Anda di halaman 1dari 15

MAKALAH

MATERI DAN PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA SD


MODUL 4
DASAR-DASAR WACANA BAHASA INDONESIA

DISUSUN OLEH :
KELOMPOK 1
ARIANA SAWITRI (837721435)
AYU SARI TANJUNG (837721395)
IRMAWATI (837721403)

Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan


UNIVERSITAS TERBUKA
UPBJJ-UT MEDAN
2022
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami panjatkan atas kehadirat Allah SWT karena atas rahmat dan
hidayahnya kami dapat menyelesaikan makalah modul 4 ini tentang ‘’Dasar-Dasar Wacana
Bahasa Indonesia”. Kami menyusun makalah ini untuk menyelesaikan tugas yang diberikan
oleh tutor mata kuliah Materi dan Pembelajaran Bahasa Indonesia SD, bapak Muhammad
Anggie J.Daulay,S.S.,M.Hum.
Kami menyadari bahwa Makalah ini tidak akan terwujud tanpa adanya bantuan dari
pihak lain, sehingga dalam kesempatan ini penulis tidak lupa untuk mengucapkan terima
kasih kepada:
1. Muhammad Anggie J.Daulay,S.S.,M.Hum selaku Tutor Materi dan Pembelajaran
Bahasa Indonesia SD.
2. Ariana Sawitri dan Ayu Sari Tanjung selaku Kelompok 1
3. Kepada kedua orang tua saya yang sudah mendoakan saya dan memberikan saya
semangat sehingga dapat menyelesaikan makalah ini
4. Seluruh pihak yang sudah membantu saya yang tidak bisa saya sebutkan satu persatu

Kami menyadari bahwa dalam penyusunan makalah ini jauh dari kata sempurna, baik
dari segi penulisan, maupun bahasa dan juga mengalami banyak kesulitan dalam mencari
sumber referensi yang benar-benar tepat dengan kebutuhan kami. Namun karena kelompok
kami membangun kerja kelompok yang baik sehingga kami dapat menyelesaikan makalah
ini.
Kami berharap dengan hadirnya makalah ini dapat menjadi acuan dalam bekal
pengalaman kami untuk lebih baik dimasa yang akan datang. Semoga makalah ini
memberikan informasi yang bermanfaat bagi orang lain yang membacanya serta dapat
meningkatkan ilmu pengetahuan bagi kita semua.

Aek Kanopan, Oktober 2022

Penulis

ii
DAFTAR ISI

Halaman Judul..................................................................................................................... i
Kata Pengantar..................................................................................................................... ii
Daftar Isi.............................................................................................................................. iii

BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah.......................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah.................................................................................................... 2
C. Tujuan Penulisan..................................................................................................... 2
D. Manfaat Penulisan................................................................................................... 2

BAB II PEMBAHASAN
A. Perlunya Mempelajari Wacana................................................................................ 3
B. Elemen-Elemen Wacana.......................................................................................... 3
C. Persyaratan Terbentuknya Wacana.......................................................................... 4
D. Kohesi dan Koherensi.............................................................................................. 6
E. Jenis-Jenis Wacana Bahasa Indonesia..................................................................... 6
F. Karakteristik Wacana Dalam Berkomunikas........................................................... 9
G. Kedudukan Wacana Dalam Bahasa Indonesia ....................................................... 10

BAB III PENUTUP


A. Simpulan.................................................................................................................. 11
B. Saran........................................................................................................................ 11

DAFTAR PUSTAKA........................................................................................................ 12

