Anda di halaman 1dari 51

Dosen Pembimbing I : Dr. Gatot Sarmidi, M.Pd.

Dosen Pembimbing II : Lusia Selly Yunita, M.Pd.

Oleh :
Nama : Maya Restanti Devi
NPM : 120401080094
1.1 Latar Belakang

Bahasa adalah alat verbal yang digunakan untuk berkomunikasi,


sedangkan berbahasa adalah proses penyampaian informasi dalam komunikasi
itu. (Chaer, 2003:30).

Secara etimologis kata “wacana” (dicourse) berasal dari bahasa Latin,


discurrere (mengalir ke sana ke mari) dari nominalisasi kata discurcus
(mengalir secara terpisah yang ditransfer maknanya menjadi “terlibat dalam
sesuatu”, atau memberi informasi tentang sesuatu).

Samsudin (1992), dalam Aliah Darma (2014:21), menyatakan bahwa


wacana merupakan unit bahasa yang paling lengkap unsurnya. Wacana tidak
hanya didukung oleh unsur-unsur segmental dari suatu bahasa, tetapi juga
didukung oleh unsur nonsegmental.
 Sosiolinguistik adalah kajian tentang bahasa yang dikaitkan dengan
kondisi kemasyarakatan. Etnografi adalah kajian tentang kehidupan dan
kebudayaan suatu masyarakat atau etnik, misalnya tentang adat-istiadat,
kebiasaan, hukum, seni, religi, bahasa (Richard dkk, 1985).

Sebagai alat komunikasi, bahasa merupakan media untuk


menyampaikan ide, maksud, emosi seorang manusia kepada manusia lainnya.
Perkembangan pidato dalam berbagai kegiatan sosial masyarakat masih
memiliki peraturan yang terbatas, beberapa struktur pidato terutama berkaitan
dengan produk budaya seperti pidato sambutan pada resepsi pernikahan adat
Jawa tidak terdapat peraturan baku untuk menyusun pidato tersebut. Pidato
sambutan terdapat dalam resepsi pernikahan adat Jawa. Beberapa kelompok
masyarakat yang masih memegang teguh nilai-nilai budaya mempertahankan
salah satu produk budaya ini. Sebaliknya, kelompok masyarakat Jawa tertentu
memilih untuk mengubah, atau ditinggalkan oleh masyarakat tersebut.
Pidato adalah sebuah kegiatan berbicara di depan umum atau bisa
dikatakan sebagai public speaking. Pidato adalah pengungkapan pikiran dalam
bentuk kata-kata yang ditujukan kepada orang banyak, atau wacana yang
disiapkan untuk diucapkan di depan khalayak, dengan maksud agar pendengar
dari pidato tadi dapat mengetahui, memahami, menerima serta diharapkan
bersedia melaksanakan segala sesuatu yang disampaikan terhadap mereka.

Pidato penampih pasrah adalah pidato penerimaan pengantin dan


beberapa nasihat-nasihat yang ditujukan kepada kedua mempelai pengantin.
Pidato penampih pasrah, merupakan serangkaian acara temu manten adat jawa,
yang bertujuan untuk menyerahkan mempelai pengantin putri kepada mempelai
pengantin putra, begitu sebaliknya. Orang yang bertugas menyampaikan
penampih pasrah ini masing-masing wakil keluarga dari mempelai pengantin
putri dan mempelai pengantin putra.
Struktur, Penggunaan bahasa atau wacana bersifat
linear. Artinya, dalam satu waktu, seseorang hanya dapat
melahirkan atau memproduksi satu satuan bahasa, misalnya
kata atau kalimat, karena sifat penggunaan bahasa yang
demikian itu maka wacana memiliki struktur (periksa Brown
& Yule, 1983:128), dalam Abdul Rani (2004:49)”. Struktur
pidato pidato (Penampih Pasrah) dapat dikelompokkan
menjadi 4 kelompok yaitu (1) Salam pembuka yang
didalamnya terdapat salam dan do’a pembuka, (2) Salam
hormat yang didalamnya terdapat ucapan syukut kepada
Allah SWT dan isi pidato, (3) penyampaian salam besan
kepada keluarga yang didalamnya terdapat penyerahan
mempelai putri atau putra dan mendo’akan kedua mempelai
dan mendo’akan kedua mempelai, dan (4) salam penutup
yang didalamnya terdapat permintaan maaf dan terima
kasih.
Konteks adalah benda atau hal yang berada bersama teks dan
menjadi lingkungan atau situasi penggunaan bahasa. Dengan demikian,
konteks adalah hal-hal yang bukan unsur bahasa. Unsur-unsur konteks
sebuah wacana sangat penting karena pengguna bahasa harus
memperhatikan konteks agar dapat menggunakan bahasa secara tepat
dan menentukan makna secara tepat pula.

Konteks Wacana pidato berpengaruh langsung dalam bentuk


dan corak pidato dalam upacara perkawinan. Hasil penelitian ini
menunjukkan, bahwa perubahan bentuk dan corak pidato dalam
upacara perkawinan itu sangat dipengaruhi oleh sejumlah komponen
tutur, yaitu penutur, tempat, waktu, orientasi nilai, dan gaya pidato
perkawinan. Penutur pidato berpengaruh besar terhadap sumbangan
perubahan pidato, artinya, siapa akan mengatakan bagaimana adalah
rumus bentuk perubahan pidato perkawinan. Misalnya, kalau penutur
pidato adalah seorang pejabat formal, biasanya bahasa yang digunakan
lebih ketat, lebih formal, dan cenderung kaku. Berdasarkan hasil
penelitian, penutur yang berpengalaman berbicara di depan umum
(misalnya ustadz, kyai) bahasanya tampak lebih bebas, cenderung
humoris, dan mengalir. Aspek tempat, waktu, orientasi, dan gaya juga
berpengaruh besar mengubah bentuk pidato sesuai dengan aspek
tersebut.
Dalam setiap interaksi verbal selalu terdapat beberapa faktor (unsur)
yang mengambil peranan dalam peristiwa seperti itu, misalnya: partisipan
(penutur dan mitra tutur), pokok pembicaraan, tempat bicara, dan lain-lain.
Faktor-faktor tersebut mendukung terwujudnya suatu wacana. Menurut
Hymes, Brown (1983:89) dalam Rani (2012:190-195) menyebutkan bahwa
komponen-komponen tutur yang merupakan ciri-ciri konteks, ada delapan
macam, yaitu (1) penutur (addresser), (2) pendengar (addressee), (3) pokok
pembicaraan (topik), (4) latar (setting), (5) penghubung; bahasa lisan/tulisan
(chanel), (6) dialek/stylenya (kode), (7) bentuk pesan (message) dan (8)
peristiwa tutur (speech event).
1.2 Masalah Penelitian
1.2.1 Jangkauan Masalah

Jangkauan masalah dalam penelitian struktur wacana yang digunakan


dalam pidato (Penampih Pasrah) dalam Adat Pernikahan Jawa di desa Baujeng
Kecamatan Beji Kabupaten Pasuruan, sebagai berikut:
1) Struktur, Penggunaan bahasa atau wacana bersifat linear. Artinya, dalam satu
waktu, seseorang hanya dapat melahirkan atau memproduksi satu satuan
bahasa, misalnya kata atau kalimat, karena sifat penggunaan bahasa yang
demikian itu maka wacana memiliki struktur (periksa Brown & Yule,
1983:128), dalam Abdul Rani (2004:49).

