Anda di halaman 1dari 24

Mata Kuliah : Semantik

Dosen Pengampu : Dr. Idawati Garim, S. Pd., M. Pd.

MAKALAH

KOMPONEN MAKNA

Oleh:

St. Nurhalisa (1951040029)

PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA

FAKULTAS BAHASA DAN SASTRA

UNIVERSITAS NEGERI MAKASSAR

2020
KATA PENGANTAR

Dengan menyebut nama Allah yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang, puji
beserta syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, yang telah melimpahkan
Rahmat, Hidayah, dan Inaya-Nya sehinggah penulis dapat menyelesaikan makalah
yang berjudul “Komponen Makna”, Shalawat serta salam semoga terlimpah curahkan
kepada baginda Nabi Muhammad SAW yang kita nanti-nantikan syafaatnya di
akhirat nanti. Makalah ini dibuat penunjang kegiatan perkuliahan pada mata kuliah
Semantik.

Terima kasih yang sebesar-besarnya penulis haturkan kepada dosen


pembimbing mata kuliah Semantik yang telah membimbing penulis dalam pembuatan
makalah dan tak lupa penulis ucapkan terimakasih kepada teman-teman dan semua
pihak yang telah memberi sumbangan pemikiran dalam penyelesaian makalah ini.

Penulis menyadari, makalah ini masih jauh dari kesempurnaan. Seperti halnya
pepatah “Taka ada gading yang tak retak” oleh karena itu penulis mengharapkan
kritik dan saran dari teman-teman yang sifatnya membangun demi kesempurnaan
makalah ini. Akhir kata, semoga makalah ini dapat diterima dan dapat memberi
manfaat bagi pihak yang membutuhkan.

Makassar, 01 April 2020

St. Nurhalisa

DAFTAR ISI

i
KATA PENGANTAR .....................................................................................................i

DAFTAR ISI .................................................................................................................. ii

BAB I PENDAHULUAN ..............................................................................................1

A. Latar Belakang ...........................................................................................................1


B. Rumusan Masalah ........................................................................................................2
C. Tujuan Penulisan ..........................................................................................................2
D. Manfaat Penulisan ........................................................................................................3

BAB II PEMBAHASAN ................................................................................................4

A. Pembeda Makna..........................................................................................................4
B. Urutan Hubungan Antara Komponen..........................................................................5
C. Komponen Penjelas.....................................................................................................7
D. Langkah-Langkah Menganalisis Komponen Diagnostik............................................8
E. Beberapa Kesulitan Menganalisis Komponen Makna...............................................11
F. Prosedur Menganalisis Komponen Makna................................................................13
G. Indikator Kemampuan Memahami Makna................................................................18

BAB III PENUTUP ......................................................................................................20

A. Kesimpulan ................................................................................................................20
B. Saran ..........................................................................................................................20

SAMPUL

ii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Semantik adalah studi tentang makna. Bagi Lehrer, semantik
merupakan bidang kajian yang sangat luas karena turut
menyinggung aspek-aspek struktur dan fungsi-fungsi bahasa
sehingga dapat dihubungkan dengan psikologi, filsafat, dan
antropologi. Semantik sebagai ilmu, mempelajari kemaknaan di
dalam bahasa sebagaimana adanya (das Sein), dan terbatas pada
pengalaman manusia. Jadi, secara ontologis semantik membatasi
masalah yang dikajinya hanya pada persoalan yang terdapat di
dalam ruang lingkup jangkauan pengalaman manusia.

Benda, kegiatan, peristiwa, proses semuanya diberi label


yang disebut lambang. Setiap lambang dibebani unsur yang disebut
dengan makna. Kadang-kadang, meskipun lambang-lambang itu
berbeda-beda, tetapi makna lambang-lambang tersebut
memperlihatkan hubungan, yaitu hubungan makna. Mengapa kata-
kata ada yang berdekatan makna, ada yang berjauhan, ada yang
mirip, ada yang sama, bahkan ada yang bertentangan. Dan jika
kata tersebut digabungkan dengan kata-kata lain sehingga
membentuk kalimat, apakahaspek semantik dan sintaksis sudah
sesuai atau justru kalimat tersebut tidak berterima dan
memunculkan kesalahan semantik maupun kesalahan gramatikal.

Untuk mengetahui seberapa jauh kedekatan, kemiripan,


kesamaan, dan ketidaksamaan makna, orang perlu mengetahui
komponen makna. Untuk mengetahui makna sampai sekecil-
kecilnya, perlu analisis. Karena yang dianalisis adalah makna yang

1
tercermin dari komponen-komponennya, dibutuhkan analisis
komponen makna. Analisis komponen makna dapat dilakukan
terhadap kata-katta dengan menguraikannya sampai komponen
makna yang sekecil-kecilnya.

B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud pembeda makna?
2. Apa yang dimaksud urutan hubungan antara komponen?
3. Apa yang dimaksud komponen penjelas?
4. Bagaimanakah langkah-langkah menganalisis komponen diagnostic
5. Apa sajakah kesulitan dalam menganalisis komponen makna?
6. Bagaimanakah prosedur menganalisis komponen makna?
7. Bagaimanakah indicator kemampuan memahami makna?

