Anda di halaman 1dari 23

Pengembangan Kosakata Bahasa Indonesia

a. Sumber
          Ada tiga kelompok bahasa sumber pengembangan kosakata bahasa Indonesia, yaitu
bahasa Indonesia, bahasa daerah, dan bahasa asing.
          Kamus merupakan khazanah perbendaharaan kata suatu bahasa. Demikian juga Kantus
Besar Bahasa Indonesiamerupakan “gudang” kosakata bahasa Indonesia, baik yang aktif
maupun yang pasif. Dalam rangka pengembangan kosakata bahasa Indonesia, perlu
dilakukan pengaktifan kembali kosakata yang tidak dimanfaatkan penutur bahasa dalam
kehidupan masa kini demi memperkaya pengungkapan berbagai konsep. Pemanfaatan
kosakata itu akan memperluas cakrawala dan variasi bahasa. Dalam buku Senarai Kata
Serapan dalam Bahasa Indonesia (Jumariam, Qodratillah, dan Ruddyanto, 1995:9),
misalnya, terdapat 1.413 kata Melayu yang belum termanfaatkan oleh pengguna bahasa
dalam kegiatan kebahasaannya.
          Selain pemanfaatan kembali kosakata lama, pengembangan kosakata itu dapat
dilakukan melalui program gramatikalisasi (Kridalaksana, 2000:223) yang akan dibahas pada
bagian strategi dan pemadanan.
          Selain bahasa Indonesia, bahasa daerah atau bahasa serumpun dapat menjadi
pemerkaya kosakata bahasa Indonesia. Kekayaan budaya yang tercermin pada sekitar 665
bahasa daerah (Putro dan Thohari, 2000:282) dapat menjadi sumber pemerkaya kosakata
bahasa Indonesia. Pengamatan selama ini menunjukkan bahwa bahasa daerah
yang berpenutur besar memberikan sumbangan yang besar dalam perkembangan
kosakata bahasa Indonesia. Sementara itu, bahasa daerah berpenutur kecil kurang
memberikan sumbangan dalam upaya pengembangan kosakata bahasa Indonesia. Untuk
itulah, dalam perencanaan ke depan perlu diperhatikan keseimbangan sumber pengembangan
kosakata antara bahasa daerah berpenutur besar dan bahasa daerah berpenutur kecil. Untuk
itu, telah  dan  sedang  dilakukan  penyusunan  kamus  bahasa-bahasa  daerah.  Selain
keseimbangan, hal yang perlu diperhatikan dalam pemanfaatan sumber bahasa daerah ialah
bahwa kosakata bahasa daerah yang telah diserap ke dalam bahasa Indonesia harus tunduk
pada kaidah bahasa Indonesia, baik lafal maupun ejaannya.
          Dalam bidang ilmu dan teknologi, bahasa asing menjadi sumber utama,
khususnya ilmu dan teknologi yang berasal dari luar Indonesia. Dalam buku Senarai Kata
Serapan dalam Bahasa Indonesia (Jumariam, Qodratillah, dan Ruddyanto, 1995:9), tercatat
7.636 kata serapan dari bahasa asing. Bahasa Sanskerta (677 kata), Arab (1.495 kata), Cina
(290 kata), Portugis (131 kata), Tamil (83 kata), Belanda (3.290 kata), dan Inggris (1.610
kata) turut memperkaya kosakata bahasa Indonesia. Apa yang tercatat itu tidak termasuk
istilah bidang ilmu yang dikembangkan melalui Mabbim.
          Meskipun demikian, apa yang telah dilakukan tersebut belum memenuhi
tuntutan kebutuhan dalam kehidupan ke depan pada era global isasi. Oleh karena itu,
diperlukan strategi yang tepat dalam pengembangan kosakata bahasa Indonesia.

b.   Strategi Pengembangan Kosakata


 
1) Penggalian
Salah satu strategi pengembangan kosakata bahasa Indonesia ialah penggalian kosakata
bahasa Indonesia/Melayu. Masih banyak kosakata Indonesia/Melayu yang belum
termanfaatkan dalam keperluan komunikasi dan ekspresi dalam kehidupan masa kini.
Penggalian ini merupakan upaya pemertahanan corak ke-indonesia-an dalam menyikapi
berbagai pengaruh budaya dari luar. Pengaruh itu tampak pada kecenderungan sebagian
masyarakat Indonesia yang memilih kosakata bahasa asing dalam pemberian nama badan
usaha dan merek dagang. Pencegahan ke arah itu telah dilakukan sejak pencanangan
penggunaan bahasa Indonesia secara baik dan benar (20 Mei 1995) yang berupa penertiban
penggunaan bahasa di tempat umum. Dalam masa reformasi ini ada kecenderungan
masyarakat kembali kepada bahasa asing dengan alasan kebebasan masyarakat dalam
mengeluarkan pendapat. Selain itu, upaya penggalian kosakata bahasa Indonesia/Melayu itu
dapat dilakukan melalui penyusunan tesaurus bahasa Indonesia yang kini sedang dikerjakan
Pusat Bahasa.
 
2) Pemanfaatan Kosakata Bahasa Daerah
Bahasa merupakan salah satu lambing jati diri bangsa. Maka, ciri ke-indonesia-an dalam
pengembangan kosakata bahasa Indonesia perlu diperhatikan. Salah satu ciri itu ialah
kebinekaan (keberagaman) budaya masyarakat Indonesia. Oleh karena itu, salah satu upaya
pemertahanan kebinekaan itu ialah penerimaan kosakata bahasa-bahasa daerah yang akan
memperkaya khazanah kosakata bahasa Indonesia, terutama berbagai konsep dari bahasa
daerah yang tidak memiliki padanan dalam bahasa Indonesia.
 
3) Penyerapan Kosakata Bahasa Asing
Penyerapan kosakata bahasa asing selama ini dilakukan melalui penerjemahan atau
pemadanan ke dalam kosakata bahasa Indonesia atau bahasa daerah dan pemungutan
kosakata asing, baik melalui penyesuaian ejaan dan/atau lafal maupun tanpa perubahan.
Pemadanan kosakata asing dengan bahasa daerah kurang mendapat dukungan sebagian
masyarakat karena kata-kata bahasa daerah tersebut belum dikenal oleh masyarakat, kecuali
masyarakat asal bahasa daerah yang bersangkutan. Padahal, di dalam prosedur pembentukan
istilah, bahasa daerah merupakan sumber kedua setelah bahasa Indonesia. Kelompok
masyarakat tertentu lebih cenderung melakukan pemungutan kata asing daripada pemadanan
ke dalam bahasa daerah. Di samping itu, kecenderungan pemungutan  kosakata asing tersebut
juga didorong oleh ketidaktersediaan kosakata padanan bahasa Indonesia terutama
kosakata/istilah bidang ilmu dan teknologi. Oleh karena itu, untuk mempercepat proses
penyerapan koasakata asing perlu dilakukan peninjauan kembali prosedur penyerapan
kosakata asing, setidaknya perlu dilakukan penjabaran tata cara penyerapan tersebut.
 
4) Pengembangan Konsep
Pengembangan konsep dapat dilakukan melalui pembentukan kata. Leksem sebagai unsur
leksikon melalui proses morfologis dapat membentuk kata baru. Proses itu meliputi afiksasi,
reduplikasi, komposisi (pemajernukan), abreviasi, derivasi balik, dan kombinasi proses
(Kridalaksana, 2000:213). Bermacam afiks bahasa Indonesia
dapat  dimanfaatkan  dalam  pembentukan  kata  baru  sesuai  dengan  kebutuhan komunikasi
dan ekspresi.  Begitu juga reduplikasi dapat dimanfaatkan dalam pengembangan kosakata
sejalan dengan makna yang diperlukan oleh penutur bahasa.
Komposisi atau pemajernukan juga merupakan langkah pengembangan kosakata walaupun
tidak seproduktif afiksasi. Satu proses yang amat produktif adalah penyingkatan.
Pembentukan kata melalui cara itu amat populer di kalangan pengguna bahasa, bahkan sering
membingungkan karena hasil penyingkatan itu ternyata sama dengan kata bukan singkatan
yang telah ada sebelumnya.
 
3. Penutup
 
 
Bahasa Indonesia perlu kita kembangkan kosakatanya agar mutu daya ungkapnya memenuhi
tuntutan kedudukan dan fungsinya dalam kehidupan masyarakat Indonesia masa kini dan
masa depan. Peningkatan mutu daya ungkap itu perlu dipacu agar dapat mengimbangi
perkembangan di bidang ilmu pengetahuan dan teknologi. Bagaimanapun baiknya mutu daya
ungkap bahasa Indonesia tanpa dibarengi dengan peningkatan mutu penggunaannya tidak
akan membawa banyak perubahan. Untuk itu, perlu dilakukan peningkatan mutu penggunaan
bahasa Indonesia sesuai dengan bidang penggunaannya, apalagi penggunaan bahasa
Indonesia di kalangan media massa.
 
