Anda di halaman 1dari 17

ANALISIS PENONJOLAN DAN KESINAMBUNGAN TOPIK WACANA

PADA TEKS PROSEDUR, TEKS CERPEN, TEKS LINGKUNGAN,


DAN KEMUNGKINAN DALAM PEMBELAJARAN DI SEKOLAH

Dosen Mata Kuliah: Prof. Dr. Syahrul R, M.Pd

17. Wilda Syahfitri


NIM: 17016050

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA INDONESIA


JURUSAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA DAN DAERAH
FAKULTAS BAHASA SASTRA DAN SENI
UNIVERSITAS NEGERI PADANG
2020
KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Tuhan yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya,
sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah dengan judul “Analisis Penonjolan
Dan Kesinambungan Topik Pada Teks Prosedur, Teks Cerpen, Teks Lingkungan,
Dan Kemungkinan Dalam Pembelajaran Di Sekolah”
Penyusunan makalah ini dimaksudkan untuk memenuhi Ujian Akhir
Semester mata kuliah Wacana Bahasa Indonesia. Penulis berharap semoga makalah
ini dapat bermanfaat dan berguna bagi kemajuan ilmu pada umumnya dan
kemajuan bidang pendidikan pada khususnya. dan penulis menyadari penyusunan
makalah ini jauh dari kata sempurna.

Duri, 03 Juni 2020


Penulis

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ........................................................................................ ii


DAFTAR ISI ..................................................................................................... iii
BAB I PENDAHULUAN ................................................................................... 1
A. Latar Belakang Masalah ...................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah ............................................................................................... 2
C. Tujuan Penulisan ................................................................................................. 2
BAB II KAJIAN PUSTAKA ............................................................................. 3
A. Wacana ............................................................................................................... 3
B. Pengertian Topik ................................................................................................. 3
C. Penonjolan Topik Dalam Wacana ........................................................................ 4
D. Cara Menciptakan Kesinambungan Topik ............................................................ 4
E. Cara Mengukur Kadar Kesinambungan Topik...................................................... 5
BAB III PEMBAHASAN................................................................................... 6
A. Analisis Teks Prosedur “Cara Membuat Wedang Jahe yang Enak” berdasarkan
Penonjolan dan Kesinambungan Topik ........................................................................ 6
B. Analisis Cerpen “Waktu yang Tepat” berdasarkan Penonjolan dan
Kesinambungan Topik ................................................................................................ 7
C. Analisis Teks Lingkungan “COVID-19 dan Hukum Lingkungan Era Antroposan
Berdasarkan Penonjolan dan Kesinambungan Topik .................................................... 8
D. Kemungkinan Pembelajaran Ketiga Wacana Tersebut Di Sekolah ...................... 10
BAB IV PENUTUP .......................................................................................... 12
Simpulan ................................................................................................................... 12
KEPUSTAKAAN ............................................................................................. 13

iii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


Dalam tataran linguistik, wacana dimengerti sebagai satuan lingual yang
berada di atas tataran kalimat. Sedangkan dalam konteks tata bahasa, wacana
merupakan satuan gramatikal tertinggi atau terbesar. Hal ini beararti bahwa apa
yang disebut wacana mencakup kalimat, gugus kalimat, alinea atau paragraf,
penggalan wacana (pasal, subbab, bab, atau episode), dan wacana utuh. Hal ini
berarti juga bahwa kalimat merupakan satuan gramatikal terkecil dalam wacana,
dengan demikian kalimat juga merupakan basis pokok pembentukan wacana.
Wacana dapat dianalisis baik dari segi internal maupun eksternalnya. Dari
segi internal, wacana dikaji dari jenis, struktur, dan hubungan bagian-bagiannya.
Dari segi eksternal, wacana dikaji dari keterkaitan wacana itu dengan pembicara,
hal yang dibicarakan, dan mitra bicara.
Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan analisis wacana juga
pernah dilakukan oleh Syahrul R (2015), Wisnu W (2015), Faika Burhan (2017),
Syahrul R et al (2019) dan Ni Putu S L et al (2016).
Pertama, penelitian yang dilakukan oleh Syahrul R (2015) dengan judul
“Perspektif Ideologi dalam Wacana Silang Tutur (Konvensi Partai Golkar) dengan
hasil bahwa analisis wacana kritis memiliki karakteristik yang berbeda dengan
analisis wacana lainnya.
Kedua, penelitian yang dilakukan oleh Wisnu W (2015) dengan judul
“Analisis Kohesi dan Koherensi Wacana Berita Rubrik Nasional di Majalah online
Detik” dengan hasil penelitian bahwa kohesi gramatikal yaitu pengacuan dan
konjungsi. Sedangkan untuk jenis kohesi dan koherensi lain tidak begitu banyak
ditemukan.
Ketiga, penelitian yang dilakukan oleh Farika burhan (2017) dengan judul
“Analisis Wacana terhadap Teks Berita Pembubaran HTI pada Media Online
Liputan6.com Terbitan Mei-Juli Tahun 2017” dengan hasil penelitian judul-judul

