Anda di halaman 1dari 11

MAKALAH

KAITAN BERBICARA DENGAN KETERAMPILAN


BERBAHASA YANG LAINNYA DAN TATARAN KEBAHASAAN

Disusun untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Mata Kuliah


Dosen Pengampu :
Welly Nores Kartadireja, S.Pd., M.Pd.

Oleh :
Chica Chaswati 212121059
Ghina Ayu Salsabila 212121062
Galang Diva Erlangga 212121064

JURUSAN PENDIDIKAN BAHASA INDONESIA


FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN 2021/2022
UNIVERSITAS SILIWANGI
KATA PENGANTAR
Segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya
sehingga Kami kelompok dapat menyelesaikan makalah ini guna memenuhi tugas kelompok
untuk mata kuliah Berbicara dengan judul “Kaitan Berbicara dengan Keterampilan Berbahasa
yang Lainnya dan Tataran Kebahasaan”.
Kami menyadari bahwa selama penulisan makalah ini, kami banyak menerima
bantuan dari berbagai pihak. Oleh sebab itu tidak lupa Kami ucapkan terima kasih kepada :
1. Ibu Welly Nores Kartadireja, S.Pd., M.Pd. selaku dosen pengampu Mata Kuliah
Berbicara yang telah membimbing Kami.
2. Rekan-rekan yang telah membantu dalam proses penyusunan makalah ini.
3. Semua pihak yang tidak bisa disebutkan satu per satu
Kami menyadari masih banyak kekurangan dalam penyusunan makalah ini baik dari
segi susunan kalimat maupun tata bahasanya. Untuk itu, Kami dengan terbuka menerima
saran dan masukan dari semua pihak demi penyempurnaan pembuatan makalah ini.
Akhir kata, kami mengharapkan makalah ini dapat bermanfaat bagi kita semua.

Tasikmalaya, 27 Agustus 2021

Kelompok 2

i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR i
DAFTAR ISI ii
BAB I. PENDAHULUAN 1
1. Latar Belakang 1
2. Rumusan Masalah 1
3. Tujuan Penelitian 1
BAB II. PEMBAHASAN 2
A. Kaitan berbicara dengan keterampilan berbahasa (menyimak, membaca, dan menulis) 2
B. Kaitan berbicara dengan keterampilan makrolinguistik (psikolinguistik dan
sosiolinguistik) 3
C. Kaitan berbicara dengan wacana dan pragmatik 4
BAB III. PENUTUP 7
A. Simpulan 7
B. Saran 7
DAFTAR PUSTAKA 8

ii
BAB I PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Berbicara merupakan salah satu komponen berbahasa, yaitu komponen
penggunaan. Oleh karena itu, berbicara merupakan kegiatan berbahasa yang bersifat
praktis. Kemahiran berbicara seseorang ditentukan oleh tingkat pemahamannya
terhadap hal-hal yang berkaitan dengan kebahasaan. Seperti halnya dengan kegiatan-
kegiatan berbahasa lainnya, berbicara merupakan sebuah konsep yang tentunya
mempunyai batasan-batasan sendiri.
Tujuan utama berbicara adalah untuk berkomunikasi. Agar dapat
menyampaikan isi pikiran secara efektif, maka seharusnya pembicara memahami
makna segala sesuatu yang ingin disampaikan, pembicara harus mengevaluasi efek
komunikasinya terhadap pendengarnya.
Seseorang dikatakan memiliki keterampilan berbicara apabila yang
bersangkutan terampil memilih bunyi-bunyi bahasa (berupa kata, kalimat, serta
tekanan dan nada) secara tepat serta memformulasikannya secara tepat pula guna
menyampaikan pikiran, perasaan, gagasan, fakta, perbuatan dalam suatu konteks
komunikasi tertentu.
Kaitan berbicara dengan keterampilan berbahasa dapat dilihat dalam
penggunaan aspek-aspek kebahasaan dalam berbicara, diantaranya adalah kaitan
dengan keterampilan berbahasa, makrolinguistik, serta wacana dan pragmatik.