Pengembangan Bahasa Indonesia

A.  Arti, Latar Belakang dan Tujuan Pengembangan Bahasa Indonesia


Pengembangan menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah cara, proses atau
perbuatan mengembangkan. Pengembangan bahasa Indonesia berarti merupakan cara, proses
atau perbuatan untuk mengembangkan bahasa Indonesia.
Pengembangan bahasa tidak melalui perencanaan ataupun berkembang dengan
sendirinya, tetapi mengikuti arus perkembangan pembangunan nasional. Masyarakat yang
membangun dan memgembangkan penyelenggaraan tata usaha kenegaraannya di dalam
berbagai bidangnya seperti politik, ekonomi, pendidikan, ilmu pengetahuan, teknologi,
organisasi masyarakat lainnya mempunyai jaringan perhubungan dengan masyarakat lainnya.
Hubungan masyarakat tersebut memakai dua bahasa, bahasa pertama dan bahasa kedua
sehingga akan menimbulkan bahasa ketiga. Bahasa ketiga inilah yang akan memberikan
konstribusi pengembangan pada bahasa ke dua masyarakat itu.
Pengembangan ditujukan pada upaya peningkatan mutu daya ungkap bahasa
Indonesia. Peningkatan mutu daya ungkap itu meliputi perluasan kosakata bahasa Indonesia
dan pemantapan kaidah-kaidahnya sejalan dengan tuntutan perkembangan ilmu dan teknologi
serta kebudayaan yang amat pesat.. Upaya untuk terus mengembangkan bahasa Indonesia
agar menjadi bahasa yang dapat menjadi wadah pengembangan ilmu pengetahuan dan
teknologi diamanatkan hampir dalam setiap Kongres Bahasa Indonesia.
Kongres Bahasa Indonesia VIII (Jakarta, 14–17 Oktober 2003) kembali menegaskan
perlunya pengembangan bahasa Indonesia dalam kaitan fungsi bahasa ini sebagai sebagai
sarana komunikasi dalam pengembangan ilmu dan teknologi serta seni. Untuk fungsi itu juga,
atas bahasa Indonesia perlu dilakukan pemantapan struktur bahasa. Pemerkayaan bahasa
Indonesia perlu juga memanfaatkan berbagai sumber dari bahasa daerah secara proporsional.
Mutu dan daya ungkap bahasa Indonesia perlu terus ditingkatkan dan dikembangkan
sehingga dapat menjadi sarana yang lebih ampuh dalam pengembangan ilmu dan teknologi
serta seni.  Jadi, dapat dirangkum bahwa arah tujuan pengembangan kosakata bahasa
Indonesia
sebagai berikut.
1.      menyediakan kosakata ilmu pengetahuan
2.      memperlengkap kata-kata yang diperlukan di dalam dunia ilmu pengetahuan dan kebudayaan
3.      menjadikan bahasa Indonesia sebagai bahasa ilmiah dan modern

B. Fungsi Pengembangan Bahasa Indonesia         


Pada dasarnya, bahasa memiliki fungsi-fungsi tertentu yang digunakan berdasarkan
kebutuhan seseorang, yakni sebagai alat untuk mengekspresikan diri, sebagai alat untuk
berkomunikasi, sebagai alat untuk mengadakan integrasi dan beradaptasi sosial dalam
lingkungan atau situasi tertentu, dan sebagai alat untuk melakukan kontrol sosial (Keraf,
1997: 3).
Derasnya arus globalisasi di dalam kehidupan kita akan berdampak pula pada
perkembangan dan pertumbuhan bahasa sebagai sarana pendukung pertumbuhan dan
perkembangan budaya, ilmu pengetahuan dan teknologi.
Di dalam era globalisasi itu, bangsa Indonesia mau tidak mau harus ikut berperan di
dalam dunia persaingan bebas, baik di bidang politik, ekonomi, maupun komunikasi. 
Konsep-konsep dan istilah baru di dalam pertumbuhan dan perkembangan ilmu pengetahuan
dan teknologi (iptek) secara tidak langsung memperkaya khasanah bahasa Indonesia. Dengan
demikian, semua produk budaya akan tumbuh dan berkembang pula sesuai dengan
pertumbuhan dan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi itu, termasuk bahasa
Indonesia, yang dalam itu, sekaligus berperan sebagai prasarana berpikir dan sarana
pendukung pertumbuhan dan perkembangan iptek itu (Sunaryo, 1993, 1995).
Menurut Sunaryo (2000 : 6), tanpa adanya bahasa (termasuk bahasa Indonesia) iptek
tidak dapat tumbuh dan berkembang. Selain itu bahasa Indonesia di dalam struktur budaya,
ternyata memiliki kedudukan, fungsi, dan peran ganda, yaitu sebagai akar dan produk budaya
yang sekaligus berfungsi sebagai sarana berfikir dan sarana pendukung pertumbuhan dan
perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Tanpa peran bahasa serupa itu, ilmu
pengetahuan dan teknologi tidak akan dapat berkembang. Implikasinya di dalam
pengembangan daya nalar, menjadikan bahasa sebagai prasarana berfikir modern. Oleh
karena itu, jika cermat dalam menggunakan bahasa, kita akan cermat pula dalam berfikir
karena bahasa merupakan cermin dari daya nalar (pikiran).
.
C. Strategi Pengembangan Bahasa Indonesia
Pengembangan ditujukan pada upaya peningkatan mutu daya ungkap bahasa
Indonesia. Peningkatan mutu daya ungkap itu meliputi perluasan kosakata bahasa Indonesia
dan pemantapan kaidah-kaidahnya sejalan dengan tuntutan perkembangan ilmu dan teknologi
serta kebudayaan yang amat pesat.Upaya pengembangan kosakata bahasa Indonesia
dilakukan dengan berbagai strategi, antara lain : (1) mengangkat kembali kata-kata lama yang
sudah usang (terpendam) dengan pemaknaan baru, (2) meminjam kata-kata dari bahasa
daerah atau dari bahasa asing untuk mengisi kekosongan konsep atau menambah
kesinoniman dengan kosakata yang sudah ada sebelumnya, dan (3) membentuk kata-kata
baru, baik melalui akar kata maupun melalui proses morfologis.
Selain Pengembangan kosakata dalam bahasa indonesia, upaya lain yang dapat
digunakan untuk mengembangkan bahasa Indonesia antara lain:
1.      Perluasan Pemakai Bahasa.
Perluasan pemakaian bahasa adalah salah satu cara efektif pada pengembangan suatu bahasa.
Semakin banyak penutur suatu bahasa akan mengalami pengembangan dan peningkatan yang baik.
Bahasa Indonesia akan tetap pada kedudukan dan fungsinya yang sebenarnya yaitu sebagai bahasa
negara dan sebagai bahasa resmi kenegaraan, karena fungsi dan pemakaiannya digunakan pada
kehidupan bermasyarakat dan bernegara.
2. Pembinaan Kepada Masyaakat.
Pentingnya pembinaan dan pengembangan bahasa kepada masyarakat akan menjaga fungsi dan
peranan suatu bahasa. Sikap bahasa yang positif terhadap bahasa akan menjaga kelestarian suatu
bahasa tersebut. Bahasa mendapatkan kedudukan dan perhatian yang seharusnya, sehingga
meningkatnya mutu pada pengunaan bahasa Indonesia.
3. Penelitian Bahasa.
Penelitian bahasa adalah salah satu bentuk pengembangan bahasa. Melalui penelitian yang
seksama dan program penggunaan bahasa akan membantu proses pengembangan bahasa yang
diharapkan. Penelitian bahasa adalah salah satu bentuk dari perencaan pada pengembangan
bahasa.
4.      Pengembangan Bahasa Melalui Media Massa
Media massa (cetak ataupun elektronik) setiap hari mengunjungi masyarakat dengan
menggunakan sarana bahasa Indonesia. Oleh karena itu, media massa memiliki fungsi yang amat
strategis dalam upaya pengembangan ataupun pembinaan bahasa Indonesia. Bahkan, sering terjadi
media massa dijadikan acuan dalam penggunaan bahasa Indonesia. Sugono (2008) mengemukan
dalam hubungan dengan pengembangan bahasa Indonesia media massa dapat mengambil peran
dalam penggalian dan penyebarluasan kosakata dari khazanah budaya daerah. Penggalian budaya
daerah ke dalam bahasa Indonesia itu akan memperkaya kosakata bahasa Indonesia yang sekaligus
mengimbangi laju pertumbuhan kosakata bahasa Indonesia dari penyerapan kosakata bahasa asing.
Selama pengungkapan budaya daerah tersebut belum terdapat dalam kosakata bahasa Indonesia,
pengambilan kosakata bahasa daerah dalam pengungkapan budaya daerah tersebut akan
memperkaya kosakata bahasa Indonesia. Misalnya, kata kaharingan, ganihut, dan mandau adalah
contoh pengangkatan kosakata bahasa daerah yang memperkaya bahasa Indonesia. Kata ngaben,
pura, galungan, dan subak adalah kata-kata bahasa Bali yang masuk ke dalam bahasa Indonesia.
Dengan kata lain, media massa memiliki peran yang amat penting dalam pengayaan kosakata
bahasa Indonesia sekaligus penyebarluasannya ke masyarakat Indonesia di luar wilayah bahasa
daerah yang bersangkutan, bahkan ke penutur di luar Indonesia.
MAKALAH PERLUASAN KOSA KATA
BAB I
PENDAHULUAN
A.      Latar Belakang
Dalam hal perluasan kosa kata, seiring berjalannya waktu sehingga kita tumbuh sebagai
orang yang telah dewasa dan sanggup mengutarakan pikiran dan perasaan melalui rangkaian
kata-kata dalam konstruksi  yang tidak terbilang banyaknya. Dengan sendirinya tanpa kita sadari
hal ini adalah suatu karya besar dalam kehidupan individual tiap orang, tetapi tidak pernah
terlintas dalam pikiran kita untuk mengaguminya sebagai suatu karya besar.
Akan lebih masuk di akal, jika seorang putri cantik bernama Ani  warga negara Indonesia
asli yang dilahirkan dan dibesarkan di Indonesia dalam lingkungan sebuah keluarga desa, dapat
menguasai dan berbicara dengan fasih sebuah bahasa asing, bahasa Arab misalnya. Masuk “di
akal”, karna kita mengetahui bahwa ia mempelajari  bahasa itu disebuah SMA anu, dari seorang
guru yang baik, dan kemudian meneruskan studinya ke Fakultas Adab dan Humaniora Jurusan
Sastra Arab, dan selanjutnya meneruskan studinya ke Mesir. Di samping itu, mungkin ia akan
dikagumi karna dalam waktu yang singkat ia sudah menyesuaikan dirinya sebagai warga negara
asing, sedangkan kawan-kawannya belum mencapai keadaan itu.
Dengan mudah kita bisa memahami bFahwa pengetahuannya itu diperoleh dengan
belajar; belajar dengan giat dan tekun. Seseorang yang tidak berpendidikan pun dapat
memahami hal itu. Tetapi menguasai bahasa secara alamiah tidak perlu dipikirkan dan dikagumi,
karena semua orang dapat berbuat demikian. Semua orang mulai belajar berbicara dengan
mempelajari kata-kata secara individual. Penguasaan kaidah-kaidah tata bahasa hanya melalui
pola-pola kalimat orang dewasa. Pola-pola ini terbatas, sedangkan kosa kata tak dapat dibatasi,
untuk lebih jelasnya lagi kami akan membahas perihal tersebut dalam isi makalah ini.
B.      Rumusan Masalah
Adapun perumusan masalah yang akan dibahas adalah sebagai berikut:
a.       Tingkat perluasan kosa kata
b.      Cara memperluas kosa kata
c.       Mengaktifkan kosa kata
C.      Tujuan
Pembuatan makalah ini bertujuan untuk lebih mudah berkomunikasi dengan anggota
masyarakat lain, dan mengetahui langkah apa saja yang harus dilakukan agar dapat
memperluas kosa kata atau lebih mudah dalam pembendaharaan kosa kata.

