Anda di halaman 1dari 26

WACANA SASTRA

Puisi, Prosa dan Pantun

Disusun untuk memenuhi Tugas Mata Kuliah Konsentrasi Bahasa dan sastra
Indonesia SD Semester Ganjil Tahun Akademik 2021/2022

Dosen Pengampu: Prof. Dr. Drs. Suhardi M.Pd dan Dr. Dra. Enny Zubaidah, M.Pd.

Disusun Oleh:

Intan Jamilah (211122551100)


Niswi Mukarromah (21112251105)

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DASAR


FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA
2021
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI .................................................................................................................... ii


KATA PENGANTAR ..................................................................................................... iii
BAB I................................................................................................................................ 1
PENDAHULUAN ............................................................................................................ 1
A. Latar Belakang ....................................................................................................... 1
B. Merumusan Masalah ............................................................................................. 2
C. Tujuan Pembahasan ............................................................................................... 2
BAB II .............................................................................................................................. 3
PEMBAHASAN............................................................................................................... 3
A. Wacana .................................................................................................................. 3
B. Sastra ..................................................................................................................... 5
C. Jenis Wacana Sastra............................................................................................... 6
BAB III ........................................................................................................................... 22
PENUTUP ...................................................................................................................... 22
A. Kesimpulan .......................................................................................................... 22
B. Saran .................................................................................................................... 22
Daftar Pustaka ................................................................................................................ 23

ii
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT, karena atas rahmad-Nya kami
dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “Wacana Sastra (Puisi, Prosa, dan Pantun)”.
Makalah ini dibuat untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah konsentrasi Bahasa dan
sastra Indonesia SD pada semester ganjil 2021/2022. Makalah ini memaparkan mengenai
wacan sastra (Puisi, Prosa dan Pantun). Kami mengucapkan terimakasih kepada Prof. Dr.
Drs. Suhardi M.Pd dan Dr. Dra. Enny Zubaidah, M.Pd. sebagai dosen pengampu mata
kuliah konsentrasi Bahasa dan sastra Indonesia SD.
Kami berharap makalah ini dapat berguna dalam rangka menambah wawasan
serta pengetahuan kita mengenai menulis wacana sastra. Dalam penyusunan makalah ini,
kami menyadari bahwa makah ini masih jauh dari kesempurnaan, baik dari segi
penyusunan maupun materinya. Oleh karena itu, kami berharap adanya kritik dan saran
yang membangun untuk penyempurnaan makalah ini.

Yogyakarta, 14 Desember 2021

Penulis

iii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Bahasa mempunyai peran penting dalam perkembangan intelektual, sosial
dan emosional siswa serta merupakan penunjang dari keberhasilan dalam
mempelajari semua bidang studi yang ada, melalui kegiatan berbahasa maka anak
diarahkan untuk dapat meningkatkan kemampuan yang mereka miliki untuk
berkomunikasi secara baik dan benar baik melalui lisan maupun melalui karya
tulis dalam sebuah wacana.
Wacana sebagai media komunikasi berupa rangkaian ujaran lisan dan
tulis. Sebagai media komunikasi wacana lisan, wujudnya dapat berupa sebuah
percakapan atau dialog lengkap dan penggalan percakapan. Wacana dengan media
komunikasi tulis dapat berwujud sebuah teks, sebuah alinea, dan sebuah wacana.
Oleh sebab itu, wacana tidak hanya berbentuk kalimat dan paragraf, namun berupa
kesatuan, maka sangat pentingnya untuk memahami wacana agar tidak terjadinya
kesalahpahaman dalam pengertian wacana, salah satunya melalui sastra.
Sastra merupakan sebuah seni kreatif yang obyeknya adalah manusia
dalam kehidupan dengan menggunakan bahasa sebagai mediumnya, maka dapat
dikatakan bahwa sastra adalah gambaran kehidupan manusia. Karya sastra
merupakan hasil seni yang diciptakan manusia dari kreativitas, kepekaan, pikiran,
dan persaan yang dialami oleh pengarang atau penulis melalui perenungan
imajinasi dalam menghadapi peristiwa yang dialami di lingkungan sekitar melalui
nilai-nili keindahan dan paparan peristiwa yang memberikan kepuasan batin bagi
para pembacanya, kita sebagai bangsa Indonesia sangat penting untuk
mempelajari sastra agar dapat mengembangkan sastra yang bermakna.

1
B. Merumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang paparkan diatas maka rumusan maslah
dalam makalah ini adalah sebagai berikut:
1. Apa yang dimaksud wacana?
2. Apa yang dimaksud sastra?
3. Apa saja jenis wacana sastra?

C. Tujuan Pembahasan
Berdasarkan rumusan masalah yang ada diatas maka tujuan pembahasan
dalam makalah ini yaitu:
1. Memahami pengertian wacana
2. Memahami pengertian sastra.
3. Mengetahui dan memahami jenis wacana sastra.

