidup ini sebagai manusia yang baik, dan bagaimana menghindari
perilaku-perilaku yang tidak baik. Oleh sebab itu seseorang yang
bermoral merupakan orang yang senantiasa tertuntun dalam tingkah laku
yang baik dan menjauhkan dari dari tingkah laku yang buruk.Moral
langsung mempunyai hubungan dengan perbuatan manusia sehari-hari,
ilmu moral langsung berhubungan dengan perbuatanperbuatan insani,
moral adalah ilmu yang praktis. Nilai moral sesungguhnya tidak dapat
berdiri sendiri, tetapi harus berkaitan dengan nilai-nilai yang lain. Stiap
nilai dapat memiliki kualitas moral bila ia diikutsertakan dalam tingkah
laku moral. Misalnya, kesetiakawanan adalah suatu nilai moral dan nilai
ini akan mendapatkan makna jika diterapkan pada nilai manusiawi.
Berdasarkan uraian diatas dapat diambil kesimpulan bahwa dengan
melaksanakan hidup bermoral niscaya seseorang akan selamat dari
pikiran-pikiran dan perbuatan-perbuatan yang keliru dan menyesatkan.

C. Nilai Moral Dalam Piil Pesenggiri

Kebudayaan masyarakat Lampung yang merupakan bagian dari


budaya nasional dan sekaligus sebagai aset nasional yang memiliki
sejumlah nilai dan norma sosial budaya yang melandasi pemikiran dan
perilaku warganya. Masyarakat Lampung dalam sistem adat terbagi dalam
dua kelompok adat, yaitu kelompok masyarakat Lampung yang beradat
Pepadun, dan kelompok masyarakat Lampung yang beradat
saibatin.Masyarakat Lampung Pepadun dan Saibatin memilki banyak
keragaman budaya, dimana kebudayaan sendiri adalah hasil budaya atau
kebulatan cipta, rasa, dan karsa manusia yang hidup
bermasyarakat.Menurut Sutrisno dan Rita Hanafie yang dikutip Baharudin
antara manusia, masyarakat dan kebudayaan ada koneksitas yang
erat.Tanpa masyarakat, manusia dan kebudayaan tidak mungkin
berkembang, tanpa manusia tidak mungkin ada kebudayaan, tanpa
manusia tidak mungkin ada masyarakat.Masyarakat Lampung baik yang
beradat Pepadun maupun yang beradat Saibatin, mempunyai sistem
falsafah hidup.Filsafat hidup masyarakat Lampung yang terkenal adalah
filsafat hidup Piil Pesenggiri. Masyarakat Lampung Pepadun menyebut
falsafah hidupnya dengan Piil Pesenggiri, Bejuluk Beadek, Nemui
Nyimah, Nenggah Nyappur, dan Sakai Sambayan. Sedangkan Lampung
Sabatin Menyebutnya dengan Bupil Bupesenggiri, Khopkhama delom
bekekhja, Bepudak Waya, Tetanggah tetanggah, Khepot delom Mufakat.
Secara keseluruhan Piil Pesenggiri dapat dirangkai menjadi sebagai
berikut: Bila seseorang ingin memiliki harga diri, maka pandai-pandailah
menghormati orang lain (Nemui Nyimah/ Bupudak waya), pandai-
pandailah bergaul (Nengah Nyappur/ Tetengah Tetanggah), rajinlah
bekerja hingga berprestasi dan berprestise, (Juluk Adek/ Khopkham delom
Bekekhja), itulah perinsip dan itulah harga diri itu (Bupiil Pesenggiri).
Makna dari Piil Pesenggiri yaitu keharusan hidup bermoral tinggi, berjiwa
besar, tahu diri dan kewajiban. Pill Pesenggiri dalam arti harfiahnya
memang merupakan rasa punya harga diri, namun tidak berarti hal ini
harus menyebabkan seseorang mudah bersikap yang tidak wajar, seperti
mudah marah atau mungkin bersikap sombong dan sebagainya Seseorang
yang memiliki harga diri yang tinggi berarti memiliki kesadaran untuk
dapat membangkitkan nilai-nilai positif kehormatan diri sendiri dan orang
lain, yaitu sanggup menjalani hidup dengan penuh kesadaran serta
tanggung jawab terhadap setiap perbuatan yang dilakukan, sedangkan jika
hidup egoisme dan berlebihan dalam mengagungkan kemampuan diri
sendiri atau sombong merupakan gambaran tentang rendahnya harga diri
atau runtuhnya kehormatan diri. Nilai dan wibawa seseorang tidaklah
ditentukan oleh kekayaan dan jabatannya, dan tidak pula ditentukan oleh
bentuk rupanya, tetapi ditentukan oleh kehormatan dirinya.Oleh sebab itu,
untuk menjaga kehormatan diri tersebut, setiap orang haruslah menjauhkan
diri dari segala perbuatan dan perkataan yang dilarang oleh Allah
SWT.dan harus bisa mengendalikan hawa nafsunya, karena bertentangan
dengan kehormatan dirinya. Jadi Piil Pesenggiri merupakan sikap
memelihara kehormatan diri dari segala hal yang akan merendahkan,
merusak dan menjatuhkannya. Dari penjelasan unsur-unsur falsafah hidup
orang Lampung diatas penulis lebih menekankan unsur yang pertama yaitu
pada Piil Pesenggiri. Unsur Piil Pesenggiri adalah demi mempertahankan
suatu kehormatan diri, maka seseorang harus memiliki harga diri agar
mampu hidup sejajar dengan yang lainnya, dimana pemahaman dari harga
diri ini ialah rasa malu (piil) terhadap suatu kesalahan, serta harga diri
(Pesenggiri) dalam membela kebenaran, bekerja keras, berani dan pantang
menyerah dalam membela kebenaran. Seseorang yang memiliki harga diri
yang tinggi berarti memiliki kesadaran untuk dapat membangkitkan nilai-
nilai positif kehormatan diri sendiri dan orang lain, yaitu sanggup
menjalani hidup dengan penuh kesadaran serta tanggung jawab terhadap
setiap perbuatan yang dilakukan, sedangkan jika hidup egoisme dan
berlebihan dalam mengagungkan kemampuan diri sendiri atau sombong
merupakan gambaran tentang rendahnya harga diri atau runtuhnya
kehormatan diri untuk itu setiap individu harus memelihara kehormatan
diri dari segala hal yang akan merendahkan, merusak dan menjatuhkannya.