BAB II
PEMBAHASAN
PERLUASAN KOSA KATA
A.      Tingkat Perluasan Kosa Kata
Apakah semudah itu kita memahami cara penguasaan bahasa khususnya kosa kata
seorang putra indonesia yang berumur dua sampai empat tahun, yang berumur dua puluh tahun
atau yang lebih dari empat puluh tahun? Dalam hal ini terjadilah beberapa proses yang berjalan
perlahan-lahan, tetapi pasti menuju kepada suatu kesanggupan dan kemampuan berbahasa
yang baik dan teratur.
a.       Masa Kanak-kanak
Perluasan kosakata pada anak-anak lebih ditekankan kepada kosakata, khususnya
kesanggupan untuknominasi gagasan-gagasan yang konkret. Anak-anak hanya memerlukan
istilah untuk menyebutkan kata-kata secara lepas.
b.      Masa Remaja
Pada anak mulai menginjak bangku sekolah, proses tadi masih berjalan terus
ditambah dengan proses yang sengaja diadakan untuk menguasai bahasanya dan memperluas
kosakatanya. Proses yang sengaja diadakan ini adalah proses belajar, baik melalui pelajaran
bahasa maupun melalui mata pelajaran lain.
c.       Masa Dewasa
Seseorang yang meningkat dewasa, kedua proses tadi berjalan terus. Proses perluasan
berjalan lebih intensif karena karena sebagai seseorang yang dianggap matang dalam
masyarakat, ia harus mengetahui berbagai hal, bermacam-macam keahlian dan ketrampilan,
dan harus pula berkomunikasi dengan anggota masyarakat nya mengenai semua hal.
B.      Cara Memperluas Kosa Kata
Pada bagian makalah ini telah dikemukkan bagaimana proses penguasaan kosa kata
pada tingkatan usia sesesorang. Selain itu cara bagaimna seseorang dapat memperluas kosa
kata antara lain dapat dikemukakan: melalui proses belajar, melalui konteks, melalui kamus,
kamus sinonim dan tesaurus, dan dengan menganalisa kata.
a.       Proses Belajar
Perluasan kosa kata melalui proses belajar dilakukan di lembaga-lembaga pendidikan.
Peranan yang aktif adalah pendidiknya. Para pendidik, melalui pelajaran bahasa dan mata
pelajaran lainnya memperkenalkan bermacam-macam istilah yang baru. Istilah yang baru itu
harus diberikan bersama uraian mengenai gagasan yang tapat. Kesalahan atau
kekurangcermatan akan mengakibatkan anak didik salah mewarisi pengertian yang tepat.