C. Tujuan Penulisan

Berdasarkan rumusan masalah tersebut, tujuan dari penulisan makalah ini adalah
sebagai berikut:

1. Untuk mengetahui pengertian pembeda makna


2. Untuk mengetahui urutan hubungan antara komponen
3. Untuk mengetahui pengertian komponen penjelas
4. Untuk mengetahui langkah-langkah menganalisis komponen diagnostic
5. Untuk mengetahui kesulitan dalam menganalisis komponen makna
6. Untuk mengetahui prosedur menganalisis komponen makna
7. Untuk mengetahui indicator kemampuan memahami makna

2
D. Manfaat Penulisan

Berdasarkan tujuan penulisan diatas, maka manfaat dari makalah ini sebagai
berikut:

1. Dapat mengetahui pengertian pembeda makna


2. Dapat mengetahui urutan hungungan antara komponen
3. Dapat mengetahui pengertian komponen penjelas
4. Dapat mengetahui langkah-lanhkah dalam menganalisi komponen makna
5. Dapat mengetahui kesulitan dalam menganalisis makna
6. Dapat mengetahui prosedur menganalisis komponen makna
7. Dapat mengetahui indokator kemampuan memahami kata

3
BAB II
PEMBAHASAN

Untuk mengetahui seberapa jauh kedekatan, kemiripan, kesamaan, dan


ketidaksamaan makna, orang perlu mengetahui komponen makna. Untuk
mengetahui makna sampai sekecil-kecilnya, perlu analisis. Karena yang
dianalisis adalah makna yang tercermin dari komponen-komponennya,
dibutuhkan analisis komponen makna. Analisis komponen makna dapat
dilakukan terhadap kata-kata dengan menguraikannya sampai komponen
makna yang sekecil-kecilnya.

A. Pembeda Makna

Perbedaan makna sebagai akibat perubahan bentuk diperlukan karena


pemakai bahasa memerlukannya. Berdasarkan deretan bentuk tersebut terlihatlah
kenyataan bahwa perbedaan makna yang diakibatkan oleh adanya perubahan
bentuk, terbatas pada derivasi leksemnya. Karena itu dapat dikatakan bahwa ada
makna dasar.

Dalam BI terdapat kata ayah. Orang telah mengetahui makna inti kata ayah.
Agar dipahami makna ayah, orang dapat mengontraskannya dengan kata ibu.
Dilihat dari segi jenis kelamin, ayah adalah laki-laki, sedangkan ibu adalah
perempuan. Selanjutnya kalau kata ayah dikontraskan dengan kata anak, adik
perempuan, adik laki-laki, bibi, kakak laki-laki, kakak perempuan, kakek, paman,
saudara laki-laki, saudara perempuan, sepupu, maka kita berhubungan dengan
istilah kekerabatan. Kekerabatan berhubungan dengan pertalian darah kalau
dikaitkan secara biologis.

4
Berdasarkan gambar ini terlihat posisi kata ayah terdapat kata saya posisi kata
ayah terdapat kata kakek dan seterusnya untuk membedakannya tidak sulit .
Tetapi ambillah kata saya dan kata saudara laki-laki saya. Dilihat dari segi jenis
kelamin kata saya dan kata saudara laki-laki saya, sama, jika saya adalah laki-
laki. Dilihat dari segi turunan kata saya dan kata saudara laki-laki saya setara
karena berasal dari ayah dan ibu yang sama.

Berbicara tentang komponen makna, ada komponen utama dan komponen


pelengkap atau komponen tambahan. Untuk kata saya dan kata saudara laki-laki
saya, komponen utama makna, yakni di garis ego (0 trn, turunan), sedangkan ciri
utama cirri utama pembeda makna, yakni saudara laki-laki saya bukanlah kerabat
yang seibu dan seayah dengan saya. Komponen tambahan dapat dibagi jadi dua
jenis, yakni makna tambahan yang diturunkan dari sifat alamiah acuan, dan
makna yang diturunkan dari sifat alamiah kata saya, misalnya berambut pendek,
bertahi lalat di pipi, sedangkan sifat alamia leksikal kata saya, misalnya sakit-sakit
perut, periang, suka santai. Itu sebabnya komponen tambahan berupa sifat
alamiah unit leksikal selalu diasosialisasikan dengan kata itu sendiri.

B. Urutan Hubungan Antara Komponen

Berdasarkan komponen diagnostik (dengan pengertian bahwa ciri diagnostik


dapat digunakan untuk menentukan perbedaan makna kata yang lain dalam
domain yang sama), terlihat bahwa makna kata ayah sebagai leluhur tidak

5
mempunyai hubungan makna dengan bentuk lain, misalnya dengan kata ibu,
kakek, kemenakan.

