DISUSUN OLEH:
KELOMPOK 6
1. Novus Adelia Aurora (201230037)
2. Eva Ramadanti Putri (201230029)
3. Bima Junio Wijaya (201230046)
DOSEN PENGAMPU: Inda Puspita Sari, M.Pd.
Penulis
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR...................................................................................................................2
DAFTAR ISI..................................................................................................................................3
BAB I PENDAHULUAN..............................................................................................................4
A. Latar Belakang....................................................................................................................4
B. Rumusan Masalah..............................................................................................................5
C. Tujuan..................................................................................................................................5
D. Manfaat................................................................................................................................5
BAB II PEMBAHASAN................................................................................................................6
A. Pengertian Keterbacaan.....................................................................................................6
B. Wacana................................................................................................................................6
C. Konsep Keterbacaan Wacana...........................................................................................7
D. Ragam Tingkat Keterbacaan Wacana..............................................................................8
BAB III PENUTUP......................................................................................................................10
A. Kesimpulan........................................................................................................................10
B. Saran..................................................................................................................................10
DAFTAR PUSTAKA...................................................................................................................11
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Membaca adalah salah satu hal yang penting yang akan dilalui dalam proses belajar.
Membaca merupakan sebuah kegiatan interaksi yang dilakukan antara penulis dan pembaca.
Kegiatan berinteraksi yang bersifat komunikatif ini akan semakin baik jika si penulis mempunyai
kemampuan untuk menyampaikan gagasan dengan baik. Kemudian si pembaca juga memiliki
wawasan yang cukup mengenai tulisan yang dibacanya. Membaca bukan hanya mengerti akan
huruf yang tercetak dalam bentuk tulisan, namun juga dapat memahami, menerima, menolak,
atau membandingkan isi atau hal yang dibicarakan dalam tulisan tersebut. Membaca banyak
dipengaruhi oleh tingkat pengetahuan dan pengalaman seseorang. Semakin tinggi tingkat
pengetahuan atau pengalaman seseorang, ia akan mampu menguasai bacaan dengan lebih baik.
Membaca juga dapat membantu memecahkan masalah, memperkuat suatu keyakinan, sebagai
suatu pelatihan, memberi pengalaman estetis, meningkatkan prestasi, memperluas pengetahuan
dan masih banyak lagi. Oleh karena itu, peran membaca amatlah penting dalam kehidupan
sehari-hari. Dalam kehidupan bermasyarakat, bahan bacaan bisa berupa karya ilmiah, majalah,
surat kabar, novel atau yang lainnya tergantung tingkat kemampuan seseorang. Kegiatan
membaca harus sesuai dengan tingkat kemampuan membaca karena keterbacaan seseorang
merupakan ukuran tentang sesuai atau tidaknya bacaan yang dibaca seorang pembaca.
Aspek keterbacaan berkaitan dengan tingkat kemudahan bahasa (kosakata, kali-mat,
paragraf, dan wacana) bagi siswa sesuai dengan jenjang pendidikannya, yak-ni halhal yang
berhubungan dengan kemudahan membaca bentuk tulisan atau topografi, lebar spasi dan aspek-
aspek grafika lainnya, kemenarikan bahan ajar sesuai dengan minat pembaca, kepadatan gagasan
dan informasi yang ada dalam bacaan, dan keindahan gaya tulisan, serta kesesuaian dengan
tatabahasa baku. Untuk menentukan keterbacaan suatu teks pelajaran seharusnya dikaji pada tiga
hal, yaitu keterbacaan teks, latar belakang pembaca, dan interaksi antara teks dengan pembaca.
Keterbacaan berhubungan dengan peristiwa membaca yang dilakukan seseorang, sehingga akan
bertemali dengan aspek (1) pembaca; (2) bacaan; dan (3) 3 latar (Rusyana, 1984: 213). Ketiga
komponen tersebut akan dapat menerangkan keterbacaan wacana dalam buku teks pelajaran.
Penelitian tentang keterbacaan wacana ini memang diperlukan. Dasar pertimbangannya
karena antara lain karena ihwal keterbacaan wacana mempunyai peranan sangat penting dalam
proses komunikasi antara penulis dengan pembaca bukunya. Berkaitan dengan ini Hardjasujana
(1991: 3) menegaskan, jika penulis buku mengharapkan agar bukunya diminati dan dapat
dipahami dengan baik oleh pembacanya, maka dia harus berupaya agar keterbacaan wacana
dalam bukunya selalu tinggi.
B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud keterbacaan?