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. Wacana
Abdul Chaer dalam Saputra & Mariana (2020:61) menyatakan bahwa wacana
adalah satuan bahasa yang lengkap, sehingga dalam hierarki gramatikal merupakan
satuan gramatikal tertinggi atau terbesar. Wacana dikatakan lengkap karena
didalamnya terdapat konsep, gagasan, pikiran atau ide yang utuh, dan dapat dipahami
oleh pembacanya (dalam wacana tulis) atau oleh pendengar (dalam wacana lisan)
tanpa keraguan apapun. Wacana dapat dikatakan tertinggi dan terbesar karena
wacana dibentuk dari kalimat atau kalimat-kalimat yang memenuhi persayatan
gramatikal dan persyaratan wacana lainnya (kohesi dan koherensi).
Wacana berasal dari bahasa sansekerta yaitu wac/wak/vac yang berarti
berkata atau berucap (Mulyana dalam Setiawati & Rusmawati 2019:3) Wacana juga
merupakan terjemahan dari bahasa inggris yaitu discourse yang mempunyai maksud
berlari kesna-kemari atau bolak balik. Dalam kamus wbster wacana diperluas
menjadi beberapa istilah yaitu komunikasi kata-kata, ekspresi gagasan-gagasan,
risalah tulisan berupa ceramah, pidato dan lain sebagainya, dari beberapa istilah itu
dapat dikatakan bahwa wacana itu berhubungan dengan kata-kata, komunikasi dan
ungkapan balik secara lisan maupun melalui tulisan.
Tarigan dalam Saputra dan Mariana (2020:61) menjelaskan bahwa wacana
dapat diklasifikasikan menurut media (wacana lisan dan wacana tulisan).
Berdasarkan pengungkapannya (wacana langsung dan tidak langsung). Berdasarkan
bentuknya (wacana drama, wacana puisi dan wacana prosa) dan berdasarkan
penempatan (wacana peraturan dan wacana pembeberan).
Untuk membentuk sebuah wacana yang utuh ada tiga syarat, yang pertama
yaitu topik, kedua adanya tuturan pengungkap topik dan yang ketiga adanya kohesi
dan koherensi, ketiga syarat tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut:
1. Topik
Topik merupakan hal yang dibicarakan dalam sebuah wacana, topik itu
dapat dinyatakan dengan redaksi tentang apa yang dibicarakan, apa yang

3
dikatakan seseorang, apa yang mereka percakapkan dan sebagainya. Hal ini
berarti topik menjiwai seluruh bagian wacana. Topiklah yang menyebabkan
lahirnya wacana dan berfungsinya wacana dalam proses komunikasi.
2. Tuturan pengungkapan topik
Topik perlu dijabarkan sehingga makna yang disusun dari beberapa
kalimat menjadi utuh karena wujud konkrit tuturan itu adalah hubungan paragraf
dengan paragraf yang lain yang membentuk teks. Teks yang dimaksud dalam
wacana tidak selalu berupa tuturan tulisan, tetapi juga tuturan secara lisan karena
itu didalam kajian wacana terdapat teks tulisan dan teks lisan.
3. Kohesi dan koherensi
Sebuah wacana yang baik akan memiliki kohesi dan koherensi. Kohesi
adalah kesesuaian antar unsur yang satu dengan yang lain dalam wacana sehingga
terciptalah pengertian yang baik dan koheren. Kohesi merujuk kepada peraturan
makna. Wacana yang baik ada umumnya mempunyai keduanya. Kalimat atau
frasa yang satu dengan yang lainnya bertautan, pengertian yang satu
menyambung dengan pengertian yang lainnya.
Konteks kohesi terkandung pengertian kepaduan, kekuatan sedangkan
dalam koherensi terkandung pengertian pertalian atau hubungan. Kohesi
mengacu pada aspek bentuk sedangkan koherensi dalam sebuah wacana,
menjadikan wacana tersebut mudah dibaca dan dipahami, dengan kata lain,
kohesi dan koherensi menentukan tingkat keterbacaan dan keterpahaman sebuah
wacana.
Berdasarkan beberapa pernyaraan tersebut maka dapat disimpulkan bahwa
wacana merupakan kumpulan kalimat, satuan bahasa terlengkap yang dibentuk dari
rentetan kalimat yang kontinuitas, kohesi dan koheren sesuai dengan konteks situasi
melalui bahasa secara lisan maupun tulisan yang saling mempunyai keterkaitan atau
kesinambungan satu samalainnya.

4
B. Sastra
Sastra berasal dari bahasa sansekerta casta yang berarti tulisan, Surastina
(2018:3) menjelaskan bahwa sastra adalah “teks yang mengandung instruksi” atau
“pedoman”, kata “sastra’ bisa merujuk kepada “kesustraan” atau sebuah jenis tulisan
yang mempunyai arti atau keindahan tertentu sehingga menjadikan bahasa sebagai
media serta alat pengungkap gagasan dan perasaan senimannya, dari kata dasar “sas”
yang berarti “instruksi” atau “ajaran” dan “tra” yang berarti “alat’ atau ‘sarana”.
Karya sastra lahir melalui perenungan imajinasi dari seorang pengarang
dengan obyek dari kehidupan sosial bermasyarakat sesuai dengan apa yang dilihat,
diamati, dialami, dan dirasakan oleh pengarang dalam lingkungan sekitar yang
sengaja disusun melalui sebuah seni karya yang indah, sebagaimana yang dijelaskan
Wicaksono (2014: 4) mengatakan bahwa sastra sebagai seni berbahasa. Sastra
merupakan bentuk dari sebuah ungkapan secara sepontan dari perasaan mendalam
yang berupa pandangan, ide, perasaan dan pemikiran sebagai inspirasi kehidupan
yang direalisasikan dalam bentuk keindahan.
Sudjiman dalam Surastina (2018:4) menjelaskan bahwa sastra merupakan
sebuah karya secara lisan atau tulisan yang memiliki berbagai ciri keunggulan seperti
keorisinalan, keartistikan, keindahan dalam mengambarkan sebuah isi dan
ungkapannya. Berdasarkan beberapa pengertian yang telah dipaparkan, maka dapat
disimpulkan bahwa sastra merupakan sebuah seni berbahasa dari hasil imjinasi atau
perenungan seseorang untuk mengutarakan ide serta perasaan yang tentunya
mempunyai nilai keindahan didalam sebuah karyanya.
Selanjutnya dalam makalah ini akan dibahas mengenai wacana sastra berarti
membicarakan wacana tuturan berbahasa yang didukung dengan pengetahuan
tentang kesusastraan khusususnya melalui ketiga jenis sastra yaitu puisi, prosa dan
pantun yang dapat dipelajari oleh seluruh manusia.