B. RUMUSAN MASALAH
1) Kaitan berbicara dengan keterampilan berbahasa (menyimak, membaca, dan
menulis)
2) Kaitan berbicara dengan makrolinguistik (psikolinguistik, sosiolinguistik)
3) Kaitan berbicara dengan wacana dan pragmatik

C. TUJUAN
Dari rumusan masalah tersebut, penulis memiliki beberapa tujuan yang dimaksud,
yaitu:
1) Mengetahui kaitan berbicara dengan keterampilan berbahasa (menyimak,
membaca, dan menulis)
2) Mengetahui kaitan berbicara dengan makrolinguistik (psikolinguistik,
sosiolinguistik)
3) Mengetahui kaitan berbicara dengan wacana dan pragmatik

1
BAB II PEMBAHASAN
A. KAITAN BERBICARA DENGAN KETERAMPILAN BERBAHASA

a) Kaitan berbicara dengan menyimak


Kegiatan berbicara dan menyimak saling melengkapi, tidak ada gunanya orang
berbicara bila tidak ada orang yang menyimak, rata rata orang yang sedang berbicara pasti
ada juga orang yang menyimak pembicaraannya, orang yang berbicara dengan baik dapat
memberikan contoh untuk ditiru oleh penyimak dan pembicara yang baik mampu
memudahkan penyimak untuk menyerap arti dari bahasan yang diberikan oleh pembicara.
Dalam berbicara seseorang menyampaikan informasi melalui suara atau bunyi bahasa,
sedangkan dalam menyimak seseorang mendapat informasi melalui ucapan atau suara,
Menurut Brooks (dalam Tarigan, 2013:4) berbicara dan menyimak merupakan kegiatan
komunikasi dua arah yang langsung, merupakan komunikasi tatap muka atau face-to-face
communication, Hal-hal yang dapat memperlihatkan eratnya hubungan antara berbicara dan
menyimak adalah sebagai berikut: 
 Ujaran (speech) biasanya dipelajari melalui menyimak dan meniru (imitasi).
 Kata-kata yang akan dipakai serta dipelajari oleh sang anak biasanya ditentukan oleh
perangsang (stimuli) yang mereka temui dan kata-kata yang paling banyak memberi
bantuan atau pelayanan dalam menyampaikan ide-ide atau gagasan mereka.
 Ujaran sang anak mencerminkan pemakaian bahasa di rumah dan masyarakat
tempatnya hidup.
 Anak yang lebih muda lebih dapat memahami kalimat-kalimat yang jauh lebih
panjang dan rumit daripada kalimat-kalimat yang dapat diucapkannya.
 Meningkatkan keterampilan menyimak berarti membantu meningkatkan kualitas
berbicara seseorang.
 Bunyi atau suara merupakan suatu faktor penting dalam meningkatkan cara
pemakaian kata-kata sang anak. Oleh karena itu, sang anak akan tertolong kalau
mereka menyimak ujaran-ujaran yang baik dari para guru dan lingkungan sekitarnya.
 Berbicara dengan bantuan alat-alat peraga akan menghasilkan penangkapan informasi
yang lebih baik pada pihak penyimak.

b) Kaitan berbicara dengan membaca


Berbicara dan membaca berbeda dalam sifat, sarana, dan fungsi. Berbicara bersifat
produktif, ekspresif melalui sarana bahasa lisan dan berfungsi sebagai penyebar informasi.
Membaca bersifat reseptif melalui sarana bahasa tulis dan berfungsi sebagai penerima
informasi.
Membaca merupakan kegiatan pendorong untuk mengekspresikan seseorang untuk
mengekspresikan kembali informasi yang diperoleh pembaca melalui media berbicara.
Hubungan-hubungan antara bisang kegiatan lisan dan membaca telah dapat diketahui dari
beberapa telaah penelitian, antara lain :
 Performansi atau penampilan membaca berbeda sekali dengan kecakapan berbicara. 
2
 Pola-pola ujaran orang yang tunaaksara mungkin mengganggu pelajaran membaca
bagi anak. 
 Kalau pada tahun-tahun awal sekolah, ujaran membentuk suatu dasar bagi pelajaran
membaca, maka membaca bagi anak-anak kelas yang lebih tinggi turut membantu
meningkatkan keterampilan berbicara mereka. 
 Kosakata khusus mengenai bahan bacaan haruslah diajarkan secara langsung. Apabila
muncul kata-kata baru dalam buku bacaan siswa, maka guru hendaknya
mendiskusikannya dengan siswa agar mereka memahami maknanya sebelum mereka
mulai membacanya. 