iii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


Dalam praktek berbahasa ternyata kalimat bukanlah satuan sintaksis terbesar
seperti banyak diduga atau diperhitungkan orang selama ini. Kalimat atau kalimat-
kalimat ternyata hanyalah unsur pembentuk satuan bahasa yang lebih besar yang
disebut wacana bukti bahwa kalimat bukan satuan terbesar dalam sintaksis, banyak
kita jumpai kalimat yang jika kita pisahkan dari kalimat-kalimat yang ada
disekitarnya, maka kalimat itu menjadi satuan yang tidak mandiri. Kalimat-kalimat itu
tidak mempunyai makna dalam kesendiriannya. Mereka baru mempunyai makna bila
berada dalam konteks dengan kalimat-kalimat yang berada disekitarnya.
Istilah wacana berasal dari kata sansekerta yang bermakna ucapan atau
tuturan. Wacana merupakan unsur bahasa berupa rentetan kalimat yang berkaitan,
menghubungkan proposisi satu dengan proposisi lainnya, membentuk satu kesatuan,
sehingga terbentuklah makna serasi diantara kalimat-kalimat itu (Aris Badara, 2012).
Kata wacana adalah salah satu kata yang banyak disebut seperti halnya demokrasi,
hak asasi manusia, dan lingkungan hidup. Seperti halnya banyak kata yang digunakan,
kadang-kadang pemakai bahasa tidak mengetahui secara jelas apa pengertian dari kata
yang digunakan tersebut. Ada yang mengartikan wacana sebagai unit bahasa yang
lebih besar dari kalimat. Ada juga yang mengartikan sebagai pembicaraan. Kata
wacana juga banyak dipakai oleh banyak kalangan mulai dari studi bahasa, psikologi,
sosiologi, politik, komunikasi, sastra dan sebagainya.
Pembahasan wacana berkaitan erat dengan pembahasan keterampilan
berbahasa terutama keterampilan berbahasa yang bersifat produktif , yaitu berbicara
dan menulis. Baik wacana maupun keterampilan berbahasa, sama-sama menggunakan
bahasa sebagai alat komunikasi. Wacana berkaitan dengan unsur intralinguistik
(internal bahasa) dan unsur ekstralinguistik yang berkaitan dengan proses komunikasi
seperti interaksi sosial (konversasi dan pertukaran) dan pengembangan tema
(monolog dan paragraf). Sebagai media komunikasi wacana lisan, wujudnya dapat
berupa sebuah percakapan atau dialog lengkap dan penggalan percakapan. Wacana
dengan media komunikasi tulis dapat berwujud sebuah teks, sebuah alinea, dan
sebuah wacana.

iv
Oleh karena itu, kelompok kami akan membuat sebuah makalah tentang
“Dasar-Dasar Wacana Bahasa Indonesia”. Kami akan menjelaskan setau kami dan
semampu kami

A. Rumusan Masalah
1. Mengapa perlu mempelajari wacana ?
2. Apa saja elemen-elemen wacana ?
3. Bagaimana syarat terbentuknya wacana ?
4. Apa perbedaan kohesi dan koherensi dalam wacana ?
5. Apa saja jenis-jenis wacana ?
6. Bagaimana karakteristik wacana dalam berkomunikasi ?
7. Bagaimana kedudukan wacana dalam bahasa Indonesia?

B. Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui seberapa perlunya mempelajari wacana
2. Untuk dapat mengetahui sebanyak apa elemen-elemen pembentuk wacana
3. Untuk mengetahui syarat terbentuknya wacana
4. Untuk mengetahui dan memahami perbedaan kohesi dan koherensi dalam wacana
5. Untuk mengetahui ada berapa jenis-jenis wacana bahasa Indonesia
6. Untuk dapat mengetahui karakteristik wacana dalam berkomunikasi
7. Agar dapat mengetahui kedudukan wacana dalam bahasa Indonesia

C. Manfaat Penulisan
1. Untuk memberikan informasi penting mengenai wacana bahasa Indonesia
2. Untuk memberikan sebuah pengetahuan baru tentang wacana bahasa Indonesia
3. Untuk memperluas pengetahuan dalam mempelajari wacana bahasa Indonesia

