Disusun
Semester V
2022
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, Tuhan semesta alam.
Atas izin dan karunia-Nya, kami dapat menyelesaikan makalah “Sosiolinguistik”
tepat waktu tanpa kurang suatu apa pun. Tak lupa pula penulis haturkan shalawat
serta salam kepada junjungan Rasulullah Muhammad SAW. Semoga syafaatnya
mengalir pada kita di hari akhir kelak.
Penyusun
i
DAFTAR ISI
Kata Pengantar....................................................................................................... i
Daftar Isi ............................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Masalah..................................................................... 1
1.2. Rumusan Masalah............................................................................... 2
1.3. Tujuan Penulisan................................................................................ 2
BAB II PEMBAHASAN
2.1. Pengertian Sosiolinguistik.................................................................. 3
2.2. Fungsi Sosiolinguistik Pada Bahasa................................................... 4
2.3. Hubungan Bahasa Dengan Masyarakat.............................................. 6
2.4. Hubungan Bahasa Dengan Kebudayaan............................................. 7
BAB III PENUTUP
3.1 Kesimpulan.........................................................................................12
3.2 Saran...................................................................................................12
DAFTAR PUSAKA.............................................................................................13
ii
BAB I
PENDAHULUAN
1
adalah Bahasa Indonesia sebagai Bahasa Persatuan, Bahasa Indonesia sebagai
Bahasa Resmi Nasional, dan Bahasa Indonesia sebagai Bahasa Internasional.
Pembahasan bahasa dapat dilanjutkan jika konsep dasar bahasa itu sendiri
dipahami dengan benar.
Menurut (Nasution, 2022:198) di dalam kedudukannya sebagai bahasa
nasional, bahasa Indonesia berfungsi sebagai:
1) Lambang kebanggaan nasional.
2) Lambang identitas nasional.
3) Alat pemersatu berbagai suku bangsa yang berlatar belakang sosial budaya
dan bahasa yang berbeda, dan,
4) Alat perhubungan antardaerah dan antarbudaya.
Sebagai lambang kebanggaan bangsa, bahasa Indonesia mencerminkan
nilai-nilai sosial budaya yang mendasari rasa bangga kita. Melalui bahasa
nasional, orang Indonesia mengekspresikan harga diri dan nilai-nilai budaya yang
mereka gunakan sebagai pedoman hidup. Berdasarkan hal tersebut, kami
memelihara dan mengembangkan bahasa Indonesia. Demikian juga rasa bangga
menggunakan bahasa Indonesia harus terus ditumbuhkan.
2
BAB II
PEMBAHASAN
3
2.2. Fungsi Sosiolinguistik Pada Bahasa
Hubungan bahasa dan sastra yang khas adalah seperti yang terlihat dalam
drama, baik di atas pentas maupun sebagai teks untuk dibaca (novel) (Anwar,
1990: 55). Di sini, bahasa dipakai tidak dalam situasi wajar pemakaian bahasa.
Yaitu untuk berkomunikasi pada umumnya, untuk melakukan fungsi interaksi
sosial. B. Rahmanto (1999:74) mensinyalir bahwa unsur-unsur kebahasaan dalam
karya sastra merupakan sumber bahasa yang cukup luas untuk dikaji dan
dipelajari. Unsur-unsur yang perlu dikaji dan dipelajari antara lain meliputi dialek,
register, idiolek personal, sosiolek dan sebagainya. Begitu juga karya seni dalam
bentuk sastra fiksi (novel, puisi, dan drama) menggunakan bahasa untuk
menciptakan sebuah dunia yang berbeda yang dapat disaksikan orang lain secara
nyata melalui tuturan serta adegan-adegan tokoh yang ‚dihidupkan‛ sang
sutradara.
Bahasa sastra yang digunakan dalam karya sastra mempunyai ciri khas
tersendiri yaitu lebih mengedepankan aspek estetis yang senantiasa bernuansa
hiburan dan sekaligus sebagai media penyampai pesan-pesan pengarang melewati
tokoh-tokoh yang ‚dihidupkan‛ di dalamnya. Novel sebagai salah satu bentuk
karya sastra disajikan oleh pengarang dengan karakteristik bahasa yang berbeda.
