Anda di halaman 1dari 16

Bahasa dan Masyarakat Bahasa dan Budaya

Dosen Pengampu Aida Sumardi, M.Pd.

Disusun

Ira Atikah Suci 20200810400018

Idzni Nisa Pambudi 20200810400017

Semester V

Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia

Fakultas Ilmu Pendidikan (FIP)

Universitas Muhammadiyah Jakarta

2022
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, Tuhan semesta alam.
Atas izin dan karunia-Nya, kami dapat menyelesaikan makalah “Sosiolinguistik”
tepat waktu tanpa kurang suatu apa pun. Tak lupa pula penulis haturkan shalawat
serta salam kepada junjungan Rasulullah Muhammad SAW. Semoga syafaatnya
mengalir pada kita di hari akhir kelak.

Penulis menyadari makalah ini masih memerlukan penyempurnaan,


terutama pada bagian isi. Kami menerima segala bentuk kritik dan saran pembaca
demi penyempurnaan makalah. Apabila terdapat banyak kesalahan pada makalah
ini, kami memohon maaf. Demikian yang dapat kami sampaikan. Akhir kata,
semoga makalah ini dapat bermanfaat.

Wassalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh.

Tangerang Selatan, 30 September 2022

Penyusun

i
DAFTAR ISI

Kata Pengantar....................................................................................................... i
Daftar Isi ............................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Masalah..................................................................... 1
1.2. Rumusan Masalah............................................................................... 2
1.3. Tujuan Penulisan................................................................................ 2
BAB II PEMBAHASAN
2.1. Pengertian Sosiolinguistik.................................................................. 3
2.2. Fungsi Sosiolinguistik Pada Bahasa................................................... 4
2.3. Hubungan Bahasa Dengan Masyarakat.............................................. 6
2.4. Hubungan Bahasa Dengan Kebudayaan............................................. 7
BAB III PENUTUP
3.1 Kesimpulan.........................................................................................12
3.2 Saran...................................................................................................12
DAFTAR PUSAKA.............................................................................................13

ii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Bahasa Indonesia merupakan identitas suatu negara sebagai alat
komunikasi. Setiap orang membutuhkan bahasa untuk berinteraksi,
mengungkapkan pendapat dan pandangan, serta memiliki hubungan sosial
lainnya. Bahasa Indonesia, baik dalam kehidupan sehari-hari maupun dalam dunia
perfilman, mulai berubah, tergantikan oleh penggunaan bahasa anak-anak yang
dikenal dengan bahasa gaul.
Interferensi bahasa gaul terkadang muncul dalam penggunaan bahasa
Indonesia dalam situasi formal, sehingga mengakibatkan penggunaan bahasa yang
kurang tepat dan tidak tepat. Seiring berjalannya waktu, khususnya di negara
Indonesia, pengaruh bahasa gaul terhadap bahasa Indonesia semakin terlihat jelas
dalam penggunaan tata bahasanya. Penggunaan bahasa gaul oleh masyarakat luas
telah membawa dampak negatif bagi perkembangan identitas bangsa Indonesia.
Banyak orang menggunakan bahasa gaul dan hal ini diperparah oleh generasi
muda Indonesia yang juga tidak bisa memisahkan penggunaan bahasa gaul ini.
Bahkan generasi muda lebih banyak menggunakan bahasa gaul daripada
pengguna bahasa. Bahasa Indonesia adalah bahasa persatuan, maka sebagai orang
Indonesia yang membudayakan dan menghormati bahasa nasional kita, kita harus
turut membudayakan dan memelihara bahasa kita, bahasa Indonesia. Jika Anda
menggunakan bahasa Indonesia yang benar dan benar, orang-orang di sekitar
Anda akan diusir dalam waktu singkat. Evolusi bahasa Indonesia selalu memiliki
keunikan tersendiri. Kosakata Bahasa Asing yang diasimilasikan ke dalam Bahasa
Indonesia bertujuan untuk memperkaya kosa kata bahasa Indonesia dan
keanekaragamannya.
Meskipun beberapa tahap perkembangan dan asimilasi, kemurnian bahasa
Indonesia tetap tidak berubah. Perkembangan bahasa Indonesia dapat dibagi
menjadi tiga bidang utama yang memerlukan perhatian. Ketiga bagian tersebut

