Anda di halaman 1dari 18

KAITAN BERBICARA DENGAN SEGALA ASPEK

MAKALAH

Disusun untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Mata Kuliah

Dosen Pengampu :
Welly Nores,S.Pd.,M.Pd

Oleh :

Hanna Aditya Fadillah 192121019


Vina Oktavia 192121001
Winie Kateresna Cikal 192121020

JURUSAN PENDIDIKAN BAHASA INDONESIA


FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN 2019/2020
UNIVERSITAS SILIWANGI
LEMBAR PENGESAHAN

Makalah ini diterima pada hari………tanggal………..

Oleh

Dosen Mata Kuliah Teori Sastra

Welly Nores,S.Pd.,M.Pd
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami limpahkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala
penyertaan dan bimbingan-Nya selama penulisan makalah yang berjudul “Kaitan
Berbicara dengan Segala Aspek”. Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas mata
kuliah Berbicara.

Kegiatan sehari-hari yang kita lakukan tidak terlepas dari yang namanya
berbicara. Dan tentunya, berbicara sangat erat kaitannya dengan segala aspek.
Dimana ada menyimak, pasti ada berbicara. Begitupun dengan yang lainnya.
Kemampuan berbicara merupakan kegiatan manusia setiap harinya. Mengapa
berbicara ada kaitannya dengan menyimak? Ya, karena menyimak merupakan
kegiatan khususnya berbicara dengan penuh perhatian, fokus, dsb.

Penulis menyadari bahwa selama penulisan makalah ini, penulis banyak


mendapat bantuan dari berbagai pihak. Oleh sebab itu, penulis mengucapkan
terimakasih kepada :

1. Bunda Welly Nores,S.Pd.,M.Pd., selaku dosen mata kuliah yang telah membantu
penulis selama menyusun makalah ini;

2. Rekan-rekan seangkatan yang telah memotivasi penulis untuk menyelesaikan


penyusunan makalah ini;

3. Semua pihak yang tidak bisa penulis satu per satu.

Terlepas dari semua itu, Kami menyadari sepenuhnya bahwa masih ada
kekurangan baik dari segi susunan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh karena itu
dengan tangan terbuka kami menerima segala saran dan kritik dari pembaca agar
kami dapat memperbaiki makalah ilmiah ini.

Akhir kata, kami mengharapkan semoga makalah ini dapat berguna bagi kita.
Tasikmalaya, 28 Agustus 2019

Penulis
DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN ............................................................................ i

KATA PENGANTAR ................................................................................... ii

DAFTAR ISI ................................................................................................. iii

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang ................................................................................ 1


1.2 Rumusan masalah ........................................................................... 1
1.3 Tujuan ............................................................................................. 2
1.4 Manfaat ........................................................................................... 2

BAB 2 PEMBAHASAN
2.1 Landasan Teoritis............................................................................ 3
2.2 Kaitan berbicara dengan keterampilan berbahasa mencakup:
2.2.1 Menyimak ............................................................................. 4
2.2.2 Membaca .............................................................................. 4
2.2.3 Menulis ................................................................................. 5
2.3 Kaitan berbicara dengan Makrolinguistik,Psikolinguistik, Sosiolinguistik
....................................................................................................... 6
2.4 Kaitan berbicara dengan :
2.4.1 Wacana dan Pragmatik ......................................................... 8

BAB 3 PENUTUP
1.1 Simpulan .................................................................................... 12
1.2 Saran ........................................................................................... 12

DAFTAR PUSTAKA
BAB 1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Berbicara merupakan salah satu keterampilan berbahasa yang utama dan yang
pertama kali dipelajari oleh manusia dalam hidupnya sebelum mempelajari
keterampilan berbahasa lainnya. Pada saat bayi lahir kedunia, bayi tersebut sudah bisa
menyerukan bunyi bicara melalui tangisannya. Keterampilan berbicara yang
berkembang pada kehidupan anak, yang hanya didahului oleh keterampilan
menyimak, dan pada masa tersebut lah kemampuan berbicara atau berujar dipelajari.
Berbicara tentunya berhubungan erat dengan perkembangan kosakata yang diperoleh
oleh sang anak melalui kegiatan menyimak dan membaca. Dari kegiatan tersebut,
anak mendapat stimulasi yang membuatnya dapat mengembangkan lebih lanjut
kemampuan berbahasa.