1
berita yang dimuat oleh media online Liputan6.com menggunakan strategi inklusi
dengan menghadirkan semua aktor dalam pemberitaan..
Keempat, penelitian yang dilakukan oleh Syahrul R, et al (2019) dengan
judul “Literasi Baca Tulis dan Inovasi Kurikulum Bahasa” dengan hasil penelitian
wacana dalam penelitian ini adalah peran dari wacana itu sendiri dalam
meningkatkan literasi siswa di sekolah dan meningkatkan inovasi serta kreativitas
guru melalui wacana tulis.
Kelima, penelitian yang dilakukan oleh Ni Putu, S, L et al (2016) dengan
judul penelitian “Kekohesifan Wacana Opini Majalah Bali Post” dan hasil
penelitian menunjukkan bahwa tingkat kekohesifan wacana opini majalah Bali Post
tergolong tinggi yakni 94%. Dari beberapa penelitian yang telah dilakukan di atas
penulis pada penelitian ini akan menganalisis wacana dari segi internal yaitu
analisis penonjolan dan kesinambungan topik pada teks prosedur, teks cerpen, teks
lingkungan, dan kemungkinan dalam pembelajaran di sekolah.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana analisis penonjolan dan kesinambungan topik dalam teks prosedur?
2. Bagaimana analisis penonjolan dan kesinambungan topik dalam teks cerpen?
3. Bagaimana analisis penonjolan dan kesinambungan topik dalam teks lingkungan?
4. Bagaimana kemungkinan pembelajaran ketiga wacana tersebut di sekolah?
C. Tujuan Penulisan
1. Untuk mendeskripsikan analisis penonjolan dan kesinambungan topik dalam teks
prosedur.
2. Untuk mendeskripsikan analisis penonjolan dan kesinambungan topik dalam teks
cerpen.
3. Untuk mendeskripsikan analisis penonjolan dan kesinambungan topik dalam teks
lingkungan.
4. Untuk mendeskripsikan kemungkinan pembelajaran ketiga wacana tersebut di
sekolah.

2
BAB II

KAJIAN PUSTAKA

A. Wacana
Wacana adalah satuan bahasa terlengkap dan merupakan satuan gramatikal
tertinggi atau terbesar dalam hierarki gramatikal. Namun, dalam realisasinya
wacana dapat berupa karangan yang utuh, paragraf, kalimat, frasa, bahkan kata
yang membawa amanat lengkap. (Kridalaksana dalam Widiatmoko, 2015:16)
Bahasa bersifat polisemis, tidak hanya memiliki satu makna. Artinya sebuah
kata yang nampaknya hanya memiliki satu kata arti, ternyata mempunyai banyak
komponen makna yang tetap tergantung dengan konteks. Hal ini berarti sebuah kata
dapat masuk ke komponen makna dari berbagai kata, terlebih wacana yang
ditujukan kepada semua kalangan, akan menghindari penggunaan kata-kata yang
memiliki makna jamak. (Lestari, Ni Putu et al, 2016: 3)
Sumarlam (dalam Widiatmoko, 2015:17) berpendapat yang sama dengan
Kridalaksana tentang wacana. Wacana adalah satuan bahasa terlengkap yang
dinyatakan secara lisan seperti pidato, ceramah, khotbah, dan dialog, atau secara
tertulis seperti cerpen, novel, buku, surat, dan dokumen tertulis yang dilihat dari
struktur lahirnya (dari segi bentuk) bersifat kohesif, saling terkait dan dari struktur
batinnya (dari segi makna) bersifat koheren, terpadu.
Gagasan-gagasan yang terdapat dalam wacana tidak dibentuk oleh elemen-
elemen yang terpisah antara yang satu dengan yang lainnya, tetapi didukung oleh
elemen-elemen yang membangun kesatuan dan keselarasan teks sehingga tercipta
hubungan yang kohesif.
Fairclough (dalam Sholikhati et al, 2017) mengemukakan bahwa analisis
teks merupakan analisis terhadap teks yang terdapat dalam wacana. Teks dinilai
sebagai ranah representasi pemahaman dan pengalaman dari pembuat teks itu
sendiri. Teks terbuka untuk berbagai interpretasi.
B. Pengertian Topik
Topik adalah perihal yang dibicarakan dalam wacana. hal ini berarti topik
menjiwai seluruh bagian wacana. Topik lah yang menyebabkan lahirnya wacana