b.      Konteks
Yang dimaksud dengan konteks adalah lingkungan yang dimasuki sebush kata. Dan
sesungguhnya, dalam banyak hal kosa kata diperluas melalui sebuah konteks, baik lisan
maupun tertulis. Pengertian kata yang diperoleh dengan cara itu tergantung dari ketajaman
orang yang mengamati teks itu, atau bermacam-macam teks lainnya yang juga mengandung
kata yang sama.
Konteks dapat membuat perbedaan pengaertian yang sangat menyolok. Bahkan
kombinasi yang sama dari kata-kata dapat menghasilkan makna yang sangat berbeda dalam
lingkungan konstekstual yang berlainan misalnya:
Saya bisa membaca.
Ia menelan bisa ular itu.
Roman orang itu masih terbayang dalm ingatan saya.
Ia telah menyelesaikan roman itu dalam sehari.
c.       Kamus, Kamus Sinonim, dan Tesaurus
Ada tiga macam buku referensi yang khusus di susun untuk membantu setiap orang untuk
memperluas pengetahuan kosa katanya. Bantuan yang diberikan itu dapat membenarkan
dugaan kita, atau dapat memperbaiki dugaan yang telah dilakukan yaitu:
         Kamus, yang sudah diuraikan di Bab II, memegang peranan yang sangat penting. Bila kita
berjumpa dengan sebuah kata baru, atau sebuah kata lama dalam konteks baru, maka kamus
sudah siap untuk membenarkan atau memperbaikidugaan kita tersebut.
         Kamus sinonim, bermanfaat sebagai sebuah pelengkap kamus biasa. Nilainya terletak dalam
usahanya untuk membedakan konotasi-konotasi, yaitu sugesti-sugesti  yang ditimbulkan oleh
kata-kata yang tampaknya mempunyai arti yang sama, tetapi tidak saling melengkapi . misalnya:
buku-kitab, cepat-lekas-segera, kikir-pelit, dan sebagainya. Juga ia berguna sebagai penemu
kata, mengingatkan kita kepada sebuah kata yang diketahui tetapi tidak dapat diingatkan segera
pada saat itu.
         Tesaurus, adalah sebuah khasanah kata untuk keperluan sendiri. Buku ini disusun menurut
sebuah sistem tertentu, terdiri dari gagasan-gagasan yang mempunyai pertalian timbal-balik,
sehingga setiap pemakai dapat memilih istilah atau kata yang ada di dalamnya.
Orang yang pertama kali menyusun tesaurus adalah Perter Mark Roget, seorang ahli fisika
bangsa Inggris (1777-1869). Sebagai kegemaran ia membuat daftar kata-kata dan mengadakan
pengelompokan-pengelompokan berdasarkan  hubungan antara kata-kata tersebut. Ada kata
yang mempunyai hubungan karena sinonim, misalnya: ilegal dan unlawful; ada pula yang
mempunyai hubungan antonim, misalnya: peaceful dan warlike; ada pula yang dianggap
berhubungan karena yang satu mengingatkan yang lain: father dan mother. Dalam usahanya itu,
Roget mengadakan bermacam-macam kategori pertalian itu. Bukunya yang pertama mengenai
hal itu diterbitkannya tahun 1852, serta disebutnya Thesaurus atau Khasanah kata.
Agar mendapatkan gambaran hal tersebut, di bawah ini akan diberikan sebuah contoh.
Seorang penulis ingin mencari sebuah kata yang dianggapnya tepat untuk
menyatakan hubungan. ia teringat akan kata comunication. Namun kata ini baginya kurang
tepat. Sebab itu ia harus mencari kata comunication tadi dalam urutan abjadnya. Di bawah
judul communication tertera sejumlah kata yang mempunyai pertalian-pertalian tertentu dengan
kata comunication ini . ia akan mencari kata mana yang kiranya paling tepat untuk menyataka
maksudnya dari kata-kata tersebut.
Dalam tesaurus Rogert kita mendapat keterangan mengenai kata comunication sebagai berikut:
COMMUNICATION
Nouns:         1.communication; messages, tidings, news,                                    (see INFORMATION)
2. comunicator; messenger; envoy; emissary, legate, muncio, ambassador; marshal, herald,
crier, trumpeter, bellman, courier, runner; mercury, Iris, Ariel, commisionaire, errand-boy;
operator (radio, telephone, switch board, etc)
3. radio, television, cable, wireless, telephone, radiotelephony, telegraphy, etc. Newspapers,
press, megazines, reviews, journals, switchboard dll.
Verbs:                   communicate, send messeges, inform, tell, appries, make aware, broadcast, publish,
print,wriet, preach, diseminate news or information; radio telegraph, wire, call, phone, telephone,
cable, signal (see PUBLICATION)
                Antonym:            see CONCEALMEANT
Sayang dalam bahasa indonesia belum ada sebuah tesaurus. Tetapi bila ingin
mempergunakan sebuah tesaurus, maka perlu diperhatikan dua hal berikut:
Pertama: katakata baru yang hendak dipakai harus dipilh berdasarkan kegunaanya, bukan
berdasarkan sifat mengharukan atau menarik. Karena tujuan memperluas bahasa adalah untuk
berkomunikasi, dan komunikasi tidak bertujuan mempergunakan kata-katayang hebat dan
mengagumkan.
Kedua: kata yang dipilih harus cocok dengan konteks yang akan dipergunakan. Lebih baik
jangan mempergunakan kata-kata baru yang belum diketahui, dari pada memaksannya
sehingga kata tadi terjalan dalam sebuah konteks yang salah.
Bagi orang yang sudah luas kosa katanya, tesaurus merupakan sebuah buku yang sangat
berguna. Namun bagi orang yang masih miskin pembendaharaan katanya, ada dua macam
kesulitan: pertama, sistem penyusunan sangat rumit. Sebab itu penerbit biasanya menambahkan
sebuah daftar indeks guna membantu para pemakai menemukan kata-kata yang di inginkannya.
Kedua, bahaya untuk memilih kata yang tidak cocok, karena tidak memahami dengan sedalam-
dalamnya padanan kata-kata yang dideretkan itu. Sebab itu, sebuah kamus harus dipergunakan
untuk membantu pemakai menetapkan kata mana yang paling tepat bagi maksudnya.
d.      Menganalisa Kata
Salah satu cara lain untuk memperluas pembendaharaan kata adalah menganalisa kata.
Pada waktu membicarakan persoalan etimologi kata, telah disinggung pula persoalan analisa
kata itu. Namun yang khusus akan dibicarakan disini adalah analisa terhadap bagian-bagian
kata yang muncul dalam bentuk gabungan, sehingga dengan mengingat dasar katanya, maka
semua kata yang mempergunakan dasar tadi dapat diduga maknanya secara tepat. Dan dalam
bentuk gabungan itu dapat berupa akar kata, dan dapat pula berbentuk imbuhan-imbuhan.
Bahasa indonesia mengenal pula konsep akar kata. Namun konsep akar kata dalam bahasa
indonesia agak berbeda bila dibandingkan dengan bahasa-bahasa lain seperti Sansekerta,
Latin, dan Yunani. Akar kata dalam bahasa indonesia merupakan hasil dari sebuah analisa
hipotesis, karena tidak produktif lagi. Misalnya akar kata kit yang diperkirakan berarti “naik”,
misalnya rakit, sakit, ungkit, bukit, bangkit, dan sebagainya. Namun akar-akar itu tidak dapat
dipakai seenaknya untuk membentuk kata-kata baru, seperti halnya dengan bahasa Sansekerta,
Arab, Latin, dan Yunani. Akar kata dalam bahasa-bahasa itu masih aktif dan produktif dalam
pembentukkan kata-kata baru.
1)      Akar Kata
a)      Dari Bahasa Yunani
Dalam menyusun atau membentuk konsep-konsep ilmiah yang baru, para ilmuwan sering
mempergunakan akar-akar kata dalam bahasa Yunani yang sudah terkenal. Dengan
mengetahui akar-akar tersebut, maka pada saat pertama kali kita menemukan suatu istilah baru,
kita sudah dapat menduga makna istilah tersebut. Akar-akar kata dari bahasa Yunani yang
sering dipergunakan untuk maksud tersebut adalah:
Aero (udara): aerobik, aerodinamik, aerogram, aerometer, aeronaut, aeronautika.
phobia (takut): ksenofobia (takut akan orang asing), hidrofobia.
oide (nyanyian): ode, melodi, (melos “nyanyian”, aoidos “penyanyi”), parodi (para + oide).
b)      Dari Bahasa Latin
Akar kata dari bahasa Latin yang sering digunakan pada pembentukan kata baru adalah:
Aqua (air): akuarium, akuaduk (duc- “menghantar”), akuades destilata “yang disuling”), akuarius,
akuarin (sejenis permata warna biru laut).
duc- ducl- (menghantar, menuntun): konduksi, deduksi, induksi, viaduk, akuaduk, produksi,
reduksi.
2)      Prefiks
Di samping akar kata, prefiks bahasa Yunani dan Latin sering pula dipergunakan untuk
membentuk kata-kata atau istilah-istilah baru. Prefiks yang terpenting yang sering digunakan
adalah:
a)      Dari Bahasa Yunani
a-, an- (tidak, tanpa): aseptik, anakoluton an + akolouthos ‘ikut’) anaerobik, analgetik, anarki,
anekdot, anemia, anestesia.
Prefiks ini diimbangi oleh prefiks tak-, misalnya: taksosial, takorganik, taksadar, takinsaf, dan
sebagainya.
Macro-, macr- (besar): makrokosmos, makrogamet, makrograf, makrofisik, makroskopis.
b)      Dari Bahasa Latin
bi- (dua, dua kali): bigami, bipartei, bianual, biseps (otot berkepala dua), 3bikonkaf (concave
‘lekuk’, ‘cekung’), bikonveks (covexs ‘bulat’, ‘cembung’), bilabia, bilateral, bilingual, biaksial,
bikapsular, bisentenial, bisefalus, bilfeks, bilinier, biliun, bilokular, bimanual, bimestrial (bi +
mensis ‘bulan’ conf. Semester dari se + mestris diturunkan dari sex ‘enam’ mensis + ‘bulan’)
biped, bipolar, biseksual.
Perfiks ini dapat diimbangi oleh prefiks dwi- dalam bahasa indonesia: dwiwarna, dwiroda,
dwiminggu, dwipihak, dwikora, dwipartai, dan lain-lain. Di samping prefiks dwi- masih terdapat
prefiks lain dengan kata bilangan seperti: tri- catur-, panca-, sapta-, asta-, dasa-: trikora,
trirangkai, tritunggal, caturtunggal, pancatunggal, pancasila, pancaindria, pancadarma,
pancarupa, saptamarga, saptakarya, astagona, dasawarsa, dan sebagainya.
Uni- (satu): uniform, unifikasi, unilateral, uniformitas, unitarisme, universal, universitas.
c)       Bahasa Indonesia
Selain beberapa prefiks yang telah disebutkan di atas sebagai padanan bagi beberapa
prefiks asing (Latin dan Yunani), maka dalam bahasa Indonesia masih terdapat beberapa
awalan baru yang dipakai sebagai unsur pembentukan kata-kata baru, yaitu:
Serba (dipakai dengan arti semua): serba baru, serba putih, serba salah, serba guna, serba bisa.
Luna- (dipakai dengan arti kehilangan sesuatu, ketiadaan sesuatu): tunakarya, tunawisa,
tunanetra, tunasusila, tunatertib, tunarungu.
Maha- (dengan arti besar atau agung): mahakuasa, mahaadil, mahamurah, mahamulia,
mahatinggi, mahapenyayang, mahapengasih, mahaguru, mahasiswa, mahaputra, maharesi.
C.      Mengaktifkan Kosa Kata
a.       Kata Aktif dan Pasif
Kosa kata seseorang adalah keseluruhan kata yang berada dalam ingatan seseorang,
yang segera akan menimbulkan reaksi bila didengar atau dibaca. Reaksi bahasa adalah
mengenal bentuk bahasa itu dengan segala konsekuensinya, yaitu memahami maknanya,
melakukan tindakan-tindakan yang sesuai dengan amanat kata itu. Ada kata yang cepat
menimbulkan reaksi, ada yang lebih lambat sesuai dengan keintiman sesuai kosa kata tersebut.
Dalam kata lain disebut, ada kata yang jarang dipergunakan, ada kata yang sering
dipergunakan, bahkan ada kata yang tidak pernah diprgunakan. Dalam hal ini menimbulkan
pengertian baru dalam bahasa: penguasaan bahasa secara aktif, dan penguasaan bahasa
secara pasif. Penguasaan bahasa secara aktif dan pasif diukur berdasarkan kata-kata aktif dan
kata-kata pasif yang dimiliki seseorang.
Yang dimaksud dengan kata-kata aktif adalah kata-kata yang sering dipergunakan
seseorang dalam berbica atau menulis. Kata-kata itu seolah-olah terlontar keluar tanpa dipikir
panjang untuk merangkaikan gagasan-gagasan yang dipikirkan pembicara atau penulis.
Sebaliknya kata-kata pasif adalah kata yang dapat dikatakan haampir tidak dapat
digunakan seseorang, tetapi akan menimbulkan suatu reaksi bahasa bila didengar atau dibaca
oleh orang tadi.
Antara kedua ekstrim tadi terdapat kata-kata yang boleh dikatakan bersifat setengah aktif
dan setengah pasif. Artinya ia bisa mempergunakannya, namun harus dipikirkan setengah mati
dengan penuh kesulitan. Peristiwa ini sering kita alami bila kita harus mempergunakan sebuah
bahasa asing yang belum kita kuasai betul. Namun betapa sulitnya bagi kita, bila kita harus
mengutarkan pikiran kita dalam bahasa yang sama. Gejala inilah yang dinamakan penguasaan
bahas pasif, artinya dapat memahami tetapi tidak mampu membuat orang lain memahami kita.
Sebab itu persoalan kata-kata aktif, atau lebih jauh persoalan mengaktifkan kosa kata
seseorang adalah proses yang diperlukan untuk mengubah keadaan yang pasif dalam
penguasaan kata menjadi kata-kata yang bisa dipergunakan sehari-hari  dalam pergaulan.
Sehingga kata-kata seseorang dengan cepat dan lancar terlontar keluar dari mulut pembicara.
b.      Cara Mengaktifkan Kosa Kata
1)      Di Luar Kemampuan Seseorang
Proses ini biasanya terjadi dalam dunia pendidikan, bila guru-guru atau pengajar-
pengajar secara terus-menerus mempergunakan istilah-istilah atau kata-kata yang baru di dalam
pelajarannya. Terutama dalam menerangkan pokok-pokok yang baru, biasanya sebuah istilah
akan dipergunakan berulang-kali sehingga kata itu akhirnya menjadi hidup dan aktif dalam
ingatan anak didik, bahkan akan digunakan secara aktif oleh murid atau anak didik.
Di luar dunia pendidikan, proses pengaktifan kosa kata dapat juga dilakukan di luar
kemauan seseorang. Seseorang yang secara terus menerus membaca atau mendengar sebuah
kata atau istilah dalam surat kabar, majalah atau televisi, radio, dan pidato-pidato akan mudah
mengingat kata-kata itu. Maknanya dicoba diturunkan dari konteksnya, sehingga dengan
membaca atau mendengar secara terus-menerus tadi, kata itu menjadi hidup dan dapat
digunakannya dengan cepat dan lancar.
2)      Dengan Kemauan Seseorang
Sebaliknya proses yang disengaja adalah bila seseorang dengan sadar ingin menggunakan
suatu kata yang baru secara terus-menerus, entah dengan latihan-latihan atau karena dengan
bidang geraknya menghendaki ia harus mempergunakan istilah itu. Beberapa metode dapat
dikembangkan melalui cara yang kedua ini.
a)      Lebih Sering Mempergunakan Kata Tertentu
Dengan sengaja lebih sering mempergunakan sebuah bentuk yang baru didengar atau
dibaca. Sesudah mendapat kepastian tentang makna, lingkungan (konteks) dan kemungkinan-
kemungkinan bentuk yang dapat diambil sebuah kata, harus diusahakan agar kata itu sering
dipergunakan baik dalam tutur maupun dalam tulisan-tulisan. Saat merevisi sebuah tulisan,
penulis harus berani menggantikan kata-kata yang dianggapnya kurang tepat dengan kata-kata
yang lebih tepat, khususnya kata-kata yang baru di jumpainya itu.
Kata-kata yang terlalu umum atau terlalu kabur pengertiannya diusahakan diganti dengan
kata-kata yang khusus (yang mewakili gagasan itu). Dan pemakaian kata baru tidak boleh
dibuat-buat atau dipaksakan. Kata-kata yang agak intelektual misalnya: data, fakta, argumentasi,
generasi, konsepsional, dan sebagiannya akan kena bila dipakai dalam sebuah tulisan yang
resmi atau bersifat ilmiah: tetapi akan sangat tidak tepat saat digunakan dalam sebuah
kesempatan berbincang-bincang dengan penduduk desa di kaki gunung Jayawijaya, dalam
suatu kunjungan pribadi. Tidak akan efektif bila sekedar memilih kata dan mempergunakannya
sesuka hati. Maka dari itu kita harus mempergunakannya secara tepat untuk mewakili gagasan-
gasan dalam kesempatan dan konteks yang cocok.
b)      Mempertajam Pengertian Kata
Cara yang kedua dalam usaha memperbesar jumlah kata yang aktif adalah mempertajam
pengertian kata-kata tertentu, dengan membeda-bedakan nuansa arti yang didukungnya
masing-masing, misalnya: penelitian, pengamatan, penyidikan; sesuai, cocok, sepadan,
harmonis, patut, selaras, seimbang, serasi; puas, senang, lega, betah; sesak, sempit, penuh,
sendat, senak. Demikianlah daftar semacam di atas bisa diperbanayak dengan sasaran untuk
mengetahui lebih cermat perbedaan makna dan nilai rasa yang didukung masing-masing kata.
Kesanggupan untuk membedakan nuansa arti dan nilai rasa yang dikandung oleh kata-kata
tersebut, memungkinkan kita untuk menempatkan kata-kata itu dalam konteks yang tepat dan
sesuai. Alat yang dipergunakan untuk menerapkan metode ini adalah mempergunakan kamus
sinonim atau tesaurus (kalau ada) dan dengan bantuan kamus umum. Metode ini bukan saja
membuat kita sadar akan nuansa arti kata-kata itu, tetapi juga pada saat yang sama membantu
kita menggerakannya menjadi kata-kata aktif. Bila tadinya untuk semua pengertian kita hanya
mempergunakan sebuah kata, maka melalui metode ini kita bisa melontarkan secaraleluasa
kata-kata lainnyadalam konteks yang sesuai.
c)       Menertibkan Pemakaian Kata yang Pas
Usaha untuk menemukan kata-kata yang khas ini memaksa kita untuk menemukan kata-kata
yang bersinonim dari kosa kata kita, lalu menetapkan kata mana yang paling cocok untuk
peristiwa atau persoalan yang khas tadi. Misalnya ada seorang anggota polisi yang ingin menulis
suatu artikel mengenai kejahatan. Aia ingin mengemukakan hasil penyelidikannya mengenai
kriminalitas dan  pelaku-pelaku kejahatan. Dalam hali ini ia harus menampilkan semua istilah
tentang penyelidikan: penyelidikan, pengamatan, penelitian, pengusutan, penilikan,
pemeriksaan, penelaahan, penyidikan; ia harus bertanya, kata mana yang paling cocok diantara
semua kata itu, untuk menyatakan peristiwa yang diuraikannya itu? Mungkin kata penyidikan
yang dianggapnya paling cocok, tetapi dapat pula kata pengusutan lebih kena, dan seterusnya.
Seperti halnya dengan metode yang kedua, maka metode yang terakhir ini akan sangat
dibantu oleh sebuah tesaurus. Para pengarang sangat memerlukan buku ini agar kata-katanya
lebih bervariasi, begitu juga agar lebih bisa ia memilih istilah yang akan dipergunakannya.
Tesaurus memungkinkan seseorang untuk memperkaya dan memperbesar jumlah kata-kata
yang aktif.
Pengarang yang produktif pun akan kehilangan vitalitas dan akan menyebabkan kebosanan
dan monotoni, kalau ia hanya mempergunakan kata-kata yang tidak bisa memancarkan sesuatu
yang khas. Sebab itu jangan pernah puas dengan sebuah kata yang mungkin masih bersifat
umum sifatnya. Semua kesempatan harus dipergunakan sebaik mungkin. Baik dalam keadaan
berbicara atau dalam keadaan menulis.