Pada dasarnya, setiap manusia dituntut terampil berkomunikasi, terampil


menyampaikan pikiran, gagasan, ide, dan perasaan. Karena proses transfer ilmu
pengetahuan kepada subjek didik pada umumnya disampaikan secara lisan.

Kemampuan berbicara sangat penting dalam kehidupan manusia karena sebagian


besar aktivitas kehidupan manusia membutuhkan dukungan kemampuan berbicara.
Dalam keterampilan berbahasa tidak hanya aspek berbicara, ada 3 keterampilan
bahasa lainnya yakni (menyimak, membaca, menulis) keempat aspek keterampilan
bahasa tersebut tidak dapat dipisahkan karena memiliki keterkaitan satu sama lain,
maka dari itu kami ingin mengetahui hubungan aspek berbicara dengan ketiga aspek
lainnya. Maka dari itu kami membuat makalah yang berjudul “Kaitan Berbicara
dengan Segala Aspek”

1.2 Rumusan Masalah

Adapun beberapa rumusan yang telah kami rumuskan dalam pembuatan makalah
ini yaitu:

1. Apa kaitan berbicara antara keterampilan berbicara dengan ketiga aspek lainnya
(menyimak, membaca, menulis)?
2. Apa kaitan berbicara dengan linguistik dilihat dari segi ilmu lain (makrolinguistik,
psikolinguistik, sosiolinguistik)?
3. Apa kaitan berbicara dengan wacana dan pragmatik?

1
2

1.3 Tujuan

Dalam pembuatan makalah ini kami mempunyai beberapa tujuan diantaranya :

1. Mengetahui kaitan berbicara dengan keterampilan berbahasa.


2. Mengetahui kaitan berbicara dengan linguistik dari segi ilmu lain.
3. Mengetahui kaitan berbicara dengan wacana dan pragmatic
1.4 Manfaat

Manfaat dibuat makalah ini adalah :

1. Mahasiswa dapat mengerti kaitan berbicara dengan keterampilan berbahasa.


2. Mengetahui kaitan berbicara dengan makrolinguistik, psikolinguistik,
sosiolinguistik.
3. Mengetahui kaitan berbicara dengan wacana dan pragmatik.
BAB 2 PEMBAHASAN

2.1 Landasan Teoritis

Keterampilan berbicara berarti cakap, mampu, dalam menyampaikan ujaran


atau opini. Semua manusia pasti tidak pernah terlepas dari apa yang namanya
berbicara. Berbicara itu tidak menjadi hal-hal yang awam untuk makhluk hidup. Jika
kita tidak berbicara, tentunya kita akan susah dalam menyampaikan sebuah pendapat,
ujaran mau itu yang berbobot ataupun tidak berbobot sekalipun. Dalam konteks ini,
berbicara merupakan suatu kebutuhan manusia atau makhluk hidup yang sudah
menjadi kebiasaan dan tertanam dalam diri masing-masing.

St. y Slamet (2007:12) menjelaskan bahwa “berbicara adalah kegiatan


mengekspresikan gagasan, perasaan, dan kehendak berbicara yang perlu
diungkapkan kepada orang lain dalam bentuk ujaran.” Mengapa demikian? Jika kita
mempunyai suatu ide, pendapat, ataupun yang lainnya dan kita hanya diam saja tidak
mampu atau mau berbicara, tentunya ide gagasan ataupun itu hanya akan terkubur
dalam diri kita sendiri tanpa diketahui oleh orang lain.

Sejalan dengan pendapat diatas, Nurhatim (2009:1) juga mengemukakan


pendapat “berbicara adalah bentuk komunikasi verbal yang dilakukan manusia
dalam rangka pengungkapan gagasan dan ide yang telah disusun dalam pikiran.” Ya
seperti yang telah disebutkan tadi, perlu ditekankan kembali bahwa berbicara itu
seperti alat tutur manusia untuk mengungkapkan ide-ide yang ada di dalam otaknya,
dan mungkin saja jika dia berani mengemukakannya, ide tersebut bisa tertuang pada
tempatnya.

Menurut Hayriye Kayi (2009:1) bahwa berbicara merupakan suatu bagian dari
pembelajaran berbahasa dan kegiatan mengajar.

Jadi menurut kami, keterampilan berbicara adalah kemampuan untuk


mengolah kata-kata sebagaai cara kita mengekspresikan diri, menyalurkan pendapat,
mengungkapkan gagasa dan pola pikir.penulis sangat setuju dengan pendapat para
ahli yang berpendapat mengenai berbicara karena maksud yang mereka tuju sama.

