Dosen Pengampu :
DISUSUN OLEH :
UNIVERSITAS JEMBER
TAHUN 2022
KATA PENGANTAR
BAB I........................................................................................................................4
PENDAHULUAN................................................................................................4
BAB II......................................................................................................................5
PEMBAHASAN...................................................................................................5
BAB III...................................................................................................................29
PENUTUP..........................................................................................................29
3.1 Kesimpulan...............................................................................................29
3.2 Saran..........................................................................................................29
DAFTAR PUSTAKA.............................................................................................30
BAB I
PENDAHULUAN
PEMBAHASAN
Secara bahasa, kata “struktur” merupakan serapan dari bahasa Latin, yaitu
“structura” yang artinya tepat, dan membangun. Istilah struktur tidak hanya
digunakan untuk menggambarkan bangunan, melainkan pada objek benda
maupun sebuah sistem. Dalam Bahasa Indonesia, struktur adalah penyusunan atau
penggabungan unsur-unsur bahasa menjadi suatu bahasa yang berpola.
Pendapat lebih jelas lagi dikemukakan oleh J.S. Badudu (2000) yang
memaparkan wacana sebagai rentetan kalimat yang berkaitan dengan, yang
menghubungkan proposisi yang satu dengan proposisi yang lainnya, membentuk
satu kesatuan, sehingga terbentuklah makna yang serasi di antara kalimat-kalimat
itu. Selanjutnya dijelaskan pula bahwa wacana merupakan kesatuan bahasa
terlengkap dan tertinggi atau terbesar di atas kalimat atau klausa dengan koherensi
dan kohesi yang tinggi yang berkesinambungan,yang mampu mempunyai awal
dan akhir yang nyata,disampaikan secara lisan dan tertulis. Wacana memiliki ciri
ciri sebagai berikut :
Jenis jenis wacana dibagi menjadi 3. Berikut jenis wacana berdasarkan cara
penyampaiannya :
2.2.2 Paragraf
Dalam paragraph terkandung satu unit pikiran yang didukung oleh semua
kalimat dalam kalimat tersebut, mulai dari kalimat pengenal, kalimat utama atau
kalimat topic, dan kalimat penjelas sampai kalimat penutup. Himpunan kalimat ini
saling berkaitan dalam satu rangkaian untuk membentuk suatu gagasan. Panjang
pendeknya suatu paragraph akan ditentukan oleh banyak sedikitnya gagasan
pokok yang diungkapkan. Bila segi-seginya banyak, memang layak kalau
alenianya sedikit lebih panjang, tetapi seandainya sedikit tentu cukup dengan
beberapa kalimat saja. Ciri ciri paragraf adalah :
1. Kalimat pertama bertakuk (block style) ke dalam lima ketukan spasi untuk
jenis karangan biasa, misalnya surat, dan delapan ketukan untuk jenis
karangan ilmiah formal, misalnya: makalah, skripsi, desertasi, dll.
Karangan berbentuk lurus dan tidak bertakuk ditandai dengan jarak spasi
merenggang, satu spasi lebih banyak daripada antar baris lainnya
2. Paragraf menggunakan pikiran utama (gagasan utama) yang dinyatakan
dalam kalimat topik
3. Setiap paragraf menggunakan sebuah kalimat topik dan selebihnya
merupakan kalimat pengembang yang berfungsi menjelaskan,
menguraikan, atau menerangkan pikiran utama yang ada dalam kalimat
topik
4. Paragraf menggunakan pikiran penjelas (gagasan penjelas) yang
dinyatakan dalam kalimat penjelas. Kalimat ini berisi detail - detail
kalimat topik. Paragraf bukan kumpulan kalimat - kalimat topik. Paragraf
hanya besiri satu kalimat topik dan beberapa kalimat penjelas. Setiap
kalimat penjelas berisi detail yang sangat spesifik, dan tidak mengulang
pikiran penjelas lainnya.
