Anda di halaman 1dari 7

A.

Pesona

1. Keamanan.
Wisatawan akan senang berkunjung ke suatu tempat apabila merasa aman,
tenteram, merasa terlindungi dan bebas dari :
a. Penyakit yang menyerang.
b. Kecelakaan yang disebabkan oleh alat perlengkapan dan fasilitas yang
kurang baik, seperti kendaraan, peralatan, alat perlengkapan lainnya.
c. Gangguan oleh masyarakat, antara lain berupa pemaksaan oleh pedagang,
ucapan atau tindakan yang tidak bersahabat.
d. Tindakan kekerasan seperti pencopetan, penodongan, penipuan dan
lainnya.

2. Ketertiban
Kondisi yang tertib merupakan sesuatu yang sangat didambakan oleh setiap
orang termasuk wisatawan. Implementasi dari kondisi tersebut antara lain
a. lalu lintas tertib,
b. bangunan yang tersusun rapi,
c. pelayanan yang baik,
d. informasi yang benar dan tidak membingungkan.

3. Kebersihan
Bersih merupakan suatu keadaan/kondisi lingkungan yang menampilkan
suasana lingkungan dan bebas dari kotoran.
4. Kenyamanan
Lingkungan yang serba hijau, segar, rapi memberikan suana yang nyaman
bagi wisatawan.
5. Keindahan
Keindahan merupakan keadaan atau suasana yang menarik dan enak
dipandang. Indah dapat dilihat dari berbagai segi,seperti warna, gerak, tekstur
dan sebagainya.
6. Keramah-tamahan
Keramah–tamahan merupakan suatu sikap dan perilaku seseorang yang
menunjukkan keakraban, sopan, tingkah laku, senyum dan menarik hati.
Sikap ramah tamah merupakan salah satu obyek daya tarik wisatawan, oleh
karena itu harus kita pertahankan.
7. Kenangan
Kenangan dapat berupa yang indah dan menyenangkan. Kenangan yang indah
dapat diciptakan dengan antara lain : akomodasi yang nyaman, bersih dan
sehat, suasana yang mencerminkan ciri khas suatu daerah bentuk dan gaya
bangunan serta hiasannya.
B. Proses Keindahan
Estetika dalam keindahan sering tidak terpikirkan oleh beberapa orang,
tetapi sebenarnya terdapat suatu makna dan proses terciptanya sebuah keindahan
atau estetika di dalam diri manusia yang menarik untuk diketahui. Untuk
membuka tabir mengenai keindahan, saya akan memberikan penjelasan-
penjelasan yang di ambil dari buku Estetika dan Filsafat Keindahan karya Dr.
Mudji Sutrisno SJ dan Prof. Dr. Christ Verhaak SJ. Di dalam penjelasan dibawah
ini akan mengupas arti dan perkembangan estetika dari Zaman Yunani Kuno
hingga masa modern. Selain itu terdapat pemaparan mengenai pendekatan
estetika dan refleksi filsafati mengenai keindahan.
Dalam filsafat keindahan “pengalaman estetis” menurut pandangan
fenomenologi merupakan pengalaman estetis tentang sesuatu. Ada beberapa
unsur-unsur pokok dalam pengalaman estetis. Adapun beberapa syarat yang harus
terpenuhi terlebih dahulu sebelum sesuatu dikatakan indah, untuk mendapatkan
kesan indah atau menangkap sesuatu keindahan perlu adanya waktu luang atau
waktu senggang untuk mendapatkan pengalaman estetis. Untuk mendapatkan
pengalaman estetis keadaan seseorang harus tidak dalam keadaan terlalu kaya
ataupun keadaan sangat miskin.
Ada beberapa syarat untuk mendapatkan pengalaman estetis sejati,
pengalaman estetis sejati harus didasarkan pada pengamatan inderawi, dan
seluruh aspek di dalam manusia harus ikut dalam pengamatan tersebut seperti
jiwa raga dengan segala indera dan kemampuan-kemampuan lainnya, bagaikan
terikat dan terpikat hatinya. Pengalaman estetis tersebut tidak dapat langsung
disampaikan atau diberikan kepada orang lain, selayaknya bahwa pengalaman
keindahan itu tidak bisa diucapkan dengan kata-kata. Dan pengalaman keindahan
tersebut hanya berkembang pada dalam dirinya sendiri. Diri individu yang
memiliki pengalaman keindahan hanya dapat membantu orang lain atau temannya
untuk memperoleh pengalaman indah yang serupa.
Saat seniman memciptakan sesuatu untuk mengabadikan pengalaman
keindahannya secara sempurna dan sama persis, maka mungkin pengalaman
estetika tersebut telah berakhir. Tetapi hal ini jarang ditemukan, bahwa sang
seniman puas dengan karyanya sebagai bentuk cerminan dari pengalaman
keindahannya. Oleh karena itu pengalaman keindahan memang sangat sulit
dicerminkan dan si seniman hanya menciptakan suatu karya seni yang digunakan
untuk membantu orang lain untuk mendapatkan pengalaman keindahan yang
sama yang ada di dalam dirinya sehingga karya seni yang dibuatnya memiliki
nilai-nilai estetis.
Bila dilihat dari perkembangan filsafat mengenai keindahan atau
estetika, tentu saja banyak pakar yang mengemukakan pendapat mereka
menggenai estetika.
1. Plato (428-348)
Pandangan Plato tentang keindahan dibagi menjadi dua. Menurut pandangan
pertama, yang indah adalah benda material, umpamanya tubuh manusia,
tampak pada saya, lebih jauh lagi yang lebih indah daripada itu adalah jiwa
lalu yang paling indah adalah idea yang indah. Adapun pandangan kedua,
bahwa yang indah dan sumber segala keindahan adalah yang paling sederhana,
umpamanya nada yang sederhana, warna yang sederhana.