Perbedaan itu tergantung dari cara pengarang itu sendiri di dalam meyajikan
4
karyanya. Di dalam karya fiksi (novel) tersebut pengarang melewati peranan
tokoh-tokohnya menyajikan tuturan yang sesuai dengan kapasitas dan status sosial
tokoh-tokoh tersebut, sehingga dalam tuturan tokoh-tokoh tersebut banyak
dijumpai adanya peristiwaperistiwa kebahasaan sesuai dengan perbedaan latar
belakang sosiosituasional dan sosio-kultural bahasanya.
5
Bahasa dalam karya dan cipta sastra dapat disejajarkan dengan garis dan bidang
bagi seni lukis, gerak dan irama pada seni tari, nada dan irama pada seni musik,
dan sebagainya (Subroto, 1976: 13). Oleh karena itu karya sastra memiliki status
khusus sebagai seni verbal, dalam hal ini bahasa sebagai inti semiotika
kemanusiaan merupakan aktivitas yang bermakna dalam komunitasnya
(Cummings, 1986: vii). Penelitian yang mengkaji bahasa dalam karya sastra pada
dasarnya sedang meletakkan karya sastra sebagai proses komunikasi yang
dilakukan oleh pengarang kepada pembaca lewat lambang-lambang bahasa.
6
pikiran, gagasan, konsep atau juga perasaan di dalam masyarakat inilah di
namakan fungsi bahasa secara tradisional.
Maka dapat di katakan hubungan antara bahasa dan penggunanya di dalam
masyarakat ini merupakan kajian sosiolinguistik. Berbicara tentang bahasa dan
masyarakat, maka tidak terlepas dari istilah masyarakat bahasa”. Masyarakat
bahasa adalah sekelompok orang yang memiliki bahasa bersama atau merasa
termasuk dalam kelompok itu, atau berpegang pada bahasa standar yang sama.
Masyarakat tutur adalah istilah netral. Ia dapat dipergunakan untuk menyebut
masyarakat kecil atau sekelompok orang yang menggunakan bentuk bahasa yang
relatif sama dan mempunyai penilaian yang sama dalam bahasanya. Jadi
masyarakat bahasa atau masyarakat tutur.
Berbicara tentang bahasa dan masyarakat tentu tidak terlepas dengan
kebudayaan yang ada pada suatu masyarakat, maka titik tolaknya adalah
hubungan bahasa dengan kebudayaan dari masyarakat yang memiliki variasi
tingkat- tingkat sosial. Ada yang menganggap bahasa itu adalah bagian dari
masyarakat, namun ada yang menganggap bahasa dan kebudayaan itu dua hal
yang berbeda, tetapi hubungan antara keduanya erat, sehingga tidak dapat
dipisahkan, yang menganggap bahasa banyak dipengaruhi oleh kebudayaan,
sehinnga apa yang ada dalam kebudayaan akan tercermin dalam bahasa. Di sisi
lain ada juga yang mengatakan bahwa bahasa sangat mempengaruhi kebudayaan
dan cara berpikir manusia, atau masyarakat penuturnya. Bagaimanakah bentuk
hubungan antara bahasa dengan masyarakat? Bentuk hubungan bahasa dengan
masyarakat adalah adanya hubungan antara bentuk-bentuk bahasa tertentu, yang
disebut variasi ragam atau dialek dengan penggunaannya untuk fungsi-fungsi
tertentu didalam masyarakat.
Sebagai contoh di dalam kegiatan pendidikan kita menggunakan ragam
baku, untuk kegiatan yang sifatnya santai (non formal) kita menggunakan bahasa
yang tidak baku, di dalam kegiatan berkarya seni kita menggunakan ragam sastra
dan sebagainya. Inilah yang disebut dengan menggunakan bahasa yang benar,
yaitu penggunaan bahasa pada situasi yang tepat atau sesuai konteks di mana kita
menggunakan bahasa itu untuk aktivitas komunikasi. Masyarakat dan lingkungan
7
mengendalikan bahasa kita dengan mengistimewakan atau memilih apa yang
dapat diterima dan tidak, karena masing-masing dari kita memiliki persepsi atau
pendapat sendiri. Sekelompok orang mungkin menerima bahasa kita, tetapi bagi
yang lain itu mungkin semacam hinaan atau hinaan. Anda harus tahu bagaimana,
kapan dan di mana mengatakannya dan untuk tujuan apa.