5
C. Jenis Wacana Sastra
1. Puisi
a. Pengertian Puisi
Puisi merupakan bentuk paling tua dari kesusastraan dalam sejarah
peradapan manusia, dan bentuk paling agung yang senantiasa diliputi kabut
rahasia dalam kesustraan manusia, Wicaksono (2014:21) Menjelaskan
bahwa puisi adalah salah satu karya sastra yang mempunyai nilai estetik
(seni) yang tinggi yang berasal dari pengalaman-pengalaman hidup manusia
yang diubah dalam wujud yang berkesan atau sebagai hasil imajinasi dan
gagasan dari penulis yang dituangkan dalam bentuk yang spesifik.
Puisi secara umum merupakan suatu karya sastra yang berasal sari
ungkapan atau curahan hati penyair atau penulis untuk meluapkan ekspresi
diri yang menggambarkan keresahan, imajinasi, kritik, pemikiran,
pengamalan, kesenangan ataupun nasihat seseorang yang tersusun dari
sebuah bahasa yang indah (Sundari 2020:9)
Menurut KBBI puisi adalah ragam sastra dengan menggunakan
bahasa yang masih terikat oleh mantra, irama, penyusunan larik, bait atau
irama. Juwati & Abid (2021:22) menjelaskan bahwa puisi merupakan salah
satu bentuk karya sastra yang bersifat imajinatif dan mempunyai nilai
estetis, yang berisikan sebuah perenungan hasil dari repesentrasi seseorang
penyair sebagai perwujutan ekspresi dari pembaca, pengamatan,
penghayatan, dan rekaman kehiduapan realitas yang dibaut dalam sebuah
imajinasi dan dinyatakan dalam susunan yang berirama sehingga memiliki
wujud dan kesan secara mendalam.
Berdasarkan beberapa pengertian diatas maka dapat disimpulkan
bahwa puisi adalah salah satu karya sastra hasil dari sebuah perenungan
imajinasi setiap pengarang atau penulis yang tersusun dalam bahasa yang
indah dan mempunyai nilai estetik

6
b. Jenis-jenis Puisi.
Secara umum puisi terbagi menjadi 3 jenis puisi yaitu puisi lama, puisi
baru dan puisi kontemporer (Pitaloka & Sundari 2020:11:22) yang dapat
dijelaskan sebagai berikut:
1) Puisi Lama
Puisi lama adalah puisi yang dihasilkan sebelum abad ke-20, yang
mempunyai ciri-ciri yaitu tidak diketahui nama pengarangnya
(cenderung bersifat kolektif), terikat oleh aturan (jumlah baris pada
setiap bait, jumlah suku kata pada tiap baris), dari mulut ke mulut, Majas
(gaya bahasa) yang digunakan bersifat tetap serta menggambarkan masa
kerajaan. Puisi lama ini juga terbagi lagi kedalam beberapa jenis
diantaranya yaitu:
a) Pantun
Pantun adalah puisi yang terdiri dari empat larik dengan rima ab-ab.
Pantun dapat dibedakan berdasarkan jenisnya ada pantun lucu,
pantun anak, dan sebagainya.
b) Mantra
Mantra yaitu ucapan-ucapan yang dipercaya dapat mendatangkan
kekuatan magic, biasnya dipakai pada acara tertentu.
c) Karmina
Karmina adalah salah satu prosa dimana bentuknya lebih pendek
atau biasa disebut sebagai pantun kilat.
d) Saloka
Saloka yaitu pantun terkait yang berasal dari melayu klasik yang
berisi pepatah.
e) Gurindam
Gurindam yaitu puisi yang terdiri dari dua bait, yang mana tiap
baitnya terdiri dari dua baris kalimat dengan rima yang sama,
biasanya terkandung nasihat atau amanat.

7
f) Syair
Syair adalah puisi yang tersusun atas empat baris dengan bunyi
akhiran yang serupa, syair biasanya menceritakan sebuah kisah dan
didalamnya terkandung amanat yang ingin disampaikan oleh
penulis.
g) Tilabun
Tilabun yaitu pantun yang lebih dari empat baris dan memiliki rima
abc-abc.