2) Konteks adalah benda atau hal yang berada bersama teks dan menjadi
lingkungan atau situasi penggunaan bahasa. Dengan demikian, konteks
adalah hal-hal yang bukan unsur bahasa. Unsur-unsur konteks sebuah
wacana sangat penting karena pengguna bahasa harus memperhatikan
konteks agar dapat menggunakan bahasa secara tepat dan menentukan
makna secara tepat pula.
1.2.2 Pembatas Masalah

1) Struktur bentuk tutur dalam berbahasa pidato (Penampih Pasrah)


dalam adat pernikahan jawa di desa Baujeng Kecamatan Beji
Kabupaten Pasuruan.

2) Konteks pidato (Penampih Pasrah) dalam adat pernikahan jawa di


desa Baujeng Kecamatan Beji Kabupaten Pasuruan.

3) Wujud struktur dan konteks pidato (Penampih Pasrah) dalam adat


pernikahan jawa di desa Baujeng Kecamatan Beji Kabupaten
Pasuruan.
1.2.3 Rumusan Masalah

Berdasarkan pada latar belakang di atas, maka rumusan masalah


dalam penelitian ini dapat dirumuskan dengan pertanyaan sebagai
berikut:

1) Bagaimana struktur wacana yang digunakan dalam pidato (Penampih


Pasrah) dalam Adat Pernikahan Jawa di desa Baujeng Kecamatan Beji
Kabupaten Pasuruan?

2) Bagaimana konteks yang ada dalam pidato (Penampih Pasrah) dalam


Adat Pernikahan Jawa di desa Baujeng Kecamatan Beji Kabupaten
Pasuruan?
1.3 Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini terdiri dari dua bagian, yaitu: tujuan umum dan
tujuan khusus. Kedua tujuan tersebut dapat diuraikan sebagai berikut:

1.3.1 Tujuan Umum


Secara umum penelitian ini bertujuan untuk memperoleh deskripsi
objektif kualitatif mengenai struktur dan konteks yang digunakan pada pidato
(Penampih Pasrah) dalam Adat Pernikahan Jawa di desa Baujeng Kecamatan
Beji Kabupaten Pasuruan.

1.3.2 Tujuan Khusus


Secara khusus penelitian ini bertujuan untuk mengetahui deskripsi
mengenai hal-hal berikut:
1) Mendeskripsikan struktur yang digunakan pada pidato (Penampih Pasrah)
dalam Adat Pernikahan Jawa di desa Baujeng Kecamatan Beji Kabupaten
Pasuruan.

2) Mendeskripsikan konteks yang digunakan pada pidato (Penampih Pasrah)


dalam Adat Pernikahan Jawa di desa Baujeng Kecamatan Beji Kabupaten
Pasuruan.
1.4 Manfaat Penelitian
Terdapat dua manfaat yang ada dalam penelitian ini, yaitu
manfaat teoretis dan manfaat praktis.
1.4.1 Manfaat Teoretis
1) Dapat menambah wawasan yang bermanfaat bagi peneliti dan
banyak orang. Penelitian ini diharapkan menjadi evaluasi
struktur dan konteks yang digunakan pada pidato (Penampih
Pasrah) dalam Adat Pernikahan Jawa di desa Baujeng
Kecamatan Beji Kabupaten Pasuruan.

1.4.2 Manfaat Praktis


1) Dapat bermanfaat dan sebagai sumber referensi ilmiah bagi
mahasiswa-mahasiswi yang ingin belajar tentang struktur dan
konteks wacana.
2) Penelitian ini dapat memberikan manfaat bagi peneliti sendiri
untuk menambah pengetahuan serta pemahaman tentang
wacana khususnya dalam hal struktur dan konteks wacana.
1.5 Penegasan Istilah
Ada beberapa istilah yang muncul dalam penelitian ini antara lain
sebagai berikut:

1) Pidato adalah sebuah kegiatan berbicara di depan umum atau bisa


dikatakan sebagai public speaking. Berpidato merupakan seni
berbicara dihadapan umum. Berkenan dengan seni, maka tentu saja
pidato harus dilaksanakan dengan seindah mungkin, sehingga orang
yang mendengarkan pidato tersebut akan merasa senang dan tertarik
untuk mendengarkan uraian atau pendapat-pendapat yang
disampaikan oleh sang orator.

2) Pidato penampih pasrah adalah pidato penerimaan pengantin dan


beberapa nasihat-nasihat yang ditujukan kepada kedua mempelai
pengantin. Pidato penampih pasrah, merupakan serangkaian acara
temu manten adat jawa, yang bertujuan untuk menyerahkan
mempelai pengantin putri kepada mempelai pengantin putra, begitu
sebaliknya. Orang yang bertugas menyampaikan penampih pasrah ini
masing-masing wakil keluarga dari mempelai pengantin putri dan
mempelai pengantin putra.
ii. KAJIAN PUSTAKA

2.1 Pengertian Wacana


Dalam bahasa Indonesia “wacana” pada mulanya digunakan untuk
mengacu pada bahan bacaan, percakapan, dan tuturan. Purwadarminta (1986),
dalam Abdul Rani (2004:3). Istilah wacana mempunyai acuan yang lebih luas dari
sekedar bacaan. Para ahli telah menyepakati bahwa wacana merupakan satuan
bahasa yang paling besar yang digunakan dalam komunikasi. Satuan bahasa
dibawahnya secara berturut-turut adalah kalimat, frase, kata, dan bunyi. Secara
berurutan, rangkaian bunyi membentuk kata. Rangkaian kata membentuk frase
dan rangkaian frase membentuk kalimat. Akhirnya, rangkaian kalimat
membentuk wacana. Semuanya itu bisa lisan atau tulis.
2.2 Analisis Wacana

Stubbs (1983:1), dalam Abdul Rani (2004:9), analisis wacana merupakan


suatu kajian yang meneliti atau menganalisis bahasa yang digunakan secara
alamiah, baik dalam bentuk tulis maupun lisan. Penggunaan bahasa secara
alamiah tersebut berarti penggunaan bahasa seperti dalam komunikasi sehari-
hari. Stubbs menjelaskan bahwa analisis wacana menekankan kajian penggunaan
bahasa dalam konteks sosial, khususnya dalam interaksi antarpenutur. Senada
dengan itu, Cook (1986:6-7) menyatakan bahwa analisis wacana merupakan
kajian yang membahas tentang wacana sedangkan wacana adalah bahasa yang
digunakan untuk berkomunikasi.
2.3 Jenis wacana
Suparno dan Yunus (2008:10-13), dalam Aliah Darma (2004:28),
mengungkapkan bahwa suatu tulisan atau wacana secara umum mengandung
dua hal, yaitu isi dan cara pengungkapan atau penyajian. Keduanya saling
mempengaruhi. Substansi sebuah tulisan dan tujuan penulisan akan
menentukan cara pengungkapan apakah lebih bersifat formal atau informal
dan ragam wacana yang akan digunakan apakah lebih bersifat naratif,
ekspositoris, argumentatif, atau persuatif. Begitu pula ragam wacana yang
akan dipilih akan mempengaruhi isi, jenis informasi, dan pengorganisasian,
pengungkapan, dan tata saji tulisan.