2. Aristoteles (384-322)
Pandangan keindahan Aristoteles agak dekat dengan pandangan kedua Plato,
keindahan menyangkut keseimbangan dan keteraturan ukuran, yakni ukuran
material. Pandangan ini berlaku untuk benda-benda alam maupun untuk karya
seni buatan manusia.

3. Plotinos(205-270)
Dia memiliki pemikiran tentang keindahan berangkat dari kenyataan duniawi
yang kita saksikan dan yang kita alami sehari-hari. Keindahan itu dapat
ditemukan baik dalam keadaan terlihat maupun yang terdengar, bahkan dalam
watak dan tingkah laku manusia. Platinos mendekatkan pengalaman estetis
dengan pengalaman religius.

4. Thomas Aquinas (1225-1274)


Rumusan thomas yang terkenal adalah: “keindahan berkaitan dengan
pengetahuan, kita menyebut sesuatu itu indah jika sesuatu itu menyenangkan
mata sang pengamat”. “keindahan harus mencakup tiga kualitas: integritas
atau kelengkapan, proporsi, atau keselarasan yang benar dan kecemelangan”.
Disini peranan objek keindahan nampak mencolok. Adapun kutipan yang lain,
“keindahan terjadi jika pengarahan di subyek muncul lewat kontemplasi atau
pengetahuan inderawi. Thomas mengajukan peranan dan rasa si subyek dalam
proses terjadinya keindahan. Ia menggarisbawahi betapa pentingnya
pengetahuan dan pengalaman empiris-aposteriori yang terjadi dalam diri
manusia.

5. Masa modern
Pada masa modern, keindahan banyak dilihat dari pandangan para seniman
dan rasionalitas yang terdapat di dalam keindahan tersebut. Menurut Leon
Battista Alberti, untuk menikmati keindahan karya seni, haruslah dapat
mengamati keselarasannya dan dituntut memiliki “cita rasa keindahan”.

Dalam bagian selanjutnya, saya akan mencoba menggamarkan dengan


singkat dan jelas mengenai proses terciptanya rasa keindahan di dalam diri
manusia. Di dalam estetika dikenal 2 pendekatan:
a. Langsung meneliti keindahan itu dalam obyek-obyek atau benda-benda atau
alam indah serta karya seni.
b. Menyoroti situasi kontemplasi rasa indah yang sedang dialami oleh si subyek
(pengalaman keindahan dalam diri seseorang).