BAB III
GAYA BAHASA
a.       Hiperbol
Hiperbol adalah semacam gaya bahasa yang mengandung suatu pernyataan yang berlebihan,
dengan membesar-besarkan sesuatu hal.
contoh  : - Kemarahanku sudah menjadi-jadi hingga  hampir-hampir meledak aku.
   - Jika kau terlambat sedikit saja,pasti kau tidak akan diterima lagi.
   - Prajurit itu masih tetap berjuang dan sama sekali tidak tahu bahwa ia sudah mati.
b.      Paradoks
Paradoks adalah semacam gaya bahasa yang mengandung pertentangan yang nyata dengan
fakta-fakta yang ada.Paradoks dapat juga berarti juga semua hal yang menarik perhatian karna
kebenarannya.
Contoh :  - Musuh sering merupakan kawan yang akrab.
                  - Ia mati kelaparan ditengah-tengah kekayaannya yang berlimpah-limpah.
c.       Oksimoron
             Oksimoron adalah suatu acuan yang berusaha untuk menngabungkan kata-kata untuk
mencapai efek yang bertentangan. Atau juga dapat dikatakan,oksimoron adalah gaya bahasa
yang mengandung pertentangan yang menggunakan kata-kata yang berlawanan dalam frase
yang sama,dan sebab itu sifatnya lebih padat dan tajam dari paradoks.
Contoh :  Keramah-tamahan yang bengis.
                  Untuk menjadi manis seseorang harus menjadi kasar.
                   Itu sudah menjadi rahasia umum.
                   Dengan membisu seribu kata,mereka sebenarnya berteriak-teriak agar diperlakukan
dengan adil.