3
dan berfungsinya wacana dalam proses komunikasi verbal karena suatu wacana
akan lahir jika ada yang dibicarakan dan dapat digunakan sebagai alat komunikasi
jika mengandung sesuatu yang dibicarakan. Karena begitu pentingnya givon
berpendapat bahwa topik merupakan pusat perhatian dalam wacana.
Wacana berisi kesatuan topik jika kita setuju terhadap pandangan bahwa
wacana merupakan jaringan atau tenunan unsur-unsur pembentuknya maka yang
menjadi pangkal dan ujung jaringan atau tenunan tersebut adalah topik. Topik
menjadi pangkal tolak terbentuknya jaringan bagian-bagian suatu wacana.
Sebaliknya, jaringan bagian-bagian wacana mengarah ke satu topik sehingga
membentuk kesatuan topik. Bagaimanapun kompleks dan rumitnya jaringan
bagian-bagian wacana semuanya tetap bertolak dan mengarah ke satu topik.
C. Penonjolan Topik Dalam Wacana
Pengendepanan merupakan salah satu cara menonjolkan topik dalam
wacana. Pengedepanan adalah cara menonjolkan topik dengan meletakkan topik
pada bagian depan dari suatu wacana.
Dapat dikatakan bahwa ada dua cara penonjolan topik dalam wacana bahasa
Indonesia, yaitu pengedepanan dan ortografis. Dari dua cara itu ternyata
pengedepanan merupakan cara yang lazim dan pokok digunakan Hal ini terlihat
dari contoh-contoh bahwa penonjolan secara orthografis cenderung disertai
pengedepana. Hal ini berarti penonjolan topik secara orthografis dipakai untuk
memperkuat penonjolan dengan pengedepanan.
D. Cara Menciptakan Kesinambungan Topik
Kesinambungan topik dapat diciptakan dengan pronomina. Topik sebagai hal
yang sudah disebut dipertahankan penyebutannya dengan pronomina. Pronomina
sebagai konstituen pengganti dan topik sebagai konstituante ganti bersifat
konvensional yaitu memiliki referensi yang sama. Kesinambungan topik dapat juga
diciptakan dengan pelesapan yaitu menetapkan topik yang sudah disebut, pelesapan
menimbulkan konstituen zero suatu konstituen yang tidak terwujud secara formatif
tetapi maknanya dapat dipahami karena zero berkoreferensi dengan topik yang
sudah disebut.

4
E. Cara Mengukur Kadar Kesinambungan Topik
Ada Iima cara mengukur kadar kesinambungan topik, yaitu (i) jarak
penyebutan (ii) kebertahanan (per-sistence), (iii) interferensi, (iv) pelesapan
konstituen, dan (v) susunan beruntun (Givon dan Kaswanti Purwo dalam Baryadi,
2002:60).