2.2.3 Kalimat
Kalimat adalah satuan bahasa yang secara relatif berdiri sendiri memiliki
pola intonasi final dan secara aktual ataupun potensial terdiri atas klausa yang
digunakan sebagai sarana untuk menuangkan dan menyusun gagasan secara
terbuka agar dapat dikomunikasikan kepada orang lain, atau bagian ujaran yang
mempunyai struktur minimal subjek dan predikat, mempunyai intonasi dan
bermakna. Ciri-ciri sebuah kalimat yang baik dan benar, harus sesuai dengan
unsur-unsur pembentukan kalimat. Kalimat yang baik harus sesuai dengan kaidah
tata bahasa Indonesia, salah satunya ada subjek, predikat, objek, dan keterangan.
3. Objek. Objek adalah unsur kalimat yang dikenai perbuatan atau menderita
akibat perbuatan subjek. Objek memiliki ciri-ciri sebagai berikut :
Langsung mengikuti predikat. Objek hanya memiliki tempat di belakang
predikat, tidak pernah mendahului predikat. Dapat menjadi subjek kalimat
pasif Objek yang hanya terdapat dalam kalimat aktif dapat menjadi subjek
dalam kalimat pasif. Perubahan dari aktif ke pasif ditandai dengan
perubahan unsur objek dalam kalimat aktif menjadi subjek dalam kalimat
pasif yang disertai dengan perubahan bentuk verba predikatnya.
Tidak didahului kata depan atau preposisi. Objek yang selalu menempati
posisi di belakang predikat tidak didahului preposisi. Dengan kata lain, di
antara predikat dan objek tidak dapat disisipkan preposisi.
Dapat didahului kata bahwa. Anak kalimat pengganti nomina ditandai oleh
kata bahwa dan anak kalimat ini dapat menjadi unsur objek dalam kalimat
transitif.
Melengkapi makna kata kerja (predikat) Ciri ini sama dengan objek.
Perbedaannya, objek langsung di belakang predikat, sedangkan pelengkap
masih dapat disisipi unsur lain, yaitu objek. Contohnya terdapat pada
kalimat berikut. Diah mengirimi saya buku baru, Mereka membelikan
ayahnya sepeda baru. Unsur kalimat buku baru, sepeda baru di atas
berfungsi sebagai pelengkap dan tidak mendahului predikat.
Tidak didahului preposisi. Seperti objek, pelengkap tidak didahului
preposisi. Unsur kalimat yang didahului preposisi disebut keterangan. Ciri-
ciri unsur keterangan dijelaskan setelah bagian ini.
Langsung mengikuti predikat atau objek jika terdapat objek dalam kalimat
itu.
Berupa kata/kelompok kata sifat atau klausa.
Tidak dapat menjadi subjek dalam konstruksi pasifnya.
1. Kalimat Tunggal adalah kalimat yang memiliki satu pola (klausa), terdiri
dari satu subjek dan satu predikat. Kalimat tunggal merupakan kalimat
dasar sederhana. Contoh : Dia sangat baik ( “Dia” merupakan subjek dan
“sangat baik” adalah predikat.)
2. Kalimat Majemuk. Kalimat majemuk terdiri atas dua atau lebih kalimat
tunggal yang saling berhubungan. Jenisnya ada tiga, yaitu ; Kalimat
Majemuk Setara, Kalimat Majemuk Bertingkat, Kalimat Majemuk
Campuran Contoh : KMS: Kami berhenti dan langsung pulang. KMB:
Mereka masih bekerja karena tugasnya belum selesai. KMC: Kami
berhenti karena hari sudah malam.
Berdasarkan Isi atau Fungsinya Kalimat dapat dibedakan menjadi 4 jenis,
yaitu:
Kalimat Perintah : Bertujuan memberikan perintah kepada orang lain
Kalimat Berita : Berisi pemberitahuan mengenai sesuatu.
Kalimat Tanya : Bertujuan untuk memperoleh suatu informasi atau
reaksi
Kalimat Seruan : digunakan untuk mengungkapkan perasaan ‘yang
kuat’ atau mendadak
2.2.4 Klausa
Klausa adalah gabungan dua kata atau lebih, di mana salah satu kata
merupakan unsur predikat. Berbeda dengan frasa, klausa berpotensi
menjadi suatu kalimat utuh karena mengandung unsur subjek dan predikat
yang merupakan pola dasar dalam suatu kalimat.