d.      Gaya Bahasa Kiasan


     Gaya bahasa kiasan adalah gaya bahasa yang awalnya dibentuk berdasarkan  perbandingan
atau persamaan. Membandingkan sesuatu dengan sesuatu yang lain,berari mencoba
menemukan ciri-ciri yang menunjukkan kesamaan antara kedua hal tersebut. Kelompok pertama
dalam contoh berikut termasuk gaya bahasa langsung dan kelompok kedua termasuk gaya
bahasa kiasan :
Contoh :  1. Dia sama pintar dengan kakaknya
                     Kerbau itu sama kuat dengan sapi
                  2. Matanya seperti bintang timur
                      Bibirnya seperti delima merekah
        Perbandingan biasa mencakup dua anggota yang termasuk dalam kelas yang
sama,sedangkan perbandingan kedua,sebagai bahasa kiasan,mencakup dua hal yang termasuk
dalam kelas yang berlainan.
Oleh karena itu,untuk mentapkan apakah suatu perbandingan itu merupakan bahasa kiasan
atau tidak,hendaknya diperhatikan 3 hal berikut :
1.       Tetapkanlah terlebih dahulu kelas kedua hal yang di perbandingkan.
2.       Perhatikan tingkat kesamaan atau perbedaan antara kedua hal tersebut.
3.       Perhatikan konteks dimana ciri-ciri kedua hal itu diketemukan.Jika tak ada kesamaan maka
perbandingan itu adalah bahasa kiasan.

Pada mulanya, bahasa kiasan berkembang dari analogi. Mula-mula, analogi dipakai dengan
pengertian propors sebab itu, analogi hanya menyatakan hubungan kuanlitatif. Sejak Aristoteles,
kata analogi dipergunakan baik dengan pengertian kuanlitatif. Dalam pengertian kuanlitatif
analogi diartikan sebagai kemiripan atau relasi identitas antara dua pasangan istilah
berdasarkan sejumlah besar ciri yang sama. Analogi kualitatif ini juga dipakai untuk menciptakan
istilah baru dengan mempergunakan organ-organ manusia atau organ binatang. Analogi juga
dipakai dalam hubungan dengan tata bahasa, yaitu membuat istilah-istilah baru berdasarkan
bentuk yang sudah ada.
perbandingan dengan analogi ini kemudian muncul dalam bermacam-macam gaya bahasa
kiasan, seperti diuraikan dibawah ini.
a.       Persamaan atau simile
Paersamaan atau simile adalah perbandingan yang bersipat eksplisit. Yang dimaksud
perbandingan eksplisit ialah bahwa ia langsung menyatakan sesustu yang sama dengan hal
lain.  Contoh
Kikirnya seperti kepiling batu
Bibirnya seperti delima merekah
Matanya seperti bintang timur

Kadang –kadang diperoleh persamaa tanpa menyebutkan objek pertama yang mau
dibandingkan, seperti:
Seperti menating minyak penuh
Bagai air di daun talas
Bagai duri dalam daging
Persamaan juga masih dapat dibedakan lagi atas persamaan tertutup dan persamaan ti
mengikuti terbuka. Persamaa tertutup adalah persamaan yang mengandung perincian mengenai
sifat persamaan itu, sedangkan persamaan terbuka adalah persamaan yang tidak mengandung
perincian mengenai sifat persamaan itu. Contoh
Tertutup: saat menantikan pengumuman hasil ujian terasa tegang seperti mengikuti
pertandingan bulu tangkis dalam sel terakhir dengan kedudukan 14-14.
Terbuka: saat menantikan pengumuman hasil ujian terasa seperti mengikuti pertandingan
bulutangkis dalam sel terakhir dengan kedudukan 14-14.

b.      Metafora
Metafora adalah semacam analogi yang membandingkan dua hal secara langsung, tetapi dalam
bentuk yang singkat: bunga bangsa, buaya darat, buah hati, cindera mata, dan sebagainya.
Metafora sebagai   langsung tidak mempergunakan kata: seperti, bak, bagai, bagaikan, dan
sebagainya, sehingga pokok pertama langsung dihubungkan dengan pokok kedua. Proses
terjadinya sebenarnya sama dengan simile tetapi secara berangsur-angsur keterangan
mengenai pokok pertama dihilangkan, misalnya: 
                Pemuda adalah seperti bunga bangsan         Pemuda adalah bunga bangsa.
                Pemuda          Bunga bangsa
                Orang itu seperti buaya darat          Orang itu adalah buaya
darat.          
                Orang itu           buaya darat.
Metafora tidak selalu harus memduduki fungsi prediket, tetapi dapat juga menduduki
fungsi lain seperti subjek, objek, dan sebagainya. Metafora juga dapat berdiri sendiri sebagai
kata, lain halnya dengan simile. Bila dalam sebuah metafora, kita dapat masih menentukan
makna dasar dari konotasinya sekarang, maka metafora itu masih hidup. Tetapi kalau kita tidak
dapat menentukan konotasinya lagi, maka metafora itu sudah mati, sudah merupakan klise.
Perahu itu menggergaji ombak.
Mobilnya batuk-batuk sejak pagi tadi.
Pemuda-pemudi adalah bunga bangsa.
c.       Alegori, Parabel, Fabel
Bila sebuah metafora mengalami perluasan, maka ia dapat berwujud alegori, parabel, fabel.
Ketiga bentuk perluasan ini biasanya mengandung ajaran-ajaran moral dan sering sukar
dibedakan satu dari yang lain.
Alegori adalah suatu cerita singkat yang mengandung kiasan. Makna kiasan ini harus ditarik dari
bawah permukaan ceritanya. Dalam alegori nama-nama pelakunya adalah sifat-sifat yang
abstrak, serta tujuannya selalu jelas tersurat. Conto:
Parabel(parabola) adalah suatu kisah singkat dengan tokoh-tokoh biasanya manusia, yang
selalu mengandung tema moral. Istilah parabel dipakai untuk menyebut cerita-cerita fiktif didalam
kitab suci yang bersifat alegoris, untuk menyampaikan suatu kebenaran moral atau kebenaran
spiritual. Contoh:
Fabel adalah suatu metafora berbentuk cerita mengenai dunia binatang, dimana binatang-
binatang bahkan makhluk-makhluk yang tidak bernyawa bertindak seolah-olah sebagai manusia.
Tujuan fabel seperti farabel ialah menyampaikan ajaran moral atau budi pekerti. Fabel
menyampaikan suatu prinsip tingkah laku melalui analogi yang transparan dari tindak-tanduk
binatang, tumbuh-tumbuhan, atau makhluk yang bernyawa. Contoh:

 
BAB IV
PENUTUP
A.      Kesimpulan
Dengan uraian yang singkat ini, dapat diambil tiga kesimpulan utama mengenai perluasan kosa
kata, yaitu:
a.       Dalam tingkatan perluasan kosata terjadilah beberapa proses yang berjalan perlahan-lahan,
tetapi pasti menuju kepada suatu kesanggupan dan kemampuan berbahasa yang baik dan
teratur.
b.      Pada tingkatan perluasan kosa kata sebenarnya mengandung  macam-macam cara bagaimana
seseorang dapat memperluas kosa katanya.  Dalam hal ini dapat dikemukakan sebagai berikut:
melalui proses belajar, melalui konteks, melalui kamus, kamus sinonim dan tesaurus, dan
dengan menganalisa kata.
c.       Setelah itu kita dapat bisa membedakan kata aktif dan pasif dalam sebuah bahasa yang kita
pergunakan.
B.      Saran
Dalam hal tersebut, tidak sembarang kata yang bisa kita pergunakan untuk menguntarkan kata
dalam sebuah karya ilmiah, namun ada kta yang lebih tepat dan relavan untuk dipergunakan .
maka dari itu pembendaharaan dapat dilakukan dengan cara-cara yang telah diungkapkan
dalam pembahasan makalah ini.