v
BAB II
PEMBAHASAN

A. Perlunya Mempelajari Wacana


Sebelum kita membahas perlunya mempelajari wacana, terlebih dahulu kita
harus memahami apa itu wacana. Menurut Chaer (2007:267) wacana adalah satuan
bahasa yang lengkap, sehingga dalam hierarki gramatikal merupakan satuan
gramatikal tertinggi dan terbesar. Sebagai satuan bahasa yang lengkap, maka dalam
wacana itu berarti terdapat konsep, gagasan, pikiran, atau ide yang utuh, yang bisa
dipahami oleh pembaca (dalam wacana tulis) atau pendengar (dalam wacana lisan)
tanpa keraguan apapun. Hawthorn (1992) mengemukakan pengertian wacana
merupakan komunikasi yang terlihat sebagai sebuah pertukaran diantara pembicara
dan pendengar, sebagai sebuah aktivitas personal dimana bentuknya ditentukan oleh
tujuan sosialnya. Roger Fowler (1997) mengemukakan bahwa wacana adalah
komunikasi lisan dan tulisan yang di lihat dari titik pandang kepercayaan,dan nilai.
Alwi, Hasan dkk (2003) mengemukakan wacana adalah rentetan kalimat yang
menghubungkan proposisi satu dengan yang lain dan membentuk satu kesatuan.
Wacana perlu dipelajari karena selain dapat memahami hakikat bahasa, juga
untuk memahami proses belajar bahasa dan perilaku berbahasa. Bahkan wacana dapat
dimanfaatkan sebagai dasar untuk membina kemampuan berbahasa. Setiap tindak
komunikasi merupakan bagian dari wacana, karena komunikasi melibatkan
penyampaian pesan, penerima pesan dan pesan atau kesatuan yang utuh yang ingin
disampaikan. Dengan mempelajari wacana, memungkinkan siswa untuk melihat
bagaimana pesan diorganisasikan, digunakan serta dipahami.

B. Elemen-Elemen Wacana
Elemen-elemen wacana adalah unsur-unsur pembentuk teks wacana. Elemen-
elemen itu tertata secara sistematis dan hierarkis. Berdasarkan nilai informasinya ada
elemen inti dan elemen luar inti. Elemen inti adalah elemen yang berisi informasi
utama, informasi yang paling penting. Elemen luar inti adalah elemen yang berisi
informasi tambahan, informasi yang tidak sepenting informasi utama. Berdasarkan
sifat kehadirannya, elemen wacana terbagi menjadi dua kategori, yakni elemen wajib
dan elemen manasuka. Elemen wajib bersifat wajib hadir, sedangkan elemen

vi
manasuka bersifat boleh hadir dan boleh juga tidak hadir bergantung pada kebutuhan
komunikasi.

C. Persyaratan Terbentuknya Wacana


Tarigan (2009: 19) yang menyebutkan wacana ialah satuan bahasa yang
terlengkap dan tertinggi atau terbesar di atas kalimat atau klausa dengan koherensi
dan kohesi yang tinggi yang berkesinambungan yang mempunyai awal dan akhir yang
nyata disampaikan secara lisan dan tertulis. Dari pengertian ini sudah diketahui bahwa
wacana memiliki syarat dari ungkapan “dengan koherensi dan kohesi yang
berkesinambungan yang mempunyai awal dan akhir yang nyata,” dapat ditemukan
syarat, yakni koherensi dan kohesi. Akan tetapi itu saja tidak cukup untuk memenuhi
syarat dari terbentuknya wacana. Oka dan Suparno (1994) menyebutkan jika suatu
wacana akan terbentuk apabila memenuhi tiga syarat pokok, yakni topik, tuturan
pengungkap topik, serta kohesi dan koherensi. Jauh lebih luas lagi Renkema
(1994:23) menyebutkan ada tujuh persyaratan yang ada dalam suatu wacana, yaitu
kohesi, koherensi, intensionalitas (intentionality), keberterimaan (acceptability),
informatif (informatioveness), situasional (situationality), dan intelektualitas.
Berikut ini penjabaran beberapa hal yang menjadi prasyaratan wacana.
1. Topik
Sebuah wacana mengungkapkan satu bahasan atau gagasan. Gagasan tersebut
akan diurai, membentuk serangkaian penjelasan tetapi tetap merujuk pada satu topik.
Sehingga topik yang diangkat atau yang dimaksud memberikan suatu tujuan.

2. Kohesi dan Koherensi


a. Kohesi
Kohesi merupakan organisasi sintaktik, merupakan wadah kalimat
kalimat disusun secara padu dan padat untuk menghasilkan tuturan. Hal ni
berarti kohesi adalah hubungan antar kalimat dalam sebuah wacana, baik
dalam strata gramatikal maupun dalam strata leksikal tertentu (gutwinsky,
1976:26).
b. Koherensi
Ada pakar yang mengtarakan bahwa koherensi adalah pengaturan
secara rapi kenyataan dan gagasan, fakta dan ide menjadi suatu untaian yang

vii
logis, sehingga kita mudah memeahami pesan yang dikandungnya
(Wohl,1978:25) dalam Tarigan, 2009.