Perubahan sosial menciptakan perubahan bahasa. Ini mempengaruhi nilai-
nilai dengan cara yang tidak dipahami dengan baik. Bahasa memasukkan nilai-
nilai sosial. Namun, nilai-nilai sosial identik dengan nilai-nilai kebahasaan hanya
jika masyarakatnya stabil dan tidak berubah. Begitu masyarakat mulai berubah,
perubahan bahasa akan memiliki efek khusus. Bahasa merupakan jantung dari
interaksi sosial dalam setiap masyarakat, tanpa memandang tempat dan waktu.
Bahasa dan komunikasi sosial saling terkait: Bahasa membentuk interaksi sosial
dan interaksi sosial membentuk bahasa.
Menurut (Mujib, 2009:142) ada empat kemungkinan yang
menggambarkan hubungan antara bahasa dengan masyarakat, yaitu: (a). Struktur
sosial akan mempengaruhi atau menentukan struktur perilaku linguistik; tingkatan
usia, etnis, status sosial, jenis kelamin dan lain-lain, (b). Struktur linguistik akan
mempengaruhi struktur sosial (misalnya, hipotesis Whorf dan pernyataan
Bernstein), (c). Bahasa dan masyarakat akan saling mempengaruhi, (d). Tidak ada
hubungan antara keduanya, seperti teori Chomsky yang asosial. Akan tetapi,
analisa yang seperti ini lemah sifatnya dan banyak kritik yang diajukan oleh para
linguis sendiri.
8
Kebanyakan ahli mengatakan bahwa kebudayaan menjadi mainsystem,
sedangkan bahasa hanya merupakan subsystem (seperti yang sudah dibicarakan
mengenai hakikat kebudayaan di atas), tidak ada atau belum ada yang mengatakan
sebaliknya. Berkaitan dengan hubungan yang bersifat koordinatif antara bahasa
dengan kebudayaan, Masinambouw (1985) menyebutkan bahwa bahasa dan
kebudayaan merupakan dua sistem yang “melekat” pada manusia karena
kebudayaan merupakan sistem yang mengatur interaksi manusia, sedangkan
bahasa atau kebudayaan merupakan sistem yang berfungsi sebagai sarana
keberlangsungan sarana itu (via Chaer, 1995 : 217--218).
Hubungan Koordinatif
Ada dua fenomena menarik mengenai hubungan yang bersifat koordinatif
ini. Pertama, ada yang mengatakan hubungan tersebut terikat erat seperti sekeping
mata uang logam: sisi yang satu adalah sistem kebahasaan dan sisi yang lain
adalah sistem kebudayaan. bahwa kebahasaan dan kebudayaan merupakan dua
fenomena yang berbeda tetapi hubungannya sangat erat. Kedua, adanya hipotesis
yang sangat kontroversial, yaitu hipotesis dari dua pakar linguistik ternama,
Edward Sapir dan Benjamin Lee Whorf. Dalam hipotesisnya dikemukakan,
bahwa bahasa bukan hanya menentukan corak budaya, tetapi juga menentukan
cara dan jalan pikiran manusia. Oleh karena itu, mempengaruhi pula tindak
lakunya (Chaer, 1995: 219).
Berdasarkan hipotesis Sapir-Whorf ini, ada dua pernyataan yang perlu
diperhatikan. Pertama, bila penutur suatu bahasa memiliki kata-kata tertentu untuk
memberikan benda-benda (objek) sedangkan penutur bahasa yang lain tidak
memilikinya dengan cara yang sama, maka penutur bahasa yang pertama akan
lebih mudah berbicara tentang benda-benda (objek) tersebut. Hal ini terbukti
apabila kita memperhatikan istilah-istilah teknis dalam perdagangan, pekerjaan
atau profesi. Misalnya, para dokter akan lebih mudah berbicara tentang fenomena
medis karena mereka mempunyai perbendaharaan kata (istilah) tentang itu.