Hubungan antara komponen memudahkan pemakai bahasa untuk


menggunakannya. Contohnya, ambillah kata dilompatkan seperti yang
dicontohkan pada awal bab ini. Komponen diagnostik kata ini, yakni ada objek
yang dikenai kegiatan. Dengan menyebutkan urutan kata ada objek yang dikenai
kegiatan. Dengan menyebut urutan kata ada objek yang dikenai kegiatan sudah
tersirat di dalamnya orang yang melaksanakan kegiatan.

Telah dikatakan meskipun kata-kata memiliki medan makna yang sama tetapi
implikasinya tentu tidak selamanya sama sebagai contoh ambillah kata
menjenguk dan menonton kedua kata ini memiliki komponen diagnostik
melaksanakan kegiatan yang menggunakan mata, namun urutan hubungan kata
ini dengan kata lain tidak begitu saja dapat dilaksanakan. Tidak mungkin orang
yang mengatakan “saya pergi menjenguk pertandingan sepak bola” atau “sebentar
sore saya akan menonton paman yang sakit di rumah sakit” hal itu tidak mungkin
sebab komponen suplementernya tidak mengizinkan komponen suplementernya
yakni untuk kata menjenguk biasanya digunakan untuk orang sakit dan untuk kata
menonton biasanya digunakan untuk hal-hal yang bersifat menghibur.

Kadang-kadang orang berhadapan dengan kata yang bersinonim tetapi


mempunyai nilai rasa pemakaian yang berbeda. Sebagai contoh ambillah kata
meninggal dan wafat kata bersantap dan makan. Untuk mengurutkan kata seperti
ini dengan komponen yang lain, orang sebaiknya memperhitungkan kepada siapa
kata ini digunakan atau kepada siapa kita akan berbicara. Kata bersantap tidak
cocok diurutkan dengan kata yang mengandung makna orang yang lebih muda
dari pembicara. Itu sebabnya tidak mungkin orang berkata “Mari bersantap, Dik”!
hal yang agak sama berlaku untuk kata meninggal dan wafat. Di sini orang
berhadapan dengan komponen suplementer kepada siapa kata digunakan, itu

6
sebabnya orang mengucapkan seluruh rakyat indonesia bersedih karena wafatnya
Ibu Tien Soeharo tanggal 28 April 1996.

Selain itu kadang-kadang orang berhadapan dengan kata yang bersinonim


penuh. Sebagai contoh ambillah kata jawi dan sapi; kata betik dan papaya; kata
jagung dan milu; kata singkong dan ubi ukuran yang dipertimbangkan untuk
digunakan guna mengurutkan kata-kata ini, yakni tingkat kepopuleran atau
keumuman kata. Berdasarkan pemakaiannya sehari-hari, ternyata kata jagung
lebih umum digunakan daripada kata milu kata pepaya lebih populer digunakan
daripada kata batik kata sapi lebih umum digunakan daripada kata jawi dan kata
singkong dan ubi agaknya memiliki tingkat kepopuleran yang sama dalam
pemakaian. Setelah diketahui tingkat keumuman penggunaan kata orang
melangkah kepada upaya memahami komponen diagnostik kata. Komponen
diagnostik kata akan membantu orang dengan komponen mana suatu kata dapat
diurutkan.

C. Komponen Penjelas

Untuk menjelaskan kepada pendengar, biasanya setiap kata diperluas atau


komponennya ditambah yang dalam teori makna, disebut unsur konotatif
(connotative features), atau fitur konotatif. Tetapi dengan adanya fitur konotatif
seperti itu, medan makna pada kata yang bersangkutan akan bergeser.

Komponen penjelas secara mendasar dapat dibagi menjadi dua jenis, yakni
komponen penjelas yang diturunkan dari sifat alamiah acuan, dan komponen
penjelas yang diturunkan dari sifat alamiah unit leksikal yang digunakan untuk
memaknakan acuan. Dalam hal pertama, konsep-konsep tertentu dihubungkan
dengan acuan yang menimbulkan kesan kultural dan yang merefleksi dalam
ajaran, sedangkan dalam hal kedua, komponen penjelas berhubungan dengan
lambang-lambang. Itu sebabnya setiap unit leksikal kadang-kadang diklasifikasi

7
atas: bahasa ibu, bahasa kasar, bahasa kuno, bahasa sehari-hari, berlebih-lebihan,
formal, informal, atau bersifat teknis.

Klarifikasi ini tentu tidak selamanya berhubungan dengan acuannya, tetapi


lambang-lambang itu sendiri yang merupakan bagian dari komponen penjelas
yang bersifat konotatif. Perbedaan dari komponen penjelas akan lebih terang
dalam hubungan dengan unit-unit leksikal yang mempunyai komponen kognitif
yang sama dengan pengertian bahwa acuan yang sama tetapi komponen
penjelasnya berbeda.