3. Judul
Nama yang dipakai untuk buku, bab dalam buku, kepala berita, identitas atau
cermin dari jiwa seluruh karya tulis. Dalam artikel judul sering disebut juga
kepala tulisan, ada yang mendefinisikan judul adalah lukisan singkat suatu artikel
atau disebut juga miniature isi bahasan. Judul hendaknya dibuat dengan ringkas,
padat dan menarik.

4. Proposional
Propisonal keseimbangan dalam makna yang ingin dijabarkan dalam wacana
atau makna yang terdpat dalam wacana iallah seimbang. Misalnya apabila
wacana persuasive, wacana yang mempengaruhi pembaca untuk membeli suatu
produk, maka dalam wacana tersebut harus terdapat kesinambungan yang tepat
antara paragraph yang satu dengan yang lain.

5. Tuturan
Pengungkapan suatu topic yang ada dalam wacana baik tutur tulis atau tutur
lisan. Tuturan kaitannya menjelaskan suatu topic yang terdapat dalam wacana
dengan tetap adanya kohesi dan koherensi yang proposional di dalamnya.

Ada tiga syarat utama untuk membentuk wacana yang baik, yaitu:
1. Kepaduan wacana
Kepaduan wacana dapat tercapai jika merangkai kalimat dan paragraf
secara terpadu serta logis. Hal ini juga dapat tercapai dengan
menggunakan kata hubung yang sesuai.
2. Kesatuan wacana
Kesatuan wacana dapat tercapai jika paragraf yang tersusun saling
memiliki keterkaitan atau keterhubungan satu sama lain.
3. Kelengkapan wacana
Kelengkapan wacana dapat tercapai jika seluruh paragrafnya menjadi
inti dari suatu pembahasan yang ditulis dan merujuk pada pokok pikiran
wacana tersebut.

viii
D. Kohesi dan Koherensi
Kohesi merupakan keserasian hubungan antara unsur yang satu dengan unsur
yang lain dalam wacana, sehingga terciptalah pengertian yang apik. Kohesi merujuk
pada pertautan bentuk, sedangkan koheren merujuk kepada pertautan makna. Menurut
Alwi, dkk (2003:427) Kohesi adalah hubungan antarproposisi yang dinyatakan secara
eksplisit oleh unsur-unsur gramatikal dan semantik dalam kalimat-kalimat yang
membentuk wacana. Halliday dan Hasan (1976:4) dan Baryadi (2002:46)
membedakan kohesi menjadi dua, yaitu kohesi gramatikal (grammatical cohesion)
dan kohesi leksikal (lexical cohesion). Kohesi gramatikal merupakan aspek formal
bahasa dalam wacana (hubungan yang tampak pada bentuk) (Widiatmoko, 2015:4).
Kohesi leksikal ialah hubungan antar unsur dalam wacana secara semantis
(Sumarlam, 2003:35). Menurut Kushartanti kohesi leksikal adalah hubungan semantik
antarunsur pembentuk wacana dengan memanfaatkan unsur leksikal atau kata.
Sedangkan koherensi adalah keterkaitan antar bagian yang suatu dengan
bagian yang lainnya. kekompakan hubungan antar kalimat dalam wacana (Sudaryat,
2008:152). Di samping itu, koherensi adalah salah unsur wacana sebagai organisasi
semantis dan wadah gagasan-gagasan disusun dalam urutan yang logis untuk
mencapai maksud dan tuturan dengan tepat. Kushartanti (2009:101) menjelaskan
bahwa koherensi adalah keberterimaan suatu tuturan atau teks karena kepaduan
semantisnya.

E. Jenis-Jenis Wacana Bahasa Indonesia


1. Berdasarkan Jenis Media yang Digunakan
a. Wacana Lisan dan Tulisan
Berdasarkan saluran yang digunakan dalam berkomunikasi, wacana
dibedakan atas wacana tulis dan wacana lisan. Wacana lisan berbeda dari wacana
tulis. Wacana lisan cenderung kurang terstruktur (gramatikal), penataan
subordinatif lebih sedikit, jarang menggunakan piranti hubung (alat kohesi), frasa
benda tidak panjang, dan berstruktur topik-komen. Sebaliknya wacana tulis
cenderung gramatikal, penataan subordinatif lebih banyak, menggunakan piranti
hubung, frasa benda panjang, dan berstruktur subjek-predikat.