5
BAB III

PEMBAHASAN

A. Analisis Teks Prosedur “Cara Membuat Wedang Jahe yang Enak”


berdasarkan Penonjolan dan Kesinambungan Topik
Hasil Analisis
1. Topik: Wedang Jahe
2. Cara Mengukur Kadar Kesinambungan Topik
a. Kebertahanan
Memiliki aroma yang khas membuat jahe kerap kali digunakan sebagai bahan
makanan Salah satunya yaitu untuk membuat wedang jahe titik apalagi cara
membuat wedang jahe itu ternyata sangat mudah dipraktikkan loh Bun.
Memasuki musim hujan kita seringkali merasakan kedinginan dan ingin
meminum sesuatu yang menghangatkan badan titik wedang jahe adalah salah satu
minuman tradisional yang sering digunakan untuk menghangatkan badan saat cuaca
dingin juga bagi mereka yang sedang terkena flu.
Kebertahanan, topik cara membuat wedang jahe, muncul dalam 4 klausa
berturut-turut, maka tingkat kesinambungan topiknya juga tinggi.
b. Pelesapan Konstituen
1) Siapkan semua bahan wedang jahe.
2) Bersihkan jahe dan iris setebal 2 cm. lalu iris gula merah dan tidak lupa untuk
mencuci sereh.
3) Siapkan panci untuk merebus air dan semua bahan.
4) Masukkan semua bahan secara bersamaan untuk direbus.
5) Masak wedang jahe hingga mendidih dan harum. Jangan lupa tes rasanya sesekali.
Selanjutnya adalah pelesapan konstituen pak. Pada cara yang pertama setelah
kata bahan konstituen wedang jahe. Kemudian pada cara ketiga dan ke empat
setelah kata bahan tidak diikutin lagi dengan wedang jahe.
c. Interferensi
Interferensi atau jumlah topik yang terdapat dalam wacana ini hanya satu
yaitu wedang jahe, maka kesinambungan topik tinggi.

6
d. Susunan Beruntun
Cara membuat wedang Jahe
1. Siapkan semua bahan wedang jahe.
2. Bersihkan jahe dan iris setebal 2 cm. lalu iris gula merah dan tidak lupa untuk
mencuci sereh.
3. Siapkan panci untuk merebus air dan semua bahan.
4. Masukkan semua bahan secara bersamaan untuk direbus.
5. Masak wedang jahe hingga mendidih dan harum. Jangan lupa tes rasanya sesekali.
6. Sambil menunggu wedang jahe mendidih, siapkan gelas saji.
7. Setelah mendidih, saring air wedang jahe sebelum disantap.
8. Wedang jahe dpat disajikan secara polos atau bisa juga ditambahkan dengan isian
sekoteng atau kental manis, tergantung selera masing-masing.
Kadar kesinambungan topik wacana sangat tinggi karena sususan nya beruntun.
B. Analisis Cerpen “Waktu yang Tepat” berdasarkan Penonjolan dan
Kesinambungan Topik
Hasil Analisis
1. Topik:
2. Cara Mengukur Kesinambungan Topik:
a. Jarak Penyebutan
Ugh, aku tak tahan lagi, bagaimana bisa mereka melakukan hal tersebut kepadaku?
Dasar sial aku benar-benar tak tahan. Aku ingin menyingkirkan mereka secepat
mungkin tapi disini terlalu banyak saksi mata. Ku benci mereka, ku ingin
membunuh mereka sampai tak tersisa satupun dari mereka.
Jarak penyebutan topik yang pertama (aku) dan penyebutan yang kedua dan
seterusnya hanya berjarak satu klausa sehingga kadar kesinambungan topiknya
tinggi.
b. Kebertahanan
Aku benar-benar muak jika ini cara mereka memperlakukanku, tapi mengapa disini
harus ada saksi mata, cih! Ahh, Aku benar-benar ingin menggapai pisau dan mulai
memotong mereka dari atas ke bawah! Aku ingin mengambil potongan tersebut dan
menjadikannya milikku! Sial, harusnya sudah dari tadi aku bisa melakukannya.