D. Cara Mahasiswa Universitas Lampung Menerapkan Piil


Pesenggiri Sebagai Falsafah Hidup

Mahasiswa Lampung dapat menerapkan aspek aspek dalam piil


pesenggiri dengan baik di lingkungan kampusnya. Sebagaimana diketahui
bahwa dalam proses pendidikan pada umumnya terdapat beberapa hal terkait
yaitu: memperkenalkan sains, mengembangkan knowledge, menggali nilai
(value), menanamkan sikap (attitude), serta melatih keterampilan
(vokasional). Maka nilai-nilai yang terkandung dalam kearifan lokal ini
diharap dapat dimanfaatkan sebagai salah satu alternatif nilai-nilai yang
ditanamkan terutama melalui pendidikan.PIIL Pesenggiri dirumuskan terkait
dengan rencana pendirian Kesultanan Islam di Lampung. PIIL Pesenggiri
adalah character building yang akan dibangun sebagai kekuatan masyarakat
dalam mendukung kehadiran kesultanan yang dimaksud. Kesultanan itu
sendiri dimaksudkan adalah merupakan ajang akulturasi antara dua budaya
besar yaitu budaya Jawa yang mapan dalam mempertahankan kekuasaan
dengan budaya Sumatera yang relatif lebih demokratis.Itulah sebabnya PIIL
Pesenggiri itu menjadi bukan sekedar kearifan lokal tradisional, tetapi
memiliki kandungan kebenaran universal. Istimewanya lagi, penanaman nilai-
nilai dalam falsafah PIIL Pesenggiri memiliki kekuasaan yang tak terbatas
tetapi merupakan pemberdayaan masyarakat dengan cara membangun
character building. Dengan demikian PIIL Pesenggiri bukan merupakan
falsafah untuk meninabobokan masyarakat kecil dalam upaya melanggengkan
kekuasaan kerajaan, seperti banyak falsafah yang diajarkan oleh istana. PIIL
Pesenggiri, sebagai gabungan antara PIIL (pra Islam) dengan Pesenggiri
melalui proses islamisasi, telah diperkaya dengan unsur-unsurnya yaitu
Nemui nyimah (produktif), Nengah nyappur (kompetitif), Sakai Sambaian
(kooperatif), dan Juluk adek (inovatif). Dorongan untuk produktif bagi setiap
orang dirumuskan dalam falsafah Piil Pesenggiri dengan kalimat Nemui
nyimah.Nemui artinya tamu, sedang nyimah dari kata simah artinya
santun.Eksistensi seseorang ditandai dengan kemampuan seseorang untuk
menjadi tamu atau menerima tamu atau kemampuan seseorang untuk hadir
dalam sebuah pertemuan.Sebuah pertemuan terdiri dari dua atau banyak
pihak yang memiliki latar belakang kepentingan yang berbeda.Pertemuan itu
dimaksudkan untuk menetapkan titik temu dari berbagai perbedaan
dimaksud.Seseorang baru dikatakan eksis manakala mampu berpartisipasi
dalam menemukan titik temu dari berbagai perbedaan. Dalam falsafah ini
juga diajarkan agar dalam pertemuan itu seseorang mampu bertindak sebagai
orang yang santun terhadap hajat atau kebutuhan orang lain. Untuk santun
seseorang diharuskan produktif dalam bidangnya serta produktivitasnya itu