2) Puisi Baru
Puisi baru adalah puisi yang lebih bebas dari pada puisi lama, baik
dalam jumlah baris, suku kata, maupun rima. Ciri khas puisi baru yaitu
jelas nama pengarangnya, tidak terikat aturan antara bait, baris, suku
kata, dan rima bebas, diungkapkan secara lisan dan tulis, majas bersifat
dinamis, menggambarkan kehidupan pada umumnya. Puisi baru dapat
digolongkan menjadi beberapa jenis puisi yaitu sebagai beriukut:
a) Balada
Balada adalah sajak sederhana yang mengisahkan tentang cerita
rakyat yang mengharukan, terkadang disajikan dalam bentuk dialog
atau dinyanyikan.
b) Himne
Himne (gita puja) adalah sejenis nyanyian pujaan yang ditunjukkan
kepada tuhan, atau dewa atau sesuatu yang dianggap penting dan
sakral.
c) Onde
Onde adalah puisi lirik berisikan sanjungan kepada orang yang
berjasa dengan nada agung dan tema serius, umumnya ode
ditunjukkan untuk orang tua, pahlawan dan orang besar.

8
d) Epigram
Epigram yaitu puisi yang berisi tentang ajaran dan tuntutan hidup,
epigram berarti pelajaran, nasihat, membawa kearah kebenaran
untuk dijadikan pedoman hidup.
e) Romansa
Romansa yaitu puisi cerita yang berisi luapan perasaan cinta kekasih
yang menimbulkan efek romantisme.
f) Elegi
Elegi yaitu syair atau nyanyin yang mengandung ratapan dan
ungkapan dukacita, khususnya pada peristiwa kematian.
g) Setire
Setire yaitu puisi yang mengandung gaya bahasa berisi sindiran atau
kritikan yang disampikan dalam bentuk ironi, atau parodi.
h) Distikon
Distikon yaitu puisi yang masing-masing bait terdiri dari dua baris
i) Terzina
Terzina adalah puisi yang masing-masing bait teridiri dari tiga baris

3) Puisi Kontenporer
Puisi kontenporer adalah jenis puisi yang berusaha keluar dari
ikatan konvensional. Puisi kontenporer selalu berusaha menyesuaikan
dengan perkembangn zaman dan tidak lagi mementingkan irama, gaya
bahasa dan lain-lainnya yang terdapat dalam puisi lama maupun dalam
puisi baru. Ciri puisi kontenporer yaitu berpihak bada bahasa
inkonfensional (tidak teratur), mementingkan gambaran fisual, memakai
kata-kata yang tidak mudah dimengerti oleh pembacanya, menampilkan
kata sedikit mungkin, berpatokan oleh simbul-simbul hanya penulis yang
mengetahui apa makna dari puisi yang mereka tulis.

9
c. Menganalisis Wacana Puisi
Syarat terbentuknya wacana adalah dengan adanya kohesi dan
koherensi di dalamnya sehingga menjadi sebuah wacana yang utuh dan padu.
Berikut ini merupakan contoh wacana sastra pada puisi.

Guru pahlawan masa kini (Karya Ibnudin)


Wahai guru tercinta
Engkau adalah pahlawan masa kini
Juanganmu untuk mendidik bangsa
Sungguh tak ternilai bukan lagi soal besar atau kecil
Apa-apa yang kau beri
Juga bukan seberapa luas dan sempit
Segala daya juangmu
Tapi Samudra pengetahuanmu
Memberikan kami banyak pelajaran
Bak pahlawan yang menyelamatkan rakyatnya
Engkau guru adalah pahlawan masa kini.

Berdasarkan wacana puisi di atas dapat kita temukan kohesi dan


koherensinya sebagai berikut:
Kohesi
Kohesi gramatikal:
- Substitusi (pengganti)
1) Engkau adalah pahlawan masa kini
2) Apa-apa yang kau beri
3) Engkau guru adalah pahlawan masa kini.
- Elepsis (penghilang/pelesatan)
1) Tapi Samudra pengetahuanmu
- Konjungsi (kata sambung)
1) Juanganmu untuk mendidik bangsa
2) Apa-apa yang kau beri

10
3) Tapi Samudra pengetahuanmu
4) Bak pahlawan yang menyelamatkan rakyatnya
Kohesi Leksikal:
- Repetisi (pengulangan)
1) Apa-apa yang kau beri
- Antonim (lawan kata)
1) Sungguh tak ternilai bukan lagi soal besar atau kecil
2) Juga bukan seberapa luas dan sempit.

Koherensi
Koherensi yang terdapat dalam wacana sastra puisi yang berjudul
“Guru Pahlawan Masa Kini” tersebut terdapat keterkaitan hubungan makna
antara baris puisi sebelum dengan baris pada puisi sesusahnya sehingga dapat
dikatakan koheren.

2. Prosa
a. Pengertian Prosa
Prosa dalam pengertian yang luas mencakup berbagai karya tulis yang
ditulis dalam bentuk prosa. Jadi, tidak hanya terbatas pada tulisan yang
digolongkan sebagai karya sastra, tetapi juga berbagai karya non fiksi.
Pembahasan prosa kali ini hanya memuat prosa sebagai salah satu genre
sastra. Prosa dalam pengertian kesastraan disebut fiksi, teks naratif atau
wacana naratif. Kata prosa diambil dari dari bahasa inggris, yakni prose.
Istilah fiksi dalam pengertian ini berarti cerita rekaan atau khayalan. Karya
fiksi menceritakan sesuatu yang tidak terjadi sungguh-sungguh sehingga tidak
perlu dicari kebenarannya pada dunia nyata (Widayati, 2020: 4-5).
Prosa fiksi walaupun berupa rekaan/khayalan, tetapi tidak dapat
diangkat sebagai hasil kerja lamunan belaka dari seorang pengarang.
Pengarang dalam hal ini melakukan penghayatan dan perenungan secara
intens, perenungan terhadat hakikat hidup dan kehidupan, perenungan yang
dilakukan dengan penuh kesadaran dan tanggung jawab (Nurgiyantoro,