2. Apa itu wacana?
3. Apa saja ragam tingkat formula keterbacaan wacana?
C. Tujuan
1. Untuk Mengetahui pengertian dan konsep keterbacaan.
2. Untuk mengetahui dari wacana.
3. Untuk mengetahui ragam tingkat formula keterbacaan wacana.
D. Manfaat
1. Dapat menambah wawasan tentang pengertian dan konsep keterbacaan wacana.
2. Dapat menambah wawasan tentang pengukuran keterbacaan wacana.
3. Dapat menambah wawasan tentang ragam tingkat formula keterbacaan wacana.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Keterbacaan
Meskipun memiliki kata dasar yang sama, membaca dan keterbacaan memiliki arti yang
berbeda. Dalam bahasa Inggris, keterbacaan diterjemahkan menjadi readability yang merupakan
turunan dari readable yang berarti “dapat dibaca” atau “terbaca”. Dalam bahasa Indonesia,
konfiks ke-an pada “keterbacaan” menimbulkan arti “hal yang berkenaan dengan apa yang
tersebut dalam bentuk dasarnya”. Dengan demikian, keterbacaan dapat diartikan sebagai sebab
terbaca tidaknya suatu bacaan tertentu oleh pembacanya. Berkaitan dengan arti keterbacaan,
secara semantik, Kamus Besar Bahasa Indonesia menjelaskan arti keterbacaan sebagai “perihal
dapat dibacanya teks secara cepat, mudah dimengerti, dipahami, dan mudah diingat”. Mc
Laughin (Suherli, 2009) menyatakan bahwa keterbacaan berkaitan erat dengan pemahaman
pembaca sebab bacaan yang memiliki keterbacaan yang baik akan memiliki daya tarik tersendiri
yang memungkinkan pembacanya terus tenggelam dalam bacaan. Suherli (2009) menyimpulkan
bahwa keterbacaan berkaitan dengan tiga hal, yakni kemudahan, kemenarikan, dan
keterpahaman.
B. Wacana
Menurut KBBI, wacana merupakan satuan bahasa terlengkap yang direalisasikan dalam
bentuk karangan arau laporan utuh seperti novel, buku, artikel, pidato atau khotbah. Henry
Guntur Tarigan (1987) mengemukakan bahwa wacana adalah satuan bahasa yang paling
lengkap, lebih tinggi dari klausa dan kalimat, memiliki kohesi dankoherensi yang baik,
mempunyai awal dan akhir yang jelas, berkesinambungan, dan dapat disampaikan secara lisan
atau tertulis.
Dalam bentuk penyampaian wacana bisa menggunakan bahasa lisan maupun bahasa tulis.
Dalam bahasa lisan sangat dibutuhkan lawan bicara atau audiens yang nantinya akan menyimak
sesuatu yang telah disampaikan oleh seseorang. Sedangkan dalam bahsa tulis, seorang penulis
harus memperhatikan dengan sangat teliti dalam penggunaan bahasa, kata, maupun kalimat yang
baik untuk ditulis agar nantinya tidak ada kesulitan bagi para pembaca untuk memahami atau
membaca wacana tersebut. Wacana juga memiliki berbagai ciri dan sifat, Syamsudidin dkk
(1998) mengungkapkan sebagai berikut.
a) Wacana berupa rangkaian ujaran secara verbal atau rangkaian tindak tutur, dalam hal
tersebut menjelaskan bahwa wacana bisa berupa bahasa lisan maupun bahasa tulis.
b) Wacana menyampaikan, dalam arti wacana merupakan hal yang bersifat untuk
menyampaikan sesuatu kepada audiens atau pembaca.
c) Penyampaian dalam wacana juga sangat teratur, sistematis, koheren, serta lengkap
dengan situasi pendukung lainnya,
d) Wacana memiliki satu kesatuan misi dalam sebuah rangkaian inti di dalamnya.
e) Wacana dibuat oleh unsur segmental dan non-segmental. Unsur segmental adalah
suatu unsur yang terdapat di dalam kalimat tertulis yaitu, penulisan tanda baca, huruf
kapital, dan sebagainya. Sedangkan non-segmental sebuah unsur wacana yang
berkaitan dengan konteks tertentu.
Berikut ini adalah langkah-langkah yang dapat dilakukan untuk menghitung tingkat
keterbacaan dengan menggunakan formula raygor (Laksono, 2014:4.25―4.26).
(1) Memilih penggalan teks representatif yang panjangnya lebih kurang 100 perkataan
(2) Menghitung jumlah kalimat dari seratus perkataan yang terdapat dalam wacana sampel
Salah satu indeks keterbacaan teks yang paling penting adalah tingkat ketidakjelasan (Fog
index). Hal ini signifikan karena beberapa alasan yaitu, fog index adalah indeks komprehensif,
yaitu mencakup keduanya leksikal (kesulitan kosakata) dan fitur sintaksis (kesulitan kalimat).