Nida (1975:38) membedakan komponen diagnostik atas; (i) implikasi (ii) inti
(iii) inferensi. Komponen implikasi dikaitkan dengan penggunaan kata bermakna
utama meskipun komponen implikasi tersebut tidak membentuk bagian yang
esensial makna inti. Misalnya, kata penyesalan yang mengandung komponen
diagnostik; (i) tingkah laku yang salah sebelumny; dan (ii) ingin mengubah
tingkah laku, maka urutan penggunaannya harus disesuaikan dengan komponen
diagnostik kata ini. Komponen implikasi selanjutnya, yakni bahwa karena
penyesalan, orang tidak mengulangi perbuatan sebelumnya karena dianggap
salah.

Komponen inferensi adalah komponen makna yang menyertai pembicaraan


meskipun tidak dianggap wajib. Inferensi merupakan kesimpulan terhadap kata
yang didengar atau yang tertulis. Jadi, kalau orang mengatakan pucat dalam
urutan ia pucat, maka inferensinya, yakni ditakuti, terkejut. Itu sebabnya kadang-
kadang terjadi salah paham, karena pendengar tidak menangkap dengan betul
komponen implikasi, komponen inti, dan komponen inferensi.

D. Langkah-Langkah Menganalisis Komponen Diagnostik

Untuk menganalisis komponen diagnostik, orang dapat menggunakan tahap-


tahap atau langkah-langkah tertentu. Langkah-langkah itu yakni;

8
Pertama, Memilih untuk sementara makna yang muncul dari sejumlah komponen
yang umum dengan pengertian, makna yang dipilih masih berada dalam medan makna
tersebut. Misalnya untuk kata marah terdapat kata memaki, mendongkol, menggerutu,
mengoceh. Kata-kata ini masih berada di lingkungan makna kata marah, meskipun antara
kata kata ini terdapat perbedaan makna yang kecil, jadi dengan langkah pertama orang
dapat mengatakan, bahwa marah adalah sejenis perbuatan memaki orang memakai
menandakan ia sedang marah. Langkah pertama mengisyaratkan adanya upaya memilih
perangkat makna yang saling berhubungan.

Kedua, Mendaftarkan semua ciri yang spesifik yang dimiliki acuan . Dengan
kata lain menguji makna yang mungkin dimiliki oleh acuan sebagai contoh,
ambillah kata ayah yang ciri spesifik nya adalah;

(i)seorang laki-laki
(ii) mempunyai istri
(iii) telah mempunyai
anak
(iv) berambut pendek dan
(v) berkumis.

Orang dapat menambah cerai dengan catatan harus dimiliki oleh acuan ayah
misalnya; (1) suka bermain sepak bola (2) tidak bisa memasak (3) buruh
pelabuhan (4) selalu datang terlambat di rumah (6) ada luka kecil di kaki sebelah
kanan. Tidak semua ciri dapat dipertahankan, misalnya ciri suka bermain sepak
bola sebab dalam kehidupan sehari-hari kita dapat menemukan ayah yang tidak
suka bermain sepakbola dengan demikian ciri ini bukanlah ciri spesifik.

Ketiga, meneliti kebermacaman makna seperti yang direfleksikan oleh


acuan,lalu menentukan sifat mana yang sesuai yang tentu saja tidak benar untuk
semuanya. Sebagai contoh ambillah kata membawa, memikul, menjinjing,
menjunjung. Komponen diagnostik kata-kata ini yakni melaksanakan kegiatan

9
fitur komponennya yakni (1) melaksanakan kegiatan, (2) ada benda yang dikenai
pekerjaan, (3) benda itu berpindah dari tempat yang satu ketempat yang lain, (4),
kegiatan itu menggunakan anggota tubuh berupa kepala, (5) kegiatan itu
menggunakan anggota tubuh bahu, kegiatan itu menggunakan anggota tubuh
tangan. Ternyata fitur diagnostik, yakni kegiatan yang menggunakan anggota
tubuh tangannya hanya dapat digunakan untuk kata menjinjing. Orang menjinjing
selamanya menggunakan tangan, misalnya dalam kalimat ibu menjinjing tas baru
ke pesta.

Keempat, Mendaftarkan fitur pembeda makna pada setiap kata. Sebagai


contoh, ambillah kata: berbisik, bersenandung, mengobrol, menyanyi, yang
semuanya mengandung komponen diagnostic vokal tetapi dengan perbedaan
makna:

(1) Berbisik; verbal, tidak bernada, musik tidak bersuara.


(2) Bersenandung; bukan verbal, bernada music, boleh bersuara, boleh tidak
tidak.
(3) Mengobrol; verbal, tidak bernada music, bersuara.
(4) Menyanyi; verbal, bernada, musik boleh bersuara, boleh tidak.

kelima, Mencek pada data seperti yang dikerjakan pada langkah pertama.
Berdasarkan ciri yang membedakan, orang seharusnya dapat menggunakan
bentuk yang benar pada acuan yang diketahui memiliki ciri tersebut. Apabila
penanaman proses dapat diduga, orang dapat mengatakan bahwa komponen
diagnostik tersebut benar. Misalnya, kita bertemu dengan seorang laki-laki
setelah diperhatikan laki-laki tersebut memiliki ciri yang memungkinkan kita
untuk menyebutnya ayah. Pengambilan keputusan untuk menyebutnya ayah,
didasarkan pada prediksi terhadap ciri yang dimiliki oleh laki-laki tadi.