2. Berdasarkan Segi penutur (Jumlah Penutur)


a. Wacana Monolog, Dialog dan Polilog

ix
Berdasarkan jumlah peserta yang terlibat pembicaraan dalam komunikasi,
ada tiga jenis wacana, yaitu wacana monolog, dialog, dan polilog. Bila dalam
suatu komunikasi hanya ada satu pembicara dan tidak ada balikan langsung dari
peserta yang lain, maka wacana yang dihasilkan disebut monolog. Dengan
demikian, pembicara tidak berganti peran sebagai pendengar. Bila peserta dalam
komunikasi itu dua orang dan terjadi pergantian peran (dari pembicara menjadi
pendengar atau sebaliknya), maka wacana yang dibentuknya disebut dialog. Jika
peserta dalam komunikasi lebih dari dua orang dan terjadi pergantian peran, maka
wacana yang dihasilkan disebut polilog.

3. Berdasarkan Cara Pemaparannya


a. Wacana Deskripsi, Eksposisi, Argumentasi, Persuasi dan Narasi
Dilihat dari sudut pandang tujuan berkomunikasi, dikenal ada wacana
dekripsi, eksposisi, argumentasi, persuasi, dan narasi. Wacana deskripsi bertujuan
membentuk suatu citra (imajinasi) tentang sesuatu hal pada penerima pesan.
Aspek kejiwaan yang dapat mencerna wacana narasi adalah emosi. Sedangkan
wacana eksposisi bertujuan untuk menerangkan sesuatu hal kepada penerima agar
yang bersangkutan memahaminya. Wacana eksposisi dapat berisi konsep-konsep
dan logika yang harus diikuti oleh penerima pesan. Oleh sebab itu, untuk
memahami wacana eksposisi diperlukan proses berpikir. Wacana argumentasi
bertujuan mempengaruhi pembaca atau pendengar agar menerima pernyataan
yang dipertahankan, baik yang didasarkan pada pertimbangan logika maupun
emosional. Untuk mempertahankan argumen diperlukan bukti yang mendukung.
Wacana persuasi bertujuan mempengaruhi penerima pesan agar melakukan
tindakan sesuai yang diharapkan penyampai pesan. Untuk mernpengaruhi ini,
digunakan segala upaya yang memungkinkan penerima pesan terpengaruh. Untuk
mencapai tujuan tersebut, wacana persuasi kadang menggunakan alasan yang
tidak rasional. Wacana narasi merupakan satu jenis wacana yang berisi cerita.
Oleh karena itu, unsur-unsur yang biasa ada dalam narasi adalah unsur waktu,
pelaku, dan peristiwa.
Jenis- jenis Wacana menurut para ahli :
Menurut pendapat Geoffrey Leech (1974, dalam Kushartanti dan
Lauder,2008:91) tentang fungsi bahasa, wacana dapat diklasifikasi sebagai
berikut.

x
1. Wacana ekspresif, apabila wacana itu bersumber pada gagasan penutur atau
penulis sebagai sarana ekspresif, seperti wacana pidato.
2. Wacana fatis, apabila wacana itu bersumber pada saluran untuk memperlancar
komunikasi, seperti wacana perkenalan dalam pesta.
3. Wacana informasional, apabila wacana itu bersumber pada pesan atau
informasi, seperti wacana berita dalam media massa.
4. Wacana estetik, apabila wacana itu bersumber pada pesan dengan tekanan
keindahan pesan, seperti wacana puisi dan lagu.
5. Wacana direktif, apabila wacana itu diarahkan pada tindakan atau reaksi dari
mitra tutur atau pembaca, seperti wacana khotbah.

Menurut Djajasudarma (1993:6), jenis wacana dapat dikaji dari segi


eksistensinya (realitasnya), media komunikasi, cara pemaparan, dan jenis
pemakaian.
a. Realitas Wacana
Realitas wacana dalam hal ini adalah eksistensi wacana yang
berupa verbal dan nonverbal. Rangkaian kebahasaan verbal atau language
exist (kehadiran kebahasaan) dengan kelengkapan struktur bahasa,
mengacu pada struktur apa adanya; nonverbal atau language likes
mengacu pada wacana sebagai rangkaian nonbahasa (rangkaian isyarat
atau tanda-tanda yang bermakna)

b. Media Komunikasi Wacana


Wujud wacana sebagai media komunikasi berupa rangkaian ujaran
lisan dan tulis. Sebagai media komunikasi wacana lisan, wujudnya dapat
berupa sebuah percakapan atau dialog lengkap dan penggalan percakapan.
Wacana dengan media komunikasi tulis dapat berwujud sebuah teks,
sebuah alinea, dan sebuah wacana.