2.3.1 Wacana Berdasarkan Bentuk


(1) Deskripsi (Pemerian)
(2) Narasi (Pencitraan atau Pengisahan)
(3) Eksposisi (Paparan)
(4) Argumentasi (Pembahasan atau Pembuktian)
(5) Persuasi
2.3.2 Wacana Berdasarkan Pemaparan dan penyusunan, Isi, dan Sifatnya
Ditinjau dari segi pemaparan dan penyusunan, isi, dan sifatnya, wacana itu
banyak jenisnya. Beberapa di antaranya adalah wacana yang bersifat naratif,
prosedural, hortatorik, ekspositortik, dan deskriptif. Hal ini dikemukakan oleh
Llamzon, 1984 (Syamsudin, 1992:9) dalam Darma (2004:40), sebagai berikut:
(1) Wacana Naratif
(2) Wacana Prosedural
(3) Wacana Hortatorik
(4) Wacana Ekspositorik
(5) Wacana Deskriptif
1) Wacana Berdasarkan Jumlah Penutur
Darma (2009:26-32) membagi wacana menurut jumlahnya dalam dua jenis
yaitu wacana dialog dan wacana monolog.
(1) Wacana Dialog
(2) Wacana Monolog
2) Wacana Berdasarkan Media Komunikasinya
Brown dan Yule (1996:6-9) dalam Darma (2004:44-47), mengungkapkan
bahwa realisasi wacana adalah teks, yaitu teks tertulis dan teks lisan. Kedua
realisasi wacana ini diuraikan sebagai berikut:
(1) Teks Tertulis
(2) Teks Lisan
2.4 Pengertian Sosiolinguistik
Sosiolinguistik adalah kajian tentang bahasa yang dikaitkan dengan
kondisi kemasyarakatan. Sosiolingusitik menyoroti keseluruhan masalah
yang berhubungan dengan organisasi sosial perilaku bahasa, tidak hanya
mencakup pemakaian bahasa saja, melainkan juga sikap-sikap bahsa,
perilaku terhadap bahasa dan pemakaian bahasa.

2.4.1 Etnografi Komunikasi


Kajian sosiolinguistik tergolong mendapat perhatian besar adalah
kajian tentang etnografi komunikasi. Etnografi adalah kajian tentang
kehidupab dan kebudayaan suatu masyarakat atau etnik, misalnya tentang
adat-istiadat, kebiasaan, hukum, seni, religi, bahasa. Bidang kajian yang
sangat berdekatan dengan etnografi adalah etnologi, kajian bandingan
tentang kebudayaan dari berbagai masyarakat atau kelompok (Richard dkk,
1985).
2.4.2 Konsep Dasar

1) Tata Cara Bertutur


Tata cara bertutur mengandung gagasan, peristiwa komunikasi, didalam
guyup mengandung pola-pola kegiatan bertutur, sehingga kompetensi
komunikatif seseorang mencakup pengetahuan tentang pola itu. Tata cara
bertutur itu berbeda dari budaya yang satu ke budaya yang lain.
1) Guyup Tutur
Jelas sekali, tidak semua warga Negara menjadi anggota satu guyup tutur
saja. Hymes mengemukakan, semua warga guyup tutur saling terpaut bukan
hanya oleh kaidah wicara yang sama, melainkan juga oleh setidak-tidaknya satu
ragam bahasa.
1) Situasi, Peristiwa, dan Tindak Tutur
Untuk mengkaji perilaku komunikasi di dalam guyup tutur, kita perlu
bekerja dengan satuan-satuan interaksi. Hymes mengemukakan tiga satuan
berjenjang dari yang besar ke yang terkecil: situasi tutur (speech situation),
peristiwa tutur (speech event), dan tindak tutur (speech act).
2.5 Pengertian Struktur
Struktur, Penggunaan bahasa atau wacana bersifat linear. Artinya, dalam
satu waktu, seseorang hanya dapat melahirkan atau memproduksi satu satuan
bahasa, misalnya kata atau kalimat, karena sifat penggunaan bahasa yang demikian
itu maka wacana memiliki struktur (periksa Brown & Yule, 1983:128), dalam Abdul
Rani (2004:49)”.

2.6 Konteks Wacana


Konteks adalah benda atau hal yang berada bersama teks dan menjadi
lingkungan atau situasi penggunaan bahasa.
Konteks Wacana pidato berpengaruh langsung dalam bentuk dan corak
pidato dalam upacara perkawinan. Penutur pidato berpengaruh besar terhadap
sumbangan perubahan pidato, artinya, siapa akan mengatakan bagaimana adalah
rumus bentuk perubahan pidato perkawinan. Misalnya, kalau penutur pidato
adalah seorang pejabat formal, biasanya bahasa yang digunakan lebih ketat, lebih
formal, dan cenderung kaku. Berdasarkan hasil penelitian, penutur yang
berpengalaman berbicara di depan umum (misalnya ustadz, kyai) bahasanya
tampak lebih bebas, cenderung humoris, dan mengalir. Aspek tempat, waktu,
orientasi, dan gaya juga berpengaruh besar mengubah bentuk pidato sesuai dengan
aspek tersebut.
2.6.1 Unsur-Unsur Konteks
Dalam setiap interaksi verbal selalu terdapat beberapa faktor
(unsur) yang mengambil peranan dalam peristiwa seperti itu, misalnya:
partisipan (penutur dan mitra tutur), pokok pembicaraan, tempat bicara,
dan lain-lain. Faktor-faktor tersebut mendukung terwujudnya suatu
wacana.
Menurut Hymes, Brown (1983:89) dalam Rani (2012:190-195)
menyebutkan bahwa komponen-komponen tutur yang merupakan ciri-
ciri konteks, ada delapan macam, yaitu (1) penutur (addresser), (2)
pendengar (addressee), (3) pokok pembicaraan (topik), (4) latar (setting),
(5) penghubung; bahasa lisan/tulisan (chanel), (6) dialek/stylenya (kode),
(7) bentuk pesan (message) dan (8) peristiwa tutur (speech event).
2.6.2 Wujud Tuturan
Wujud tuturan adalah bentuk tuturan yang
digunakan penutur untuk menyampaikan pesan kepada
lawan tutur. Menurut Kunjana (2010:73) wujud tuturan
tersebut berupa tuturan yaitu: kalimat berita (deklaratif),
kalimat Tanya (interogatif ), kalimat perintah (imperatif),
kalimat seru (eksklamatif), dan kalimat penekanan
(empatik).
2.7 Pengertian Pidato