10
Langkah keenam, dapat digunakan untuk seperangkat makna yang menunjuk
pada keseluruhan, tetapi penggunaannya untuk suatu kejadian atau proses dan
memerlukan penyesuaian-penyesuaian. Seperti telah dikatakan di depan orang
dapat mendeskripsikan komponen diagnostik yang berbeda-beda dengan
menggunakan diagram pohon atau matriks. Berdasarkan diagram pohon atau
matriks Si pembicara dan si pendengar dengan mudah mengetahui makna kata
yang di maksud.

E. Beberapa Kesulitan Menganalisis Komponen Makna


Banyak kesulitan yang dihadapi apabila orang menganalisis komponen
makna. Kesulitan itu akan segera dikemukakam sebagai berikut:
Kesulitan pertama yakni kata yang didengar atau dibaca tidak diketahui
dengan unsur unsur suprasegmental atau juga unsur-unsur ekstra linguistic.
Misalnya, kita membaca kata buku yang tertulis di depan sebuah tokoh. Orang
dapat menganalisis dari berbagai segi menurut dugaannya tentang makna kata
tersebut. Jika seseorang mengatakan buku dan kita tidak memahaminya kita dapat
menanyakan lagi kepada pembicara apa yang dimaksud dengan kata buku
tersebut. Meskipun pendengar tidak melewati tahap analisis makna orang
memerlukan kejelasan agar terdapat kesamaan pengertian antara pembicara dan
pendengar. Hal yang sama akan didapati apabila orang membedakan makna kata
yang hampir bersamaan maknanya, misalnya kata yang berhubungan dengan
warna.
Kesulitan kedua yakni tiap kata berbeda maknanya jika dilihat dari segi
disiplin ilmu. Misalnya istilah morfologi ada pada bidang linguistik pertanian;
istilah kompetensi ada pada bidang linguistic, psikologi, pendidikan, dengan
linguistik terapan. Meskipun istilah-istilah ini memiliki medan magnet yang
sama, tetapi pasti ada titik-titik perbedaannya sesuai dengan disiplin ilmu
tersebut. Kadang-kadang perbedaan makna hanya terletak pada tingkatan atau
intensitas makna yang dimiliki kata. Orang dapat pula membedakan makna

11
kata dari segi intensitasnya, misalnya kata lelah, menderita dan kata sakit.
Perbedaan intensitas yang dimaksud, yakni intensitas perasaan sakit.
Kesulitan ketiga yakni setiap kata memiliki pemakaian yang berbeda,
terutama untuk kata-kata yang mempunyai hubungan renggang. Misalnya,
orang dapat mengatakan di belakang rumah, sebab orang menganggap bahwa
rumah mempunyai bagian depan dan bagian belakang. Hal ini tidak dapat
digunakan untuk kata pohon, sebab tidak mungkin orang yang mengatakan
dibelakang pohon-pohon. Kata mampus hanya dapat digunakan untuk
binatang atau manusia yang dapat disetarakan perilakunya dengan binatang.
Itu sebabnya orang dapat saja mengatakan “pencuri itu sudah mampus”, dan
tidak mungkin orang mengatakan ’’kakek Si Upik mampus kemarin”.
Kesulitan keempat yakni kata-kata yang acuannya abstrak. Misalnya,
orang sulit mendeskripsikan kata-kata kreativitas, liberal, masygul,
opotunistis, system.
Kesulitan kelima yakni kata-kata yang tergolong diksi kesulitan.
Misalnya kata-kata di sini, ini, itu, sama, dan kata-kata yang tergolong kata
tugas, misalnya kata, dan, lagi, yang. Misalnya kata-kata di sini, ini, itu, sama
dan kata-kata yang tergolong kata-kata tugas misalnya kata dan lagi yang
kata-kata yang tergolong kata tugas hanya dapat dipahami maknanya jika
diurutkan dengan kata lain. Itu sebabnya kata-kata seperti ini disebut kata
bebas tetapi terikat konteks kalimat. Telah diketahui bahwa ada kata yang
mengandung makna tanpa dihubungkan dengan kata yang lain, dan ada kata
yang dapat dipahami maknanya apabila berada dalam kalimat.
Kesulitan keenam yakni kata-kata yang bersifat umum. Misalnya, kata-
kata; binatatang, burung, ikan, manusia, rumput, tumbuh-tumbuhan.
Meskipun komponen makna sulit dianalisis, pembicara dan pendengar
dapat mengadakan komunikasi tanpa melewati analisis makna. Mereka dapat
berbuat demikian, sebab kedua-duanya saling mengerti. Apa yang ada di otak

12
pembicara demikian pula di otak pendengar, meskipun terdapat perbedaan
kuantitas dan kualitas kata yang dimiliki seseorang.

