Anda di halaman 1dari 12

MAKALAH

KONTEKS WACANA DENGAN MEMPERHATIKAN KOHESI DAN


KOHERENSI
Diajukan untuk memenuhi salah satu tugas dalam mata kuliah Konsep Dasar
Bahasa Indonesia oleh
Dosen/Asisten Pengampu: ARIFIN AHMAD, S.PD, M.PD.

DISUSUN OLEH

Elva Afriliani 195060007


Fakhira Aghnia Rahmawanti 195060024
Denti Oktaviani 195060028
Muhammad Angga 195060018

KELAS 2A

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR


FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS PASUNDAN
BANDUNG
2019/20220
KATA PENGANTAR

Segala puji syukur kami panjatkan ke hadirat Allah yang telah


memberikan hikmah, hidayah, kesehatan serta umur yang panjang sehingga
makalah ini yang berjudul “Konteks Wacana Dengan Memperhatikan Kohesi Dan
Koherensi” ini terselesaikan. Kami juga berterima kasih kepada Bapak Arifin
Ahmad S.Pd, M.Pd yang memberikan tugas ini untuk pembelajaran dan penilaian
untuk mata kuliah Konsep Dasar Bahasa Indonesia
Selanjutnya kami juga ucapkan kepada teman-teman yang telah membantu
kami dalam menyelesaikan makalah ini dengan baik, dan kami sangat menyadari
bahwa pembuatan makalah ini masih jauh dari kesempurnaan, maka dari itu kami
membutuhkan kritik dan saran  yang bersifat membangun untuk kelancaran tugas-
tugas selanjutnya.
Demikian yang dapat kami sampaikan dan kami  berharap semoga
makalah ini dapat bermanfaat bagi kami dan bagi pembaca khususnya.

Bandung, Maret 2020

Penyusun

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.............................................................................................i
DAFTAR ISI..........................................................................................................ii
BAB 1 PENDAHULUAN......................................................................................1
1.1 Latar Belakang.............................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah........................................................................................1
1.3 Tujuan Masalah............................................................................................2
BAB 2 PEMBAHASAN.........................................................................................3
2.1 Pengertian Wacana......................................................................................3
2.2 Kohesi............................................................................................................3
2.3 Koherensi......................................................................................................5
ABSTRAK..............................................................................................................7
BAB 3 PENUTUP...................................................................................................8
3.1 Kesimpulan...................................................................................................8
3.2 Saran..............................................................................................................8
DAFTAR PUSTAKA.............................................................................................9

i
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Wacana merupakan sebuah struktur kebahasaan yang luas melebihi
batasan-batasan kalimat. Oleh karena itu, dalam penyusunan wacana hendaknya
selalu menggunakan bentuk tulis yang efektif (Muhammad Amin, Syamsudin, dan
Sugit Zulianto,2016: 48). Wacana tulis harus selalu memerhatikan kohesi dan
koherensi untuk memelihara keterkaitan antarkalimat sehingga wacana menjadi
padu. Wacana adalah komunikasi verbal; percakapan; keseluruhan tutur yang
merupakan suatu kesatuan. Sebuah wacana yang baik terdiri dari rangkaian
kalimat yang memiliki saling keterkaitan arti, antara satu kalimat bertaut makna
dengan kalimat lainnya dari awal hingga akhir. Dengan kata lain wacana adalah
suatu kesatuan bahasa yang lengkap yang mengandung suatu gagasan yang
memiliki unsur kohesi dan koherensi. Suatu wacana benar-benar kohesi bila
terdapat kesesuaian bentuk bahasa terhadap konteks. Wacana dapat disampaikan
secara lisan maupun tertulis.
Istilah kohesi mengandung arti kepaduan dan keutuhan. Kohesi
merupakan aspek penting dalam penyusunan suatu wacana, disusun secara
terpadu untuk menghasilkan keterkaitan hubungan antar kalimat. Kohesi adalah
suatu alat pengikat yang membuat sesuatu menjadi teks atau wacana. Kohesilah
yang membedakan apakah sesuatu itu adalah teks atau bukan. Tanpa kohesi
sesuatu bukan teks hanya berupa rangkaian kalimat saja yang sulit untuk dipahami
atau ditafsirkan maknanya. Koherensi adalah jalinan antar bagian dalam teks atau
wacana; kepaduan semantis yang dapat dicapai oleh faktor-faktor di luar wacana
atau hubungan yang terkait dengan faktor-faktor di luar teks, misalnya latar
belakang budaya, kemampuan interpretasi pembaca.
(Jurnal Penelitian Dan Pengembangan Humaniora: Analisis Kohesi dan Koherensi
Pada Wacana Buletin Jumat).
1.2 Rumusan Masalah
1. Mengapa wacana harus selalu memperhatikan kohesi dan koherensi?
2. Apa saja wacana-wacana yang baik itu?
3. Apa yang dimaksud dengan wacana?