1
adalah Bahasa Indonesia sebagai Bahasa Persatuan, Bahasa Indonesia sebagai
Bahasa Resmi Nasional, dan Bahasa Indonesia sebagai Bahasa Internasional.
Pembahasan bahasa dapat dilanjutkan jika konsep dasar bahasa itu sendiri
dipahami dengan benar.
Menurut (Nasution, 2022:198) di dalam kedudukannya sebagai bahasa
nasional, bahasa Indonesia berfungsi sebagai:
1) Lambang kebanggaan nasional.
2) Lambang identitas nasional.
3) Alat pemersatu berbagai suku bangsa yang berlatar belakang sosial budaya
dan bahasa yang berbeda, dan,
4) Alat perhubungan antardaerah dan antarbudaya.
Sebagai lambang kebanggaan bangsa, bahasa Indonesia mencerminkan
nilai-nilai sosial budaya yang mendasari rasa bangga kita. Melalui bahasa
nasional, orang Indonesia mengekspresikan harga diri dan nilai-nilai budaya yang
mereka gunakan sebagai pedoman hidup. Berdasarkan hal tersebut, kami
memelihara dan mengembangkan bahasa Indonesia. Demikian juga rasa bangga
menggunakan bahasa Indonesia harus terus ditumbuhkan.

1.2 Rumusan Masalah


Adapun beberapa masalah yang ingin dikaji dalam makalah ini antara lain:
1. Apa pengertian sosiolinguistik?
2. Apa saja fungsi sosiolinguistik pada bahasa?
3. Apa hubungan bahasa dengan masyarakat?
4. Apa hubungan bahasa dengan kebudayaan?

1.3 Tujuan Penulisan


Adapun tujuan dari penulisan makalah ini adalah :
1. Untuk mengetahui apa pengertian sosiolinguistik.
2. Untuk mengetahui fungsi sosiolinguistik pada bahasa.
3. Untuk mengetahui hubungan bahasa dengan masyarakat.
4. Memberikan hubungan bahasa dengan kebudayaan.

2
BAB II

PEMBAHASAN

2.1. Pengertian Sosiolinguistik

Sosiolinguitik merupakan studi bahasa yang berhubungan dengan penutur


bahasa sebagai anggota masyarakat, atau mempelajari aspek-aspek
kemasyarakatan bahasa khususnya variasi-variasi yang terdapat di dalam bahasa
yang berkaitan dengan faktor-faktor kemasyarakatan/sosial. Sosiolinguistik
mengkaji bahasa dalam konteks sosial-kebudayaan, menghubungkan faktor-faktor
budaya, serta mengkaji fungsi sosial, dan pemakaian bahasa dalam masyarakat.
Sosiolinguistik adalah ilmu yang bersifat multidisipliner atau gabungan dari dua
disiplin ilmu yaitu sosiologi dan linguistik. Sebagai ilmu yang bersifat
multidiipliner, sosiolinguistik berusaha menjelaskan kemampuan manusia di
dalam menggunakan aturan-aturan berbahasa secara tepat dalam situasi-situasi
yang bervarisi.

Masih dalam pengertian yang sama, sosiolinguistik adalah ilmu yang


mempelajari hubungan antara bahasa dan masyarakat, antara pema-kaian bahasa,
dan struktur sosial di dalam pemakaian bahasa sehari-hari. Di dalam pemakaian
bahasa sehari-hari, perlu memahami sosiolinguistik untuk menghindari kesalahan
dalam masalah ketidaktepatan pemakaian bahasa dalam konteks sosial. Senada
dengan pernyataan di atas, sosiolinguistik mengkaji bahasa di dalam hubungannya
dengan faktor-faktor kemasyarakatan/sosial. Lebih lanjut, sosiolinguistik
merupakan cabang ilmu linguistik yang mempelajari bahasa dan pemakaian
bahasa dalam konteks budaya. Dari berbagai pendapat di atas, dapatlah
disimpulkan bahwa sosiolinguistik adalah cabang linguistik yang bersifat
multidisipliner yang mengkaji pemakaian bahasa di masyarakat yang berkaitan
dengan konteks budaya.