c. Pemaparan Wacana
Pemaparan wacana sama dengan tinjauan isi, cara penyusunan, dan
sifatnya. Berdasarkan pemaparan, wacana meliputi naratif, prosedural,
hortatori, ekspositori, dan deskriptif.

xi
d. Jenis Pemakaian Wacana
Jenis pemakaian wacana berwujud monolog, dialog, dan polilog.
Wacana monolog merupakan wacana yang tidak melibatkan bentuk tutur
percakapan atau pembicaraan antara dua pihak yang berkepentingan.
Wacana yang berwujud dialog berupa percakapan atau pembicaraan antara
dua pihak. Wacana polilog melibatkan partisipan pembicaraan di dalam
konservasi.

F. Karakteristik Wacana Dalam Berkomunikasi


Wacana merupakan medium komunikasi verbal yang bisa diasumsikan dengan
adanya penyapa (pembicara dan penulis) dan pesapa (penyimak dan pembaca).
Berikut adalah karakteristik wacana dalam berkomunikasi :
1. Ciri-Ciri Wacana
Berdasarkan penjelasan di atas, dapat diperoleh ciri atau karakterisitik
sebuah wacana. Ciri-ciri wacana adalah sebagai berikut.
1. Satuan gramatikal
2. Satuan terbesar, tertinggi, atau terlengkap
3. Untaian kalimat-kalimat
4. Memiliki hubungan proposisi
5. Memiliki hubungan kontinuitas, berkesinambungan
6. Memiliki hubungan koherensi
7. Memiliki hubungan kohesi
8. Rekaman kebahasaan utuh dari peristiwa komunikasi
9. Bisa transaksional juga interaksional
10. Medium bisa lisan maupun tulis
11. Sesuai dengan konteks

2. Unsur Pembentuk Wacana


Wacana berkaitan dengan unsur intralinguistik (internal bahasa) dan
unsur ekstralinguistik yang berkaitan dengan proses komunikasi seperti
interaksi sosial (konversasi dan pertukaran) dan pengembangan tema
(monolog dan paragraf).

3. Konteks dan Ko-teks

xii
Wacana merupakan bangunan semantis yang terbentuk dari hubungan
semantis antarsatuan bahasa secara padu dan terikat pada konteks. Ada
bermacam-macam konteks dalam wacana. Wacana lisan merupakan
kesatuan bahasa yang terikat dengan konteks situasi penuturnya. Konteks
bagi bahasa (kalimat) dalam wacana tulis adalah kalimat lain yang
sebelum dan sesudahnya, yang sering disebut ko-teks.

4. Teks
Fairdough (dalam Eriyanto, 2008:289) melihat teks dalam berbagai
tingkatan. Sebuah teks bukan hanya menampilkan bagaimana suatu objek
digambarkan tetapi juga bagaimana hubungan antarobjek didefinisikan.
Setiap teks pada dasarnya, menurut Firdough dapat diuraikan dan
dianalisis dari ketiga unsur tersebut.

G. Kedudukan Wacana Dalam Bahasa Indonesia


Kedudukan tertinggi dalam tataran bahasa adalah wacana, Hal tersebut karena
wacana merupakan satuan bahasa yang paling lengkap wacana memiliki kedudukan
yang lebih tinggi dari kalimat dan klausa, wacana juga memiliki kohesi dan koherensi
yang baik, dan berkesinambungan serta dapat disampaiakan secara lisan maupun
tulisan. kajian wacana merupakan salah satu proses pembelajaran bahasa yang sangat
penting, karena wacana merupakan unsur bahasa yang bersifat pragmatis. Wacana
adalah satuan bahasa yang terlengkap diatas kalimat dan satuan gramatikal yang
tertinggi dalam hierarki gramatikal. Sebagai satuan bahasa yang terlengkap, wacana
mempunyai konsep, gagasan, pikiran, atau ide yang dapat dipahami oleh pembaca dan
pendengar. Sebagai satuan gramatikal yang tertinggi, wacana dibentuk dari kalimat-
kalimat yang memenuhi persyaratan gramatikal dan persyaratan kewacanaan
lainnnya. Wacana ini direalisasikan dalam bentuk karangan yang utuh (novel, buku,
seri ensiklopedia, dsb.), paragraf, kalimat, atau kata yang membawa amanat yang
lengkap jika dibandingkan dengan satuan-satuan bahasa yang lain, yaitu fonem,
morfem, kata, frase, klausa dan kalimat.