Dari pengertian di atas, dapat disimpulkan klausa memiliki empat ciri khas,
yakni:
1. Mengandung sebuah subjek dan predikat
2. Berpotensi menjadi seuatu kalimat
3. Tidak memiliki intonasi akhir
4. Termasuk bagian dari kalimat plural
Jenis-jenis klausa
a. Berdasarkan Struktur
Berdasarkan strukturnya, Klausa dibedakan menjadi dua macam yaitu
klausa bebas dan klausa terikat.
Klausa bebas adalah klausa yang memiliki unsur-unsur lengkap,
dengan sekurang-kurangnya tersusun atas subjek dan predikat.
Klausa ini berpotensi menjadi kalimat mayor.
Contoh : Nenek sedang makan
Klausa terikat adalah klausa yang memiliki struktur tidak lengkap.
Bisa hanya terdiri atas subjek saja, objek saja, atau keterangan saja.
klausa jenis ini tidak berpotensi menjadi kalimat mayor.
b. Berdasarkan Katagori Unsur Segmental Predikat
Klausa nominal ialah klausa yang predikatnya terdiri atas kata atau
frasa golongan nomina.
Contoh : Dia seorang guru
Klausa verbal yaitu klausa yang predikatnya berkatagori verba.
Ada empat macam klausa verba, yaitu klausa transitif, klausa
intransitif, klausa refleksif (kata kerja yang menyatakan 'perbuatan'
yang mengenai 'pelaku' perbuatan itu sendiri), dan klausa
resiprokal (kata kerja yang menyatakan ’kesalingan’).
Klausa adverbial yaitu klausa yang predikatnya berupa adverbial.
contoh : bandelnya teramat sangat
Klausa preposisional adalah klausa yang predikatnya berupa kata
atau frasa yang berkategori preposisi.
Contoh : Saya di rumah, Ayah ke pasar
Klausa bilangan atau klausa numeral ialah klausa yang predikatnya
terdiri atas kata atau frasa golongan bilangan.
Contoh : Anaknya dua belas orang
2.2.5 Frasa
Frasa merupakan kombinasi dua atau lebih kata yang terikat dan bertindak
sebagai satu kesatuan, namun tidak mengandung pasangan subjek-
predikat. Kombinasi kata ini digunakan untuk memberikan penjelasan atau
keterangan dalam kalimat.
Meski terdiri dari dua kata atau lebih, sebuah frasa tidak memiliki predikat
dan tidak bisa menjadi sebuah kalimat. Namun, frasa dapat menjadi
subjek, predikat, atau unsur lainnya dalam sebuah kalimat.
Berdasarkan definisi tersebut, dapat disimpulkan frasa memiliki empat ciri
khas, yaitu:
1. Terdiri atas dua kata atau lebih
2. Bersifat nonpredikatif atau tidak mengandung predikat
3. Menduduki fungsi gramatikal dalam kalimat
4. Mempunyai makna yang bersifat denotatif atau konotatif, tergantung
jenisnya
Jenis-jenis frasa
Frasa Eksonsentrik Frasa jenis ini tidak memiliki konstruksi sama
dengan unsur atau komponen pembentuknya. Artinya, salah satu
komponen dari frasa eksosentrik tidak dapat saling mengisi ketika
dipisahkan. Misalnya frasa "di sekolah" pada kalimat "Mika les
piano di sekolah". Ketika salah satu unsur frasa "di sekolah"
dihilangkan, maka tidak dapat menduduki unsur keterangan.
Frasa Endosentrik
Frasa endosentrik adalah frasa yang memiliki distribusi sama atau
setara, sehingga ketika salah satu unsur dihilangkan, frasa tersebut
akan tetap dapat digunakan. Selain itu, frasa ini juga memiliki
salah satu bagian yang disebut komponen atasan dan komponen
bawahan. Misalnya, dalam frasa "motor supra" dalam kalimat
"Nina mengendarai motor supra". Unsur atasan dalam frasa
tersebut adalah "motor" sedangkan unsur bawahan atau yang
membatasi adalah "supra".