1.) Penerapan aspek nemui nyimah dilakukan dengan cara mahasiswa


Lampung biasanya menyambut atau menjamu teman-temannya yang main
ketempat tinggal mereka dengan bersikap ramah dan santun serta memberikan
atau membelikan teman-temannya makanan. Baik itu makanan kecil ataupun
makanan berat.Selain itu pula mahasiswa Lampung sering memberikan oleh-
oleh kepada temannya apabila mereka pulang ke Lampung.Mahasiswa
Lampung juga sering memberikan makanan apabila mereka memiliki makanan
yang dibawa dari rumahnya.

2.) Penerapan aspek nengah nyappur dilakukan dengan cara mahasiswa


Lampung berupaya untuk berbaur dengan masyarakat di sekitar tempat
tinggalnya dengan cara mengajak ngobrol masyarakat apabila adawaktu-waktu
tertentu mereka dipertemukan, seperti saat akan berangkat shalat jum’at ke
masjid, mengajak anak-anak di sekitar tempat tinggalnya untuk main bersama
ketika mereka ada waktu senggang, Lalu mahasiswa Lampung selalu berusaha
untuk berbaur dengan seluruh temannya baik di lingkungan akademik maupun
organisasi tanpa membeda-bedakan suku, agama maupun ras temannya.

3.) Penerapan aspek sakai sambayan dilakukan dengan cara membantu


teman temannya dalam hal akademik, membantu temantemannya dalam
kinerja di organisasi, membantu temannya yang kadang mengalami kesulitan
ekonomi, membantu dalam hal jasa, seperti mengantar atau menjemput
temannya yang membutuhkan bantuan, meminjamkan barang yang dibutuhkan
oleh temannya seperti misalnya sepeda motor. Dalam falsafah ini eksistensi
seseorang ditandai dengan kesanggupannya bersikap terbuka, artinya
kesanggupan untuk dinilai (evaluasi); kesanggupan untuk menerima masukan
(pembaharuan); dengan kata lain ada kesanggupan untuk menerima. Dorongan
kesanggupan untuk menerima sesuatu yang datang dari luar adalah merupakan
modal dasar untuk berakulturasi. Namun demikian dalam waktu yang
bersamaan dalam rangka berakulturasi mahasiswa juga harus bersikap sambai
yang artinya intai, baca, pelajari, dan waspada. Selain seseorang harus siap
untuk terbuka, maka dalam waktu bersamaan juga harus waspada, selain siap
dinilai juga harus siap memberikan penilaian terhadap pihak lain, selain siap
menerima masukan dari pihak lain juga harus siap memberikan masukan
kepada pihak lain, dan seterusnya. Sikap sakai sambaian dalam operasionalnya
ditandai dengan kemampuan mahasiswa untuk melakukan kerjasama yang
baik dengan pihak lain, katakanlah seseorang akan eksis manakala ia mampu
bertindak kooperatif dalam kehidupan bersama ini.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan

Piil pesenggiri merupakan potensi sosial budaya daerah yang memiliki


makna sebagai sumber motivasi agar setiap orang dinamis dalam usaha
memperjuangkan nilai-nilai positif, hidup terhormat dan dihargai di tengah-
tengah kehidupan masyarakat.Piil Pesenggiri adalah sifat, perilaku dan
pandangan hidup yang dimiliki oleh orang lampung. Piil Pesinggiri
berunsurkan sebagai berikut: ( a ) Piil Pesinggiri, mengandung arti pantang
mundur tidak mau kalah dalam sikap tindak dan perilaku, (b) Juluk Adek,
mengandung arti suka dengan nama baik dan gelar yang terhormat, (c) Nemui
Nyimah, mengandung arti suka menerima dan memberi dalam suasana suka
dan duka, (d) Nengah Nyappur, mengandung arti suka bergaul dan
bermusyawarah dalam menyelesaikan suatu masalah, (e) Sakai Sambayan,
mengandung arti suka menolong dan bergotong royong dalam hubungan
kekerabatan dan ketetanggaan. Seseorang yang memiliki harga diri yang
tinggi berarti memiliki kesadaran untuk dapat membangkitkan nilai-nilai
positif kehormatan diri sendiri dan orang lain, yaitu sanggup menjalani hidup
dengan penuh kesadaran serta tanggung jawab terhadap setiap perbuatan yang
dilakukan, sedangkan jika hidup egoisme dan berlebihan dalam
mengagungkan kemampuan diri sendiri atau sombong merupakan gambaran
tentang rendahnya harga diri atau runtuhnya kehormatan diri.

B. Saran
Penyusun menyadari bahwa didalam penyusunan makalah ini masih
banyak kekurangan baik secara bahasa maupun isi materi, oleh karena itu
penyusun mengharapkan kritik dan saran yang membangun. Dan semoga
makalah ini dapat bermanfaat dan menambah pengetahuan bagi pembaca.
DAFTAR PUSTAKA

Dian, Andika Ifti Utami. 2017. Piil Pesenggiri: Kearifan Lokal Untuk
Membangun Solidaritas Sosial. Prosiding Seminar Nasional Sejarah Lokal:
Tantangan dan Masa Depan. Diakses pada 16 November 2020 pukul 09.00
Pairulsyah. 2013. Kualitas Pelayanan Publik Samsat Lampung Dalam
Perspektif Budaya Piil Pesenggiri.file:///C:/Users/user/Downloads/376-
1187-1- PB%20.pdf. Diakses pada 16 November 2020 pukul 10.00

Anonim. 2011. 5 Filsafat Hidup Orang


Lampung.http://wishlistimage.blogspot.com/2011/07/5-filsafat-hidup-orang-
lampung.html. Diakses pada 16 November 2020 pukul 13.25

Robiansyah.NILAI-NILAI SPIRITUAL DAN MORAL YANG


TERKANDUNG DALAM PI’IL PESENGGIRI MASYARAKAT
LAMPUNG.http://repository.radenintan.ac.id/9036/1/PUSAT%201%202.pd
f. Diakses pada 16 November 2020 pukul 18.20

Minandar, Camelia Arni.AKTUALISASI PIIL PESENGGIRI


SEBAGAI FALSAFAH HIDUP MAHASISWA LAMPUNG DI
TANAH
RANTAU.file:///C:/Users/user/Downloads/14594-30792-1-SM%20(7).pdf.
Diakses pada 17 November 2020 pukul 13.25

Fachrudin.FALSAFAH PIIL PESENGGIRI SEBAGAI KEARIFAN


KOTA LAMPUNG TERAKTUALISASI MELALUI PENDIDIKAN
NON
FORMAL.file:///C:/Users/user/Downloads/7027-Article%20Text-13419-1-
10-20180518.pdf. Diakses pada 17 November 2020 pukul 10.00

Anda mungkin juga menyukai