3
4

2.2 Kaitan Berbicara dengan Keterampilan Berbahasa

2.2.1 Berbicara dengan Menyimak

Tentu kita sering melakukan kegiatan menyimak yang berbarengan dengan


kegiatan berbicara. Sebelumnya, kalian juga pasti tahu bahwa menyimak merupakan
proses kegiatan mendengarkan lambang-lambang lisan dengan penuh perhatian,
pemahaman, apresiasi serta interpretasi memperoleh informasi. Sedangkan,
menyimak dan berbicara merupakan kegiatan komunikasi 2 arah yang secara
langsung atau sering kita sebut dengan face to face communication (Brooks,
1964:134)

Menyimak dan berbicara juga saling mengisi dan saling melengkapi satu sama
lain. Hal itu terbukti dari hubungan seperti berikut ini:

a. Ujaran (speech) dipelajari melalu menyimak dan meniru (imitasi). Oleh karena itu,
model atau contoh yang disimak serta direkam oleh anak sangat penting dalam
pengusaan dia berbicara.
b. Kata yang dipakai dan dipelajari anak biasanya ditentukan oleh stimuli yang
ditemukannya.
c. Ujaran sang anak sangat mencerminkan pemakaian bahasa di rumah serta
lingkungannya.
d. Anak yang masih kecil,lebih dapat memahami kalimat-kalimat yang jauh lebih
panjang dan rumit ketimbang kalimat yang diucapkannya.
e. Meningkatkan keterampilan menyimak berarti membantu keterampilan
berbicaranya.
f. Bunyi suara merupakan suatu factor penting dalam peningkatan cara pemakaian
kata-kata sang anak.
g. Berbicara dengan bantuan alat peraga (visual aids) akan menghsilkan
penangkapan informasi yang lebih baik pada pihak penyimak. Umumnya sang
anak mempergunakan bahasa yang didengar serta disimaknya (Dawson [et all],
1963: 29; Tarigan, 1985b:2)

2.2.2 Berbicara dengan Membaca

5
Kemampuan umum berbahasa lisan turut melengkapi suatu latar belakang
pengalaman yang menguntungkan serta keterampilan bagi pengajaran membaca.
Kemampuan tersebut mencakup ujaran jelas dan lancar, kosa kata luas dan beraneka
ragam, penggunaan kalimat lengkap dan sempurna. Ada beberapa hubungan antara
bidang kegiatan lisan dengan membaca yang telah dibuktikan dalam beberapa telaah
penelitian, diantaranya:

a. Perfomansi atau penampilan membaca berbeda sekali dengan kecakapan


berbahasa lisan.
b. Pola-pola dari orang tunaaksara mungkin akan mengganggu pelajaran membaca
bagi siswa.
c. Jika pada tahun-tahun permulaan sekolah, ujaran membentuk suatu dasar bagi
pelajaran membaca, maka membaca bagi para siswa yang lebih tinggi kelasnya
turut membantu meningkatkan bahasa lisan mereka; misalnya kesadaran linguistik
mereka terhadap kata-kata atau istilah-istilah baru, struktur kalimat yang baik dan
efektif, serta penggunaan kata-kata yang tepat.
d. Kosa kata khusus mengenai bahan bacaan haruslah diajarkan secara langsung, jika
ada kata-kata baru muncul dalam bacaan siswa, hendaklah guru mendiskusikan
dengan siswa agar memahami maknanya sebelum mereka memulai membacanya.
(Dawson, dalam Tarigan; 1983: 8)

2.2.3 Berbicara dengan Menulis

Berbicara tentu erat kaitannya dengan menulis. Keduanya merupakan


keterampilan berbahasa yang aktif-produktif. Dalam artian, penulis dengan
pembicara berperan sebagai penyampai dan pengirim pesan kepada pihak yang lain.
Berbicara dengan menulis juga sama-sama mempunyai banyak kesamaan,
diantaranya:

a. Sang anak belajar berbicara jauh sebelum dia dapat menulis.


b. Sang anak yang telah dapat menulis dengan lancar, biasanya dapat pula.
menuliskan pengalaman-pengalaman pertamanya secara tepat tanpa didahului
diskusi lisan
c. Ekspresi lisan cenderung kurang terstruktur, tidak tetap, kadang-kadang juga pola
kalimatnya rancu. Sedangkan komunikasi tulis cenderung lebih unggul dalam isi
pikiran, formal dalam gaya bahasa, dan teratur dalam penyajiannya.
6
d. Membuat catatan kecil atau bisa juga embuat kerangka ide-ide untuk diutarakan
kepada para pendengar.