Frasa Koordinatif
Frasa koordinatif adalah frasa yang komponen pembentuknya terdiri
dari dua komponen atau lebih yang sama atau sederajat. Karena bentuk
yang sederajat, maka frasa ini dapat dihubungan dengan konjungsi
koordinatif tunggal seperti dan, atau, tetapi, atau, maupun dan lain
sebagainya. Misalnya frasa "panjang pendek" dapat diselipkan
konjungsi koordinatif menjadi "panjang dan pendek" atau "Panjang
maupun pendek"
2.2.6 Kata
Kata adalah kumpulan beberapa huruf yang memiliki makna tertentu. Dalam
KBBI (Kamus Besar Bahasa Indonesia) kata adalah unsur bahasa yang diucapkan
atau dituliskan yang merupakan perwujudan suatu perasaan dan pikiran yang
dapat dipakai dalam berbahasa. Dari segi bahasa kata diartikan sebagai kombinasi
morfem yang dianggap sebagai bagian terkecil dari kalimat. Sedangkan morfem
sendiri adalah bagian terkecil dari kata yang memiliki makna dan tidak dapat
dibagi lagi ke bentuk yang lebih kecil.
Ciri dari kata tugas ialah bahwa hampir semuanya tidak dapat menjadi dasar untuk
membentuk kata lain. Jika verba datang dapat diturunkan menjadi mendatangi,
mendatangkan & kedatangan. Bentuk-bentuk seperti menyebabkan dan
menyampaikan tidak diturunkan dari kata tugas sebab & sampai tetapi dari
nomina sebab dan verba sampai yang membentuknya sama tapi kategorinya
berbeda.
2.2.7 Morfem
Ciri-ciri morfem :
1. Tidak dapat berdiri sendiri dan selalu melekat pada morfem lain. Contoh:
(me-) + (minum) = meminum, (drink) + (ing) = drinking, (ng) + (ombe) =
ngombe.
2. Tidak memiliki makna leksikal. Contoh: semua afiks dalam bahasa
Indonesia (pe-, -an, pe-an, ter-, ber-, me-, dll).
1. Morfem Bebas dan Morfem Terikat. Morfem bebas adalah morfem yang
tanpa kehadiran morfem lain dapat muncul dalam pertuturan. Dalam
bahasa Indonesia, misalnya, bentuk pulang, makan, rumah, dan bagus
adalah termasuk morfem bebas. Maka morfem-morfem itu dapat
digunakan tanpa harus terlebih dahulu menggabungkannya dengan
morfem lain. morfem terikat adalah morfem yang tanpa digabung dulu
dengan morfem lain tidak dapat muncul dalam pertuturan.
2. Morfem Utuh dan Morfem TerbagiPerbedaan morfem utuh dan morfem
terbagi berdasarkan bentuk formal yang dimiliki morfem tersebut, apakah
merupakan satu kesatuan yang utuh atau merupakan dua bagian yang
terpisah atau terbagi, karena disisipi morfem lain. Sedangkan morfem
terbagi adalah sebuah morfem yang terdiri dari dua buah bagian yang
terpisah. Umpamanya pada kata Indonesia kesatuan terdapat satu morfem
utuh, yaitu {satu} dan satu morfem terbagi, yakni {ke-/-an}. Sehubungan
dengan morfem terbagi ini, untuk bahasa Indonesia.
3. Morfem Segmental dan SuprasegmentalPerbedaan morfem segmental dan
morfem suprasegmental berdasarkan jenis fonem yang membentuknya.
Morfem segmental adalah morfem yang dibentuk oleh fonem-fonem
segmental, seperti morfem {lihat}, {lah}, {sikat}, dan {ber}. Jadi, semua
morfem yang berwujud bunyi adalah morfem segmental. Sedangkan
morfem suprasegmental adalah morfem yang dibentuk oleh unsur-unsur
suprasegmental, seperti tekanan, nada, durasi, dan sebagainya. Misalnya,
dalam bahasa Ngbaka di Kongo Utara di Benua Afrika, setiap verba selalu
disertai dengan penunjuk kala (tense) yang berupa nada.