i
1.3 Tujuan Masalah
1. Untuk mengetahui mengapa wacana harus selalu memperhatikan kohesi dan
koherensi.
2. Untuk mengetahui apa saja wacana yang baik itu.
3. Untuk mengetahui pengertian dari wacana.

i
BAB 2 PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Wacana
Wacana adalah satuan bahasa yang lengkap, sehingga dalam hierarki
gramatikal merupakan gramatikal tertinggi atau terbesar. Sebagai satuan bahasa
yang lengkap, maka dalam wacana itu berarti tedapat konsep, gagasan, pikiran,
atau ide yang utuh, yang bisa dipahami oleh (dalam wacana tulis) atau pendengar
(dalam wacana lisan), tanpa keraguan apa pun.
Sebagai satuan gramatikal tertinggi atau terbesar, berarti wacana itu
dibentuk dari kalimat atau kalimat-kalimat yang memenuhi persyaratan
gramatikal, dan persyaratan kewacanaan lainnya.
Persyaratan gramatikal dalam wacana dapat dipenuhi kalua dalam wacana
itu sudah terbina yang disebut kekohesian, yaitu adanya keserasian hubungan
antara unsur-unsur yang ada dalam wacana tersebut. Bila wacana itu kohesif, akan
terciptalah kekoheresian, yaitu isi wacana yang apik dan benar.
Perhatikan wacana singkat berikut!
a) Dika dan Nita pergi ke toko buku. Dia ingin membeli kamus bahasa Jepang
yang baru.
Wacana itu tidak kohesif, sebab kata ganti dia tidak jelas mengacu kepada siapa,
kepada Dika, kepada Nita, ataukah kepada keduanya. Kalua kepada keduanya
tentu kata ganti yang harus dipakai juga bukan dia, melainkan mereka. Oleh
karena itu dapat disimpulkan wacana itu tidak koherens.
(Linguistik Umum, PT RINEKA CIPTA hlm. 267).
2.2 Kohesi
Kohesi merupakan aspek formal bahasa dalam wacana. Dengan itu kohesi
adalah “organisasi sintaktik”. Organisasi sintaktik ini merupakan wadah kalimat-
kalimat yang disusun secara padu dan juga padat. Kohesi adalah hubungan di
antara kalimat di dalam sebuah wacana, baik dari segi tingkat gramatikal maupun
dari segi tingkat leksikal tertentu. Dengan penguasaan dan juga pengetahuan
kohesi yang baik, seorang penulis akan dapat menghasilkan wacana yang baik.