2.3 Kaitan Berbicara dengan Makrolinguistik, Psikolinguistik, Sosiolinguistik

Linguistik adalah sebuah ilmu yang menjadikan bahasa sebagai objek


kajiannya. Linguistik sendiri terbagi atas dua cakupan, salah satunya makrolinguistik.
Makrolinguistik mempelajari bahasa dalam kaitannya dengan dunia luar dan
penerapan bahasa tersebut dikehidupan bermasyarakat. Linguistik sebagai ilmu
bahasa juga bisa menjadi dasar dalam melakukan penelitian, dimana yang menjadi
objek kajianya adalah bahasa itu sendiri.

Makrolinguistik adalah cabang linguistik tentang hubungan antara bahasa dan


faktor di luar bahasa serta penerapan linguistik untuk tujuan praktis. Jadi
makrolinguistik mengkaji hubungan bahasa dalam tataran dunia luar, baik hubungan
dengan alam, sosial, atau suatu disiplin ilmu pengetahuan. Oleh karena itu, kajian
Linguistik Makro bersifat luas dan ekternal. Linguistik makro mengkaji kegiatan
bahasa pada bidang-bidang lain, misalnya ekonomi dan sejarah. Bahasa digunakan
sebagai alat untuk melihat bahasa dari sudut pandangan dari luar bahasa.
Pembidangan linguistik makro juga mencakup antara lain psikolinguistik dan
sosiolinguistik.

Yang pertama psikolinguistik, psikolinguistik adalah ilmu yang memepelajari


bahasa akibat latar belakang kejiwaan penutur bahasa. Psikolinguistik mencoba
mengurai proses-proses psikologi yang berlangsung jika seseorang mengucapkan
kalimat-kalimat yang didengarnya pada waktu berkomunikasi dan bagaimana
kemampuan bahasa diperoleh manusia. Tujuan utama psikolinguistik adalah menekan
strukur dan proses yang melandasi kemampuan manusia untuk berbicara dan
memahami bahasa ( Hilgert, 1992; 12[xxv], Hatch, 2002;19[xxvi],
Dardjowidjojo,2003: 7[xxvii])

Secara teoritis tujuan utama psikolinguistik adalah mencari satu teori bahasa
yang secara linguistik bisa diterima dan secara psikologi dapat menerangkan hakikat
bahasa dan memperolehnya. Dengan kata lain, psikollinguistik mencoba
menerangkan hakikat stuktur bahasa, dan bagaimana struktur ini diperoleh, digunakan
pada waktu bertutur dan pada waktu memahami kalimat-kalimat dalam betutur itu.
Dalam prakteknya psikolinguistik mencoba menerapkan pengetahuan linguistik dan
psikologi pada masalah-masalah seperti pengajaran dan pembelajaran bahasa,
7

pengajaran membaca permulaan dan membaca lanjut, kedwibahasaan dan kemulti


bahasaan, penyakit bertutur seperti gagab serta masalah masalah-masalah individu
yang lain yang menyangkut bahasa.Hubungan antara psikologi dan linguistik belum
cukup untuk dapat menerangkan hakikat bahasa seperti tercermin dalam defenisi di
atas. Istilah psikolinguistik dan sosiolinguistik bukan berarti hanya kedua bidang ilmu
itu saja yang diterapkan, tetapi juga hasil penelitian dari ilmu-ilmu lain.

Secara etimologi kata psikolinguistik terbentuk dari dua kata, psikologi dan
linguistik, yaitu dua bidang ilmu yang berbeda, yang masing-masing berdiri sendiri,
dengan prosedur dan metode yang berlainan. Namun keduanya sama-sama meneliti
bahasa sebagai objek formalnya. Hanya objek materinya yang berbeda, linguistic
mengkaji struktur bahasanya, sedangkan psikologi mengkaji perilaku bahasa atau
proses berbahasa. Dengan demikian cara dan tujuannya juga berbeda.