7
Topik aku disebut empat kali secara berturut-turut, sehingga memiliki tingkat
kesinambungan topik yang tinggi.
c. Interperensi
Hah, wanita itu…, dia…, sial wanita itu malah menjadikan mereka lebih buruk
lagi bagiku! Kalau begini caranya aku akan membunuh mereka dibelakang wanita
itu! Yak, benar, dibelakangnya sehingga aku tak perlu mendapat lebih banyak nafsu
membunuh ini karena nafsuku sudah mencapai batasnya. Yak, aku akan
menyingkirkan mereka, dengan cepat tentunya tanpa adanya jejak.
Jumlah topik yang terdapat pada kutipan wacana di atas lebih dari satu atau
dapat dikatakan mengandung banyak topik, yaitu wanita, mereka, dan aku.
C. Analisis Teks Lingkungan “COVID-19 dan Hukum Lingkungan Era
Antroposan Berdasarkan Penonjolan dan Kesinambungan Topik
1. Penonjolan Topik
a. Topik: Covid-19
b. Penonjolan Topik
Penonjolan topik yang terdapat pada wacana di atas dilakukan dengan ortografis.
Ortografis merupakan penonjolan topik dengan penulisan topik dengan huruf
kapital.
(1) Model berpikir cepat ini terlihat dominan ketika COVID-19 meledak, menjadi
pandemik.
(2) Pada konteks COVID-19, tidak bekerjanya hukum lingkungan berakibat terjadinya
perusakan habitat alami satwa liar beserta perdagangan illegal.
(3) Saat ini, COVID-19, menurut ilmuwan di South China Agricultural University,
diduga juga berasal dari kelelawar dan trenggiling menjadi “intermediate host”.
2. Kesinambungan Topik
a. Jarak Penyebutan
(4) Pada konteks COVID-19, tidak bekerjanya hukum lingkungan berakibat terjadinya
perusakan habitat alami satwa liar beserta perdagangan ilegal. Pada gilirannya,
memungkinkan terjadinya perpindahan penyakit dari satwa liar ke tubuh manusia.
COVID-19 harus dilihat sebagai bagian kecil Antroposen.

8
Jarak penyebutan topik di antarai oleh beberapa klausa sehingga kadar
kesinambungan topiknya rendah.
b. Kebertahanan
(5) Pada konteks COVID-19, tidak bekerjanya hukum lingkungan berakibat terjadinya
perusakan habitat alami satwa liar beserta perdagangan ilegal. Pada gilirannya,
memungkinkan terjadinya perpindahan penyakit dari satwa liar ke tubuh manusia.
COVID-19 harus dilihat sebagai bagian kecil Antroposen.
(6) Belajar dari kemunculan SARS awal tahun 2000, kelelawar dan musang dipandang
sebagai penyababnya. Saat ini, COVID-19, menurut ilmuwan di South China
Agricultural University, diduga juga berasal dari kelelawar dan trenggiling menjadi
“intermediate host”.
(7) Dalam laporan itu disebutkan, trenggiling ilegal ada yang berasal dari Indonesia.
Artinya, Indonesia memiliki kontribusi secara tidak langsung terhadap munculnya
COVID-19, karena gagal mencegah perdagangan ilegal hewan pemakan serangga
ini.
Topik dalam wacana teks lingkungan ini muncul hanya muncul sekali saja
dalam satu klausa, dan memiliki jarak penyebutan yang rendah karena di antarai
oleh beberapa klausa, maka kadar kesinambungan topik jika dilihat dari
kebertahanan pada wacana ini rendah.
c. Interferensi
(8) Wabah virus corona [COVID-19] dipandang semata-mata melalui perspektif
biomedis, yakni sebagai penyakit. Dengan begitu, jawabannya adalah bagaimana
mencegah penyebaran dan menemukan antivirus.
(9) Pada tulisan sini, saya coba membahas permasalahan menggunakan model berpikir
lambat, melalui kontemplasi. COVID-19 merupakan zoonosis, penyakit satwa yang
berpindah ke manusia, kemunculannya penanda adanya masalah antara manusia
dengan alam.
(10) Hal terpenting adalah, kita melihat COVID-19 dalam kaitannya dengan
hukum lingkungan. Hukum yang mengatur relasi manusia dan lingkungan,
termasuk hubungan antara manusia dengan satwa. Ada tiga momen yang bisa
dikritisi: sebelum, saat pandemi, dan pasca.