Kedua, apabila suatu bahasa punya konsep pembedaan sedangkan yang
lain tidak, maka mereka yang menggunakan bahasa yang pertama akan lebih
9
memahami pembedaan dalam lingkungan mereka, terutama mengenai konsep
yang menjadi pusat perhatian pembedaan linguistik itu. Jika seseorang hendak
mengklasifikasikan salju, unta, dan mobil maka dalam beberapa cara dia akan
memahaminya secara berbeda dari orang yang tidak membuat pembedaan itu. Jika
benda-benda tertentu harus diklasifikasikan sesuai dengan panjang, tipis atau
kebulatannya, seseorang akan memahami benda-benda itu dengan cara demikian
(Wardhaugh, 1986:213--214).
Hubungan Subordinatif
Beberapa hal yang dapat diklasifikasikan pada pola hubungan ini antara lain:
a. Hubungan bahasa dengan kebudayaan yang berkaitan dengan perubahan
bahasa yang diakibatkan perubahan budaya. Hal ini lebih menonjol pada
aspek morfologis daripada aspek-aspek linguistik yang lain. Perubahan
bahasa secara morfologis dapat dilihat dari beberapa segi, yaitu (1)
penghilangan, (2) Penambahan, (3) Perluasan, (4) Penyempitan dan (5)
Pertukaran.
b. Untuk keterangan dan contoh-contohnya diambilkan dari buku Robert
tentang suku Batak Toba. Penghilangan, misalnya hasil penelitian Robert
terhadap beberapa kosakata bahasa Batak Toba yang sudah hilang dan ia
temukan ketika meneliti salah satu naskah Batak Toba yang ditulis pada
pertengahan abad ke-19, antara lain:
1) Penghilangan
Palias ‘penangkal bencana’
Pokpang ‘tanda gencatan senjata’
Martaban ‘menawan’
Mangobol ‘kena tembak tanpa luka’ dan lain-lain.
2) Penambahan
Taraktor ‘traktor’
Keredit ‘kredit’
Being ‘bang’ dan lain-lain
10
3) Perluasan
kata lae (dulu) → ‘putra saudara perempuan ayah/saudara
laki-laki ibu’ (sekarang) → untuk menyapa semua laki-laki
yang kira-kira sebaya dan tidak mempunyai hubungan
genealogis dan tidak semarga.
kata ompung (dulu) → ‘orang tua ayah atau ibu’ (sekarang)
→ untuk menyapa setiap orang yang sudah tua dan lain-
lain.
4) Penyempitan
Datu (dulu) → ‘orang cerdik pandai’ (sekarang) → ‘dukun’
tonggo-tonggo (dulu) → ‘doa’ (sekarang) → ‘doa berupa
mantra dan lain-lain’
5) Pertukaran
Sibaso, sebutan bagi wanita yang membantu melahirkan,
sekarang disebut bidan, dan lain-lain.
11
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Simpulan yang dapat di ambil adalah, bahwa Bahasa begitu melekat erat,
menyatu jiwa di setiap penutur di dalam masyarakat dan budaya. Ia laksana
sebuah senjata ampuh untuk mempengaruhi keadaan kemasyarakatan dan
kebudayaan. Fungsi bahasa sebagai alat untuk berinteraksi atau berkomunikasi
dalam arti alat untuk menyampaikan pikiran, gagasan, konsep atau juga perasaan
di dalam masyarakat inilah di namakan fungsi bahasa secara tradisional. Maka
dapat di katakan hubungan antara bahasa dan penggunanya di dalam masyarakat
ini merupakan kajian sosiolinguistik.
3.2 Saran
Saran penulis setelah menyelesaikan makalah ini adalah, Setiap individu
harus menutur atau berbicara dengan menggunakan bahasa yang benar, sopan,
bijaksana dan memiliki etika dalam berbahasa, apalagi saat berada di kalangan
masyarakat. Dan hendaklah bagi penutur bahasa harus bisa menyesuaikan
bahasanya ketika berada di suatu tempat, baik di lingkungan formal maupun di
lingkungan non formal
12
DAFTAR PUSTAKA
13