PENDAHULUAN
Semantik adalah salah satu bagian dari unsur-unsur bahasa yang berkaitan dengan
tataran makna. Menurut Chaer (1989:60), semantik merupakan hubungan antara kata
dengan konsep atau makna dari kata tersebut, serta benda atau hal-hal yang dirujuk oleh
makna itu yang berada diluar bahasa. Makna dari sebuah kata, ungkapan atau wacana
ditentukan oleh konteks yang ada. Makna adalah maksud pembicaraan, pengaruh satuan
bahasa dalam pemahaman persepsi, serta perilaku manusia atau kelompok
(Kridalaksana, 2001:1993). Maka dari itu, berdasarkan penulisan makalah ini membahas
tentang pandangan dan pendekatan yang berhubungan dengan kajian tentang makna
dalam bidang semantik. Dari pengkajian semantik ini melalui penyelarasan dari
pandangan filosofis. Hasil kajian pandangan-pandangan filosofis para ahli filsafat
(filosof) dan ahli bahasa (linguis) terhadap bahasa ada tiga pandangan filosofis yang
dikaji dalam tulisan ini, yaitu pandangan realisme, nominalisme, dan konseptualisme.
Selain itu, metode pendekatan yang berkaitan dengan kajian makna diantaranya yaitu,
pendekatan referensial, pendekatan struktural, pendekatan idealisme, dan pendekatan
behavioral.
1.2. Rumusan Masalah
1. Apa hakikat kajian makna dalam semantik?
2. Bagaimanakah kajian makna dari pandangan realisme?
3. Bagaimanakah kajian makna menurut pandangan nominalisme?
4. Bagaimanakah kajian makna menurut pandangan konseptual?
5. Apa saja jenis-jenis pendekatan yang digunakan dalam kajian makna?
PEMBAHASAN
Kajian makna bahasa merupakan sebuah pengkajian ilmu semantik yang tidak dapat
dilepaskan dari dorongan pemikiran filosofis. Maka dari itu, kajian makna dapat dilakukan
dengan diatur dan terstruktur pada pandangan-pandangan filosofis. Pandangan filosofis
merupakan pemikiran filosofis yang berhubungan dengan studi kajian linguistik yang
mencakup hakikat kaitan antara bahasa yang komponennya makna dan bunyi dengan dunia
luar serta gagasan pengguna bahasa. Kajian seperti ini dalam filsafat dikenal dengan istilah
filsafat linguistik (philosophy of linguistics) yang merupakan cabang filsafat. Sebagai suatu
filsafat, pemikiran filosofis memusatkan perhatian pada kajian tentang hakikat realitas bahasa
dalam kaitannya dengan entitas-entitas yang berada di dunia luar dan pikiran manusia
sebagai pemakai dan pengembang bahasa. Hasil kajian pandangan-pandangan filosofis para
ahli filsafat (filosof) dan ahli bahasa (linguis) terhadap bahasa. Ada tiga pandangan filosofis
yang dikaji dalam tulisan ini, yaitu pandangan realisme, nominalisme, dan konseptualisme.
Kata realisme berasal dari gabungan kata “real” yang mempunyai makna yaitu nyata
atau ada, dan “isme” mempunyai makna yaitu ajaran atau keyakinan. Kata “real”
menujukkan sesuatu yang nyata dan dapat dirasakan oleh panca indera, yang didukung
dengan kata “reality” yang berarti kenyataan. Realisme merujuk pada doktrin atau ujaran
bahwa objek-objek yang dapat diraba oleh pancaindera adalah nyata (real) dalam wujudnya
yang dapat dimaknai beberapa poin berikut:
1) kecenderungan berpikir dan bertindak dalam sesuatu yang berwujud apa adanya; paham
yang selalu mengacu pada fakta dan realitas;
2) paham yang menekankan segi objektivitas dan keilmiahan, menolak subjektivitas dan
sesuatu yang spekulatif (Titus, 1959: 257).
Salah satu hal yang orang tidak mengerti paham realisme adalah bahwa seluruh dunia
berada di bawah ancaman dari aktivitas manusia (pikiran manusia). Meskipun demikian,
kaum realis dalam pandangannya mengakui adanya bentuk-bentuk realitas berupa peristiwa-
peristiwa mental dan entitas-entitas mental yang dibedakan dari suatu gagasan karena
acuannya adalah objek nyata. Dalam pernyataan sebelumnya, jelas bahwa pemahaman
realisme memiliki dua implikasi: 1) mengenali dan menekankan tikungan tertentu sebagai
realitas yang berasal dari persepsi manusia; dan 2) mengembangkan metode berpikir atau
gagasan yang menekankan hubungan dengan tikungan tertentu. Pandangan realisme berhasil
membuat pembahasan tentang makna bahasa alamiah yang mengingat pembahasan tentang
makna bahasa. Dalam hal ini sistem bahasa secara keseluruhan tidak terlepas dari kaitannya
dengan realitas-realitas yang berada di dunia. Bentuk keterkaitan antara makna dan
pemaknaan terhadap bahasa dengan realitas tersebut selalu mewarnai teori-teori makna sejak
dulu.