3
2.2. Fungsi Sosiolinguistik Pada Bahasa

Bahasa bagi seorang sastrawan atau penyair merupakan sebuah media


untuk menuangkan ide-ide sekaligus sebagai sarana untuk menyampaikan pesan-
pesan tertentu pada masyarakat. Ide-ide tersebut bersumber dari dari intuisi, imaji,
dan pengalaman diri peribadi seorang sastrawan dalan masyarakatnya. Oleh
karena itu karya sastra merupakan suatu karya tulis yang intuitif, karya tulis yang
imajinatif, dan sekaligus sebagai karya seni, sebab diciptakan dengan karya kreasi
sastrawan atau penyair yang merupakan anggota dari kelompok masyarakat yang
berjiwa seni. Menurut Siswo Sugiarto (1996: 20) bahasa sastra dapat dimanfatkan
sedemikian rupa, sehingga dalam fungsinya bahasa sastra dapat mendukung
kemampuan daya cipta sastrawan itu sendiri. Bahkan bahasa tidak saja sebagai
media penciptaan, tetapi sekaligus merupakan bahasa yang bernilai seni.

Hubungan bahasa dan sastra yang khas adalah seperti yang terlihat dalam
drama, baik di atas pentas maupun sebagai teks untuk dibaca (novel) (Anwar,
1990: 55). Di sini, bahasa dipakai tidak dalam situasi wajar pemakaian bahasa.
Yaitu untuk berkomunikasi pada umumnya, untuk melakukan fungsi interaksi
sosial. B. Rahmanto (1999:74) mensinyalir bahwa unsur-unsur kebahasaan dalam
karya sastra merupakan sumber bahasa yang cukup luas untuk dikaji dan
dipelajari. Unsur-unsur yang perlu dikaji dan dipelajari antara lain meliputi dialek,
register, idiolek personal, sosiolek dan sebagainya. Begitu juga karya seni dalam
bentuk sastra fiksi (novel, puisi, dan drama) menggunakan bahasa untuk
menciptakan sebuah dunia yang berbeda yang dapat disaksikan orang lain secara
nyata melalui tuturan serta adegan-adegan tokoh yang ‚dihidupkan‛ sang
sutradara.

Bahasa sastra yang digunakan dalam karya sastra mempunyai ciri khas
tersendiri yaitu lebih mengedepankan aspek estetis yang senantiasa bernuansa
hiburan dan sekaligus sebagai media penyampai pesan-pesan pengarang melewati
tokoh-tokoh yang ‚dihidupkan‛ di dalamnya. Novel sebagai salah satu bentuk
karya sastra disajikan oleh pengarang dengan karakteristik bahasa yang berbeda.
Perbedaan itu tergantung dari cara pengarang itu sendiri di dalam meyajikan

4
karyanya. Di dalam karya fiksi (novel) tersebut pengarang melewati peranan
tokoh-tokohnya menyajikan tuturan yang sesuai dengan kapasitas dan status sosial
tokoh-tokoh tersebut, sehingga dalam tuturan tokoh-tokoh tersebut banyak
dijumpai adanya peristiwaperistiwa kebahasaan sesuai dengan perbedaan latar
belakang sosiosituasional dan sosio-kultural bahasanya.

Menurut Cumming dan Simons (1986:vii) karya sastra mempunyai status


khusus sebagai seni verbal, di mana bahasa sebagai inti semiotika kemanusiaan
yang merupakan aktivitas yang bermakna dalam komunitasnya. Dengan demikian
bahasa sastra atau bahasa cipta sastra dapat dikaji secara makrolinguistik dan
secara mikrilinguistik.