Kedua, Fog index dapat memprediksi keterampilan membaca dari seorang pembaca berdasarkan
tingkat pendidikan (Bailin, 2010). Berdasarkan pendapat Gunning, Hal-hal yang mempengaruhi
kejelasan dalam keterbacaan adalah:
1. Hubungan tingkat pendidikan dan kosakata yang dikuasainya.
2. Wawasan seorang pembaca,
3. Tempat tinggal dan pergaulan pembaca,
4. Kemampuan seseorang memahami sebuah teks dan mengingatnya,
5. Diksi, atau pilihan kata asing oleh penulis yang melampaui batas standar kemampuan
pembaca,
6. Suku kata yang lebih dari tiga atau lebih. Misalnya, dalam bahasa Indonesia, kata benda
atau kata sifat sering menggunakan prefiks, misalnya: kenyamanan, ketergantungan,
keputusasaan, ketidaksadaran, dan lainlain. Oleh mesin penghitung otomatis, katakata
yang demikian dimasukkan ke dalam katagori “big words” atau sukar sebab terdiri atas
lebih dari tiga suku kata. Selain itu, jumlah kata-kata sukar (big words) yang digunakan
penting diperhatikan, yakni kata asing –selain Indonesia—atau kata yang untuk mema-
haminya harus membuka kamus terlebih dahulu atau bertanya pada pakarnya,
7. Kalimat dalam sebuah wacana yang panjang (lebih dari 7 kata per kalimat). Kalimat yang
panjang akan menyulitkan pembaca untuk menghubungkan antara subjek, predikat,
objek, dan keterangan. Dengan demikian, otomatis menyulitkan pemahaman sebab pemb-
aca tidak dapat segera menangkap gagasan intinya.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Keterbacaan dapat didefinisikan sebagai hal terbacanya atau tidaknya suatu bahan bacaan
tertentu oleh pembacanya. Keterbacaan juga membicarakan tingkat kesulitan atau tingkat
kemudahan suatu bahan bacaan tertentu bagi peringkat pembaca tertentu (Finn, 1993; Basuki dan
Martutik, 2003). Dalam hal ini, keterbacaan (readability)merupakan ukuran tentang sesuai atau
tidaknya suatu bacaan bagi pembaca tertentu dilihat dari segi tingkat kesukaran atau kemudahan
wacananya. Dan seorang pendidik atau guru harus mempunyai kemampuan dalam menentukan
tingkat keterbacaan sebuah wacana yang akan dijadikan sebagai bahan ajar. Keterampilan untuk
mengubah tingkat keterbacaan wacana harus dimiliki oleh setiap guru agar mampu
mempertimbangkan tingkat keterbacaan tulisanya sehingga dapat terbaca dengan baik oleh
siswa. Untuk mengetahui tingkat kemampuan peserta didik dalam keterbacaan wacana ini dapat
diketahui dengan cara mengetahui beberapa formula, yaitu formula keterbacaan Spache, formula
Dale dan Chall, grafik Fry, formula keterbacaan Raygor, formula SMOG, dan teknik uji
rumpang.
B. Saran
Hendaknya semua guru wajib memiliki kemampuan dalam memahami keterbacaan guna
mengukur sebuah teks bacaan yang dapat disajikan tepat pada kemampuan perseta didik. Agar
nantinya perseta didik dapat memahami materi yang telah disampaikan oleh guru sesuai dengan
tingkat keterbacaannya. Guru bahasa Indonesia sangat penting sekali untuk meningkatkan
kemampuan membaca perseta didik. Dalam hal tersebut, hendaknya guru mengetahui atau
mengusai benar teori-teori membaca. Para siswa hendaknya banyak-banyak membaca buku
sebagai sumber belajar untuk meningkatkan prestasi belajar mereka. Penulis atau penyusun buku
diharapkan lebih cermat dan lebih memperhatikan struktur kata dalam setiap kalimat sehingga
memenuhi kritria keterbacaan yang diharapkan.
DAFTAR PUSTAKA
Abidin, Yunus. (2012). Pembelajaran Membaca Berbasis Pendidikan Karakter. Bandung: PT
Refika Adimata.
Bailin A., A. Grafstein., The linguistic assumptions underlying readability formulae: a critique,
“Language and Communication”, 21, 2001, pp. 285–301.
Gunning, Robert. 1952. The Technique of Clear Writing. New York: McGraw-Hill.
Harjasujana, Akhmad & Yetty Mulyati . 1997. Membaca 2. DEPDIKBUD.
Laksono, Kisyani, dkk. 2014. Membaca 2. Tangerang Selatan: Universitas Terbuka.
Suherli, dkk. 2016. Bahasa Indonesia SMA/MA/SMK/MAK Kelas X Edisi Revisi 2016. Pusat
Kutikulum dan Perbukuan, Balitbang, Kemdikbud.
Tarigan, Henry Guntur 2009. Telaah Buku Teks Bahasa Indonesia. Bandung: Angkasa.