4. Morfem Beralomorf ZeroDalam linguistik deskriptif ada konsep mengenai
morfem beralomorf zero atau nol (lambangnya berupa Ø), yaitu morfem
yang salah satu alomorfnya tidak berwujud bunyi segmental maupun
berupa prosodi (unsur suprasegmental), melainkan berupa “kekosongan”.
5. Morfem Bemakna Leksikal dan Morfem Tidak Bermakna Leksikal.
Morfem bermakna leksikal adalah morfem-morfem yang secara inheren
telah memiliki makna pada dirinya sendiri, tanpa perlu berproses terlebih
dulu dengan morfem lain. Misalnya, dalam bahasa Indonesia, morfem-
morfem seperti {kuda} adalah morfem bermakna leksikal. Oleh karena itu,
morfem seperti ini, dengan sendirinya sudah dapat digunakan secara
bebas, dan mempunyai kedudukan yang otonom di dalam
pertuturan.morfem tak bermakna leksikal tidak mempunyai makna apa-apa
pada dirinya sendiri. Morfem ini baru mempunyai makna dalam
gabungannya dengan morfem lain dalam suatu proses morfologi. Yang
biasa dimaksud dengan morfem tak bermakna leksikal ini adalah morfem-
morfem afiks, seperti {ber-}, {me-}, dan {ter-}. Ada satu bentuk morfem
lagi yang perlu dibicarakan atau dipersoalkan mempunyai makna leksikal
atau tidak, yaitu morfem-morfem yang di dalam gramatika berkategori
sebagai preposisi dan konjungsi. Morfem-morfem yang termasuk preposisi
dan konjungsi jelas bukan afiks dan jelas memiliki makna. Namun,
kebebasanya dalam pertuturan juga terbatas, meskipun tidak seketat
kebebsan morfem afiks. Kedua jenis morfem inipun tidak pernah terlibat
dalam proses morfologi, padahal afiks jelas terlibat dalam proses
morfologi, meskipun hanya sebagai pembentuk kata.
2.2.8 Fonem
Fonem adalah satuan bunyi bahasa terkecil yang fungsional atau dapat
membedakan makna kata. Untuk menetapkan apakah suatu bunyi berstatus
sebagai fonem atau bukan harus dicari pasangan minimalnya. Fonem merupakan
bunyi bahasa yang berbeda atau mirip kedengarannya. Fonem dalam bahasa
dapat mempunyai beberapa macam lafal yang bergantung pada tempatnya dalam
kata atau suku kata. Fonem /p/ dalam bahasa Indonesia, misalnya, dapat
mempunyai dua macam lafal. Bila berada pada awal suku kata, fonem itu
dilafalkan secara lepas. Pada kata /pola/, misalnya, fonem /p/ itu diucapkan secara
lepas untuk kemudian diikuti oleh fonem /o/. Bila berada pada akhir kata,
fonem /p/ tidak diucapkan secara lepas; bibir kita masih tetap rapat tertutup waktu
mengucapkan bunyi ini. Dengan demikian, fonem /p/ dalam bahasa Indonia
mempunyai dua variasi. Fonem adalah unsur bahasa yang terkecil dan dapat
membedakan arti atau makna (Gleason,1961: 9). Berdasarkan definisi diatas maka
setiap bunyi bahasa, baik segmental maupun suprasegmental apabila terbukti
dapat membedakan arti dapat disebut fonem. Ada tiga cara untuk mencari fonem,
yaitu :
Dalam ilmu bahasa fonem itu ditulis di antara dua garis miring: /.../ /p/ dan /b/
adalah dua fonem karena kedua bunyi itu membedakan arti. Contoh:
1. Fonem Vokal Bunyi vocal dihasilkan oleh udara yang keluar dari paru-
paru dengan tidak mendapatkan hambatan. Jenis vocal ditentukan oleh
posisi bibir, tinggi- rendahnya lisah, dan maju mundurnya lidah.Posisi
bibir bundar menghasilkan vocal bundar (o, u, a). posisi bibir berbentuk
rata-rata menghasilkan vocal tak bundar (i, e). ujung dan belakang lidah
dalam posisi naik menghasilkan vocal depan (I, e). jka hanya lidah
belakang yang diangkat, maka menghasilkan vocal belakang (u, o, a). jika
posisi lidah rata, maka menghasilkan vocal tengah atau pusat (e-pepet).