Adapun kajian bahasa dari segi makrolinguistik yang bersifat


interdisipliner berarti kajian bahasa yang menggunakan beberapa bidang kajian.
Kajian bahasa sastra secara sosiolinguistik berarti kajiannya menggunakan teori
sosiologi dan linguistik. Sosiolinguistik (sosiologi bahasa) merupakan salah satu
‚pisau‛ analisis kebahasaan untuk mengkaji bahasa sastra dengan
memperhitungkan hubungan antara bahasa dan masyarakat, khususnya
masyarakat penutur bahasa itu. Jadi jelas dalam hal ini, kajian sosiolinguistik
mempertimbangkan hubungan antara linguistik untuk segi kebahasaan dan
sosiologi untuk segi kemasyarakatannya serta karya sastra (seni verbal) sebagai
obyek kajiannya.

Dengan demikian, kehadiran sosiolinguistik terhadap kajian bahasa sastra


tidak hanya sekedar kritik, tetapi juga memberikan kontribusi dengan berusaha
menguraikan peristiwa-peristiwa tuturan bahasa berdasarkan faktor sosio-
situasional yang dilakukan oleh para tokoh cerita dengan latar belakang sosialnya
masing-masing berdasarkan fungsi dan karakternya.

Pengkajian terhadap bahasa sastra juga tidak dapat dilepaskan dari


pengertian bahasa dalam karya sastra (Teeuw, 1983: 22). Bagaimana pun rumusan
dan pengertian para ahli tentang sastra, bahasa tetap merupakan medium bagi
penciptaan karya sastra yang tidak dapat diabaikan (Widdowson, 1978: 203).

5
Bahasa dalam karya dan cipta sastra dapat disejajarkan dengan garis dan bidang
bagi seni lukis, gerak dan irama pada seni tari, nada dan irama pada seni musik,
dan sebagainya (Subroto, 1976: 13). Oleh karena itu karya sastra memiliki status
khusus sebagai seni verbal, dalam hal ini bahasa sebagai inti semiotika
kemanusiaan merupakan aktivitas yang bermakna dalam komunitasnya
(Cummings, 1986: vii). Penelitian yang mengkaji bahasa dalam karya sastra pada
dasarnya sedang meletakkan karya sastra sebagai proses komunikasi yang
dilakukan oleh pengarang kepada pembaca lewat lambang-lambang bahasa.

Kajian yang tepat untuk meneliti peristiwa kebahasaan dalam konteks


kedwibahasaan pengarang dalam karya sastra tersebut adalah kajian sosiologi
bahasa (sosiolinguistik). Sosiolinguistik mengkaji bahasa dengan
memperhitungkan hubungan antara bahasa dengan masyarakat termasuk
pengarang, khususnya masyarakat penutur bahasa itu. Jadi jelas sosiologi bahasa
sastra mempertimbangkan keterkaitan dua hal, yakni linguistik untuk segi
kebahasaan (media pemciptaan sastra) dan sosiologi untuk segi
kemasyarakatannya. Dan kenyataan memang menunjukkan bahwa pada
umumnya, penelitian bahasa dalam kerangka sosiologi bahasa mendasarkan
kajian bahasa yang merupakan mediasi dari karya seni dalam hubungannya
dengan masyarakat (pengarang).

2.3. Hubungan Bahasa dengan Masyarakat


Bahasa dan masyarakat, bahasa dan kemasyarakatan, dua hal yang
bertemu di satu titik, artinya antara bahasa dan masyarakat tidak akan pernah
terpisahkan. Bahasa sebagai sistem lambang bunyi yang arbitrer, digunakan oleh
anggota masayarakat sebagai alat komunikasi, berinteraksi dan
mengidentifikasikan diri. Bahasa begitu melekat erat, menyatu jiwa di setiap
penutur di dalam masyarakat. Ia laksana sebuah senjata ampuh untuk
mempengaruhi keadaan masyarakat dan kemasyarakatan. Fungsi bahasa sebagai
alat untuk berinteraksi atau berkomunikasi dalam arti alat untuk menyampaikan