c) Kaitan berbicara dengan menulis


Kegiatan berbicara maupun kegiatan menulis bersifat produktif-ekspresif. Kedua
kegiatan itu berfungsi sebagai penyampai informasi. Penyampaian informasi melalui kegiatan
berbicara disalurkan melalui bahasa lisan, sedangkan penyampaian informasi dalam kegiatan
menulis disalurkan melalui bahasa tulis.
Menulis sangat diperlukan dalam kegiatan berbicara dialog atau berbicara yang dilakukan
oleh 2 orang atau lebih seperti wawancara, seorang pewawancara memberikan pesan kepada
pihak yang diwawancarai.

B. KAITAN BERBICARA DENGAN MAKROLINGUISTIK (PSIKOLINGUISTIK,


SOSIOLINGUISTIK)
Linguistik adalah ilmu tentang bahasa; atau ilmu yang menjadikan bahasa sebagai
objek kajiannya; atau lebih tepat lagi, menurut Martinet (1987:19), telaah ilmiah mengenai
bahasa manusia. Berdasarkan objek kajiannya, apakah struktur internal bahasa atau bahasa itu
dalam hubungannya dengan faktor-faktor diluar bahasa dibedakan menjadi dua yaitu
makrolinguistik dan mikrolinguistik. Makrolinguistik merupakan studi dasar linguistik yang
menyelidiki bahasa dalam kaitannya dengan faktor-faktor di luar bahasa, lebih banyak
membahas faktor luar-bahasanya itu daripada struktur internal bahasa.
Makrolinguistik adalah bidang linguistik yang mempelajari bahasa dalam
hubungannya dengan faktor-faktor di luar bahasa, seperti dari segi kejiwaan, sosial,
pengajaran, pengobatan, dan filsafat. Oleh karena itu, kajian makrolinguistik bersifat luas dan
eksternal. Kajian yang bersifat eksternal diantaranya psikolinguistik dan sosiolinguistik.
Psikolinguistik adalah ilmu yang mempelajari hubungan bahasa dengan perilaku dan
akal budi manusia, termasuk bagaimana kemampuan berbahasa itu diperoleh. Jadi,
psikolinguistik ini merupakan ilmu interdisipliner antara psikologi dan linguistik.Slobin
dalam Chaer (2003: 5) mengemukakan bahwa psikolinguistik mencoba menguraikan proses-
proses psikologi yang berlangsung jika seseorang mengucapkan kalimat-kalimat yang
didengarnya pada waktu berkomunikasi dan bagaimana kemampuan bahasa diperoleh
manusia.
Secara teoretis, tujuan utama psikolinguistik ialah mencari satu teori bahasa yang
tepat dan unggul dari segi linguistik dan psikologi yang mampu menerangkan hakikat bahasa
dan pemerolehannya. Dengan kata lain, psikolinguistik mencoba menerangkan hakikat