Pidato adalah sebuah kegiatan berbicara di depan umum


atau bisa dikatakan sebagai public speaking. Pidato adalah
pengungkapan pikiran dalam bentuk kata-kata yang ditujukan
kepada orang banyak, atau wacana yang disiapkan untuk
diucapkan di depan khalayak, dengan maksud agar pendengar
dari pidato tadi dapat mengetahui, memahami, menerima serta
diharapkan bersedia melaksanakan segala sesuatu yang
disampaikan terhadap mereka.
2.8 Pengertian Penampih Pasrah

Penampih pasrah, kata bahasa jawa yang artinya


“Menyampaikan dengan pasrah” artinya didalam adat temu
manten pengantin jawa keluarga pengantin putra
menyerahkan dengan pasrah kepada keluarga pengantin
putri, dan keluarga pengantin putri menyerahkan dengan
pasrah kepada keluarga pengantin putra.
2.9 Pidato Penampih Pasrah

Pidato penampih pasrah adalah pidato penerimaan


pengantin dan beberapa nasihat-nasihat yang ditujukan
kepada kedua mempelai pengantin. Pidato penampih pasrah,
merupakan serangkaian acara temu manten adat jawa, yang
bertujuan untuk menyerahkan mempelai pengantin putri
kepada mempelai pengantin putra, begitu sebaliknya. Orang
yang bertugas menyampaikan penampih pasrah ini masing-
masing wakil keluarga dari mempelai pengantin putri dan
mempelai pengantin putra.
2.10 Profil Desa Baujeng

Baujeng merupakan salah satu desa yang terletak di kecamatan


Beji kabupaten Pasuruan. Penduduk desa baujeng sebagian besar
masyarakat Jawa. Budaya Jawa yang masih kental dalam desa Baujeng
terutama dalam hal yang dianggap sakral, misalnya pernikahan.
Pemilihan desa Baujeng karena penulis bertempat tinggal di desa
tersebut, dan untuk mempermudah peneliti melakukan observasi dan
penelitian di lapangan. Penulis juga ingin melestarikan serta menjaga
kebudayaan adat jawa terutama pada acara pengantin di desa Baujeng.
iii. METODE PENELITIAN

3.1 Metode Penelitian

Metode penelitian pada dasarnya merupakan cara ilmiah


untuk mendapatkan data dengan tujuan dan kegunaan tertentu.
Berdasarkan hal tersebut terdapat empat kata kunci ysng perlu
diperhatikan yaitu, cara ilmiah, data, tujuan, dan kegunaan. Cara
ilmiah berarti kegiatan penelitian itu didasarkan pada ciri-ciri
keilmuan, yaitu rasional, empiris, dan sistematis. Rasional berarti
kegiatan penelitian itu dilakukan dengan cara-cara yang masuk
akal, sehingga terjangkau oleh penalaran manusia.
3.2 Subjek Penelitian :
Subjek penelitian ini adalah praktisi yang berpidato
didalam pernikahan yang sudah dipilih peneliti. Praktisi tersebut
yaitu:
3.3 Data dan Sumber Data

3.3.1 Data
Adapun data dalam penelitian ini adalah Data yang
dikumpulkan berupa teks pidato tentang bagamana struktur dan
konteks pidato (Penampih Pasrah) dalam Adat Pernikahan Jawa di desa
Baujeng Kecamatan Beji Kabupaten Pasuruan.

3.3.2 Sumber Data


Sumber data terkait dengan siapa, apa, dimana dan mana
informasi yang mengenai fokus penelitian peroleh. Tahap pengumpulan
data dilakukan dengan teknik transkrip dan teknik video. Data yang
telah dikumpulkan peneliti kemudian, diklasifikasikan menurut
kategorinya. Data diklasifikasikan menurut kategorinya untuk
mempermudah peneliti dalam melaksanakan tahap pengolahan data
sebelum peneliti membuat kesimpulan penelitian.
3.4 Instrumen Penelitian

Instrumen adalah suatu alat yang digunakan mengukur fenomena


alam maupun sosial yang diamati. Secara spesifik semua fenomena ini
disebut variabel penelitian. (Sugiyono, 2012:148).

Instrumen penelitian terbagi atas dua macam yaitu, (1) instrumen


utama, (2) instrumentpendukung. Instrumen utama merupakan pelaku
utama dalam penelitian, sedangkan instrument pendukung merupakan
hal-hal yang mendukung instrument utama dalam berlangsungnya
penelitian atau bisa juga berupa alat.
3.5 Teknik Penelitian
3.5.1 Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data merupakan langkah yang paling utama dalam
penelitian, karena tujuan utama dari penelitian adalah mendapatkan data. Tanpa
mengetahui teknik pengumpulan data, maka peneliti tidak akan mendapatkan
data yang memenuhi standar yang diterapkan (Sugiyono, 2012:308).
Teknik pengumpulan data ini dilakukan peneliti dengan cara merekam
video pidato pengantin. Setelah itu peneliti menyimak video tersebut.
Pengumpulan data dalam penelitian ini yaitu menggunakan metode menyimak.
Menyimak penggunaan bahasa lisan tetapi juga bahasa secara tertulis. Teknik
pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini
1) Teknik yang pertama adalah mendokumentasikan pidato (penampih pasrah)
sebanyak 3 acara resepsi pernikahan, tujuannya untuk melihat kembali pidato
tersebut sehingga proses penelitian lebih mudah.
2) Teknik kedua adalah menyimak pidato (penampih pasrah) untuk menyimak
penggunaan bahasa seseorang. Mwnyimak disini tidak hanya berkaitan
dengan penggunaan bahasa lisan, tetapi juga penggunaan bahasa tertulis.
3) Teknik ketiga adalah mencatat. Dalam teknik ini dilakukan untuk
mentranskrip data dari hasil teknik yang ada sebelumnya, yaitu teknik
dokumentasi dan teknik menyimak.
3.5.2 Teknik Pengelolaan Data

Pengelolaan data yang ada dalam penelitian ini dilakukan dengan tiga
cara yaitu reduksi data, klarifikasi data, dan kodifikasi data.
(1) Reduksi Data
Peneliti perlu mereduksi data atau merangkum, memilih hal-hal pokok,
memfokuskan pada hal-hal yang penting dan membuang yang tidak penting.