6
pikiran, gagasan, konsep atau juga perasaan di dalam masyarakat inilah di
namakan fungsi bahasa secara tradisional.
Maka dapat di katakan hubungan antara bahasa dan penggunanya di dalam
masyarakat ini merupakan kajian sosiolinguistik. Berbicara tentang bahasa dan
masyarakat, maka tidak terlepas dari istilah masyarakat bahasa”. Masyarakat
bahasa adalah sekelompok orang yang memiliki bahasa bersama atau merasa
termasuk dalam kelompok itu, atau berpegang pada bahasa standar yang sama.
Masyarakat tutur adalah istilah netral. Ia dapat dipergunakan untuk menyebut
masyarakat kecil atau sekelompok orang yang menggunakan bentuk bahasa yang
relatif sama dan mempunyai penilaian yang sama dalam bahasanya. Jadi
masyarakat bahasa atau masyarakat tutur.
Berbicara tentang bahasa dan masyarakat tentu tidak terlepas dengan
kebudayaan yang ada pada suatu masyarakat, maka titik tolaknya adalah
hubungan bahasa dengan kebudayaan dari masyarakat yang memiliki variasi
tingkat- tingkat sosial. Ada yang menganggap bahasa itu adalah bagian dari
masyarakat, namun ada yang menganggap bahasa dan kebudayaan itu dua hal
yang berbeda, tetapi hubungan antara keduanya erat, sehingga tidak dapat
dipisahkan, yang menganggap bahasa banyak dipengaruhi oleh kebudayaan,
sehinnga apa yang ada dalam kebudayaan akan tercermin dalam bahasa. Di sisi
lain ada juga yang mengatakan bahwa bahasa sangat mempengaruhi kebudayaan
dan cara berpikir manusia, atau masyarakat penuturnya. Bagaimanakah bentuk
hubungan antara bahasa dengan masyarakat? Bentuk hubungan bahasa dengan
masyarakat adalah adanya hubungan antara bentuk-bentuk bahasa tertentu, yang
disebut variasi ragam atau dialek dengan penggunaannya untuk fungsi-fungsi
tertentu didalam masyarakat.
Sebagai contoh di dalam kegiatan pendidikan kita menggunakan ragam
baku, untuk kegiatan yang sifatnya santai (non formal) kita menggunakan bahasa
yang tidak baku, di dalam kegiatan berkarya seni kita menggunakan ragam sastra
dan sebagainya. Inilah yang disebut dengan menggunakan bahasa yang benar,
yaitu penggunaan bahasa pada situasi yang tepat atau sesuai konteks di mana kita
menggunakan bahasa itu untuk aktivitas komunikasi. Masyarakat dan lingkungan

7
mengendalikan bahasa kita dengan mengistimewakan atau memilih apa yang
dapat diterima dan tidak, karena masing-masing dari kita memiliki persepsi atau
pendapat sendiri. Sekelompok orang mungkin menerima bahasa kita, tetapi bagi
yang lain itu mungkin semacam hinaan atau hinaan. Anda harus tahu bagaimana,
kapan dan di mana mengatakannya dan untuk tujuan apa.
Perubahan sosial menciptakan perubahan bahasa. Ini mempengaruhi nilai-
nilai dengan cara yang tidak dipahami dengan baik. Bahasa memasukkan nilai-
nilai sosial. Namun, nilai-nilai sosial identik dengan nilai-nilai kebahasaan hanya
jika masyarakatnya stabil dan tidak berubah. Begitu masyarakat mulai berubah,
perubahan bahasa akan memiliki efek khusus. Bahasa merupakan jantung dari
interaksi sosial dalam setiap masyarakat, tanpa memandang tempat dan waktu.
Bahasa dan komunikasi sosial saling terkait: Bahasa membentuk interaksi sosial
dan interaksi sosial membentuk bahasa.
Menurut (Mujib, 2009:142) ada empat kemungkinan yang
menggambarkan hubungan antara bahasa dengan masyarakat, yaitu: (a). Struktur
sosial akan mempengaruhi atau menentukan struktur perilaku linguistik; tingkatan
usia, etnis, status sosial, jenis kelamin dan lain-lain, (b). Struktur linguistik akan
mempengaruhi struktur sosial (misalnya, hipotesis Whorf dan pernyataan
Bernstein), (c). Bahasa dan masyarakat akan saling mempengaruhi, (d). Tidak ada
hubungan antara keduanya, seperti teori Chomsky yang asosial. Akan tetapi,
analisa yang seperti ini lemah sifatnya dan banyak kritik yang diajukan oleh para
linguis sendiri.