F. Prosedur Menganalisis Komponen Makna


Untuk menganalisis makna dapat digunakan berbagai prosedur. Nida
(1975:64) menyebutkan 4 prosedur untuk menganalisis komponen makna.
Prosedur itu, ialah:
1. Penamaan
Proses penamaan sebenarnya merupakan budidaya manusia untuk
memudahkan mereka berkomunikasi. Penamaan itu sendiri merupakan
kegiatan mengganti benda, proses, gejala, aktivitas, sifat. Pendek kata
merupakan kegiatan manusia untuk mengganti segala sesuatu yang
diperlukan dalam berkomunikasi. Tentu saja terdapat realitas lambang
tetapi yang ditandai atau objek tidak ada wujudnya.
Proses penamaan tentu berhubungan dengan acuannya. Ketika
seseorang sedang berkomunikasi dan menyebut sesuatu seolah-olah
bersifat otomatis. Ia menyebut sesuatu tanpa melalui proses analisis
makna. Dalam hubungan ini manusia menggunakan pengalaman dan
pengetahuannya pengalaman berhubungan dengan interaksinya dengan
alam dan isinya, sedangkan pengetahuan diperoleh melalui usaha yang
bersungguh-sungguh dan melalui proses belajar.
Dalam hubungan dengan penamaan terdapat dua pandangan yang
ekstrem. Pandangan pertama bersifat realis, yang menganggap bahwa
penamaan sesuatu ada batasnya pandangan. Kedua bersifat nominalis,
yang menurut Palmer (1976;22) "Is that the nothing in common but thn
name"
Untuk menamai sesuatu tidak luput dari kesulitan. Kesulitan pertama,
yakni sudah terlalu banyak realitas di dunia ini yang memperlihatkan
kemiripan. Kesulitan kedua, yakni berhubungan dengan hal-hal yang

13
abstrak kesulitan. Kesulitan ketiga, yakni berhubungan dengan realitas
yang sama atau mirip.
Ketika manusia berkomunikasi, manusia dihadapkan oleh persoalan
untuk menghubungkan nama menjadi rangkaian tanda yang bermakna.
Untuk itu manusia menciptakan nama, meskipun acuannya hanya dalam
bayangan. Nama yang dimaksud, yakni kata-kata yang berkategori kata
tugas. Seandainya tidak diciptakan kata-kata tugas, betapa sulitnya
manusia berkomunikasi karena nama-nama yang berwujud lambang hanya
dideretkan begitu saja.
2. Memarafrasa
Memarafrasa merupakan pusat perhatian Peirce dalam sistem
semiotiknya. Peirce (lihat Ogen dan Richards, 1972:280) berpendapat
bahwa lambang mempunyai acuan dan interpretasi. Interpretasi
merupakan kapasitas memilah-milah makna pada sistem untuk
menspesifikasi setiap bagian dari sistem supaya lebih analisis lagi (Nida,
1875;65). Untuk menganalisis komponen makna sehingga menjadi lebih
rinci, digunakan parafrasa. Parafrasa bertitik tolak dari deskripsi secara
pendek tentang sesuatu. Misalnya kalau orang berkata paman, dapat
diparafrasakan menjadi saudara laki-laki ayah atau saudara laki-laki ibu.
Dalam hubungan dengan usaha memarafrasa, orang perlu
membedakan dua tipe unit semantic, yakni unit inti dan ujaran yang
dikaitkan dengan unit inti di dalam parafrasa. Misalnya kata berjalan
dapat dihubungkan dengan kegiatan; berdarmawisata, berjalan-jalan,
bertamasya, berkarya wisata, makan angin, atau pesiar. Inti kata-kata ini
adalah satuan yang ada hubungannya dengan berjalan, tanpa
mempersoalkan kendaraan yang digunakan, dengan siapa kita berjalan,
kapan kita berangkat, untuk berapa lama kita berjalan, ke mana tujuan kita
berjalan, dan perlengkapan apa yang dibawa pada waktu berjalan-jalan.

14
Pada waktu proses memarafrasa berlangsung, orang tidak boleh
menyimpang dari makna inti dan medan makna kata tersebut. Sebagai
contoh ambillah kata melompatkan. Kata ini dapat di parafrasa menjadi;
(i) melaksanakan kegiatan, (ii) kegiatan berupa melompat dari satu tempat
ke tempat lain yang relatif dekat; dan (iii) ada yang kena kegiatan.
Berdasarkan parafrasa seperti ini, kita dapat mengatakan bahwa
melompatkan adalah kegiatan berupa melompat dari satu tempat ke tempat
yang relatif dekat dan membawa sesuatu.
3. Mendefinisikan
Menurut pendapat Kempson (1977;11) ada tiga hal yang di
cobajelaskan oleh filsuf dan linguis sehubungan dengan usaha mereka
menjelaskan makna. Ketiga hal itu, ialah; (i) mendefinisikan kata secara
alamiah, (ii) mendefinisikan kalimat secara alamiah, (iii) menjelaskan
proses komunikasi.
Secara leksikologis, definisi adalah; (i) kata frasa atau kalimat yang
mengungkapkan makna, keterangan, atau ciri utama dari orang, benda,
proses, atau aktivitas; (ii) rumusan tentang ruang lingkup dan ciri-ciri
suatu konsep yang menjadi pokok pembicaraan atau studi. Dengan
demikian usaha mendefinisi berpangkal dari analisis makna dan parafrasa.
Menurut Wunderlich (Penerj. Loss, 1979;233) untuk mendefinisikan
sesuatu dapat digunakan definisi berdasarkan genus proximum dan definisi
berdasarkan diffrentia specifica. Definisi berdasarkan genus proximumnya
mengacu kepada rincian secara umum, sedangkan definisi berdasarkan
diffrentia rentia specifica adalah definisi yang mengacu kepada
spesiifikasi sesuatu yang didefinisikan.
Partap Sing Mehra menagatakan, bahwa definisi adalah pernyataan
secara eksplisit tentang konotasi suatu trem. Untuk itu Mehra membuat
peraturan definisi sebagai berikut;