Sosiolinguistik itu kajian interdisipliner yang mempelajari hubungan atau


pengaruh budaya terhadap cara suatu bahasa yg digunakan. Dalam hal ini bahasa
berhubungan erat dengan sosial (budaya) masyarakat suatu wilayah sebagai subyek
atau pelaku berbahasa sebagai alat komunikasi dan interaksi antara kelompok yang
satu dengan yang lain. Sedangkan Psikolinguistik itu kajian interdisipliner yang
mengkaji hubungan bahasa dan mental (psyco), termasuk bagaimana manusia
berproses mendapatkan dan menggunakan bahasa itu sendiri. Harley (dalam
Dardjowidjojo,2003: 7) berpendapat bahwa psikolinguistik adalah studi tentang
proses mental-mental dalam pemakaian bahasa. Sebelum menggunakan bahasa,
seorang pemakai bahasa terlebih dahulu memperoleh bahasa.

Sedangkan Sosiolinguistik lazim di definisikan sebagai ilmu yang


mempelajari ciri dan pelbagai variasi bahasa, serta hubungan di antara para
masyarakat bahasa (Krisdalakasana 1978:94). Pengkajian bahasa dengan dengan
dimensi kemasyarakat disebut sosiolinguistik (Nababan 1984:2).[2]

Dapat kita pahami, psikolinguistik dan sosiolinguistik adalah dua bidang ilmu
yang mempelajari objeknya masing. Psikologi Bahasa (psikolinguistik) bagaimana
hakikat bahasa itu diutarakan oleh seorang yang memiliki bahasa itu. Berbeda dengan
sosiolinguistik yang menekankan bahasa sebagai alat komuniskasi yang berhubungan
dengan masyarakat.
8

Dengan demikian, bagaimana seseorang memahami bahasa dengan mudah


tiada lain bagaimana seorang itu memahami hakikat bahasa dan bahasa orang lain.
Sebuah peran psikologi dan sosial sangat berpengaruh dalam pengembangan
pembelajaran terutamanya bahasa, bagaimana seorang memahami dirinya sendiri dan
sesamanya melalui bahasa yang dimilikinya. Tanpa adanya peran psikolinguistik dan
sosiolinguistik dalam pembelajaran bahasa perserta didik akan terasa sulit untuk
memahami bahasa terutama bahasa kedua yang dipelajarinya.

Jadi hubungan berbicara dengan makrolinguistik, psikolinguistik, dan


sosiolingistik yaitu bahasa sebagai alat komunikasi sehigga kita dapat berbicara.
Namun bahasa tentunya tidak sama dengan berbicara, tapi hubungan yang teptnya
antara bahasa dan bicara adalah bicar merupakan bagian dari bahasa .

2.4 Kaitan Berbicara dengan Wacana Pragmatik

2.4.1 Wacana Pragmatik

Wacana merupakan satuan bahasa di atas tataran kalimat yang digunakan untuk
berkomunikasi dalam konteks sosial. Satuan bahasa itu dapat berupa rangkaian
kalimat atau ujaran. Wacana dapat berbentuk lisan atau tulis.

Dalam peristiwa komunikasi secara lisan, dapat dilihat bahwa wacana sebagai
proses komunikasi antar penyapa dan pesapa, sedangkan dalam komunikasi secara
tulis, wacana terlihat sebagai hasil dari pengungkapan ide/gagasan penyapa. Disiplin
ilmu yang mempelajari wacana disebut dengan analisis wacana.Analisis wacana
merupakan suatu kajian yang meneliti atau menganalisis bahasa yang digunakan
secara alamiah, baik dalam bentuk tulis maupun lisan.

Pragmatik berhubungan dengan wacana melalui bahasa dan konteks. Dalam hal
ini dapat dibedakan tiga hal yang selalu berhubungan yaitu sintaksis, semantik dan
pragmatik. Sintaksis merupakan hubungan antar unsur, semantik adalah makna, baik
dari setiap unsur maupun makna antar hubungan (pertimbangan makna leksikal dan
gramatikal), dan pragmatik berhubungan dengan hasil ujaran (pembicara dan
pendengar atau penulis dan pembaca)

2.4.1.1 Hubungan Gramatikal dan Semantik dalam Wacana


9

Hubungan antarproposisi yang terdapat pada wacana (kalimat) dapat


dipertimbangkan dari segi gramatikal (memiliki hubungan gramatikal) dan dari segi
semantik (hubungan makna dalam setiap proposisi)

2.4.1.1.1 Hubungan Gramatikal

Unsur-unsur gramatikal yang mendukung wacana dapat berupa :

1) Unsur yang berfungsi sebagai konjungsi (penghubung) kalimat atau satuan yang
lebih besar, seperti dengan demikian, maka itu, sebabnya, dan misalnya.