2.4. Hubungan Bahasa dengan Kebudayaan


Menurut (Mujib, 2009:145) ada beberapa teori mengenai hubungan
bahasa dengan kebudayaan. Secara garis besar, teori-teori tersebut dapat
dikelompokkan menjadi dua kategori, yaitu menyatakan hubungan yang bersifat
subordinatif, di mana bahasa di bawah lingkup kebudayaan, dan hubungan yang
bersifat koordinatif, yakni hubungan yang sederajat dengan kedudukannya yang
sama tinggi.

8
Kebanyakan ahli mengatakan bahwa kebudayaan menjadi mainsystem,
sedangkan bahasa hanya merupakan subsystem (seperti yang sudah dibicarakan
mengenai hakikat kebudayaan di atas), tidak ada atau belum ada yang mengatakan
sebaliknya. Berkaitan dengan hubungan yang bersifat koordinatif antara bahasa
dengan kebudayaan, Masinambouw (1985) menyebutkan bahwa bahasa dan
kebudayaan merupakan dua sistem yang “melekat” pada manusia karena
kebudayaan merupakan sistem yang mengatur interaksi manusia, sedangkan
bahasa atau kebudayaan merupakan sistem yang berfungsi sebagai sarana
keberlangsungan sarana itu (via Chaer, 1995 : 217--218).

Hubungan Koordinatif
Ada dua fenomena menarik mengenai hubungan yang bersifat koordinatif
ini. Pertama, ada yang mengatakan hubungan tersebut terikat erat seperti sekeping
mata uang logam: sisi yang satu adalah sistem kebahasaan dan sisi yang lain
adalah sistem kebudayaan. bahwa kebahasaan dan kebudayaan merupakan dua
fenomena yang berbeda tetapi hubungannya sangat erat. Kedua, adanya hipotesis
yang sangat kontroversial, yaitu hipotesis dari dua pakar linguistik ternama,
Edward Sapir dan Benjamin Lee Whorf. Dalam hipotesisnya dikemukakan,
bahwa bahasa bukan hanya menentukan corak budaya, tetapi juga menentukan
cara dan jalan pikiran manusia. Oleh karena itu, mempengaruhi pula tindak
lakunya (Chaer, 1995: 219).
Berdasarkan hipotesis Sapir-Whorf ini, ada dua pernyataan yang perlu
diperhatikan. Pertama, bila penutur suatu bahasa memiliki kata-kata tertentu untuk
memberikan benda-benda (objek) sedangkan penutur bahasa yang lain tidak
memilikinya dengan cara yang sama, maka penutur bahasa yang pertama akan
lebih mudah berbicara tentang benda-benda (objek) tersebut. Hal ini terbukti
apabila kita memperhatikan istilah-istilah teknis dalam perdagangan, pekerjaan
atau profesi. Misalnya, para dokter akan lebih mudah berbicara tentang fenomena
medis karena mereka mempunyai perbendaharaan kata (istilah) tentang itu.
Kedua, apabila suatu bahasa punya konsep pembedaan sedangkan yang
lain tidak, maka mereka yang menggunakan bahasa yang pertama akan lebih

9
memahami pembedaan dalam lingkungan mereka, terutama mengenai konsep
yang menjadi pusat perhatian pembedaan linguistik itu. Jika seseorang hendak
mengklasifikasikan salju, unta, dan mobil maka dalam beberapa cara dia akan
memahaminya secara berbeda dari orang yang tidak membuat pembedaan itu. Jika
benda-benda tertentu harus diklasifikasikan sesuai dengan panjang, tipis atau
kebulatannya, seseorang akan memahami benda-benda itu dengan cara demikian
(Wardhaugh, 1986:213--214).

