Anda di halaman 1dari 3

KONSEP SEMIOTOKA FERDINAND DE SAUSSURE

Ferdinad De Saussure (157-1913) seorang swiss adalah peletak dasar ilmu bahasa.
Menurut Saussure, bahasa sebagai tanda dapat dijadikan objek studi. Bahasa dapat
dipelajari sebagai suatu sistem tanda, namun tanda bahasa bukanlah satu-satunya tanda
(Zoest, 1993: 2).

Konsep semiotika dari Ferdinand de Saussure memiliki empat konsep, yaitu:

1. Langue dan Parole

Menurut Saussrure, aspek bahasa ada dua, yaitu langue dan parole. Langue adalah
keseluruhan kekayaan bahasa, seperti kosa kata dan tata bahasa. Langue merupakan
konvensi dan menjadi milik masyarakat. Sedangkan Parole adalah milik individu.
Parole adalah keseluruhan ujaran individu, parole merupakan fakta perorangan
sehingga tidak dapat dikatakan fakta sosial.

Gabungan antara langue dan parole adalah langage. Sebagai milik masyrakat dan
sebagai tradisi, langue memiliki pertahanan kolektif dan bersifat menentang. Setiap
individu masyarakat dapat menggunakan lengue pada setiap saat. Itulah sebabnya
langue tidak dapat berubah setiap waktu. Meskipun demikian, antara langue dan
parole selalu terjadi penyesuaian, artinya parole selalu menggunakan khasanah
langue sebagai sumber. Sedangkan langue pun selalu menyesuaikann diri dengan
penggunaan bahasa sehingga hal-hal yang pada mulanya bersifat individual dapat
melanggar kaidah bahasa dan dapat masuk ke dalam langue.

2. Signifiant dan Signifie

Dalam teorinya tentang bahasa Saussure menampilkan tiga istilah, yaitu tanda
bahasa (sign), penanda (signifier), dan petanda (signified). Setiap tanda bahasa
terdiri atas dua sisi yaitu sisi penanda (signifier), yang berupa imaji bunyi dan
petanda (signified) yang berupa konsep tanda tersebut. Kedua unsur ini padu
bagaikan dua sisi dari satu mata uang. Jika kita menyebutkan kata ‘kucing’ maka
langsung akan tergambar dalam benak kita konsep kucing. Demikian pula
sebaliknya, jika kita munculkan konsep ‘kucing’ segera pula kita mengeluarkan
imaji bunyinya.

Menurut Saussure, tanda bahasa tidak menyatukan nama dengan acuannya. Artinya,
acuan berada di luar bahasa. Itulah sebabnya terdapat berbagai bahasa di dunia.

3. Sinkronik dan Diakronik


Mengenai telaah bahasa yang dibagi oleh Saussure menjadi dua,
yaitu sinkronik dan diakronikk. Sinkronik merupakan telaah bahasa yang
mempelajari bahasa dalam satu kurun waktu tertentu,
sedangkan diakronik mempelajari bahasa secara terus menerus atau sepanjang masa
selama bahasa tersebut masih digunakan.

Sinkronik seringkali disebut sebagai studi linguistik deskriptif, karena kajian


didalamnya banyak mengkaji hal yang bertujuan untuk mendeskripsikan atau
menjelaskan bahasa apa yang digunakan pada suatu masa tertentu.
Sedangkan diakronik lebih bersifat pada studi historis dan komparatif, karena
bertujuan untuk mengetahui sejarah, perubahan, dan perkembangan struktural suatu
bahasa pada masa yang tak terbatas.

4. Sintagmatik dan Paradigmatik

Hubungan sintagmatik adalah hubungan antara unsur-unsur yang terdapat dalam


suatu tuturan, yang tersusun secara berurutan. Menurut Kridalaksana, hubungan
sintagmatik ini bersifat linear. Misalnya dalam kalimat “Saya menulis
artikel”, terdapat hubungan sintagmatik antara saya, menulis dan artikel dalam pola
kalimat SPO (Subyek – Predikat – Obyek).

Sedangkan hubungan paradigmatik, menurut Kridalaksana, merupakan hubungan


antara unsur-unsur bahasa dalam tataran tertentu dengan unsur-unsur lain di luar
tataran itu yang dapat dipertukarkan. Dalam kalimat di atas “Saya menulis
artikel” kata “Saya” dapat dipertukarkan dengan kalimat sejenis. Karena unsur kata
“Saya” merupakan kata benda dan hidup (animate) yang berfungsi sebagai subyek
dalam kalimat tersebut, maka kata “saya” dapat dipertukarkan dengan kata “adik”,
“Budi”, atau “Orang” itu.

Senada dengan pemaham di atas, Jakobson muncul dengan istilah “axis” (poros)
yang artinya hubungan. Dua poros tersebut adalah poros sintagmatik dan poros
paradigmatik. Dapat dikatakan bahwa poros sintagmatik merupakan poros
horisontal, sedangkan poros paradigmatik merupakan poros vertikal. Kita bisa
memerikan penjelasan ini dengan gambar:

Keterangan

X: poros sintagmatik

Y: poros paradigmatik

de Saussure memperjelas gagasannya dengan memberi analogi sebuah tiang bangunan.


Tiang itu berhubungan satu sama lain dan dengan bagian lain dari bangunan (secara
sintagmatik) dan berhubungan dengan jenis tiang lain yang bisa saja dipergunakan atau
dipertukarkan (paradigmatik). Pemahaman tersebut bisa diterapkan dalam contoh berikut
ini.

Paradigmatik Paradigmatik Paradigmatik


(vertikal) (vertikal) (vertikal) ——————–
Sintagmatik
Saya menulis artikel (horisontal)
Sintagmatik
Ibu membaca surat (horisontal)
Sintagmatik
Orang itu membeli buku (horisontal)

Anda mungkin juga menyukai