3
struktur bahasa dan bagaimana struktur ini diperoleh dan digunakan pada waktu bertutur dan
memahami kalimat-kalimat (ujaran-ujaran). Secara praktis, psikolinguistik mencoba
menerapkan pengetahuan linguistik dan psikologi pada masalah-masalah seperti pengajaran
dan pembelajaran bahasa, pengajaran membaca permulaan dan membaca lanjut,
kedwibahasaan, penyakit bertutur seperti afasia, gagap dan sebagainya, komunikasi, pikiran
manusia, dialek-dialek, pijinisasi, dan kreolisasi, dan masalah-masalah sosial lain yang
menyangkut bahasa seperti bahasa dan pendidikan, bahasa, dan pembangunan bangsa.
Sosiolinguistik adalah ilmu linguistik yang mempelajari bahasa dalam hubungan
pemakaiannha di masyarakat. Dalam sosiolinguistik ini, antara lain , dibicarakan pemakai dan
pemakaian bahasa tempat pemakaian bahasa, tata tingkat bahasa, berbagai akibat adanya
duabuah bahasa atau lebih, dan ragam serta waktu pemakaian ragam bahasa itu.
Sosiolinguistik ini merupakab ilmu interdisipliner antara sosiologi dan linguistik.
Sosiolinguistik yang masuk dalam area makrolinguistik sangatberguna untuk
mengamati beberapa fakta sosial dalam sebagai gejala sosial secara lebih jelas dan cermat.
Kegunaan sosiolinguistik yang lain adalah dalam bidang komunikasi (Abdul Chaer dan
Leonie Agustina,1995: 10). Maksudnya adalah sosiolinguistik akan memberikan pedoman
dalam berkomunikasi denganmenunjukkan bahasa, ragam bahasa atau gaya bahasa apa yang
harus dipakai seseorang bila berbicara dengan orang lain. Dengan memahami prinsip-prinsip
sosiolinguistik setiap penutur akan menyadari betapa pentingnya peranan ketepatan
pemilihan variasi sesuai dengan konteks sosial selain kebenaran secara struktur gramatikal
dalam pemakaian bahasa. Bahasa dalam studi sosiolinguistik tidak hanya dipandang sebagai
struktur saja, tetapi juga dipandang sebagai sistem sosial, sistem komunikasi dan bagian dari
kebudayaan masyarakat tertentu.
Dapat disimpulkan, psikolinguistik dan sosiolinguistik adalah dua ilmu yang
mempelajari objeknya masing masing. Psikolinguistik adalah ilmu yang mempelajari
hubungan bahasa dengan perilaku manusia, termasuk bagaimana kemampuan berbahasa itu
di peroleh. Sedangkan, sosiolinguistik ilmu yang mempeljarai bahasa dalam hubungan
pemakaiannya di masyarakat.
Peran psikologi dan sosiologi berpengaruh dalam pembelajaran bahasa. Dengan
demikian, seseorang dengan mudah memahami hakikat bahasa dan bahas orang lain. Jadi,
dengan adanya psikolinguistik dan sosiolinguistik kita dapat memahami bahasa sebagai alat
komunikasi sehingga dapat berbicara. Meskipun bahasa dan berbicara berbeda, tetapi
bebicara merupakan bagian dari bahasa.

C. KAITAN BERBICARA DENGAN WACANA DAN PRAGMATIK


a) Keterkaitan Berbicara dengan Wacana
Pembahasan wacana pada dasarnya ialah menjelaskan hubungan antar kalimat atau
antar ujaran kemudian membentuk wacana yang disampaikan baik secara lisan atau tulisan.
Wacana dapat direalisasikan dalam bentuk karangan utuh (novel, buku), paragraf, kalimat,
atau kata. Berkaitan dengan fungsi bahasa sebagai sarana komunikasi, Samsuri
mendefinisikan wacana sebagai rekaman kebahasaan yang utuh tentang peristiwa
komunikasi, baik menggunakan bahasa lisan maupun tulisan (1998). Dalam komunikasi
secara lisan, wacana dapat dilihat sebagai proses komunikasi antar orang yang menyapa