xiii
BAB III
PENUTUP

A. Simpulan
1. Wacana perlu dipelajari karena selain dapat memahami hakikat bahasa, juga untuk
memahami proses belajar bahasa dan perilaku berbahasa. Bahkan wacana dapat
dimanfaatkan sebagai dasar untuk membina kemampuan berbahasa.
2. Elemen-elemen wacana adalah unsur-unsur pembentuk teks wacana. Elemen-
elemen itu tertata secara sistematis dan hierarkis. elemen wacana terbagi menjadi
dua kategori, yakni elemen wajib dan elemen manasuka.
3. Wacana akan terbentuk apabila memenuhi tiga syarat pokok, yakni topik, tuturan
pengungkap topik, serta kohesi dan koherensi.
4. Kohesi merupakan keserasian hubungan antara unsur yang satu dengan unsur
yang lain dalam wacana, sehingga terciptalah pengertian yang apik, sedangkan
koherensi adalah keterkaitan antar bagian yang suatu dengan bagian yang lainnya.
5. Jenis-jenis wacana bahasa Indonesia yaitu wacana lisan dan tulisan, monolog,
dialog, polilog, deskripsi, eksposisi, argumentasi, persuasi dan narasi.
6. Ada beberapa karakteristik wacana dalam berkomunikasi yaitu ciri-ciri wacana,
unsur pembentuk wacana, konteks dan ko-teks dan juga teks
7. Kedudukan tertinggi dalam tataran bahasa adalah wacana, Hal tersebut karena
wacana merupakan satuan bahasa yang paling lengkap wacana memiliki
kedudukan yang lebih tinggi dari kalimat dan klausa, wacana juga memiliki
kohesi dan koherensi yang baik, dan berkesinambungan serta dapat disampaiakan
secara lisan maupun tulisan.

B. Saran
Adapun saran yang akan kami berikan untuk membangun tata berbahasa yang lebih
baik lagi yaitu :
1. Penggunaan wacana haruslah sesuai dengan macam atau jenisnya
2. Penggunaan wacana harus selalu disesuaikan dengan konteksnya
3. Selalu menggunakan Bahasa Indonesia yang benar dan baik

xiv
DAFTAR PUSTAKA

Alwi, Hasan, dkk. (2003). Tata Bahasa Buku Indoneisa. Jakarta: Balai Pustaka.
Chaer. (2007). Linguistik Umum. Jakarta: Rineka Cipta.
Badara, A. (2012). Analisis Wacana: Teori, Metode dan Penerapannya Pada Wacana Media.
Kendari: Kencana.
Djajasudarma. (1993). Semantik Pengantar ke Arah Ilmu Makna. Bandung: PT Eresco.
Eriyanto. (2008). Konstruksi, Ideologi dan Politik Media. Yogyakarta: LKiS
Fowler, R. (1997). Linguistic and the Novel. London: Mathuen & Co Lid.
Gutwinsky. (1976). Pengajaran Wacana. Bandung: Angkasa.
Halliday, M.A.K & Hasan, R. (1976). Cohesion in English. London: Longman.
Hawthorn. (1992). Pengertian Wacana. Bandung: Pustaka Prima.
Leech, G. (1974). Semantic. Suffolk: PT Raja Grafindo Persada.
Kushartanti. (2009). Pesona Bahasa: Langkah Awal Memahami Linguistik. Jakarta: PT
Gramedia.
Oka & Suparno. (1994). Linguistik Umum. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.
Renkema, J. (2004). Introduction to Discourse Studies. Amsterdam: John Benjamins
Publishing Company.
Sudaryat. (2008). Makna dalam Wacana. Bandung: Yrama Widya.
Sumarlam. (2003). Teori dan Praktek Analisis Wacana. Surakarta: Pustaka Cakra.
Tarigan. (2009). Pengkajian Pragmatik. Bandung: Angkasa.
Widiatmoko. (2015). Pengaruh Intellectual Capital Terhadap Profitabilitas Perusahaan
Manufaktur yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia. Universitas Negeri Yogyakarta.

xv

Anda mungkin juga menyukai