Disusun Oleh:
Artha Uli Br Silalahi (2213311056)
Futi Hamdiyah Telaumbanua (2211111013)
Khanaya Shalsabilla (2212411011)
DAFTAR ISI..............................................................................................................................2
BAB I PENDAHULUAN..........................................................................................................3
1.1 Latar Belakang.................................................................................................................3
1.2 Rumusan Masalah...........................................................................................................3
1.3 Tujuan..............................................................................................................................3
BAB II PEMBAHASAN...........................................................................................................4
2.1 Pengertian Keterbacaan...................................................................................................4
2.2 Faktor-Faktor Mempengaruhi Keterbacaan....................................................................5
2.3 Pengukuran Formula Keterbacaan..................................................................................9
DAFTAR PUSTAKA..............................................................................................................16
BAB I
PENDAHULUAN
2. Bangun Kalimat
Ukuran kejelasan kalimat bukan hanya ditentukan oleh penggunaan kata dan panjang
pendek kalimat, tetapi juga oleh bangun kalimat. Bangun kalimat yang dapat memberikan
nilai tambah bagi kejelasan kalimat adalah:
b. Informasi lama mendahului informasi baru
c. Informasi pendek mendahului informasi panjang
d. Ketaksaan ialah adanya makna ganda dalam kalimat. Perhatikan contoh berikut ini.
Untuk menghilangkan ketaksaan dapat dilakukan dengan
1) Memberikan tanda hubung untuk memperjelas tali perhubungan,
2) Dengan mengubah bangun kalimat,
3) Mengganti istilah menjadi lebih jelas maknanya.
2.3 Pengukuran Formula Keterbacaan
Formula yang digunakan untuk mengukur tingkat kesulitan suatu bacaan. Dalam
menentukan tingkat kesulitan suatu bacaan, dapat menggunakan grafik fry dan grafik raygor.
Berikut penjelasan pengukuran formula keterbacaan:
a. Grafik Fry
Grafik fry adalah formula keterbacaan yang diperkenalkan oleh Edward Fry (Nurlaili,
2011:171). Ada dua faktor dalam perhitungan menggunakan formula ini, yaitu
sebagai berikut (Laksono, 2008:4.11):
Panjang pendek kata
Tingkat kesulitan kata yang ditandai oleh jumlah (banyak-sedikitnya) suku
kata yang membentuk setiap kata dalam wacana tersebut.
Petunjuk perhitungan grafik fry:
Mencari penggalan dalam bacaan yang representatif
Menghitung jumlah kalimat yang terdapt pada 1000 kata dalam teks
Jika kalimat terakhir tidak berhenti di titik, cara menghitungnya adalah
jumlah kata yang tidak terpotong pada kalimat terakhir
jumlah keseluruhan kata pada kalimat terakhir sebelum terpotomg
Menghitung jumlah suku kata yang terdapat pada 100 kata dalam teks
Mengalikan jumlah kata suku kata dengan 0,6
Mengkorversikan jumlah kalimat dan jumlah suka kata pada grafik fry.
Grafik vertikal pada grafik menunjukkan jumlah kalimat per 100 kata, per 100
kata yang sudah dikali 0,6. Titik pertemuan garis vertikal dengan horizontal
menunjukkan tingkatan kelas pembaca.
Keterangan:
Angka-angka yang tertera dalam grafik fry
Angka di samping kiri grafik, seperti 25,0; 20,0; 16,7 dan seterusnya hingga
angka 3,6 menunjukkan data rata-rata jumlah kalimat perseratus perkataan.
Selanjutnya angka yang tertera di bagian atas grafik seperti angka 108, 112,
116 dan seterusnya sampai dengan angka 172, menunjukkan data jumlah suku
kata perseratus perkataan. Angka-angka ini mencerminkan panjang
pendeknya kata yang dapat diketahui dari jumlah perkataan yang terdapat
dalam wacana sampel.
Badan grafik fry
Angka itu menunjukkan perkiraan tingkat keterbacaan wacana yang diukur.
Angka satu menunjukkan bahwa wacana yang diteliti cocok untuk pembaca
level satu (kelas satu), angka dua menunjukkan bahwa wacana itu cocok
untuk pembaca level dua, dan begitulah seterusnya, angka 12 menunjukkan
bahwa wacana tersebut cocok untuk pembaca level 12 atau kelas 12.
Daerah yang diarsir sudut kanan atas dan sudut kiri bawah grafik fry
Pada bagian ini merupakan wilayah invalid. Artinya, jika titik pengukuran
jatuh di daerah itu, berarti wacana yang diteliti dinyatakan invalid (baca: tidak
cocok dengan pembaca tingkat mana pun, karena wacana tersebut tergolong
wacana yang gagal atau tidak baik digunakan sebagai bahan ajar). Wacana
seperti itu harus diganti dengan wacana lain yang lebih baik atau diselaraskan
terlebih dahulu oleh guru yang akan memakai wacana itu.
b. Grafik Raygor
Grafik raygor adalah formula keterbacaan yang diperkenalkan oleh Alton Raygor.
Menurut Harjasujana (1998: 4.27), grafik raygor merupakan alat ukur tingkat
keterbacaan wacana yang hampir sama dengan grafik fry. Karena grafik raygor
menggunakan kriteria yang lebih umum sifatnya, maka kemungkinan penggunaannya
untuk wacana atau buku teks berbahasa Indonesia lebih besar.
3.1 Kesimpulan
Keterbacaan merupakan alih bahasa dari “Readability” yang merupakan turunan
dari “Readable”,artinya dapat dibaca atau terbaca. Keterbacaan berkaitan dengan kemudahan
suatu buku teks untuk dibaca. Suatu buku teks dikatakan berketerbacaan tinggi apabila
mudah dipahami. Sebaliknya, buku teks dikatakan berketerbacaan rendah apabila sulit
dipahami, tingkat keterbacaan dapat diartikan sebagai tingkat kesulitan atau kemudahan
wacana. Tingkat keterbacaan biasanya dinyatakan dalam bentuk peringkat kelas. Faktor yang
paling utama mempengaruhi keterbacaan ada dua hal, yakni panjang pendeknya kalimat dan
tingkat kesulitan kata yang ditandai oleh jumlah huruf dan penyataan yang membentuknya.
Formula Fry merupakan satu metode pengukuran yang cocok digunakan untuk
menentukan tingkat keterbacaan wacana tanpa melibatkan pembacanya. Sedangkan raygor
merupakan tampak terbalik jika dibandingkan dengan grafik Fry. Namun, kedua formula
keterbacaan tersebut sesungguhnya memiliki prinsip yang mirip.
3.2 Saran
Adapun saran yang dapat diberikan penulisan bahwa pengukuran keterbacaan pada suatu
teks dapat dilakukan menggunakan grafik fry dan grafik raygor. Hal ini dapat berguna untuk
generasi muda dalam melakukan penelitian mengenai pengukuran keterbacaan suatu buku
teks atau wacana.
DAFTAR PUSTAKA