i
Dalam kohesi, kaidah-kaidah yang digunakan adalah berdasarkan
penyampaian informasi lama dan informasi baru. Kaidah-kaidah itu adalah seperti
kaidah perujukan, kaidah penggantian, kaidah pengguguran, kaidah konjungsi,
dan konjungsi leksikal. Wacana juga dicirikan oleh kesinambungan informasi
yang di artikan sebagai kesatuan makna. Kesatuan makna dalam wacana ini pula
dapat dilihat dari segi makna logic dan makna kohesi.
Halliday dan Hasan mengungkapkan bahwa penentu utama untuk
menentukan apakah seperangkat kalimat itu merupakan suatu teks sangat
bergantung pada hubungan-hubungan kohesif yang ada di dalam dan di antara
kalimat-kalimat itu yang dapat membentuk suatu jaringan atau tekstur (texture).
Suatu teks itu mempunyai jaringan dan inilah yang membedakannya dengan yang
bukan teks. Jaringan ini dibuat oleh hubungan yang padu (cohesive relation).
Profil wacana yang kohesif ditunjukkan oleh penanda formal yang
menghubungkan apa yang telah dikatakan dengan apa yang segera akan
dikatakan. Perhatikan contoh berikut.
(1) Annelies dan ibunya harus berpisah karena ia akan pergi ke Belanda.
Kalimat (1) tidaklah kohesif karena kata ia tidak jelas mengacu kepada siapa-
Annelies atau ibunya. Oleh karena itu, pengertian yang dibangun oleh konstruksi
kalimat (1) tidaklah utuh. Akan berbeda halnya jika kalimat (1) diubah menjadi
kalimat (2) atau (3) berikut ini. (2) Annelies dan ibunya harus berpisah karena
Annelies akan pergi ke Belanda. (3) Annelies dan ibunya harus berpisah karena
ibunya akan pergi ke Belanda.
Widdowson (1979: 96) menggambarkan sebuah wacana percakapan yang
bertalian tidak selalu memperlihatkan hubungan yang padu antara kedua kalimat
di dalamnya. Menurutnya, kohesi terlihat pada permukaan, sedangkan koherensi
adalah apa yang ada di dalam suatu teks. Seharusnya kohesi dan koherensi hadir
bersamaan dalam sebuah teks jika ada kohesi maka ada koherensi. Perhatikan
contoh berikut.
A: Di mana rumahmu?
B: Jalan Mangga No.11.
Menurut Djajasudarma (2006) kohesi merujuk pada kata, sedangkan
koherensi merujuk pada perpautan makna. Menurut Abidin (2010) mengatakan

i
sebuah paragraph yang baik harus mampu memenuhi ciri dan syarat paragraf,
salah satunya harus kohesif dan koheren. Paragraf dianggap memiliki kohesi jika
kalimat-kalimat dalam paragraf itu tidak terlepas dari topiknya atau selalu relevan
dengan topiknya. Artinya, paragraf yang baik adalah paragraph yang dibangun
atas kalimat-kalimatnya yang saling berhubungan dengan satu ide pokok sebagai
benang merah penghubungnya.
2.3 Koherensi
Definisi yang senada dengan Bell dinyatakan oleh Beaugrande (1931:4),
dia menjelaskan bahwa koherensi menyangkut cara komponen-komponen dunia
tekstual; konfigurasi konsep dan hubungan yang mendasari teks permukaan dapat
diakses bersama dan relevan. Hal ini menunjukkan arti bahwa koherensi mengacu
pada bagaimana tekstual, seperti konfigurasi konsep dan hubungan yang
mendasari sebuah teks, saling berterima dan berkaitan.
Menurut Labov (1965) suatu ujaran dikenal sebagai koheren atau tidak
dengan ujaran lain di dalam percakapan bukan karena hubungannya antara yang
satu dengan yang lain, tetapi dengan daya reaksi tindak ujaran yang terdapat
dalam ujaran kedua terhadap ujaran sebelumnya. Apabila kita menyapa orang
yang tuli misalnya, sering sapaan kita hanya diperkirakan saja maknanya sehingga
jawabannya tidak sesuai. Perhatikan contoh berikut.
A: Anak-anak sekarang dimana saja bu?
B: Baik-baik saja Nak. Terimakasih
Ujaran-ujaran berikut koheren karena B menjawab pertanyaan A secara tidak
langsung.
A: Saya ada kuliah jam 11.00. Sekarang jam berapa, bu?
B: Itu tukang pos baru lewat.
Menurut pengertian A dan B, tukang pos biasanya lewat jam 10.00. Jadi, B
secara tidak langsung telah menjawab pertanyaan A. Dalam hal ini Widdowson
(1978) mengatakan bahwa ujaran-ujaran yang tidak kohesif dan tidak
menggunakan pemarkah kohesi dapat diinterpretasikan dengan baik dan
merupakan percakapan yang koheren. Berikut ini adalah contoh wacana yang
mempunyai koherensi baik, tetapi tidak tampak hubungan kohesifnya. Perhatikan
contoh berikut.