4
dengan orang yang disapa, sedangkan jika dilihat dalam komunikasi secara tertulis, wacana
terlihat sebagai ide yang berhasil diungkapkan atau gagasan orang yang menyapa tersebut.
Berkaitan dengan konsep wacana dan sasaran analisisnya, wacana sangat berperan
dalam pengajaran keterampilan berbicara dan keterampilan menulis sebagai keterampilan
berbahasa yang bersifat produktif. Bahasa dapat dikatakan sebagai sebuah wacana jika
memiliki syarat kohesi (kaitan bentuk) dan koherensi (kaitan makna).
 Kohesi
Kohesi adalah kalimat-kalimat disusun secara terpadu untuk menghasilkan wacana,
baik dari segi tingkat gramatikal maupun tingkat leksikal tertentu. Dengan demikian
kohesi adalah salah satu standar yang menandai bahwa sebuah teks atau wacana itu
dianggap komunikatif, tanpa kohesi teks atau wacana tidak dianggap komunikatif.
 Koherensi
Koherensi adalah pemahaman tentang makna yang dimilki oleh pendengar atau
pembaca.
Syarat kohesi dan koherensi wacana di dalam membentuk sebuah karangan utuh
tidak terlepas dari syarat keutuhan dalam membentuk paragraf. Artinya, kemampuan kita
untuk menguasai pemakaian kohesi dan koherensi akan mendukung kemampuan atau
keterampilan kita dalam membuat sebuah paragraf yang utuh. Disitulah letak peranan
analisis wacana dalam pengajaran keterampilan menulis. Di dalam keterampilan berbicara,
analisis wacana berperan dalam menciptakan percakapan atau tutur kata yang jujur, relevan,
jelas, dan cukup memberikan informasi.
b) Keterkaitan Berbicara dengan Pragmatik
Pembelajaran bahasa berdasarkan pendekatan komunikatif membutuhkan kompetensi
pragmatik. Kompetensi pragmatik dibutuhkan karena kompetensi ini berkaitan dengan studi
tentang pemakaian bahasa dalam komunikasi, terutama hubungan antara ujaran dengan
konteks dan situasi. Konteks pembicaraan menjadi penting dalam keterampilan berbicara
karena biasanya keterampilan berbicara melibatkan interaksi sosial. Kompetensi komunikatif
dapat tercapai jika pembelajar mampu menerapkan pengetahuan penggunaan bahasa dan
kemampuan menggunakannya dalam berbagai konteks atau situasi komunikasi.
Hal ini sesuai dengan pemikiran Mulgrave (1954:3-4) yang mengatakan bahwa
berbicara adalah sebuah alat untuk mengkomunikasikan gagasan yang disusun dan
dikembangkan sesuai dengan kebutuhan pendengarnya. Berbicara juga merupakan instrumen
yang mengekspresikan kemampuan seorang pembicara dalam beradaptasi dengan kawan
bicaranya. Seorang pembicara harus mengerti dengan baik konteks pembicaraan dan budaya
kawan bicaranya agar tercipta percakapan yang nyaman.
Pragmatik selalu muncul dalam komunikasi verbal. Menurut Leech (1993: 8)
pragmatik adalah studi tentang makna dalam hubungannya dengan situasi-situasi ujar. Dalam
mengekspresikan perasaan, pikiran dan gagasan, seorang pembicara kerap memperlakukan
bahasa yang dipergunakan secara pragmatik, sehingga teman bicaranya harus mengerti
makna melalui konteks yang berlaku.
Kemahiran berbicara menuntut pembicara untuk mampu menyampaikan pesan berupa
gagasan, informasi, perasaan, pikiran kepada lawan bicaranya. Antara pembicara dan lawan

5
bicaranya harus memiliki kesamaan konteks pembicaraan dan pengetahuan budaya. Hal ini
sangat penting agar pembicaraan dapat dimengerti oleh kedua belah pihak, sehingga dapat
terbangun kenyamanan komunikasi.
Pembelajaran bahasa membawa kita pada suatu pemahaman tentang pentingnya
pendekatan pragmatik dalam pembelajaran keterampilan berbicara. Dalam pembelajaran
bahasa khususnya pada aspek pembelajaran berbicara, ketercapaian suatu kompetensi
berbahasa yang tepat tidaklah hanya dengan mempelajari bahasa secara struktural, tetapi juga
harus didukung oleh suatu pembelajaran tentang aspek-aspek yang ada di luar bahasa yang
seringkali berpengaruh dalam proses komunikasi. Dengan pendekatan pragmatik pula,
peserta didik akan lebih didekatkan dengan kondisi praktis berbicara baik secara lisan
maupun tulisan.