15
1. Suatu definisi tidak boleh lebih atau kurang dari konotasi term.
Jika peraturan ini diikuti, mungkin definisi akan lebih luas atau
akan lebih sempit.
2. Definisi tidak boleh dinyatakan dalam bahasa yang samar-samar.
Pelanggaran dalam peraturan ini akan mengakibatkan kesalahan
yang disebut definisi secara kias atau definisi yang samar-samar;
misanya, burung adalah yang pandai terbang.
3. Definisi tidak boleh dinyatakan dalam bentuk negative apabila
masih bisa dinyatakan dalam bentuk positif. Pelanggaran dalam
peraturan ini akan menimbulkan kesalan yang disebut definisi
negative; misalnya, sakit adalah tidak sehat.
4. Definisi tidak boleh diberi term yang didefinisikan atau
sinonimnya. Pelanggaran dalam aturan ini akan mengakibatkan
kesalahan yang berbelit-belit; misalnya, sapi adalah lembu.

Jadi, definisi harus mencakup semua, jelas, tepat, tidak boleh


bersifat ulangan yang tak berguna dan negative. Kata-kata benda
abstak tunggal tak dapat diberi definisi karena ia merupakan atribut-
atribut elementer dan tidak ada atribut yang lebih alementer atau
sederhana darimpadanya. Nama diri tidak dapat diberi definisi karena
ia tidak mempunyai konotasi.
Berdasarkan peraturan-peraturan tersebut, definisi dapat dibagi
atas; (i) definisi berupa senonim kata, (ii) definisi yang mengikuti
jejak etimologi, (iii) definisi formal atau real, dan (iv) definisi luas.
OFM (1992;23-24) membedakan definisi atas;
1. Defini hakiki atau esensial
2. Definisi gambaran atau lukisan
3. Definisi yang menunjukkan maksud dan tujuan sesuatu
4. Definisi yang menunjukkan sebab-musabab sesuatu

16
4. Mengklasifikasi

Mengklasifikasi adalah kegiatan akal budi manusia. Ada bermacam-


macam cara untuk mengklasifikasi. Cara itu, yakni;

1. Klasifikasi harus lengkap. Artinya, kalau orang membagi-bagi,


maka bagian-bagian yang dirinci harus mencakup semua bagian.
2. Klasifikasih harus sungguh-sungguh memisahkan. Artinya, bagian
yang satu tidak boleh memuat klasifikasi yang lain, tidak bolh
terjadi tumpoang tindih, itu sebabnya sebaiknya antara hal-hal
yang akan diklasifikasi terdapat suatu perlawanan sehingga kelas
yang satu dapat dibedakan dari kelas yang lain.
3. Klasifikasi harus menggunakan dasar prinsip yang sama. Artinya,
dalam suatu klasifikasi yang sama tidak boleh digunakan dua atau
lebih dari dua dasar sekaligus.
4. Klasifikasi harus sesuai dengan tujuan yang hendak dicapai.

Mehra (penerj. Burhan, 1968;26-29) membagi klasifikasi atas dua


jenis, yakni klasifikasi secara logis dan klasifikasi berdasarkan
dikotonomi. Klasifikasi secara logis adalah pemecahan genus atau kelas
yang lebih luas ke dalam spesies atau kelas yang lebih kecil yang
membentuk genus atau kelas itu dan berdasarkan atas prinsip yang
membentuk genus atau kelas itu dan berdasarkan atas prinsip tertentu.
Klasifikasi secara logis dapat dibagi menjadi dua, yakni klasifikasi secara
fisik dan klasifikasi secara metafisik. Pembagian atau klasifikasi kursi atau
kakinya, sandarannya, tangannya adalah klasifikasi fisik, sedangkan
klasifikasi meja atas bentuknya, kerasnya, warnanya, adalah klasifikasi
secara metafisik.