2) Unsur kosong (Elipsis) yang dilesapkan mengulangi apa yang telah diungkapkan
pada bagian terdahulu (yang lain) misalnya: Pekerjaanku salah melulu, yang
benar rupanya yang terbawa arus.

3) Kesejajaran antarbagian (Paralelisme), misalnya: Orang mujur belum tentu jujur.


Orang jujur belum tentu mujur.

4) Referensi, baik endofora (anafora dan katafora) maupun eksofora. Referensi


(acuan) meliputi persona, demonstratif, dan komparatif.

5) Kohesi leksikal, Kohesi leksikal dapat terjadi melalui diksi (pilihan kata) yang
memiliki hubungan tertentu dengan kata yang digunakan terdahulu. Kohesi
leksikal dapat berupa pengulangan, sinonimi dan hiponimi, serta kolokasi.

2.4.1.1.2 Hubungan semantik

Hubungan semantik merupakan hubungan antarproposisi dari bagian-bagian


wacana. Hubungan antarproposisi dapat berupa hubungan antar klausa yang dapat
ditinjau dari segi jenis kebergantungan dan dari hubungan logika semantik.
Hubungan logika semantik dapat dikaitkan dengan fungsi semantik konjungsi yang
berupa (1) ekspansi (perluasan), yang meliputi elaborasi, penjelasan/penambahan, dan
(2) proyeksi, berupa ujaran dan gagasan

Pembahasan wacana berkaitan erat dengan pembahasan keterampilan berbahasa


terutama keterampilan berbahasa yang bersifat produktif, yaitu berbicara dan menulis.
Baik wacana maupun keterampilan berbahasa, sama-sama menggunakan bahasa
sebagai alat komunikasi.
10

Pragmatik berhubungan dengan wacana melalui bahasa dan konteks. Dalam hal
ini 3 hal selalu berhubungan yakni sintaksis, semantik dan pragmatik. Sintaksis
adalah hubungan antar unsur, semantik adalah makna, baik dari setiap unsur maupun
makna antar hubungan (pertimbangkan makna leksikal maupun gramatikal), dan
pragmatik yang berhubungan dengan hasil ujaran (pembicara-pendengar dan atau
penulis-pembaca).

Menurut para ahli ilmu pragmatik didefinisikan sebagai berikut:

(1) Nababan, ( 1987:2) Pragmatik ialah kajian dari hubungan antara bahasa dan
konteks yang mendasari penjelasan pengertian bahasa. Di sini, pengertian atau
pemahaman bahasa menunjuk kepada fakta bahwa untuk mengerti sesuatu ungkapan
atau ujaran bahasa diperlukan juga pengetahuan di luar makna kata dan hubungan tata
bahasanya, yakni hubungannya dengan konteks pemakaiannya. (2) Pragmatik ialah
kajian tentang kemampuan pemakai bahasa mengaitkan kalimat-kalimat dengan
konteks-konteks yang sesuai bagi kalimat-kalimat itu. Pragmatik juga diartikan
sebagai syarat-syarat yang mengakibatkan serasi-tidaknya pemakaian bahasa dalam
komunikasi; aspek-aspek pemakaian bahasa atau konteks luar bahasa yang
memberikan sumbangan kepada makna ujaran (Kridalaksana, 1993: 177).

Berdasarkan pendapat di atas, dapat disimpulkan tentang batasan pragmatik.


Pragmatik adalah suatu telaah umum mengenai bagaimana caranya konteks
mempengaruhi peserta tutur dalam menafsirkan kalimat atau menelaah makna dalam
kaitannya dengan situasi ujaran.

Keunggulan Wacana dapat dipertimbangkan melalui hubungan Pragmatik


mencakup ; Deiktik, Praduga (presupposition), tindak tutur (speech acts) , Fatimah
(1994:56). Berdasarkan unsur-unsur itu, pragmatik mengkaji unsur makna ujaran
yang tidak dapat dijelaskan melalui referensi langsung pada pengungkapan ujaran.