11
2010:2). Prosa fiksi termasuk karya sastra yang mempunyai aspek tokoh, alur,
tema, dan pusat pengisahan yang keseluruhannya dihasilkan oleh daya
imajinasi pengarang.
Prosa fiksi memiliki dua jenis prosa, yaitu prosa lama dan prosa
modern. Berikut yang termasuk jenis prosa lama, yaitu (Hermawan & Shandi,
2019: 14):
- Dongeng merupakan bentuk cerita lama atau tradisional yang
menampilkan binatang sebagai tokoh cerita.
- Fabel merupakan cerita khayalan belaka yang menceritakan tentang
kehidupan hewan yang berperilaku menyerupai manusia.
- Hikayat merupakan karya sastra yang berisikan tentang kisah, cerita, dan
dongeng umumnya mengisahkan tentang kehedapan maupun
kepahlawanan seseorang lengkap dengan keanehan, kesaktian serta
mukjizat tokoh utama.
- Legenda merupakan sebuah genre dari cerita rakyat tentang suatu kejadian
alam, asal-usul suatu tempat, benda, atau kejadian di suatu tempat atau
daerah.
- Mitos atau mite merupakan cerita yang mengandung latar belakang
masalah atau sesuatu kejadian yang sudah pernah terjadi sebelumnya
mengandung unsur hal-hal gaib dan kesaktian di dalam ceritanya.

Kemudian, yang termasuk dari jenis prosa modern, sebagai berikut:


- Cerita pendek/cerpen merupakan salah satu jenis prosa yang pendek.
- Novelet merupakan sebuag karya sastra yang memiliki bentul lebih kecil
dari novel dan memiliki cerita lebih panjang dari cerpen tetapi lebih
pendek dari novel.
- Novel/roman merupakan karangan prosa yang menyajikan permasalahan-
permasalahan yang lebih kompleks dengan terdapat unsur-unsur cerita
secara lebih luas dan rinci.
- Cerita anak merupakan genre sastra yang ditulis dan diterbitkan untuk
anak-anak.

12
- Novel remaja merupakan karya sastra yang ditulis dan diterbitkan untuk
segmen pembaca remaja.
Berdasarkan penjelasan di atas maka dapat ditarik kesimpulan bahwa
prosa merupakan sebuah karya sastra yang berdasarkan khayalan dari hasil
pemikiran penulis dilakukan dengan penuh kesadaran dan tanggung jawab.
Prosa fiksi juga memiliki dua jenis prosa yang dibagi menjadi prosa lama
dan prosa moderen.

b. Unsur-unsur Cerita Fiksi


Prosa fiksi dibangun oleh dua unsur, yaitu unsur intrinsik dan
ekstrinsik. Unsur intrinsik merupakan unsur yang membangun prosa fiksi,
sedangkan unsur ekstrinsik merupakan unsur yang membangun sastra dari
luar. Berikut ini merupakan bagian yang terdapat pada unsur instrinsik dan
ekstrinsik pada prosa fiksi, sebagai berikut:
1) Unsur Ekstrinsik
Unsur ekstrinsik secara tidak langsung mempengaruhi bangunan
atau sistem organisme karya sastra. Secara lebih khusus, unsur tersebut
dapat dikatakan sebagai unsur-unsur yang memengaruhi bangunan cerita
sebuah karya sastra. Namun demikian, tidak ikut menjadi bagian di
dalamnya. Meskipun demikian, unsur ekstrinsik cukup berpengaruh
terhadap totalitas bangun cerita yang dihasilkan. Oleh karena itu, unsur
ekstrinsik haruslah tetap dipandang sebagai sesuatu yang penting. Unsur-
unsur ekstrinsik antara lain, sebagai berikut (Widayati, 2020:14):
- Keadaan subjektivitas individu pengarang yang memiliki sikap,
keyakinan, dan pandangan hidup.
- Sosiologi/kemasyarakatan
- Psikologi/kejiwaan
- Moral/akhlak/budi pekerti
- Ideologi/pandangan hidup
- Pendidikan

13
Unsur ekstrinsik merupakan latar belakang dan sumber informasi
bagi karya sastra dan tidak dapat diabaikan karena mempunyai nilai, arti,
dan pengaruhnya. Meskipun penting, unsur ini tidak menjadi dasar
eksistensi sebuah karya sastra.

2) Unsur Intrinsik
Unsur-unsur intrinsik yang terdapat pada karya sastra prosa fiksi
merupakan sebuah karya yang utuh dan satu kesatuan sehingga satu unsur
berkaitan erat dengan unsur yang lain. Berikut ini akan diuraikan unsur-
unsur intrinsik karya sastra (Nurgiyantoro, 2021: 248-306):
- Tema
Tema sebuah cerita fiksi merupakan gagasan utama dan/atau
makna utama cerita.
- Tokoh dan Penokohan
Tokoh cerita yang dimaksudkan sebagai pelaku yang
dikisahkan perjalanan hidupnya dalam cerita fiksi lewat alur, baik
sebagai pelaku maupun penderita berbagai peristiwa yang diceritakan.
Penokohan merupakan teknik atau cara menampilkan tokoh. Tokoh
dalam cerita fiksi terdapat tokoh protagonis, antagonis, sedeharna,
bulat.
- Alur
Alur berkaitan dengan masalah bagaimana peristiwa, tokoh,
dan segala sesuatu itu digerakkan, dikisahkan sehingga menjadi
sebuah rangkaian cerita yang padu dan menarik. Selain itu, alur juga
mengatur berbagai peristiwa dan tokoh itu tampil dalam urutanyang
enak, menarik, tetapi juga terjaga kelogisan dan kelancaran ceritanya.
Alur cerita terbagi menjadi alur maju, mundur, dan campur.
- Latar
Latar dapat dipahami sebagai landasan berlangsungnya
berbagai peristiwa dan kisah yang diceritakan dalam cerita fiksi. Latar
menunjuk pada tempat, yaitu lokasi di mana cerita itu terjadi, waktu,