9
Interferensi atau jumlah topik juga dapat digunakan untuk mengukur kadar
kesinambungan topik, pada teks lingkungan di atas hanya terdapat satu topik, yang
artinya memiliki kadar kesinambungan topik yang tinggi.
D. Kemungkinan Pembelajaran Ketiga Wacana tersebut di Sekolah
Bahasa Indonesia adalah alat untuk berkomunikasi dalam kehidupan sehari-
hari. Pembelajaran bahasa Indonesia perlu dilakukan untuk meningkatkan
kemampuan berkomunikasi mereka dalam bahasa Indonesia yang baik dan benar,
baik secara lisan maupun tulisan. Keterampilan berbahasa mencakup empat aspek
yaitu: (1) mendengarkan, (2) berbicara, (3) membaca, dan (4) menulis. (Sukma,
2015)
Literasi adalah dasar dalam pembentukan kepribadian multi berpendidikan.
Kurikulum nasional menempatkan penting tugas untuk sekolah dengan
meramalkan tujuan pendidikan umum dan persyaratan publik, untuk
mengembangkan kompetensi literasi siswa. Melihat kehidupan dan dunia tercermin
dalam kurikulum sekolah, kurikulum literasi harus berfungsi untuk membantu
siswa memenuhi tuntutan yang semakin kompleks di dunia. (Ramadhan, S et al,
2019).
Komponen literasi, terutama membaca, sangat penting. Kemajuan zaman
bisa diikuti dengan membaca, karena semua informasi saat ini dapat diekstraksi dan
dipahami melalui membaca kegiatan. Literasi membaca akan membantu siswa
dapat mengikuti tingkat informas. Literasi dalam membaca membuat siswa
memiliki banyak pengetahuan, terkini dengan informasi terbaru dan mampu
mengejar ketinggalan. (Sukma et al, 2018)
Literasi telah lama identik dengan pembelajaran, sebagai tanda seorang
yang berpendidikan, berpengetahuan, dan berbudaya. Namun, literasi dalam bahasa
telah dikaitkan dalam arti sempit untuk mengembangkan tata bahasa, ejaan dan
tanda baca yang benar, dan kemampuan untuk menulis esai yang kompeten.
Pemahaman literasi akademis yang lebih luas yang mencakup berbagai konteks
akademis adalah 'kemampuan berkomunikasi secara kompeten dalam komunitas
wacana akademik. Berdasarkan penjelasan tersebut, literasi siswa perlu
ditingkatkan terutama literasi baca tulis. Selain diketahui melalui uji literasi yang

10
telah dilakukan beberapa lembaga, perlu mengetahui bagaimana pelaksanaan
literasi yang telah diterapkan oleh sekolah. Selain itu, perlu diketahui juga hasil dari
pelaksanaan literasi tersebut pada aspek mendasar melalui respon siswa. Hal itu
bertujuan agar perbaikan dapat dilakukan, terutama pada perubahan kurikulum
berdasarkan kebijakan yang diberlakukan.
Secara garis besar, literasi berkaitan erat dengan istilah wacana mahir, yaitu
kemampuan seluruh bahasa mencakup kemampuan untuk mendengarkan, berbicara,
membaca, dan menulis, serta kemampuan untuk berpikir elemen-elemen yang ada
di dalamnya. Literasi bukan diartikan sebagai kegiatan mengajarkan membaca, tapi
menjadikan siswa mencintai kegiatan membaca dan membangun fondasi untuk
membaca agar dikemudian hari apabila siswa sudah waktunya belajar membaca
mereka lebih siap. Pengalaman literasi siswa diyakini akan membentuk fondasi
yang kuat pada perkembangan membacanya dan pengetahuan, keterampilan, serta
sikap siswa menjadi dasar membaca dan menulis yang disebut dengan kemampuan
literasi awal. (Sukma et al, 2019)
Selain kemampuan bahasa, penggunaan teknologi di kelas dapat meningkatkan
keterampilan abad ke-21 siswa .Teknologi juga membentuk dasar di antara faktor-
faktor paling penting yang mempengaruhi pembelajaran seumur hidup. Hal itu
mengubah cara dalam pendekatan pendidikan dari cara konvensional ke cara yang
lebih komprehensif, komunikatif dan teknologi (Mokhtar dalam Ramadhan, S et al
(2019). Dengan kemajuan teknologi dan web yang cepat dan efektif dalam berbagai
banyak bidang, banyak guru menggunakan teknologi dalam pengajaran mereka
untuk mengembangkan kemampuan bahasa siswa.
Pengembangan kemampuan bahasa siswa dapat dilakukan melalui teks
yang terdapat di internet. Banyak teks yang dapat diakses oleh siswa di web,
kemajuan teknologi informasi mempermudah siswa mempelajari teks secara cepat
dan lebih efisien. Peningkatan literasi juga dapat dilakukan dengan memanfaatkan
teknologi dan dapat memotivasi siswa.