Hubungan Subordinatif
Beberapa hal yang dapat diklasifikasikan pada pola hubungan ini antara lain:
a. Hubungan bahasa dengan kebudayaan yang berkaitan dengan perubahan
bahasa yang diakibatkan perubahan budaya. Hal ini lebih menonjol pada
aspek morfologis daripada aspek-aspek linguistik yang lain. Perubahan
bahasa secara morfologis dapat dilihat dari beberapa segi, yaitu (1)
penghilangan, (2) Penambahan, (3) Perluasan, (4) Penyempitan dan (5)
Pertukaran.
b. Untuk keterangan dan contoh-contohnya diambilkan dari buku Robert
tentang suku Batak Toba. Penghilangan, misalnya hasil penelitian Robert
terhadap beberapa kosakata bahasa Batak Toba yang sudah hilang dan ia
temukan ketika meneliti salah satu naskah Batak Toba yang ditulis pada
pertengahan abad ke-19, antara lain:
1) Penghilangan
 Palias ‘penangkal bencana’
 Pokpang ‘tanda gencatan senjata’
 Martaban ‘menawan’
 Mangobol ‘kena tembak tanpa luka’ dan lain-lain.
2) Penambahan
 Taraktor ‘traktor’
 Keredit ‘kredit’
 Being ‘bang’ dan lain-lain

10
3) Perluasan
 kata lae (dulu) → ‘putra saudara perempuan ayah/saudara
laki-laki ibu’ (sekarang) → untuk menyapa semua laki-laki
yang kira-kira sebaya dan tidak mempunyai hubungan
genealogis dan tidak semarga.
 kata ompung (dulu) → ‘orang tua ayah atau ibu’ (sekarang)
→ untuk menyapa setiap orang yang sudah tua dan lain-
lain.
4) Penyempitan
 Datu (dulu) → ‘orang cerdik pandai’ (sekarang) → ‘dukun’
 tonggo-tonggo (dulu) → ‘doa’ (sekarang) → ‘doa berupa
mantra dan lain-lain’
5) Pertukaran
 Sibaso, sebutan bagi wanita yang membantu melahirkan,
sekarang disebut bidan, dan lain-lain.

11
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Simpulan yang dapat di ambil adalah, bahwa Bahasa begitu melekat erat,
menyatu jiwa di setiap penutur di dalam masyarakat dan budaya. Ia laksana
sebuah senjata ampuh untuk mempengaruhi keadaan kemasyarakatan dan
kebudayaan. Fungsi bahasa sebagai alat untuk berinteraksi atau berkomunikasi
dalam arti alat untuk menyampaikan pikiran, gagasan, konsep atau juga perasaan
di dalam masyarakat inilah di namakan fungsi bahasa secara tradisional. Maka
dapat di katakan hubungan antara bahasa dan penggunanya di dalam masyarakat
ini merupakan kajian sosiolinguistik.

3.2 Saran
Saran penulis setelah menyelesaikan makalah ini adalah, Setiap individu
harus menutur atau berbicara dengan menggunakan bahasa yang benar, sopan,
bijaksana dan memiliki etika dalam berbahasa, apalagi saat berada di kalangan
masyarakat. Dan hendaklah bagi penutur bahasa harus bisa menyesuaikan
bahasanya ketika berada di suatu tempat, baik di lingkungan formal maupun di
lingkungan non formal

12
DAFTAR PUSTAKA

13

Anda mungkin juga menyukai