(2) Klarifikasi Data


Data diklarifikasi kedalam jenis-jenis struktur pidato (Penampih Pasrah) yaitu (1)
Salam Pembuka, (2) Salam Hormat, (3) Penyampaian Salam, (4) Salam Penutup,
dan konteks pidato (Penampih Pasrah) yaitu: (1) Penutur, (2) Pendengar, (3) Topik
Pembicaraan, (4) Latar Peristiwa, (5) Penghubung, (6) Kode Bahasa, (7) Bentuk
Pesan, (8) Peristiwa Tutur. Berikut ini akan disajikan tabel struktur dan konteks
pidato (Penampih Pasrah) dalam Adat Pernikahan Jawa di desa Baujeng
Kecamatan Beji Kabupaten Pasuruan.
(3) Kodefikasi Data
Kode pola adalah kode eksplanatori atau inferensial, yaitu
kode yang mengidentifikasi suatu tema, pola atau ekspanasi yang
muncul untuk kepentingan analisis selanjutnya. Kodifikasi data
adalah kegiatan pengkodean data yang sudah diseleksi. Kode dibuat
berdasarkan jenis tuturan dan nomor data.
Contoh:
A 1 A

Nomer urut jenis data


Inisial data
Nomer urut data
Analisis data merupakan tahapan setelah data dikumpulkan,
diolah, dan diberi kode. Dalam tahapan analisis data peneliti
menggunakan tabel analisis data dan penarikan kesimpulan.
3.5.3 Teknik Analisis Data
Analisis data merupakan tahapan setelah data dikumpulkan, diolah, dan
diberi kode. Dalam tahapan analisis data, peneliti menyajikan data dengan
menggunakan tabel analisis data dan penarikan kesimpulan.
(1) Penyajian Data
Hasil analisis data dari struktur dan konteks pidato (Penampih Pasrah)
kemudian disajikan secara informal. Dengan kata lain, hasil temuan penelitian
disajikan dalam bentuk tabel yang telah disiapkan.
No Kode Struktur Data Pengantin Ke-1 Pengantin Pengantin Deskripsi
Pidato Tuturan Ke-2 Ke-3
(Penampih
Putri Putra Putri Putra Putri Putra
Pasrah)
1 A1A

No Kode Konteks Data Pengantin Ke-1 Pengantin Ke-2 Pengantin Ke-3 Deskripsi
Pidato
(Penampih
Putri Putra Putri Putra Putri Putra
Pasrah)
1 B1AB

Pada dasarnya kesimpulan yang disajikan merupakan temuan dari analisis data
yang telah dilakukan. Temuan tersebut dapat merupakan temuan utama dan
temuan tambahan, sesuai dengan metode analisis data serta pengujian penelitian.
3.6 Prosedur Penelitian
Ada tiga tahapan penelitian yang dilakukan peneliti, yakni (1) tahap
persiapan, (2) tahap pelaksanaan, (3) tahap penyelesaian.
3.6.1 Tahap Persiapan
Pada tahap ini kegiatan yang dilakukan adalah pemilihan judul,membuat
proposal penelitian, membuat peta konsep, membuat kisi-kisi, melakukan
pemilihan data.

3.6.2 Tahap Pelaksanaan


Kegiatan yang dilakukan pada tahap ini adalah pengumpulan data dari
pidato (Penampih Pasrah) kedalam bentuk transkrip data. Selanjutnya, kegiatan
pengelolahan data dan penganalisisan struktur dan konteks tersebut.

3.6.3 Tahap Penyelesaian


Kegiatan yang dilakukan pada tahap ini adalah menyusun kerangka
laporan penelitian, melakukan konsultasi kepada dosen pembimbing untuk
dikoreksi dan direvisi kembali laporan yang belum sesuai,
mempertanggungjawabkan laporan yang telah disusun didepan dosen penguji,
dan menggandakan naskah laporan penelitian.
iv. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil Kodefikasi Data
Setelah tuturan dalam pidato (penampih pasrah) diambil, ditranskrip,
diidentifikasi, diseleksi, dan diberi kode, langkah selanjutnya adalah analisis data.
Tuturan yang terjadi dalam pidato (penampih pasrah) adalah sebagai berikut:

Tabel 4.1.1 Kodefikasi Data Pengantin Putri


No Kode Pengantin Putri Data

1 A1A 1) Assalamualaikum wr.wb


2) Assalamualaikum wr.wb
3) Assalamualaikum wr.wb
2 A1B 1) Alhamdulillahirabbilalamin wassalatuwassalamuala asrafil mursalin sayyidina
wamaulana muhammadin khatamannabiyyi waala alihi washaghbihi ajmain
ambakdhu.

1) Alhamdulillah, Alhamdulillahirabbilalamin, wabihinasta’inualaummuriddunyawaddin


wassalatuwassalamuala sayyidina muhammadin waalaalihi washahbihi ajmain
ammaba’dhu.

1) Bismillahirrahmanirrahim.Alhamdulillah alhamdulillahirrabbil alamin, alkailfi


qur’anilkarim Audzubillahiminas syaitonirrajim bismillahirrahmanirrahim waankikhul
ayyamaminkum wassalikhina min ibadikum waima’ikum iyyakunu fukora’a
yughnihimuallah human fadli waaallahuwasiul alim.
Tabel 4.1.2 Kodefikasi Data Pengantin Putra

No Kode Pengantin Putra Data


1 A1A 1) Assalamualaikum wr.wb.
2) Hadratal Muktaramin, Para alim, Para Kyai, Para asadid yang kami taati, tadi
disampaikan ada PKB saya juga tidak kalah ada PKPI, PKPI adalah Pengiring
Kemanten Putri Indonesia, tadi disampaikan ada PKB, Pengiring Kemanten Baru.
3) Assalamualaikum wr.wb.

2 A1B 1) Bismillahirrahmanirrahim alhamdulillahilladikhalakol insana waantamahulbayan


wahtassabulita ilmi walakhakam. Wassalatuwassalamuala sayyidina
muhammadin, alhadi ilafarizana wa’alaalihi waashakhabihi alladi yatamassana
khawal fil awam.

1) Audzubillah himinassyaitonirrajim, bismillah hirrahmanirrahim. Li’udzhira


aladhinikulli.. walaukabilahal kafirun.
4.2 Hasil Analisis Data
Tabel 4.2.1 Analisis Struktur Pidato (Penampih pasrah)

No Kode Struktur Data Tuturan Pengantin Pengantin Pengantin Deskripsi


Pidato ke-1 ke-2 ke-3
(Penampi Putri Putra Putri Putra Putri Putra
h Pasrah)
1. A1A Salam Pengantin Putri: Salam merupakan
√ Kata yang digunakan oleh
1) Assalamualaikum wr.wb.
√ kultur muslim ini
2) Assalamualaikum wr.wb. diwujudkan dalam
3) Assalamualaikum wr.wb. √ bentuk do’a pengharapan
agar selamat dari segala
Pengantin Putra:
√ macam duka-derita.
1) Assalamualaikum wr.wb. Salam dari setiap
2) Hadratal Muktaramin, √ pengantin putri maupun
Para alim, Para Kyai, Para putra sama, tetapi untuk
pengantin ke-2 putra,
asadid yang kami taati, salam bukan
tadi disampaikan ada PKB assalamualaikum,
saya juga tidak kalah ada melainkan menyapa para
tamu, hadratal
PKPI, PKPI adalah
muktaramin, dan lainnya.
Pengiring Kemanten Putri
Indonesia, tadi
disampaikan ada PKB,
Pengiring Kemanten Baru.
3) Assalamualaikum wr.wb. √
Tabel 4.2.2 Analisis Unsur Konteks Pidato (Penampih Pasrah)
No Kode Unsur Konteks Deskripsi
Pidato (Penampih
Pasrah) Pengantin ke
-1
1. B1A Penutur Penuturnya adalah orang yang mewakili dari pihak mempelai pengantin putri atau putra. Bapak
Subiantoro, seorang laki-laki yang berumur enam puluh lima tahun, seorang pekerja swasta. Beliau pihak
yang mewakili keluarga mempelai putri. Dalam berpidato beliau memakai bahasa Indonesia dan Jawa,
intonasinya datar dan tenang terlihat pada saat mengucapkan salam, serta mempertegas kembali ucapannya.