2.4.1.2 Kaitan pragmatik dengan wacana

Berdasarkan pendapat yang ditemukan fatimsh bahwa pragmatic memiliki


hubungan dengan wacana melalui bahasa dan konteks nya, maksudnya dengan
bahasa sebuah wacana dapat dituangkan menjadi sebuah karya serta dengan bahasa
pula bentuk-bentuk dapat dibedakan antara wacana piksi dan non fiksi. Sedangkan
berdasarkan konteksnya bisa diterapkan terhadap wacana lisan . misalnya, ketika
seseorang sedang melakukan pidato pasti disesuaikan dengan konteksnya, apakah
11

formal atau non formal. Jadi dapatlah dikatakan bahwa hubungan pragmatik dengan
wacana adalah melalui bahasa dan konteksnya.

2.4.1.3 Kaitan pragmatik dengan keterampilan berbahasa

Seperti yang dikemukakan Yuie (2006:5) bahwa manfaat belajar bahasa melalui
pragmatik ialah kita dapat bertutur tentang makna, memberikan asumsi, serta maksud
dan tujuan orang. Kemampuan ini harus diterapkan dalam kegiatan berbahasa.
Kegiatan berbahasa akan berlangsung komunikatif apabila telah menguasai empat
keterampilan berbahasa seperti yang dikemukakan oleh Tarigan. Jadi antara
keterampilan berbahasa dengan pragmatik saling berhubungan, seperti seseorang
tidak akan bisa menjadi seorang penyimak yang baik apabila tidak dapat menafsirkan
makna lisan maupun makna tulisan. Begitu pula ketika seseorang sedang melakukan
kegiatan membaca, dia harus mampu menafsirkan makna suatu bacaan baik yang
tersirat maupun tersurat. Untuk kegiatan menulis, ketika seseorang melakukan
kegiatan menulis ia harus dapat merangkaikan makna yang terkandung dalam suatu
tata sehingga membentuk suatau makna. Selain itu, ketika seseorang berbicara di
depan umum harus dapat mengerti, maksudnya perkataan yang disampaikan harus
memiliki makna. Jadi antara keterampilan berbahasa dengan pragmatik merupakan
pengetahuan secara linguistik yang dimiliki seseorang yang diwujudkan dalam empat
keterampilan berbahasa tersebut.
BAB 3 PENUTUP

3.1 Simpulan

Berbicara atau berbahasa sangat erat kaitannya dengan segala aspek, diantaranya
ada menyimak, membaca, menulis, makrolinguistik, psikolinguistik, sosiolinguistik,
wacana dan pragmatik. Karena segala hal dalam kehidupan kita sehari-hari tak luput
dari kegiatan berbicara. Saat kegiatan berbicara berlangsung, kita tak akan pernah
terlepas dari aspek yang telah disebutkan tadi.

Dapat penulis simpulkan bahwa makrolinguistik merupakan cabang linguistik


tentang hubungan antara bahasa dan faktor di luar bahasa serta penerapan linguistik
untuk tujuan praktis. Psikolingistik adalah ilmu yang mempelajari bahasa akibat latar
belakang kejiwaan penutur bahasa. Sosiolinguistik adalah ilmu yang mempelajari
bahasa yang erat kaitannya dengan masyarakat. Dalam sosialinguistik dipersoalkan
pembicara, bahasa apa/variasi bahasa, apa yang dibicarakan, kepada siapa, dan kapan
terjadi pembicaraan. Wacana juga merupakan satuan bahasa terlengkap yang
direalisasikan dalam bentuk karangan atau laporan utuh, seperti novel, buku, artikel,
pidato, atau khutbah.

3.2 Saran

Menurut pendapat kami, berharap semoga kita semua dapat menerapkan kaidah
kebahasaan yang baik dalam berbicara, tanpa melupakan aspek yang telah kami
paparkan tadi.

12
DAFTAR PUSTAKA

Tarigan. 2015. Berbicara Sebagai Suatu Keterampilan Berbahasa. Bandung : CV


ANGKASA

Tarigan. 2008. Menyimak Sebagai Suatu Keterampilan Berbahasa. Bandung : CV


ANGKASA

Pateda, Mansoer. 1988. Linguistik Sebuah Pengantar. Bandung : CV ANGKASA

https://www.linguistikid.com/2016/12/cabang-cabang-ilmu-linguistik.html?m=1

https://rny-shidiq85.blogspot.com/2018/01/makalah-psikolinguistik-dan.html?m=1

https://

Anda mungkin juga menyukai