14
kapan cerita itu terjadi, dan lingkungan sosial-budaya, keadaan
kehidupan bermasyarakat tempat tokoh dan peristiwa terjadi.
- Moral atau Amanat
Moral atau amanat merupakan pesan yang disampaikan kepada
pembaca melalui sebuah karya.
- Sudut Pandang
Sudut pandang merupakan sebuah cara, strategi atau siasat
yang secara sengaja dipilih pengarang untuk mengungkapkan cerita
dan gagasannya. Sudut pandang dibagi menjadi dua, yaitu sudut
pandang persona pertama dan sudut pandang orang ketiga. Sudut
pandang persona pertama menampilkan kisah dengan tokoh “aku”
sedangkan sudut pandang orang ketiga menampilakan kisah dengan
tokoh dia sebagai pusat pengisahan.
- Gaya Bahasa
Gaya bahasa merupakan keseluruhan gaya pengarang dalam
mengungkapkan idenya ke dalam sebuah tulisan. Gaya tiu mencakupi
pilihan kata, struktur kalimat, penggunaan majas, tipografi karya,
bahkan ilustrasi yang digunakan oleh pengarang

c. Menganalisis Wacana Sastra Prosa


Syarat terbentuknya wacana adalah dengan adanya kohesi dan
koherensi di dalamnya sehingga menjadi sebuah wacana yang utuh dan padu.
Berikut ini merupakan contoh wacana sastra pada prosa:
Cerpen
Di sebuah desa, hiduplah seorang anak gembala yang bekerja
pada seorang yang kaya. Tugasnya adalah untuk merawat dan
menjaga domba-domba milik majikannya itu. Sang majikan
berpesan apabila ada serigala datang, ia bisa berteriak sehingga
orang-orang desa akan datang membantu.
Kegiatannya sehari-hari yang hanya menggembalakan
domba di dekat hutan membuat si anak merasa bosan. Selagi

15
menunggu, hal yang dilakukannya hanyalah memainkan seruling
atau bermain dengan anjingnya. Hingga terbesit di pikirannya
untuk melakukan suatu tindakan yang tidak terduga.
Tiba-tiba ia berteriak “Serigala, serigala! Tolong ada
serigala.” Mendengar teriakan anak tersebut warga desa
berdatangan dan berniat untuk membantu anak gembala. Namun,
saat mendapati ternyata si anak gembala hanya bercanda dan
melakukannya karena bosan, mereka pun kesal lalu kembali
pulang.
Ternyata perbuatan itu tak hanya dilakukan sekali, selang
beberapa hari kemudian ia melakukannya lagi. Saat mendapati si
anak gembala malah tertawa terbahak-bahak, tentu saja itu
membuat warga desa marah.
Pada suatu sore, segerombolan serigala benar-benar datang
dan memangsa domba yang digembalakannya. Dengan ketakutan,
ia berteriak minta tolong lagi. Namun kali ini tak ada warga desa
yang membantu karena mereka tidak percaya pada lagi.
Akhirnya, sekumpulan serigala tersebut berhasil memangsa
banyak domba dan membawanya masuk ke hutan. Kejadian
tersebut membuatnya menyesal dan tak akan mengulangi
perbuatannya yang sembrono lagi.

Berdasarkan wacana cerpan di atas dapat kita temukan kohesi dan


koherensinya sebagai berikut:
Kohesi
Kohesi dibagi menjadi dua, yaitu kohesi gramatikal dan kohesi leksikal.
Kohesi gramatikal:
- Referensi
1) “Di sebuah desa, hiduplah seorang anak gembala yang bekerja pada
seorang yang kaya. Tugasnya adalah untuk merawat dan menjaga
domba-domba milik majikannya itu.”

16
Wacana di atas terdapat pada paragraf pertama, kata “nya” merupakan
referensi yang terdapat hubungan antara kata dengan benda.
2) “Dengan ketakutan, ia berteriak minta tolong lagi. Namun kali ini tak
ada warga desa yang membantu karena mereka tidak percaya pada
lagi.”
Wacana di atas terdapat pada paragraf ke lima, kata “mereka”
merupakan referensi yang terdapat hubungan antara kata dengan
benda.
- Subtsitusi
“Tiba-tiba ia berteriak “Serigala, serigala! Tolong ada serigala.”
Mendengar teriakan anak tersebut warga desa berdatangan dan berniat
untuk membantu anak gembala. Namun, saat mendapati ternyata si anak
gembala hanya bercanda dan melakukannya karena bosan, mereka pun
kesal lalu kembali pulang.”
Wacana di atas terdapat pada paragraf ketiga, kata “mereka” merupakan
subtitusi yang terdapat unsur lain dengan acuannya tetap sama.
- Elepsis
Tidak terdapat elepsis atau penghilangan pada wacana cerpen di atas.
- Konjungsi
1) “Tugasnya adalah untuk merawat dan menjaga domba-domba milik
majikannya itu.”
Wacana di atas terdapat pada paragraf pertama, kata “dan” merupakan
konjungsi terdapat pengubung antar unsur satu dengan unsur yang lain.
2) “Selagi menunggu, hal yang dilakukannya hanyalah memainkan
seruling atau bermain dengan anjingnya.”
Wacana di atas terdapat pada paragraf ke dua, kata “atau, dengan”
merupakan konjungsi terdapat pengubung antar unsur satu dengan
unsur yang lain.
3) “Namun, saat mendapati ternyata si anak gembala hanya bercanda dan
melakukannya karena bosan, mereka pun kesal lalu kembali pulang.”