Penutur Bapak Asmurizen, seorang laki-laki yang berumur lima puluh tujuh tahun, seorang guru.
Beliau pihak yang mewakili keluarga mempelai putra. Dalam berpidato beliau memakai bahasa Indonesia
B1B dan Jawa, intonasi jelas dan suaranya lantang dalam berpidato.

2. B2 Pendengar Pendengar di dalam acara pernikahan ini adalah semua orang yang hadir dalam acara pernikahan kedua
mempelai.

3. B3 Topik Pembicaraan Topik pembicaraan adalah tentang sebuah pernikahan serta nasihat yang diberikan penutur dari pihak
mempelai pengantin putri.

4. B4 Latar Peristiwa Berlangsungnya acara pernikahan disuatu tempat. Latar peristiwa terjadi di rumah mempelai putra,
desa Pohkecik. Berlangsungnya acara pada sore hari.

5. B5 Penghubung Menggunakan Bahasa lisan: bahasa Indonesia, bahasa Jawa, bahasa Arab (ayat-ayat al-qur’an).Melalui
medium bahasa yang dapat dipahami dan dimengerti oleh pendengar.

6. B6 Kode bahasa Sebagian besar dalam acara pernikahan adat jawa menggunakan dialek bahasa Jawa untuk berpidato
(Penampih Pasrah).

7. B7 Bentuk Pesan Bentuk pesan merupakan nasihat-nasihat yang diberikan kepada kedua mempelai pada umumnya
bersifat umum bisa di pahami khalayak umum.

8. B8 Peristiwa Tutur Berbahasa lisan dan penutur memberikan nasihat kepada kedua mempelai pengantin. Peristiwa tutur
terjadi karena penutur menyyampaikan pidato (Penampih Pasrah).
4.3 Klasifikasi Data
4.3.1 Klasifikasi Data Struktur dan Konteks Pidato (Penampih Pasrah)
Tabel 4.3.1.1 Klasifikasi Data Struktur Pidato (Penampih Pasrah)

N Kode Struktur Data Tuturan Deskripsi


o Pidato
(Penampih
Pasrah)
1. A1A Salam Pengantin Putri: Salam merupakan Kata yang
1) Assalamualaikum wr.wb. digunakan oleh kultur muslim ini
2) Assalamualaikum wr.wb. diwujudkan dalam bentuk do’a
3) Assalamualaikum wr.wb. pengharapan agar selamat dari segala
Pengantin Putra: macam duka-derita. Salam dari setiap
1) Assalamualaikum wr.wb. pengantin putri maupun putra sama,
2) Hadratal Muktaramin, Para alim, Para tetapi untuk pengantin ke-2 putra, salam
Kyai, Para asadid yang kami taati, tadi bukan assalamualaikum, melainkan
disampaikan ada PKB saya juga tidak menyapa para tamu, hadratal
kalah ada PKPI, PKPI adalah Pengiring muktaramin, dan lainnya.
Kemanten Putri Indonesia, tadi
disampaikan ada PKB, Pengiring
Kemanten Baru.
3) Assalamualaikum wr.wb.
Tabel 4.3.1.2 Klasifikasi Data Konteks Pidato (Penampih Pasrah)
No Kode Unsur Konteks Pidato Deskripsi
(Penampih Pasrah)
1. B1A Penutur Penuturnya adalah orang yang mewakili dari pihak mempelai pengantin putri atau putra. Bapak Subiantoro,
seorang laki-laki yang berumur enam puluh lima tahun, seorang pekerja swasta. Beliau pihak yang mewakili
keluarga mempelai putri. Dalam berpidato beliau memakai bahasa Indonesia dan Jawa, intonasinya datar dan
tenang terlihat pada saat mengucapkan salam, serta mempertegas kembali ucapannya.

B1B Penutur Bapak Asmurizen, seorang laki-laki yang berumur lima puluh tujuh tahun, seorang guru. Beliau
pihak yang mewakili keluarga mempelai putra. Dalam berpidato beliau memakai bahasa Indonesia dan Jawa,
intonasi jelas dan suaranya lantang dalam berpidato.

Penuturnya adalah orang yang mewakili dari pihak mempelai pengantin putri atau putra. Bapak H.Khudori,
B1C seorang laki-laki yang berumur enam puluh dua tahun, seorang pensiunan guru. Beliau pihak yang mewakili
keluarga mempelai putri. Dalam berpidato beliau memakai bahasa Indonesia dan Jawa, intonasi jelas dan suaranya
lantang serta memberikan efek bercanda agar pendengar tidak merasa jenuh dan bosan.

Bapak Ust. Efendi, seorang laki-laki yang berumur empat puluh delapan tahun. Beliau seorang guru mengaji,
B1D pihak yang mewakili keluarga mempelai putra. Beliau Intonasinya jelas dan nadanya cepat. Dalam berpidato beliau
memakai bahasa Indonesia dan Jawa.

Penuturnya adalah orang yang mewakili dari pihak mempelai pengantin putri atau putra. Ibu Imama, seorang
B1E perempuan yang berumur enam puluh tahun, seorang Ustadzah. Beliau pihak yang mewakili keluarga mempelai
putri. Dalam berpidato beliau memakai bahasa Jawa, intonasi jelas dan lantang. Serta memberikan efek bercanda
agar pendengar tidak merasa jenuh dan bosan.

Bapak Untung, seorang laki-laki, berumur lima puluh empat tahun. Beliau pihak yang mewakili keluarga
mempelai putra. Beliau intonasinya pelan, jelas, dan tenang. Dalam berpidato beliau memakai bahasa Indonesia
B1F
dan Jawa.
2. B2 Pendengar Pendengar di dalam acara pernikahan ini adalah semua orang yang hadir
dalam acara pernikahan kedua mempelai.

3. B3 Topik Topik pembicaraan adalah tentang sebuah pernikahan serta nasihat yang
Pembicaraan diberikan penutur dari pihak mempelai pengantin putri.