17
Klasifikasi berdasarkan dikotonomi adalah klasifikasi menjadi dua
bagian saja. Klasifikasi kelas ke dalam dua subkelas, yang satu merupakan
term positif dan yang satu lagi merupakan term pasangan, negative. Jadi
orang Indonesia dan bukan orang Indonesia.
Menurut Mehra (Penerj. Burhan, 1968;26-27) klasifikasi secara logis
harus mengindahkan aturan berikut ini.

1. Klasifikasi secara logis harus merupakan klasifikasi kelas ke dalam


subkelas, dan tidak merupakan klasifikasi individu ke dalam
bagian.
2. Klasifikasi secara logis hanya berdasarkan atas satu prinsip
tertentu. Artinya, satu atribut yang boleh dijadikan prinsip
klasifikasi akan mengklasifikasi suatu kelas ke dalam subkelas-
subkelas tergantung pada dimilikinya atau tidak atribut itu.
3. Jumlah subkelas yang merupakan bagian dari satu kelas harus
sama dengan jumlah kelas itu. Jika prinsip ini dilanggar, maka
akan terjadi klasifikasi yang terlalun luas, atau sebaliknya
klasifikasi yang terlalu sempit.
4. Subkelas-subkelas dari term diklasifikasi harus terpisah-pisah.
Artinya, satu anggota tidak boleh menjadi anggota lebih dari satu
subkelas.
5. Nama kelas yang diklasifikasikan harus berlaku juga untuk tiap-
tiap subkelas. Apabila ada subkelas yang tak dapat dinamai dengan
nama kelas yang diklasifikasi, maka jumlah denotasi semua
subkelas akan lebih besar daripada denotasi kelas yang
diklasifikasi.

G. Indikator Kemampuan Memahami Makna

18
Alasan apapun yang dikatakan, kenyataannya setiap kata memiliki makna atau
mengakibatkan munculnya makna. Meskipun setiap kata memiliki makna,
adapula kata yang mengandung makna jika kata tersebut berada dalam konteks
kalimat. Jika kata terseburt telah berada dalam konteks kalimat, sering terjadi
adanya perubahan makna atau terjadi pergeseran makna. Makna diketahui dari
komponen-komponennya meskipun orang yang sedang berkomunikasi tidak
selamanya memulai pembicaraan dengan menganalisis makna terlebih dahulu.
Meskipun untuk tiba pada pemahaman makna yang dikomunikasikan, orang
tidak melewati pemahaman komponen-komponen makna, kita dapat mengukur
pemahaman makna pada setiap orang. Caranya, yakni kita dapat menggunakan
indicator. Indicator itu, antara lain;
1. Dapat menjelaskan makna yang dimaksud pembicara atau penulis.
Misalnya, seorang berkata, “ coba sebutkan identitas pencuri itu.” Kalau
pendengar dapat menyebutkan ciri-ciri pencuri secara jelas, ini
menandakan pendengar memahami makna kata identitas.
2. Dapat melaksanakan semua perintah secara betul. Misalnya, kalau seorang
berkata, “Tiarap, pesawat musuh dating!” dan kemudia pendengar segera
bertiarap, ini menandakan bahwa pendengar mengerti makna dari kata
tiarap.
3. Dapat menggunakan kata dalam konteks kalimat sesuai dengan makna dan
fungsinya.
4. Dapat menyebutkan antonim atau sinonim kata yang memang antonim
atau sinonim nya dapat dicara.
5. Dapat bereaksi dalam wujud gerakan motoris atau afektif apabila
mendengar kata yang menjengkelkan atau mengharukan hatinya.
6. Dapat membetulkan pembicara apabila ternyata salah menggunakan kata
yang tidak sesuai dengan makna dan pemakaiannya.
7. Dapat memilih kata yang tepat dari kemungkinan kata yang ada karena
setiap kata harus digunakan sesuai dengan makna dan pemakaiannya.

19
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Komponen makna atau komponen semantic mengajarkan bahwa setiap kata
atau unsure leksikal terdiri dari satu atau beberapa unsure yang bersama-sama
membentuk makna kata atau makna unsur leksikal tersebut.
Untuk mengetahui seberapa jauh kedekatan, kemiripan, kesamaan, dan
ketidaksamaan makna, orang perlu mengetahui komponen makna. Untuk
mengetahui makna sampai sekecil-kecilnya, perlu analisis. Karena yang dianalisis
adalah makna yang tercermin dari komponen-komponennya, dibutuhkan analisis
komponen makna. Analisis komponen makna dapat dilakukan terhadap kata-kata
dengan menguraikannya sampai komponen makna yang sekecil-kecilnya.

B. Saran

Penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan, oleh karena itu
penulis masih perlu kritikan dan saran yang membangun serta bimbingan terutama dari
dosen.

Semoga makalah ini bermanfaat bagi pembaca maupun penulis, terutama bagi kita
semua yang mengambil program studi Pendidikan bahasa dan sastra Indonesia .

20
DAFTAR PUSTAKA

Pateda, Mansoer. 2010. Semantik Leksikal. Jakarta: Rineka Cipta.

Chaer, Abdul. 1994. Linguistik Umum. Jakarta: Rineka Cipta.

21

Anda mungkin juga menyukai