Anda di halaman 1dari 4

BAB II

PENDEKATAN SEMANATIK

Berarti telah diketahui, bahasa memiliki berbagai fungsi. Tiga fungsi bahasa yang
relevan diangkat sebagai pijakan awal pembahasan masalah (1) pendekatan referensial (2)
pendekatan ideasional serta (3) pendekatan behavioral ini adalah, fungsi bahasa sebagai (1)
wakil realitas yang menyertai sebagai proses berfikir manusia secara individual, (2) sebagai
media yang dalam mengolah pesan dan menerima informasi, serta (3) sebagai fakta sosial
yang mampu menciptakan berbagai bentuk komunikasi. Apabila fungsi pertama menjadi
pijakan awal pendekatan referensia, fungsi kedua menjadi dasar kajian pendekatan ideasional,
makna fungsi ketiga adalah pusat pandang dari pendekatan behavioral.

A. Pendekatan Referensial
Dalam pendekatan referensial, makna diartikan sebagai label yang berada dalam
kesadaran manusia untuk menunjuk dunia luar.Sebagai lebel atau julukan, makna itu
hadir karena adanya kesadaran pengamatan terhadap fakta dan penarikan kesimpulan
yang keseluruhanny berlangsung secara subjektif.Terdapatnya julukan simbolik dalam
kesadaran individual itu, lebih lanjut memungkinkan manusia untuk menyusun dan
mengembangkan skema konsep. Kata pohon, misalnya, berdasarkan kesadaran
pengamatan dan penarikan kesimpulan, bukan hanya menunjuk jenis-jenis tumbuhan,
melainkan memperoleh julukan sebagai “ciptaan”, “hidup”, “fana”, sehingga pohon
dalam baris puisi Goenawan Muhammad disebutnya.... berbagai dingin di luar
jendela/mengekalkan yang esok yang mungkin tak ada.
Kesadaran pengamatan dan penarikan kesimpulan dalam pemberian julukan, dan
pemaknaan tersebut, berlangsung melalui bahasa.Akan tetapi, berbeda dengan bahasa
keseharian, bahasa yang digunakan disitu adalah bahasa perseorangan atau private
language (Harman, 1968).Dengan demikian, makna dalam skema konsep dapat
merambah ke dunia absurt yang mempribadi dan terasing dari komunikasi keseharian.

B. Pendekatan Ideasional
Kelemahan dalam pendekatan referensial, selain telah disebutkan diatas, juga
dikaiakan dengan masalah adanya paradoksal antara keberantungan pada wujud yang
diacu dan subjektifitas dalam memberi julukan. Selain itu, skema konsep yang dianggap
bersifat individual, karena duni kita merupakan dunia yang satu ini jug, pada akhirnya
bisa menjadi milik bersama. Seorang petani adalah salah satu diantara petani lainnya,
seorang penyair adalah satu diantara penyair lainnya. Kelemahan lain yang sangat
menarik sehubungan dengan kajian dalam butir-butir ini adalah meniadakan hubungan
hakiki makna dan bahasa sebagai hubungan antara bentuk dan isi, mencabut makna dari
konvensi dan mengeluarkannya dair konteks komunikasi.
Dalam pendekatan idesional, makna adalah gambaran gagasan dari satu bentuk
kabahsaan yang bersifat sewenang-wenang, tetapi memiliki konvensi sehingga dapat
saling dimengerti. Gambaran kesatuan hubungan antara makna dan bentuk kebahasaan
itu secara jelas dapat dikaji dalam perumus Grice,..... X meant that P adn X mean that P
entail P. Dengan kata lain, X berarti P dan X memaknakan P seperti dimiliki ole P. X
dalam konsep Grice adalah perangkat kalimat sebagai bentuk kebahasaan yang telah
dimiliki satuan gagasan. Kalimat yang berbunyi, X memaknakan P seperti yang dimiliki
P memberikan gambaran tentang keharusan memaknai X sebgai P seperti yang telah
berda dalam konvensi bahwa P adalah P.
Meletakan komponen semantik pada adanya satuan gagasan, bukan berarti
pendekatan idesional mengabaikan makna pada aspek bunyi, kata, dan frase. Jerrold J.
Katz mengungkapkan bahwa penanda semantis dari bunyi, kata, dan frase sebagai unsur-
unsur pembangun kalimat, dapat langsugn diidentifikasi lewat kalimat. Dengan
mengidentifikasi unsur-unsur kalimat itu sebagai satuan gagasan, diharapkan pemaknaan
tidak berlangsung secara lepas-lepas, tetapi sudah mengacu pda kesatuan makna yang
dapat digunakan dalam komunikasi (Katz, dalam Steinberg & Jokobovist, 1978: 297).
Sebab itulah, apabila X adalah kata, menurut Grice, X has meaning NN if it is used and
comunication (Grice, 1957). Atau dengan kata lain, kata setelah berada dalam
komunikasi memiliki potensialitas makna yang bermacam-macam. Mungkin makna
1,2,3... N.
Sehubungan dengan kegiatan berpikir, manusia berpikir menggunakan bahasa yang
juga bisa digunakan dalam komunikasi. Sebab itulah, kegiatan kegiatan pengolahan
pesan lewat bahasa atau encoding, penyampaian pesan lewat bahasa atau koding, serta
proses memahami pesan atau dekoding, dapat berlangsung dalam garis linier sebagai
berikut.
Komponen pembabangun gagasan dalam enkode menurut Jerold Katz bisa saja tidak
sama persis dengan kode. Akan tetapi, yang pasti, hubungan linear itu haru diikut daur,
yakni hubunan timbal balik antara penyampai dan penerima pesan yang ditandai oleh
adanya “saling mengerti”. Grice juga menyebutkan suatu bentuk kebahasaan itu
dimaknai P oleh penutur adalah apabila pemaknaan P itu secara laras nantinya juga
dimaknai P oleh pendengarnya.