11
BAB IV

PENUTUP

Simpulan
Berdasarkan hasil analisis di atas dapat disimpulkan bahwa topik itu
merupakan sentral kedudukannya dalam wacana, topik ditonjolkan dan
dipertahankan dan diacu oleh seluruh bagian wacana dan secara garis besar, wacana
berperan penting dalam pembelajaran khususnya dalam hal meningkatkan literasi
siswa, baik itu kemampuan membaca atau menulisnya. Dalam pembelajaran
pemanfaatan teknologi untuk mengakses teks secara cepat dan efisien juga dapat
dilakukan.

12
KEPUSTAKAAN

Baryani, P. (2002). Dasar-Dasar Analisis Wacana dalam Ilmu Bahasa.


Yogyakarta: Pustaka Ghondo Suli.
Burhan, F. (2017). Analisis Wacana Terhadap Teks Berita Pembubaran HTI Pada
Media Online Faika Burhan Liputan6.Com Terbitan Mei-Juli Tahun 2017.
Jurnalisa. 1 (3), 121–135.
Hidayati, V., Ramadhan, S., & Ratna, E. (2012). Peningkatan Kemampuan Menulis
Narasi Ekspositoris Berbantuan Mind Mapping Siswa Kelas VII. 2 SMP
Negeri 2 Kamang Magek Kabupaten Agam. Jurnal Pendidikan Bahasa dan
Sastra Indonesia. 1(1), 238-245.

Indriyani, V., Zaim, M., & Ramadhan, S. (2019). Literasi Baca Tulis Dan Inovasi
Kurikulum Bahasa. KEMBARA Journal of Scientific Language Literature and
Teaching. 5(1), 108–118.

Lestari, N.P.S, I,. Wayan Artika,. & Made, S,I., (2016) Kekohesifan Wacana Opini
Majalah Bali Post. E-journal JPBSI Universitas Ganesha. 4 (2). 1-10.

Pinto, L., Boler, M., & Norris, T. (2007). Literacy is Just Reading and Writing
Ontario Secondary School Literacy Test and its Press Coverage. Policy
Futures in Education, 5(1), 84-99.

R. Syahrul., Sukma, E., & Indryani, V. (2019) Persepsi Guru terhadap Penggunaan
Bahan Ajar Bahasa Indonesia dengan Perangkat Seluler dan Aplikasi Edmodo.
Seminar Internasional Riksa Bahasa XIII. 1565-1572.

R. Syahrul (2015). Perspektif Ideologi dalam Wacana Silang Tutur (Konvensi


partai Golkar). Diksi. Vol.12. No. 2, 167-184.

Ramadhan, S. Sukma, E, & Indryani. (2019). Education and Digital Media Literacy:
The Use of Digital Media by Teachers in Middle Schools. ICCLE 2019. 1-
7.
Sukma, E., Titi, I, & Ari, S. (2019). Penggunaan Media Literasi Kelas Awal di
Sekolah Dasar. Jurnal Inovasi Pendidikan dan Pembelajaran Sekolah
Dasar. 3 (2). 103-111.
Sukma, E., Indrawati, T., & Suriani, A. (2019). Penggunaan Media Literasi Kelas
Awal di Sekolah Dasar Use of Early Class Literacy Media in Primary
Schools. E Journal Pembelajaran Inovasi. 6 (2), 103–111.

Sukma, E & Rahmatina. (2015). Peningkatan Keterampilan Menulis Deskripsi


dengan Menggunakan Strategi Mind Map di Sekolah Dasar. E journal UNP.
1(1), 1-8

13
Sukma, E., Ramadhan, S., & Indriyani, V. (2020). Integration of Environmental
Education In Elementary Schools. Journal of Physics: Conference Series,
1481. 3(1).

Sukma, E., Mahjuddin, R., & Habibi, M. (2018). Literacy Media Models In
Improving Reading Skill Of Early Class Students In Elementary School.
Journal of Counseling and Educational Technology. 1(2).33.

Tavdgiridze, L. (2016). Literacy Competence Formation of The Modern School.


Journal of Education and Practice, 7(26), 107-110.

Widiatmoko. E. (2015). Analisis Kohesi dan Koherensi Wacana Berita Rubrik


Nasional Di Majalah Online Detik. UNNES. 2(4). 1-175

14

Anda mungkin juga menyukai