17
Wacana di atas terdapat pada paragraf ke tiga, kata “namun”
merupakan konjungsi terdapat pengubung antar unsur satu dengan
unsur yang lain.
4) “Pada suatu sore, segerombolan serigala benar-benar datang dan
memangsa domba yang digembalakannya. Dengan ketakutan, ia
berteriak minta tolong lagi. Namun kali ini tak ada warga desa yang
membantu karena mereka tidak percaya pada lagi.”
Wacana di atas terdapat pada paragraf ke lima, kata “dan, dengan,
namun” merupakan konjungsi terdapat pengubung antar unsur satu
dengan unsur yang lain.
5) “Akhirnya, sekumpulan serigala tersebut berhasil memangsa banyak
domba dan membawanya masuk ke hutan. Kejadian tersebut
membuatnya menyesal dan tak akan mengulangi perbuatannya yang
sembrono lagi.”
Wacana di atas terdapat pada paragraf ke enam, kata “akhirnya, dan”
merupakan konjungsi terdapat pengubung antar unsur satu dengan
unsur yang lain.

Kohesi Leksikal:
- Repetisi
1) “Tugasnya adalah untuk merawat dan menjaga domba-domba milik
majikannya itu.”
Wacana di atas terdapat pada paragraf pertama, kata “domba-domba”
merupakan repetisi atau terjadinya kata pengulangan.
2) “Kegiatannya sehari-hari yang hanya menggembalakan domba di
dekat hutan membuat si anak merasa bosan.”
Wacana di atas terdapat pada paragraf kedua, kata “sehari-hari”
merupakan repitisi atau terjadinya kata pengulangan.
3) “Saat mendapati si anak gembala malah tertawa terbahak-bahak,
tentu saja itu membuat warga desa marah.”

18
Wacana di atas terdapat pada paragraf keempat, kata “terbahak-bahak”
merupakan repitisi atau terjadinya kata pengulangan.
4) “Pada suatu sore, segerombolan serigala benar-benar datang dan
memangsa domba yang digembalakannya.”
Wacana di atas terdapat pada paragraf kelima, kata “benar-benar”
merupakan repitisi atau terjadinya kata pengulangan.

Koherensi
Cerpen di atas merupakan wacana narasi, bagian-bagian wacana narasi
didominasi oleh koherensi “kronologis” atau “hubungan rangkaian waktu”.
Koherensi ini sering ditunjukkan oleh konjungsi yang menyatakan hubungan
temporal (lalu, kemudian, sesudah itu), penanda kala (dulu, sekarang), dan
penanda aspek (akan, belum, sudah). Salah satu contoh yang terdapat pada
cerpen di atas yaitu, sebagai berikut:
“Tiba-tiba ia berteriak “Serigala, serigala! Tolong ada
serigala.” Mendengar teriakan anak tersebut warga desa
berdatangan dan berniat untuk membantu anak gembala.
Namun, saat mendapati ternyata si anak gembala hanya
bercanda dan melakukannya karena bosan, mereka pun
kesal lalu kembali pulang.”
Pada contoh cerpen di atas maka koherensi dalam wacana narasi, yaitu
“namun, lalu” yang menunjukkan kronologis atau hubungan rangkaian waktu

3. Pantun
a. Pengertian Pantun
Pantun merupakan salah satu jenis karya sastra lama Indonesia yang
terdiri dari empat baris. Pantun merupakan jenis puisi lama yang memiliki
ciri-ciri tertentu, yaitu terikat pada sajak/rima akhir antara baris dalam bait
dan mengandung sebuah perumpamaan. Pada awal mulanya pantun
merupakan sastra lisan yang dilakukan oleh masyarakat melayu, karena
senang sekali berpantun. Pantun lama banyak digunakan disetiap acara.