C. Pendekatan Behavioral
Dalam dua pendekatan yang telah diurai di depan, dapat diketahui bahwa (1)
pendekatan reveresiala dapat mengkaji makna lebih menekankan pada fakta sebagai
objek kesadaran pengamatan dan penarikan kesimpulan secara individual, dan (2)
pendekatan ideasional lebih menekankan pada keberadaan bahasa sebagai media dalam
mengolah pesan dalam menyampaikan informasi. Keberatan dari pendekatan behavioral
terhadap kedua pendekatan tersebut, salah satunya adalah, kedua pendekatan itu telah
mengabaikan konteks sosial dan situasional yang oleh kaum behavioral dianggap
berperan penting dalam menentukan makna.
Kritik lain terhadap pendekatan diatas adalah pada objek kajian utama yang justrul
tidak pernah diobservasikan secara langsung. Pernyataan dalam kajian ideasional yang
berkaitan dengan keselarasan pemahaman antara penutur dengan pendengar dalam
memaknai kode misalnya, dalam pendekatan behavioral dianggap kajian spekulatif
karena pengkaji dianggap tidak mampu meneliti karakteristik idea atau pikiran penutur
pendengar, sejalan dengan katifitas pengolahan pesan dan pemahamannya. Sebab itualah,
kajian makna yang bertolak dari pendekatan behavioral, mengkaji makna dalam
peristiwa ujaran (speech event) yang berlangsung dalam situasi tertentu (speech
situation). Satuan tuturan atau unit tekecil yang mangandung makna penuh dari
keseluruhan atau speech event yang berlangsung dalam speech situation disebut speech
act (Hymes, 1972: 56).
Penentuan makna dalam speech act menurut Searle harus bertolak dari berbagai
kondisi dan situasi yang melatari pemunculanannya (Searle, 1969). Unik ujaran yang
berbunyi masuk! Misalnya dapat berarti “di dalam garis” bila muncul misalnya dalam
permainan bulu tangkis, “berhasil” bagi yang main lotre, “silahkan ke dalam” bagi tamu
dan tuan rumah, ”hadir” bagi mahasiswa yang dipresetasi Pak Dosen. Makna
keseluruhan unit ujaran itu dengan demikian harus disesuaikan dengan latar situasi dan
bentuk sosial interaksi yang mengkondisikannya.
Konsep yang antara lain dikembangkan oleh Autin , Here, Searle, Alston, dll.,
akhirnya juga tidak dapat terlepas dari kritik. Kritik utama, yang datang dari Chomsky,
menganggap bahwa meletakan unsur luar bahasa sejajar dalam bahasa dalam rangka
menghadirkan makna, berarti menghilangkan aspek kreatif bahasa itu sendiri yang dapat
digunakan untuk mengekpresikan gagasan secara bebas. Bahasa sebagai suatu sistem
adalah “sistem dari sistem”. Perbendaharaan kata atau leksikon pemakaiannya bukan
hanya memperhatikan kaidah leksikal dan gramatikal, melainkan juga ditentukan oleh
refresentasi semantik. Konponen refresentasi semantik yang menunjuk dunia luar pada
dasarnya telah mengandung “sistem luar biasa” itu ke dalam dirinya. Dengan demikian,
konteks sosial dan situasional sebagai sutu sistem bukan berada di luar bahasa,
melainkan berada di dalam dan mewarnai keseluruahan sistem kebahasaan itu sendiri (cf.
Mc Cawley, 1978: 176) baru setelah unsur yang tercakup di dalam deep structure itu
laras, hadirlah surface struture yang pemunculannya dalam tuturan juga memperhatikan
kaidah fonologi atau phonological rules. Konsep demikian, sedikit banyak juga
mewaranai kajian semiotik yang dilaksanakan oleh Moris.