Para pemikir modern cenderung memberi perhatian pada yang kedua


(pengalaman keindahan). Dalam diri kita muncul reaksi-reaksi yang pusatnya
alam rasa lalu menggumpal atau membekas dalam pengalaman-pengalaman.
Clive Bell mempunyai credo bahwa “estetika akan berangkat dari pengalaman
pribadi yang berupa rasa khusus dan istimewa”. Clive Bell merumuskan dictum
estetikanya bahwa “keindahan (apa itu keindahan) hanya dapat ditemukan oleh
orang yang dalam dirinya sendiri punya pengalaman yang bisa mengenali wujud
bermakna dalam satu benda atau karya seni tertentu dengan getaran atau
ranggsangan keindahan.
Terdapat ciri pengalaman estetis sejati, pengalaman estetis ternyata
berdasarkan pengalaman inderawi, sekaligus seluruh manusia ikut terbawa oleh
pengamatan itu, jiwa raga, dengan segala indera dan kemampuan-kemampuan
lainnya; bagaikan terikat dan terpikat hatinya. Perlu adanya waktu luang untuk
mendapatkan pengalaman estetis tersebut.
Dalam rangka sejarah filsafat keindahan terdapat pertanyaan yang
muncul apakah keindahan tersebut merupakan suatu kesempurnaan seperti halnya
kebaikan dan kebenaran. Pengalaman estetis sesungguhnya terletak seperti diluar
asas-asas kebenaran dan diluar penilaian berdasarkan kebaikan yang dianut dalam
dunia ilmu dan kesusilaan. Pengalaman estetis merupakan sesuatu yang
menyangkut pengalaman manusia di dunia ini dan tentang dunia ini, dengan
menjauhkan diri dari tindakan dan kegiatan yang mengejar salah satu tujuan dan
bersifat jasmani-rohani.

Dalam bagian terakhir dalam resume ini akan dijelasakan


mengenai Refleksi Filsafati mengenai Keindahan. Pada bagian ini, memang agak
berat dan sulit untuk dimengerti.
Terdapat dua titik pendalaman filsafatnya dari paparan pengalaman-
pengalaman estetis. Pertama, bahwa pengalaman estetika berkaitan dengan soal
perasaan. Kedua, ada hubungan antara indah dengan huruf kecil dan indah dengan
huruf besar.
Pengalaman akan yang indah berhubungan dengan sang sumber
keindahan. Fenomenologi malahan menunjuk kesejajaran antara pengalaman
estetika dengan pegalaman akan yang ilahi. Pengalaman tentang keindahan dan
yang indah itu bersifat naif dan mendua (ambigu) seperti ciri khas perasaan
(afeksi, rasa) itu sendiri. Dari penjelasan psikologis dan fenomenolgi dapat
dipaparkan apa itu makna dan prosesnya.
Pertama, Perasaan itu merupakan salah satu pembahasan, pemberian
kata, pemberian arti pada jagad dan ke-ada-an kita. Salah satu ciri perasaan itu:
total (menyeluruh) tuntas dan mutlak. Bila saya bahagia , ayun langkah dalam
hidup juga terang, cara memandang kita juga jelas benderang. Bila saya susah,
realitas di luar selalu mendung. Bila kecewa hancur, seluruh hidup juga gagal tak
bermakna. Ciri total, tuntas mutlak dari perasaan amat terlihat pada pengalaman
asmara: kesatuan tubuh menjadi kulminasi semua nilai dari seluruh jagad. Dengan
perasaanlah yang memungkinkan orang masuk ke dalam jagad yang religious
Kedua, perasaan merupakan media untuk menanggapi realitas secara
langsung. Dengan afeksi orang dibawa keluar dari dirinya dan diarahkan ke dunia.
Afeksi memang sebuah fenomen keterarahan (intensionalitas). Bila afeksi senada
dengan kehidupan dunia maka dirinya pun akan bahagia, tetapi bila tidak senada
maka dirinya akan merasakan kesedihan karena dirinya akan merasa seperti ada
jarak, asing, sepi, dan susah. Dengan perasaan orang mengalami dunia dengan
ciri-cirinya, sifat-sifatnya dan nilai maknanya langsung.
Ketiga, afeksi itu lebih berciri menerima dan dikenai daripada aktif
memulai (lain dengan kehendak yang aktif dan memutuskan). Manusia dikenai,
mau tak mau juga dikuasai oleh rasanya. Agar rasa yang reseptif itu menjadi
kegiatan yang kreatif, ia perlu digerakan. Kreatifitas muncul setelah seseorang
merasakan rasa tersebut. Pengucapan rasa ini lalu diwujudkan dengan bahasa.

Daftar Pustaka

Sutrisno, Fx. M. dan Verhaak, C. Estetika dan Filsafat Keindahan. Yogyakarta: Kanisinus,
1993.

Anda mungkin juga menyukai