Apabila lidah dekat dengan alveolum menghasilkan vocal atas (I, u). jika
lidah dalam posisi mundur, maka menghasilkan vocal tengah (e-pepet).
Posisi lidah mundur jauh di belakang menghasilkan vocal bawah (a).
2. Fonem Diftong. Bunyi diftong adalah dua vocal yang berurutan yang
diucapkan dalam satu kesatuan waktu. Perhatikan kata-kata: ramai, pantai,
dan pulau. Ucapan dua vocal berurutan ini berbeda dengan vocal berurutan
pada kata: dinamai, laut, dan egois, sebab ketiga vocal berurutan ini tidak
diucapkan dalam satu kesatuan waktu. Perbedaan ini menyebabkan
pengucapan vocal berurutan ini menjadi salah. Inilah sebabnya kemudian
muncul monoftongisasi, misalnya pelafalan:Ramai, dilafalkan:
ramePantai, dilafalkan: pantePulau, dilafalkan: puloPelafalan ini terjadi
karena diftong menjadi satu bunyi (monoftong). Sebaliknya, ada proses
pelafalan diftongisasi, artinya, semestinya vocal tungal diucapkan sebagai
vocal rangkap. Contoh: Sentosa, diucapkan: sentausa
3. Fonem Konsonan. Konsonan adalah bunyi yang dihasilkan dengan
mengeluarkan udara dari paru-paru mendapatkan hambatan.
Berdasarkan articulator dan titik artikulasi, konsonan di bedakan
menjadi delapan:
a. Konsonan bilabial adalah konsonan yang dilafalkan dengan
mempertemukan kedua belah bibir serta keduanya menjadi satu
titik sentuh, menghasilkan konsonan: p, b, m, dan w.
b. Konsonan labiodentals adalah konsonan yang dilafalkan dengan
mempertemukan gigi atas sebagai titik artikulasi dengan bibir
bawah sebagai articulator, menghasilkan konsonan: f dan v.
c. Konsonan apikodental adalah konsonan yang dilafalkan dengan
lidah dengan articulator dan gigi sebagai titik artikulasi,
menghasilkan konsonan: t dan n.
d. Konsonan apikoalveolar adalah konsonan yang dilafalkan dengan
ujung lidah sebagai articulator, sedang lengkung kaki gigi sebagai
titik artikulasi, menghasilkan konsonan: t, d, dan n.
e. Konsonan palatal adalah konsonan yang dilafalkan dengan bagian
tengah lidah sebagai articulator, sedangkan langit keras sebagai
titik artikulasi, menghasilkan konsonan: c, j, dan ny.
f. Konsonan velar adalah konsonan yang dilafalkan dengan bagian
belakang lidah sebagai articulator dan langit-langit lembut sebagai
titik artilukasi, menghasilkan konsonan: k, g, ng, dan kh.
g. Konsonan hamzah adalah konsonan yang dilafalkan dengan posisi
pita suara tertutup, menghasilkan konsonan glottal stop (? atau ‘)
h. Konsonan laringal adalah konsonan yang dilafalkan dengan pita
suara terbuka lebar, menghasilkan konsonan: h.