Nominalisme berasal dari kata “nomen/names” yang artinya istilah atau nama.
Nominalisme merupakan ajaran yang menunjukkan peristilahan dengan mengacu pada
definisi filsafat bahasa. Pandangan filosofis yang mengacu pada teori-teori pengkajian makna
sebagai bentuk penegasan ekspresi bahasa lainnya dengan bertujuan menamai benda-benda
dan melekatkan kata-kata yang tidak dihubungkan dengan benda yang dinamainya
merupakan sebuah pengertian dari pandangan nominalisme. Dalam hal ini menunjukkan
bahwa pandangan nominalis tidak menerima adanya hubungan yang hakiki antara kata-kata
dengan objek yang didasari. Sebagaimana pandangan ini didasarkan pada konvensi yang
berisi aturan-aturan penggunaan yang diiringi oleh penutur bahasa. Maka dari itu, pemaparan
makna kata atau kaimat tidak bersifat individu melainkan bersifat kolektif. Dalam pemberian
makna bahasa, pandangan nominalisme ini lebih menekankan pada fungsi bahasa sebagai
simbol bahasa yang dipakai untuk menandai entitas-entitas luar bahasa yang tidak
merelasikannya secara langsung dengan entitas yang diberi pemaknaan oleh bentuk bahasa.
Pandangan nominalisme ini dikenal dalam teori semantik yang bersifat behavioral yang
artinya pengkajian makna bahasa dalam tutur bahasa secara langsung dalam situasi dan
kondisi sosial tertentu.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Ada tiga pandangan tentang hubungan antara makna dengan dunia luar, yaitu:
pandangan realisme, nominalisme, dan konseptualisme. Pandangan realisme beranggapan
bahwa terhadap wujud dunia luar manusia selalu memiliki jalan pikiran tertentu. Makna kata
dengan wujud yang dimaknai selalu memiliki hubungan yang hakiki. Menurut pandangan
nominalisme, hubungan antara makna kata dan dunia luar bersifat manasuka atau arbitrer,
tetapi dilatari konvensi (kesepakatan). Oleh karena itu, penunjukan makna kata tidak bersifat
perseorangan, melainkan bersifat kolektif (memiliki kebersamaan). Menurut pandangan
konseptualisme, pemaknaan sepenuhnya ditentukan oleh adanya asosiasi dan konseptualisasi
pemakai bahasa, terlepas dari dunia luar yang diacunya. Ketiga pandangan filosofis di atas
turut melahirkan pendekatan-pendekatan yang digunakan dalam memahami makna.
Pandangan realisme melahirkan pendekatan referensial dan struktural, pandangan
konseptualisme melahirkan pendekatan idealisme, dan pandangan nominalisme melahirkan
pendekatan behavioral. Pendekatan referensial dan struktural berpijak pada fungsi bahasa
sebagai wakil realitas yang menyertai proses berpikir manusia. Dalam pendekatan referensial
dan struktural, makna diartikan sebagai label yang berada dalam kesadaran manusia untuk
merujuk (menunjuk) dunia luar. Makna hadir karena adanya kesadaran pengamatan terhadap
fakta dan penarikan simpulan yang keseluruhannya berlangsung, baik secara objektif maupun
subjektif.
Dengan demikian, pendekatan ini mengaitkan makna dengan masalah nilai serta
proses berpikir manusia dalam memahami realitas melalui bahasa secara benar. Hal ini
terjadi karena manusia adalah makhluk berpikir dan pencari makna mengolah makna suatu
realitas. Misalnya, berdasarkan kesadaran pengamatan dan penarikan simpulan, kata “hujan”
tidak hanya merujuk pada air yang turun dari langit, tetapi juga merujuk pada "rahmat",
"kegagalan", atau "hambatan". Pendekatan idealisme berpijak pada fungsi bahasa sebagai
media dalam mengolah pesan dan menerima informasi. Dalam pendekatan ini makna
diartikan sebagai gambaran gagasan dan suatu bentuk kebahasaan yang bersifat sewenang-
wenang, tetapi memiliki konvensi sehingga dapat saling dimengerti. Dengan demikian,
pendekatan ini mengaitkan makna dengan kegiatan menyusun dan menyampaikan gagasan
melalui bahasa (bagaimana menyampaikan makna melalui struktur kebahasaan tanpa
mengabaikan keselarasan hubungannya dengan realitas). Menurut pendekatan ini, “kata”
memiliki potensialitas makna yang bermacam-macam setelah berada dalam komunikasi.
Pendekatan behavioral berpijak pada fungsi bahasa sebagai fakta sosial yang mampu
menciptakan berbagai bentuk komunikasi. Pendekatan ini mengkaji makna dalam peristiwa
ujaran (speech event) yang berlangung dalam situasi tertentu (speech situation). Dengan
demikian, pendekatan ini mengaitkan makna dengan fakta pemakaian bahasa dalam konteks
sosio-situasional.
3.2 Saran