4. B4 Latar Peristiwa Berlangsungnya acara pernikahan disuatu tempat.


Pengantin ke-1: Latar peristiwa terjadi di rumah mempelai putra, desa Baujeng.
Berlangsungnya acara pada sore hari.
Pengantin ke-2: Latar peristiwa terjadi di rumah mempelai putra, desa Baujeng.
Berlangsungnya acara pada sore hari.
Pengantin ke-3: Latar peristiwa terjadi di rumah mempelai putri, desa Baujeng.
Berlangsungnya acara pada sore hari.
5. B5 Penghubung Menggunakan Bahasa lisan: bahasa Indonesia, bahasa Jawa, bahasa Arab (ayat-
ayat al-qur’an).Melalui medium bahasa yang dapat dipahami dan dimengerti oleh
pendengar.

6. B6 Kode bahasa Sebagian besar dalam acara pernikahan adat jawa menggunakan dialek bahasa
Jawa untuk berpidato (Penampih Pasrah).

7. B7 Bentuk Pesan Bentuk pesan merupakan nasihat-nasihat yang diberikan kepada kedua
mempelai pada umumnya bersifat umum bisa di pahami khalayak umum.

8. B8 Peristiwa Tutur Berbahasa lisan dan penutur memberikan nasihat kepada kedua mempelai
pengantin. Peristiwa tutur terjadi karena penutur menyampaikan pidato
(Penampih Pasrah).
4.4 Pembahasan
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan terhadap pidato
(Penampih Pasrah) dalam Adat Pernikahan Jawa di desa Baujeng Kecamatan Beji
Kabupaten Pasuruan, telah ditemukan beberapa temuan mengenai struktur dan
konteks pada pidato (Penampih Pasrah) dalam Adat Pernikahan Jawa di desa
Baujeng Kecamatan Beji Kabupaten Pasuruan. Data pidato (Penampih Pasrah)
dalam Adat Pernikahan Jawa di desa Baujeng Kecamatan Beji Kabupaten
Pasuruan, dikategorikan menjadi dua, yaitu berdasarkan struktur, dan
konteksnya.
4.4.1 Struktur Pada Pidato (Penampih Pasrah) Dalam Adat Pernikahan
Jawa Di Desa Baujeng Kecamatan Beji Kabupaten Pasuruan
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan terhadap pidato
(Penampih Pasrah) dalam Adat Pernikahan Jawa di desa Baujeng Kecamatan Beji
Kabupaten Pasuruan, ditemukan temuan berupa struktur pidato pidato
(Penampih Pasrah). Struktur yang ditemukan adalah sebagai berikut:
4.4.1.1 Deskripsi Pidato (Penampih Pasrah) Dalam Adat Pernikahan
Jawa Di Desa Baujeng Kecamatan Beji Kabupaten Pasuruan

Berdasarkan analisis yang dilakukan pada struktur pidato pidato


(Penampih Pasrah), struktur pidato pidato (Penampih Pasrah) dapat
dikelompokkan menjadi 4 kelompok yaitu Salam pembuka, salam hormat,
penyampaian salam, dan salam penutup.

Dalam empat kelompok tersebut terbagi atas kategori. Salam pembuka


memiliki kategori yaitu salam dan do’a pembuka. Salam hormat memiliki
kategori yaitu ucapan syukur kepada Allah SWT dan isi Pidato, Penyampaian
Salam yaitu memiliki kategori titipan salam besan kepada keluarga, penyerahan
mempelai putri, dan mendo’akan kedua mempelai, sedangkan salam penutup
memiliki kategori permintaan maaf dan terima kasih.
Berdasarkan kemunculannya, kelompok kategori salam bentuk salam
pembuka ditemukan digunakan di ketiga pengantin putri dan untuk
pengantin putra ke dua tidak menggunakan salam “assalamualaikum”
melainkan langsung menyapa para hadirin. Kategori salam bentuk do’a
pembuka ditemukan paling banyak digunakan di ketiga pengantin putri, tetapi
pada pengantin putra ke dua tidak ada kategori do’a pembuka sang orator
langsung pada kategori salam hormat bentuk ucapan syukur kepada Allah
SWT. Kategori salam hormat bentuk ucapan syukur kepada Allah SWT
ditemukan digunakan di ketiga pengantin putri dan digunakan disemua ketiga
pengantin putra. Kategori salam hormat bentuk isi pidato digunakan disemua
ketiga pengantin putri dan pengantin putra karena isi pidato menrupakan inti
dari pidato. Kategori penyampaian salam bentuk titipan salam besan kepada
keluarga digunakan disemua ketiga pengantin putri dan pengantin putra.
Kemudian bentuk penyerahan mempelai putri digunakan pada pengantin putri
ke satu dan ke tiga, sedangkan pengantin putri ke dua tidak menggunakannya.
Bentuk penyerahan mempelai putra digunakan disemua pengantin putra.
Kemudian kategori bentuk mendo’akan kedua mempelai pada pengantin putri
ke satu dan ke tiga menggunakannya sedangkan pengantin putri ke dua tidak
menggunakan, dan untuk pengantin putra satu yang menggunakan bentuk
mendo’akan kedua pengantin, sedangankan pengantin ke dua dan ke tiga tidak
menggunakan. Kategori salam penutup bentuk permintaan maaf dan terima
kasih digunakan pengantin putri ke satu dan ke dua sedangkan pengantin ke
tiga langsung dengan pembacaan do’a. kemudian, kategori salam penutup
bentuk permintaan maaf dan terima kasih di semua pengantin putra
menggunakannya.
4.4.1.2 Konteks Pada Pidato (Penampih Pasrah) Dalam Adat Pernikahan
Jawa Di Desa Baujeng Kecamatan Beji Kabupaten Pasuruan