19
Pantun lama semakin luas perkembangannya pada saat banyak digunakan
oleh pemuda-pemudi yang saling berkenalan, tetapi sekarang pantun juga
ada dalam bentuk tulisan (Zaeni, 2014: 111).
Keseluruan bentuk pantun hanyalah berupa sampiran dan isi.
Sampiran merupakan dua baris pantun yang memiliki saran bunyi untuk
menuju isi. Sampiran terletak pada baris pertama dan kedua dan biasanya
tidak berhubungan secara langsung dengan bagian kedua. Baris ketiga dan
keempat merupakan bagian isi yang merupakan tujuan dari puisi tersebut.
Seiring dengan perkembangaan zaman pantun bisa digunakan untuk anak-
anak, remaja, dan orang tua. Jenis-jenis pantun terdiri dari, pantun teka-teki,
pantun nasihat, pantun kasih sayang, pantun semangat, pantun adat, pantun
agama, pantun jenaka, pantun kiasan, pantun percintaan, dan pantun
peribahasa. Setiap pantun yang diciptakan mempunyai fungsi atau
kegunaannya masing-masing (Apriansah dkk, 2018: 44).

b. Ciri-ciri Pantun
Menurut Zaeni (2014: 111) dan (Mihardja, 2012: 12) membuat sebuah
karya sastra pantun memiliki ciri-ciri, yaitu sebagai berikut:
1) Memiliki rima a-a-a-a, a-b-a-b, dan a-a-b-b.
2) Tediri dari 4 baris dalam 1 bait.
3) Tiap baris terdiri atas 8-12 suku kata.
4) Baris pertama dan kedua merupakan sampiran, dan
5) Baris ketiga dan keempat merupakan isi.

c. Menganalisis Wacana Sastra Pantun


Wacana sastra pantun terdapat unsur kohesi dan koherensi di dalamnya.
Pada umumnya unsur kohesi pada pantun terdapat pada antarsampiran dan
antar isi. Hubungan dapat berupa kohesi gramatikal dan kohesi leksikal.
Dalam pantun klasik terdapat kohesi gramatikal antar sampiran dan antarisi
yang ditandai oleh konjungtor, sebagai berikut:

20
Kalau ada sumur di ladang
Bolehlah kita menumpang mandi
Kalau ada umur yang panjang
Boleh kita berjumpa lagi
Hubungan antarsampiran dan antarisi pantun yang terdapat kohesi
klasikal dalam bentuk pengulangan frasa atau kata, yaitu sebagai berikut:
Pisang emas dibawa berlayar
(Pisang emas) masak sebiji di atas peti
Hutang emas dapat dibayar
Hutang budi dibawa mati
Pengulangan dapat secara eksplisit dan dapat juga secara implisit
(dilesapkan). Pengulangan implisit dilakukan supaya jumlah kata dalam
sebuah baris pantun tidak lebih dari empat atau lima kata. Yang diulang
dalam pantun tersebut adalah frasa pisang emas (dilepaskan) dalam sampiran
kedua dan kata hutang dalam isi.
Unsur koherensi yang terdapat pada wacana sastra pantun terdapatnya
hubungan sebab-akibat contohnya, sebagai berikut:
Berakit-rakit ke hulu
Berenang-renang ke tepian
Bersakit-sakit dahulu
Bersenang-senang kemudian.

21
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Wacana merupakan pembicaraan mengenai ilmu pengetahuan yang
membahas satuan bahasa berdasarkan kata untuk melakukan komunikasi dan
bersosialisasi baik melalui lisan maupun tulisan, dalam hal ini wacana sastra yang
didalamnya akan membahas mengenai ilmu kesusastraan untuk dapat mengenal,
memahami serta mengetahui contoh penulisan wacana sastra khususnya pada
ketiga jenis sastra yaitu puisi, prosa dan pantun.

B. Saran
Melalui kegiatan sastra membuat kehidupan kita lebih bermakna, karena
karya-karya sastra yang indah untuk dinikmati akan memberikan nilai yang positif
dalam menjalankan kehidupan sosial melalui imajinasi dari seorang penulis, maka
kita sebagai bangsa Indonesia harus mempunyai semangat untuk memperdalam
wacana sastra, demikianlah yang dapat penulis sampaikan tentang pembahasan
materi tentang menulis wacana sastra, semoga makalah ini dapat bermanfaat
untuk menambah wawasan dan pengetahuan bagi pembacanya. Saran dan kritik
yang membangun sangat kami harapkan supaya makalah ini dapat menjadi lebih
baik lagi dimasa yang akan datang.

22
Daftar Pustaka

Hermawan, Dani & Shandi. 2019. Pemanfaatan Hasil Analisis Novel Seruni Karya Almas
Sufeeya Sebagai Bahan Ajar Sastra di SMA. Jurnal Bahasa, Sastra Indonesia dan
Pengajarannya, Vol. 12 No. 1 hal. 11-20.
http://ejournal.unibba.ac.id/index.php/metamorfosis.
Josep, H. (2007). Membaca dan Menulis Wacana Petunjuk Praktis bagi Mahasiswa.
Junaiyah, H. M., & Arifin, E. Z. (2010). Keutuhan Wacana. Grasindo.
Juwati & abid (2021). Teori sastra. Surabaya;Jakad Media Publishing
Mihardja, Ratih. 2012. Buku Pintar Sastra Indonesia. Laskar Aksara: Jakarta Timur.
Nurgiyantoro, Burhan. 2021. Sastra Anak. Gadjah Mada University Press: Yogyakarta.
Pitaloka, A. Sundari A. (2020). Seni Mengenal Puisi. Medan:Gaupedia
Surastina. (2018). Pengantar Teori Sastra.Yogakarta: Elmatera
Wicaksono, A. (2014). Menulis Kreatif Sastra: dan Beberapa Model Pembelajarannya.
Garudhawaca
Wicaksono, A. (2014). Menulis Kreatif Sastra: dan Beberapa Model Pembelajarannya.
Garudhawaca.
Widayati, Sri. 2020. Kajian Prosa Fiksi. LPPM Universitas Muhammadiyah Buton Press:
Sulawesi Tenggara.

23

Anda mungkin juga menyukai