i
A: Teleponnya, Bu.
B: Saya di kamar mandi.
C: O, yasudah.
Menurut Widdowson percakapan singkat diatas mengikuti salah satu
kebiasaan dalam interaksi sosial dengan urutan sebagai berikut. Perhatikan contoh
berikut.
A: Meminta B untuk melaksanakan suatu tindakan.
B: Menyatakan alasan untuk tidak memenuhi permintaan itu.
A: Melaksanakan sendiri sambil memberi komentar.
Koherensi berfungsi menghubungkan ujaran dalam makna saling
melengkapi dan saling berkesinambungan. Oleh sebab itu dengan adanya
koherensi kalimat terbentuk secara logis dan bermakna secara utuh.

i
ABSTRAK
Aflahah. (Vol 6, No 1 (2012) ). Kohesi Dan Koherensi Dalam Wacana. Jurnal
Bahasa dan sastra, 9.
Kohesi adalah keserasian hubungan antara unsur yang satu dengan unsur yang
lainnya dalam wacana sehingga tercipta pengertian yang apik atau koheren. Profil
wacana yang kohesif ditunjukkan oleh penanda formal yang menghubungkan apa
yang telah dikatakan dengan apa yang segera akan dikatakan. Piranti kohesi dalam
wacana ditandai dengan penggunaan piranti formal yang berupa bentuk linguistik
yang berfungsi sebagai sarana penghubung. Unsur kohesi terdiri atas dua macam,
yaitu unsur gramatikal dan leksikal. Istilah koherensi mengacu pada aspek tuturan,
bagaimana proposisi yang terselubung disimpulkan untuk menginterpretasikan
ilokusinya dalam membentuk sebuah wacana. Koherensi sebuah wacana tidak
hanya terletak pada adanya sebuah piranti kohesi. Di samping piranti kohesi,
masih banyak faktor lain yang memungkinkan terciptanya koherensi itu. Syarat
lain untuk tercapainya koherensi adalah proposisi itu harus positif.

i
BAB 3 PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Wacana adalah satuan bahasa yang lengkap, sehingga dalam hierarki
gramatikal merupakan gramatikal tertinggi atau terbesar. Sebagai satuan bahasa
yang lengkap, maka dalam wacana itu berarti tedapat konsep, gagasan, pikiran,
atau ide yang utuh, yang bias dipahami oleh (dalam wacana tulis) atau pendengar
(dalam wacana lisan), tanpa keraguan apa pun.
Kohesi adalah hubungan di antara kalimat di dalam sebuah wacana, baik
dari segi tingkat gramatikal maupun dari segi tingkat leksikal tertentu. Dengan
penguasaan dan juga pengetahuan kohesi yang baik, seorang penulis akan dapat
menghasilkan wacana yang baik.
Menurut Djajasudarma (2006) kohesi merujuk pada kata, sedangkan
koherensi merujuk pada perpautan makna. Menurut Abidin (2010) mengatakan
sebuah paragraph yang baik harus mampu memenuhi ciri dan syarat paragraf,
salah satunya harus kohesif dan koheren. Paragraf dianggap memiliki kohesi jika
kalimat-kalimat dalam paragraph itu tidak terlepas dari topiknya atau selalu
relevan dengan topiknya. Artinya, paragraph yang baik adalah paragraph yang
dibangun atas kalimat-kalimatnya yang saling berhubungan dengan satu ide
pokok sebagai benang merah penghubungnya.
3.2 Saran
Sudah menjadi kewajiban kita sebagai mahasiswa untuk selalu
mengingatkan kepada masyarakat guna dapat menggunakan kaidah tata bahasa
Indonesia yang baik dan benar. Karena bagaimanapun bahasa memiliki peran
penting dalam proses pembangunan karakter masyarakat dalam bangsa ini.

i
DAFTAR PUSTAKA

Aflahah. (Vol 6, No 1 (2012)). KOHESI DAN KOHERENSI DALAM


WACANA. Jurnal Bahasa dan Sastra, 10-17.
Aini, N. (2017). KOHESI DAN KOHERENSI. academia.edu, 2-8.
Chaer, A. (2014). LINGUSTIK UMUM. Jakarta: PT RINEKA CIPTA.
Prof. Dr. Hj. Yoce Aliah, M. (2014). ANALISIS WACANA KRITIS DALAM
MULTIPERPRESKTIF. Bandung: PT Refika Aditama.

Anda mungkin juga menyukai