Berdasarkan halangan atau hambatan terhadap udara waktu keluar dari
paru-paru, konsonan dibedakan menjadi enam:
a. Konsonan hambat (stop) adalah konsonan yang dilafalkan dengan
mengeluarkan udara dari paru-paru, tetapi mendapatkan hambatan
penuh, misalnya: p, b, k, t, dan d. dalam praktik sehari-hari,
konsonan diucapkan dengan menggunakan suara letupan. Ole
karena itu, konsonan ini juga disebut konsonan eksplosif.Kata-kata
seperti: parit, pukul, buka, tidak, dan sebagainya selalu diucapkan
ada letupan bunyi.
b. Konsonan frikatif adalah konsonan yang dilafalkan dengan adanya
udara yang keluar dari paru-paru digesekkan sehingga
menghasilkan bunyi geser, misalnya: f, v, dank h.
c. Konsonan spiral adalah konsonan yang dilafalkan dengan suara
berdesis, misalnya: s, z, sy.
d. Konsonan likwida atau lateral adalah konsonan yang dilafalkan
dengan mengangkat lidah ke langit-langit, misalnya: l.
e. Konsonan getar atau tril adalah konsonan yang dilafalkan dengan
mendekatkan lidah ke alveolum atau pangkal gigi kemudian lidah
menjauhi alveolum lagi, misalnya: r.
Berdasarkan turut tidaknya pita suara bergetar, konsonan dapat
dikelompokkan menjadi dua yaitu :
a. Konsonan bersuara adalah konsonan yang dilafalkan dengan pita
suara bergetar, misalnya: b, d, n, g, dan w.
b. Konsonan tidak bersuara adalah konsonan yang dilafalkan dengan
tidak menggetarkan pita suara, misalnya: p, t, c, dan k.
Berdasarkan jalan yang dilalui udara, konsonan di bedakan menjadi
dua:
a. Kosonan oral adalah konsonan yang dilafalkan dengan
mengeluarkan udara melalui mulut misalnya: p, b, k, d, dan w.
b. Konsonan nasal adalah konsonan yang dilafalkan dengan
mengeluarkan udara keluar melalui hidung, misalnya: ny, m, ng,
dan n.
Fungsi Fonem
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
1. Jadi jenis struktur kaidah Bahasa Indonesia dibagi menjadi macam
yaitu wacana, paragraf, kalimat, klausa, frasa, kata, fonem dan morfem
2. Wacana adalah kesatuan makna (semantis) antarbagian di dalam suatu
bangun bahasa.
3. Paragraf (Alenia) merupakan kumpulan suatu kesatuan pikiran yang
lebih tinggi dan lebih luas dari pada kalimat
4. Kalimat adalah satuan bahasa berupa kata atau rangkaian kata yang
dapat berdiri sendiri dan menyatakan makna yang lengkap.
5. Klausa adalah satuan sintaksis berupa runtutan kaka-kata berkonstruksi
predikatif.
6. Frasa adalah gabungan kata yang terdiri dari dua kelompok kata atau
lebih yang memiliki satu makna gramatikal (makna yang dapat
berubah sesuai konteks).
7. Kata adalah kumpulan beberapa huruf yang memiliki makna tertentu
8. Morfem adalah suatu bentuk bahasa yang tidak mengandung bagian-
bagian yang mirip dengan bentuk lain, baik bunyi maupun maknanya
9. Fonem adalah satuan bunyi bahasa terkecil yang fungsional atau dapat
membedakan makna kata
3.2 Saran
Dalam kegiatan dan aktivitas sehari hari kita menggunakan Bahasa
Indonesia sebagai alat komunikasi. Tentunya dalam menggunakan Bahasa
Indonesia kita harus tepat, baik dan benar sesuai dengan kaidah Bahasa
Indonesia yang berlaku, misalnya kita harus menggunakan Bahasa
Indonesia dengan pelafalan yang tepat
DAFTAR PUSTAKA
https://www.guruberbagi.net/2019/02/kaidah-struktur-bahasa-indonesia.html,
diakses pada tanggal 30 September 2022 pukul 17.08
https://proceeding.unnes.ac.id/index.php/snpasca/article/download/377/228,
diakses pada 30 September 2022 pukul 17.10
https://www.situsbahasa.com/2011/11/definisi-dan-jenis-jenis-klausa.html
diakses pada 7 Oktober 2022 pukul 09.49
https://tirto.id/mengenal-jenis-jenis-frasa-dalam-bahasa-indonesia-dan-ciri-
cirinya-gjk9
diakses pada 7 Oktober 2022 pukul 10.13