Berdasarkan konteks, pidato (Penampih Pasrah) dikategorikan ke dalam 8 kelompok


kategori. Adapun kategorinya yaitu: (1) penutur, (2) pendengar, (3) topik pembicaraan, (4) latar
peristiwa, (5) penghubung, (6) kode bahasa, (7) bentuk pesan, (8) peristiwa tutur.
Berdasarkan kemunculannya, kelompok kategori konteks pidato (Penampih Pasrah)
terdiri atas delapan konteks. Kategori penutur dalam pengantin ke satu yaitu disampaikan Bapak
subiantoro seorang laki-laki pekerja swasta yang berumur 65 tahun dan Bapak asmurizen, beliau
seorang guru yang 57 tahun. Pengantin ke dua oleh Bapak Khudori, seorang pensiunan guru
yang berumur 62 tahun dan Bapak effendi beliau seorang ustad yang berumur 48 tahun.
Kemudian, pengantin ke tiga oleh Ibu Imama seorang ustadzah yang berumur 60 tahun, Bapak
Untung seorang pekerja swasta yang berumur 54 tahun . Kategori pendengar dalam pengantin
ke satu, dua, dan tiga yaitu semua orang yang hadir dalam acara pernikahan tersebut. Kategori
topik pembicaraan dalam pengantin ke satu, dua, tiga yaitu membicarakan tentang sebuah
pernikahan, serta nasihat yang diberikan kepada kedua mempelai. Kategori latar peristiwa
pengantin ke satu, dua, tiga yaitu berlangsungnya dirumah salah satu pengantin, acara
pernikahan tersebut berlangsung pada sore hari. Kategori penghubung pengantin ke satu, dua,
tiga yaitu menggunakan bahasa lisan: bahasa Indonesia, Bahasa Jawa, dan Bahasa Arab (ayat Al-
Qur’an). Kategori kode bahasa pengantin ke satu, dua, tiga yaitu sebagian besar dalam acara
pernikahan menggunakan dialek Jawa, karena masyarakat sekitar orang Jawa. Kategori bentuk
pesan pengantin ke satu, dua, tiga yaitu berupa nasihat-nasihat yang berikan kepada kedua
mempelai pengantin pada umumnya bersifat umum dan bisa dipahami khalayak luas. Kategori
peristiwa tutur pengantin ke satu, dua, tiga yaitu terjadi pada saat sang orator menyampaikan
pidato.
Penggunaan Struktur dan Konteks Pidato (Penampih Pasrah) dalam
Adat Pernikahan Jawa di desa Baujeng Kecamatan Beji Kabupaten Pasuruan
yang telah disampaikan oleh peneliti sebagai berikut: pidato (Penampih
Pasrah) yang disampaikan sang orator memiliki perbedaan pada strukturnya,
contoh pada data, pengantin putri ke-2, tidak memiliki struktur penyerahan
mempelai (kode A3B) sang orator langsung menyampaikannya pada struktur
titipan salam besan kepada keluarga (kode A3A), selanjutnya, pengantin putri
ke-2, tidak memiliki struktur medo’akan kedua mempelai (kode A3C).
Kemudian, pengantin putri ke-3, memiliki struktur penutup, tetapi sang orator
langsung menutup dengan membaca do’a tanpa memohon maaf dan ucapan
terima kasih. Selanjutnya, contoh data pengantin putra ke-2, tidak memiliki
struktur do’a pembuka (kode A1B), sang orator langsung menyapa para tamu
undangan, hadratal, para alim ulama, dan lainnya. Kemudian, pengantin putra
ke-2 dan pengantin putra ke-3, tidak memiliki struktur medo’akan kedua
mempelai (kode A3C), sang orator langsung pada bagian penutup yaitu
permintaan maaf dan ucapan terima kasih.
5.1 Kesimpulan
Pada pembahasan dan pemaparan data Struktur dan Konteks Pidato (Penampih
Pasrah) dalam Adat Pernikahan Jawa di desa Baujeng Kecamatan Beji Kabupaten Pasuruan
yang telah disampaikan oleh peneliti sebagai berikut: pidato (Penampih Pasrah) yang
disampaikan sang orator memiliki perbedaan pada strukturnya, contoh pada data,
pengantin putri ke-2, tidak memiliki struktur penyerahan mempelai (kode A3B) sang
orator langsung menyampaikannya pada struktur titipan salam besan kepada keluarga
(kode A3A), selanjutnya, pengantin putri ke-2, tidak memiliki struktur medo’akan kedua
mempelai (kode A3C). Kemudian, pengantin putri ke-3, memiliki struktur penutup, tetapi
sang orator langsung menutup dengan membaca do’a tanpa memohon maaf dan ucapan
terima kasih. Selanjutnya, contoh data pengantin putra ke-2, tidak memiliki struktur do’a
pembuka (kode A1B), sang orator langsung menyapa para tamu undangan, hadratal, para
alim ulama, dan lainnya. Kemudian, pengantin putra ke-2 dan pengantin putra ke-3, tidak
memiliki struktur medo’akan kedua mempelai (kode A3C), sang orator langsung pada
bagian penutup yaitu permintaan maaf dan ucapan terima kasih.
Konteks penuturnya berbeda, seperti Bapak Subiantoro, seorang laki-laki
yang berumur enam puluh lima tahun, seorang pekerja swasta. Beliau pihak yang
mewakili keluarga mempelai putri. Dalam berpidato beliau memakai bahasa
Indonesia dan Jawa, intonasinya datar dan tenang terlihat pada saat
mengucapkan salam, serta mempertegas kembali ucapannya. Penutur Bapak
Asmurizen, seorang laki-laki yang berumur lima puluh tujuh tahun, seorang guru.
Beliau pihak yang mewakili keluarga mempelai putra. Dalam berpidato beliau
memakai bahasa Indonesia dan Jawa, intonasi jelas dan suaranya lantang dalam
berpidato. Bapak H.Khudori, seorang laki-laki yang berumur enam puluh dua
tahun, seorang pensiunan guru. Beliau pihak yang mewakili keluarga mempelai
putri. Dalam berpidato beliau memakai bahasa Indonesia dan Jawa, intonasi jelas
dan suaranya lantang serta memberikan efek bercanda agar pendengar tidak
merasa jenuh dan bosan. Bapak Ust. Efendi, seorang laki-laki yang berumur
empat puluh delapan tahun. Beliau seorang guru mengaji, pihak yang mewakili
keluarga mempelai putra. Beliau Intonasinya jelas dan nadanya cepat. Dalam
berpidato beliau memakai bahasa Indonesia dan Jawa. Ibu Imama, seorang
perempuan yang berumur enam puluh tahun, seorang Ustadzah. Beliau pihak
yang mewakili keluarga mempelai putri. Dalam berpidato beliau memakai bahasa
Jawa, intonasi jelas dan lantang. Serta memberikan efek bercanda agar pendengar
tidak merasa jenuh dan bosan. Bapak Untung, seorang laki-laki, berumur lima
puluh empat tahun. Beliau pihak yang mewakili keluarga mempelai putra. Beliau
intonasinya pelan, jelas, dan tenang. Dalam berpidato beliau memakai bahasa
Indonesia dan Jawa.
5.2 Saran

1) Penelitian ini diharapkan dapat digunakan dalam mengembangkan ilmu


bahasa, upaya meningkatkan mutu bahasa, agar dapat dipakai untuk
berbagai keperluan dalam kehidupan masyarakat modern. Selain itu, peneliti
berharap agar ada tindak lanjut mengenai penelitian yang serupa tetapi
dengan cakupan yang lebih luas lagi.
2) Penelitian ini diharapkan, dapat digunakan dalam pengajaran atau dijadikan
bahan referensi serta acuan untuk pengembangan ilmu kebahasaan yang
sudah ada. Diharapkan pula, penelitian ini dapat berkembang mungkin
dalam bidang ilmu kebahasaan lainnya.
3) Penelitian ini diharapkan, dapat digunakan sebagai inspirasi untuk
mahasiswa dalam memahami struktur dan konteks pidato (Penampih
Pasrah). Selain itu, mahasiswa juga bisa melakukan penelitian masalah pidato
(Penampih Pasrah) dengan menggunakan teori ilmuwan lainnya.
TERIMA KASIH

Anda mungkin juga menyukai