6
BAB III PENUTUP
A. KESIMPULAN
Kegiatan berbicara selalu berkaitan dengan keterampilan kebahasaan lainnya dan
tataran kebahasaan. Diantaranya menyimak, membaca, menulis, makrolinguisti
(psikolinguistik, sosiolinguistik), wacana dan pragmatic. Kegiatan berbicara merupakan hal
yang selalu kita lakukan dalam kegiatan sehari-hari. Oleh karena itu, ketika kita melakukan
kegiatan tersebut tidak lepas kaitanya dengan aspek yang telah disebutkan.
Dapat disimpulkan bahwa keterampilan kebahasaan mempunyai keterkaitan satu sama
lain dalam penggunaanya. Menyimak adalah kegiatan atau suatu proses mendengarkan
lambing-lambang lisan. Membaca adalah suatu proses yang dilakukan sipembaca untuk
mendapatkan informasi atau pesan dari penulis melalui media kata-kata atau bahasa tulis.
Menulis adalah suatu kegiatan menciptakan suatu catatan atau informasi pada suatu media
menggunakan aksara.
Makrolinguistik merupakan cabang linguistik yang mempelajari bahasa dalam
hubungannya dengan faktor-faktor di luar bahasa. Kajian yang makrolinguistik bersifat eksternal
diantaranya psikolinguistik dan sosiolinguistik. Psikolinguistik adalah ilmu yang mempelajari
hubungan bahasa dengan perilaku dan akal budi manusia, termasuk bagaimana kemampuan
berbahasa itu diperoleh. Sedangkan, Sosiolinguistik adalah ilmu linguistik yang mempelajari bahasa
dalam hubungan pemakaiannha di masyarakat. W acana pada dasarnya ialah menjelaskan
hubungan antar kalimat atau antar ujaran kemudian membentuk wacana yang disampaikan
baik secara lisan atau tulisan. Pragmatik adalah studi tentang makna dalam hubungannya
dengan situasi-situasi ujar.
B. SARAN
Saran kami selaku penyusun makalah semoga kita bisa menerapkan kegiatan
berbicara dengan kaidah yang benar. Kami selaku penulis menyadari banyak kesalahan dalam
penyusunan makalah ini oleh karena itu, kami menerima dengan sangat terbuka kritik serta
saran yang membangun untuk penyempurnaan makalah ini.

7
DAFTAR PUSTAKA
Chaer, Abdul. 2012. Linguistik Umum. Jakarta: Rineka Cipta.
Harras, Khalid A dan Andika Dutha Bachari. 2009. Dasar-Dasar Psikologi. Bandung: UPI
PRESS.
Ramadhan, Fahrudin. Kajian Sosiolinguistik. Jurnal di Universitas Sebelas Maret. Surakarta,
[ONLINE]. Tersedia : https://bit.ly/3gABhk8 (Diakses tanggal 26 Agustus 2021)
Hanafiah, W. (2015). Analisis Kohesi dan Koherensi Pada Wacana Buletin
Jumat. Epigram, 11(2). https://doi.org/10.32722/epi.v11i2.676
Muljani, Sutji. (2014). Analisis Wacana: Peranan dan Implikasinya dalam Pengajaran
Keterampilan Berbahasa Produktif. Makalah
Barbara Pesulima, dan Sukojati Prasnowo. Pendekatan Pragmatik dalam Pengajaran
Kemahiran Berbicara BIPA. 2(017). Seminar Nasional Pengajaran Bahasa. 62.
Tarigan, Henry Guntur. 2013. Berbicara sebagai suatu Keterampilan Berbahasa. Bandung:
Angkasa
The National Capital Language Resource Center. “Teaching Speaking Strategies for
Developing Speaking Skills”. http://www.nclrc.org/ essentials/speaking/stratspeak.htm
The Center fo Development and Learning. http://www.cdl.org/language/

Anda mungkin juga menyukai