D. Pendekatan Kontekstual atau Operasional


Dalam pendekatan operasional diajukan teori bahwa makna setiap leksem/kata
sangat tergantung pada konteks (kalimat) di mana kata itu digunakan. Kata mengambil
yang digunakan pada kalimat (1), (2), (3), (4),(5), (6), dan (7) di atas sudah membuktikan
kebenaran teori ini. Berikut ini akan diberikan contoh lain. Perhatikan, apa makna kata
jatuh yang terdapat pada kalimat-kalimat berikut.
15) Adik jatuh dari pohon nangka
16) Diam-diam dia jatuh cinta pada adikku
17) Kalau harganya jatuh lagi kita akan bangkrut18) Dia jatuh lagi dalam ujian bulan lalu
19) Akhirnya, kota itu jatuh ke tangan Israel

Kata jatuh pada kalimat (15) bermakna "terjadinya gerakan dari atas ke bawah”.
Pada kalimat (16) kata jatuh bermakna menjadi; pada kalimat (17) bermakna turun atau
merosot; pada kalimat (18) bermakna gagal; dan pada kalimat (19) bermakna dikuasai.
Sebenarnya makna-makna kata dalam pendekatan operasional ini masih dapat
dikatakan saling berkaitan, sebab makna-makna diturunkan dari komponen makna yang
dimiliki oleh sebuah kata atau leksem sebagaimana yang dianalisis dalam pendekatan
komponensial. Kita ambil contoh kata kepala. Secara konsepsional kata kepala bermakna
"bagian tubuh manusia dari leher ke atas". Kalau dianalisis kata kepala itu memiliki ciri
makna.
+ manusia
+ terletak di sebelah atas
+ sangat penting (bila dibandingkan dengan bagian tubuh lain)
+ berbentuk bulat.

Komponen makna [+ binatang] menyebabkan adanya makna bagian tubuh


binatang", seperti dalam kalimat (20).
(20) Dia suka makan kepala ikan
Komponen makna [+ terletak di sebelah atas] menyebabkan adanya makna "bagian
sebelah atas", seperti pada kalimat (21).
(21) Nomor telepon dan alamatnya ada di kepala surat itu.
Komponen makna [+ sangat penting] menyebabkan adanya makna pemimpin,
seperti pada kalimat [22], "bagian yang utama", seperti pada kalimat [23], orang, seperti
pada-kalimat [24], pikiran, kepandaian, seperti kalimat [25].

Perhatikan!
[22] Kepala Desa itu bukan paman saya.
[23] Presiden dan tamunya dari Malaysia duduk di kepala meja.
[24] Setiap kepala mendapat bantuan Rp5.000,00
[25] Badannya memang besar tetapi kepalanya kosong.

Komponen makna [+ berbentuk bulat] menyebabkan adanya makna sesuatu yang


menyerupai kepala, seperti tampak pada kalimat [26] berikut.
[26] Kepala jarum itu terbuat dari bahan plastik.
Ada kemungkinan makna operasional dari kata kepala di atas masih bertambah,
sebab penggunaan kata sangat tergantung pada kebutuhan sesuai dengan perkembangan
kemasyarakatan, budaya, dan keilmuan.

Anda mungkin juga menyukai