UPAYA PEMBINAAN DAN PENGEMBANGAN BAHASA


INDONESIA

Era globalisasi yang ditandai dengan arus komunikasi yang begitu dahsyat dan akan menyentuh
semua aspek kehidupan, termasuk bahasa. Menuntut oara pengambil kebijakan di bidang bahasa
bekerja lebih keras untuk lebih menyempurnakan dan meningkatkan semua sektor yang
berhubungan dengan masalah pembinaan bahasa.

 Melihat perkembangan bahasa Indonesia di dalam negeri yang cukup pesat, perkembangan di luar
negeri pun sangat menggembirakan. Data terakhir menunjukkan setidaknya 52 negara asing telah
membuka program bahasa Indonesia (Indonesian Language Studies). Bahkan, perkembangan ini
akan semakin meningkat setelah terbentuk Badan Asosiasi Kelompok Bahasa Indonesia Penutur
Asing di Bandung tahun 1999. Walaupun perkembangan bahasa Indonesia semakin pesat di satu sisi,
di sisi lain peluang dan tantangan terhadap bahasa Indonesia semakin besar pula.

  Sama halnya di negara sendiri, pengunaan bahasa Indonesia yang merupakan sebuah
kebutuhan untuk berbahasa sering di gunakan oleh kehidupan masyarakat pada umumnya untuk
berinteraksi, kerkerjasama dan berkomunikasi. Seperti halnya penggunaan bahasa Indonesia tak
hanya berlangsung di kalangan siswa, tetapi juga telah jauh meluas di tengah-tengah kehidupan
masyarakat. Bahkan, para pejabat yang secara sosial seharusnya menjadi anutan pun tak jarang
masih ”belepotan” dalam menggunakan bahasa Indonesia secara baik dan benar.

        Dalam hal ini, mewabahnya penggunaan bahasa Indonesia bermutu rendah, lantaran belum
jelasnya strategi dan basis pembinaan. Pemerintah cenderung cuek dan menyerahkan sepenuhnya
kepada Pusat Bahasa sebagai tangan panjangnya untuk menyusun strategi dan kebijakan. Upaya
penggunaan bahasa Indonesia secara baik dan benar tampaknya akan terus terapung-apung dalam
bentangan slogan dan retorika apabila tidak diimbangi dengan kejelasan strategi dan basis
pembinaan. Mengharapkan keteladanan generasi sekarang jelas merupakan hal yang berlebihan.
Berbahasa sangat erat kaitannya dengan kebiasaan dan kultur sebuah generasi. Yang kita butuhkan
saat ini adalah lahirnya sebuah generasi yang dengan amat sadar memiliki tradisi berbahasa yang
jujur, lugas, logis, dan taat asas terhadap kaidah kebahasaan yang berlaku.
        Melahirkan generasi yang memiliki idealisme dan apresiasi tinggi terhadap penggunaan bahasa
Indonesia secara baik dan benar memang bukan hal yang mudah. Meskipun demikian, jika kemauan
dan kepedulian dapat ditumbuhkan secara kolektif dengan melibatkan seluruh komponen bangsa,
tentu bukan hal yang mustahil untuk diwujudkan

A.      Upaya Pembinaan dan Pengembangan Bahasa Indonesia

Masalah pembinaan dan pengembangan bahasa selama ini telah memperlihatkan


perkembangan yang menggembirakan. Berbagai masalah-masalah bahasa yang yang menjadikan
sebuah permasalahan yang kemudian menjadikan upaya kita untuk menyelesaiakan, seperti
penggunaan bahasa yang bermacam-macam oleh kebanyak masyarakat dengan dialek setempat
yang merupakan alat penghubung untuk bergaul dan berkerjasama, masalah kebahasaan yang lain
adalah bagaimana bahasa dalam ejaan dan dihafalkan.

Upaya yang dilakukan menanggulangan itu untuk memininalisir masalah dalam bahasa
Indonesia, diantara aternatif yang adalah yaitu Garris haluan (berkenaan dengan penentuan
kedudukan bahasa dan fungsi sosiolinguistik), perkembangan bahasa meliputi (alphabet,
pengawasan, pembaharuan, pemoderan), dan pembinaan bahasa.

         Tahap proses pengembangan dan pembinaan bahasa

Penerimaan

-   Perubahan Perencanaan

masyarakat dan
-   Data
bahasa
-    Pr
ogram

-   Putusan

Pelakasanaan

-   Perkembanga kode

-    Pembin
aan

-   
Pemakaian

Penilaian

-  Pemonitoran penimbang

1.      Tahapan Perencanaan merupakan upaya perencanaa yang dilakukan oleh sekelompok orang (tim)
maupun perseorangan dalam rangka usaha pencanangan sebuah penyelesaian masalah bahasa.
Dalam hal ini diperlukan data-data yang akurat, program yang spesifik serta sebuah putusan dalam
bahasa.

2.      Tahap pelakasanaa merupakan usaha konkret dalam pembinanan bahasa yang melibatkan
masayarakat pengguna  bahasa.

3.      Tahap penerimaan  meruapakn diamana masyarakat pengguna bahasa sebagai objek dalam


penerimaan bahasa, kaiatan apa dan bagaimna bahasa digunakan sesuai oaleh masyarakat.

4.      Penilaian merupakan evalusai dari hasil perencanaan , pelaksanaan dan penerimaan bahasa dalam
masyarakat apa kan sesuai dengan kaidah bahasa.

B.     Memanfaatan  Peluang bagi Pengembangan Bahasa Indonesia

Pada masa-masa mendatang, terutama pada era global ini, sumber daya manusia memegang
peranan yang sangat menentukan kadar keberhasilan sesuatu, termsuk keberhasilan pembinaan dan
pengembangan bahasa. Oleh karena itu, para pemegang kebijakan dan pelaksana di lapangan harus
pandai-pandai memanfaatkan peluang sebaik-baiknya, sekecil apa pun peluang itu. Di antara sekian
peluang yang ada, peluang berikut kiranya perlu dipertimbangkan.

1.         Adanya Dukungan Luas


          Telah dikemukakan bahwa pembinaan bahasa Indonesia dari waktu ke waktu memperlihatkan
perkembangan yang menggembirakan.Hal ini disebabkan oleh adanya dukungan, terutama dari
pemerintah. Dukungan tersebut dapat kita lihat dengan terbitnya surat dan program berikut.

(1)   Instruksi Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia, Nomor 20, tanggal 28 Oktober 1991, tentang
Pemasyarakatan Bahasa Indonesia dalam Rangka Pemantapan Persatuan dan Kesatuan Bangsa;

(2)   Instruksi Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia, Nomor I/U/1992, tanggal 10 April
1992, tentang Peningkatan Usaha Pemasyarakatan Bahasa Indonesia dalam Memperkukuh
Persatuan dan Kesatuan Bangsa;

(3)   Surat Menteri Dalam Negeri kepada Gubernur, Bupati, dan Walikoa seluruh Indonesia, Nomor
1021/SJ, tanggal 16 Maret 1995, tentang Penertiban Pangginaan Bahasa Asing;

(4)   Pencangan Disiplin Nasional oleh Presiden Soeharto pada tanggal 20 Mei 1995 yang salah satu
butirnya adalah penggunaan bahasa Indonesia dengan baik dan benar; dan

(5)   Kegiatan Bulan Bahasa yang dilakukan setiap bulan Oktober, yang dipelopori oleh Pusat Pembinaan
dan Pengembangan Bahasa.

                 

          Hal ini menunjukkan bahwa bahasa Indonesia pada masa-masa mendatang diharapkan lebih
menampakkan peranannya dalam kehidupan modern. Sebab, bahasa Indonesia tidak hanya sekadar
sebagai alat komunikasi dalam masyarakat yang memiliki latar belakang bahasa dan budaya yang
beraneka ragam, tetapi juga merupakan pembentuk sikap budaya bangsa Indonesia dan sekaligus
sebagai penanda jati diri bangsa Indonesia. Hal ini dapat terwujud apabila pembinaan dan
pengembangan bahasa Indonesia berjalan dengan sebaik-baiknya dengan memanfaatkan setiap
peluang yang ada, seperti dukungan dari pemerintah dan berbagai pihak lainnya dalam berbagai
bentuk.

2.    Peran Serta Media Massa

          Tidak dapat disangkal bahwa media massa memberikan andil bagi pembinaan dan
pengembangan bahasa Indonesia. Kata dan istilah baru, baik yang bersumber dari bahasa daerah
maupun dari bahasa asing, pada umumnya lebih awal diakai oleh media massa, apakah di media
surat kabar, radio, atau televisi. Media massa memang memiliki kelebihan.

          Di samping memiliki jumlah pembaca, pendengar, dan pemirsa yang banyak, media mass
mempunyai pengaruh yang besar di kalangan masyarakat. Oleh karena itu, media massa merupakan
salah satu mitra kerja yang penting dalam pelancaran dan penyebaran informasi tentang bahasa.
Seiring dengan itu, pembinaan bahasa Indonesia di kalangan media massa mutlak diperlukan guna
menangkal informasi yang menggunakan kata dan istilah yang menyalahi kaidah kebahasaan.
Kalangan media massa harus diyakinkan bahwa mereka juga pembinan bahasa seperti kita.

          Keberadaan media massa merupakan suatu peluang yang perlu dimanfaatkan sebaik-baiknya.
Terkait dengan itu, Harmoko (1988), ketika menjadi Menteri Penerangan, menyarankan bahwa pers
sebaiknya memuat ulasan atau menyediakan ruang pembinaan bahasa Indonesia sebagai upaya
penyebaran pembakuan yang telah disepakati bersama. Di samping itu, pers diharapkan mampu
mensosialisasikan hasil-hasil pembinaan dan pengembangan bahasa, dan mampu menjadi contoh
yang baik bagi masyaralat dalam hal pemkaian bahasa Indonesia yang baik dan benar. Harapan ini
sangat mungkin bisa direalisasikan karena pers telah memiliki pedoman penulisan yang disebut
Pedoman Penulisan Bahasa dalam Pers.

          Melihat perkembangan pers saat ini, khsususnya setelah euforia reformasi, banyak hal yang
memprihatinkan, khususnya dalam etika berbahasa. Hampir setiap hari berbagai hujatan dan ejekan
keras terus diarahkan kepada beberapa pejabat Orde Baru dengan berbagai masalah yang menimpa
mereka ketika berkuasa. Dengan berpijak pada istilah korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN), pers
dengan leluasa memberikan opini dengan pernyataan-pernyataan yang bernada ‘menghakimi’
oknum yang bersangkutan. Bahasa yang terkesan keras bahkan kasar ini kalau terus-meneerus
mewarnai pers, tentu akan berpengaruh negatif pada pembinaan dan pengembangan bahasa
Indonesia, kerana mesyarakat luas akan dengan mudah menirukannya.

C.  Menjadikan Sekolah sebagai Basis Pembinaan Bahasa Indonesia

Sekolah sebagai tempat pendidikan formal siswa dalam belajar dan mengembangan diri.
Dengan tidak melepas materi berbahasa sebagai upaya penanaman penggunaan bahasa yang baik
dan benar. Hal ini sekilah berperan sebagai basis pembinaan bahasa Indonesia khususnya bagi siswa
belajar di sekolah.

  Upaya yang dilakukan didasari adanya kerjasama antara lembaga Pendidikan yang sebagai
melaksanakan , serta Pusat Bahasa dan Pemerintah sebagai perencana contol di atas. Upaya
penggunaan bahasa Indonesia secara baik dan benar akan terus terapung-apung dalam bentangan
slogan dan retorika apabila tidak diimbangi dengan kejelasan strategi dan basis pembinaan.

  Dan mengharapkan keteladanan generasi yang sekarang jelas merupakan hal yang berlebihan.
Berbahasa sangat erat kaitannya dengan kebiasaan dan kultur sebuah generasi. Yang kita butuhkan
saat ini adalah lahirnya sebuah generasi yang dengan amat sadar memiliki tradisi berbahasa yang
jujur, lugas, logis, dan taat asas terhadap kaidah kebahasaan yang berlaku.

       Melahirkan generasi yang memiliki idealisme dan apresiasi tinggi terhadap penggunaan bahasa
Indonesia secara baik dan benar memang bukan hal yang mudah. Meskipun demikian, jika kemauan
dan kepedulian dapat ditumbuhkan secara kolektif dengan melibatkan seluruh komponen bangsa,
tentu bukan hal yang mustahil untuk diwujudkan.

         Upaya yang dilakukan sekolah sebagai basis pembinaan bahasa Indonesia :

1.      menciptakan suasana kondusif yang mampu merangsang anak untuk berbahasa secara baik dan
benar. Media televisi yang demikian akrab dengan dunia anak harus mampu memberikan
keteladanan dalam hal penggunaan bahasa, bukannya malah melakukan ”perusakan” bahasa
melalui ejaan, kosakata, maupun sintaksis seperti yang selama ini kita saksikan. Demikian juga
fasilitas publik lain yang akrab dengan dunia anak, harus mampu menciptakan iklim berbahasa yang
kondusif; mampu menjadi media alternatif dan ”patron” berbahasa setelah orang tua dinilai gagal
dalam memberikan keteladanan.

2.      Menyediakan buku yang ”bergizi”, sehat, mendidik, dan mencerahkan bagi dunia anak. Buku-buku
yang disediakan tidak cukup hanya terjaga bobot isinya, tetapi juga harus betul-betul teruji
penggunaan bahasanya sehingga mampu memberikan ”vitamin” yang baik ke dalam ruang batin
anak. Perpustakaan sekolah perlu dihidupkan dan dilengkapi dengan buku-buku bermutu, bukan
buku ”kelas dua” yang sudah tergolong basi dan ketinggalan zaman. Pusat Perbukuan Nasional
(Pusbuk) yang selama ini menjadi ”pemasok” utama buku anak-anak diharapkan benar-benar cermat
dan teliti dalam menyunting dan menganalisis buku dari aspek kebahasaan.

3.      Menjadikan sekolah sebagai basis pembinaan bahasa Indonesia. Sebagai institusi pendidikan,
sekolah dinilai merupakan ruang yang tepat untuk melahirkan generasi yang memiliki kecerdasan
linguistik (bahasa). Di sanalah jutaan anak bangsa memburu ilmu. Bahasa Indonesia jelas akan
menjadi sebuah kebanggaan dan kecintaan apabila anak-anak di sekolah gencar dibina, dilatih, dan
dibimbing secara serius dan intensif sejak dini. Bukan menjadikan mereka sebagai ahli atau pakar
bahasa, melainkan bagaimana mereka mampu menggunakan bahasa dengan baik dan benar dalam
peristiwa tutur sehari-hari, baik dalam ragam lisan maupun tulisan. Tentu saja, hal ini membutuhkan
kesiapan fasilitas kebahasaan yang memadai di bawah bimbingan guru yang profesional dan
mumpuni.

Dengan menjadikan sekolah sebagai basis dan sasaran utama pembinaan bahasa, kelak
diharapkan generasi bangsa yang lahir dari ”rahim” sekolah benar-benar akan memiliki kesetiaan,
kebanggaan, dan kecintaan yang tinggi terhadap bahasa negerinya sendiri, tidak mudah larut dan
tenggelam ke dalam kubangan budaya global yang kurang sesuai dengan jatidiri dan kepribadian
bangsa. Bahkan, bukan mustahil kelak mereka mampu menjadi ”pionir” yang menjadikan bahasa
Indonesia sebagai bahasa Iptek yang berwibawa dan komunikatif di tengah kancah percanturan
global, tanpa harus kehilangan kesejatian dirinya sebagai bangsa yang tinggi tingkat peradaban dan
budayanya.
Dalam lingkup yang lebih kecil, melalui penguasaan bahasa Indonesia secara baik, mereka akan
mampu menjadi ”penasfir” dan ”penerjemah” pengetahuan dari berbagai disiplin ilmu sehingga
mampu menjadi sosok yang cerdas, bermoral, beradab, dan berbudaya. Persoalannya sekarang,
sudah siapkah sekolah dijadikan sebagai basis pembinaan bahasa Indonesia? Sudahkah pengajaran
bahasa Indonesia di sekolah berlangsung seperti yang diharapkan? Sudah terciptakah atmosfer
pengajaran yang aktif, inovatif, kreatif, efektif, dan menyenangkan sehingga mampu menarik dan
memikat minat siswa untuk belajar bahasa Indonesia secara total dan intens.

Anda mungkin juga menyukai