Anda di halaman 1dari 16

BAHASA INDONESIA

WACANA

Disusun dalam rangka memenuhi tugas Bahasa Indonesia

Di susun oleh :

1. Irfan Abid Fiizudin (2012-53-111)


2. Azka Azami (2012-53-113)
3. Noor jannah (2012-53-114)
4. A. Khoirul Huda (2012-53-115)
5. Esti Nailul Faroh (2012-53-116)
6. Alvianis Wulandari (2012-53-117)
7. M. Supriyanto (2012-53-118)

FAKULTAS TEKNIK PROGDI SISTEM INFORMASI

UNIVERSITAS MURIA KUDUS

2013
BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG MASALAH


Dalam praktek berbahasa ternyata kalimat bukanlah satuan
sintaksis terbesar seperti banyak diduga atau diperhitungkan orang selama
ini. Kalimat atau kalimat-kalimat ternyata hanyalah unsur pembentuk
satuan bahasa yang lebih besar yang disebut wacana ( inggris : discourse)
bukti bahwa kalimat bukan satuan terbesar dalam sintaksis, banyak kita
jumpai kalimat yang jika kita pisahkan dari kalimat-kalimat yang ada
disekitarnya, maka kalimat itu menjadi satuan yang tidak mandiri.
Kalimat-kalimat itu tidak mempunyai makna dalam kesendiriannya.
Mereka baru mempunyai makna bila berada dalam konteks dengan
kalimat-kalimat yang berada disekitarnya.
Kalau kalimat itu adalah unsur pembentuk wacana, maka
persoalan kita sekarang apakah wacana itu, apakah cirri-cirinya,
bagaimana ujudnya, atau bagaimana pembentukannya. Berbagai macam
definisi tentang wacana telah dibuat orang. Namun , dari sekian banyak
definisi yang berbeda-beda itu, pada dasarnya menekankan bahwa wacana
adalah satuan bahasa yang lengkap. Sehingga dalam hierarki gramatikal
merupakan satuan gramatikal tertinggi atau terbesar.
Sebagai satuan bahasa yang lengkap, maka dalam wacana itu
berarti terdapat konsep, gagasan, pikiran, atau ide yang utuh, yang bisa
dipahami oleh pembaca( dalam wacana tulis) atau pendengar( dalam
wacana lisan), tanpa keraguan apapun. Sebagai satuan gramatikal tertinggi
atau terbesar, berarti wacana itu dibentuk dari kalimat atau kalimat-kalimat
yang memenuhi persyaratan gramatikal, dan persyaratan kewacanaan
lainnya.
Persyaratan gramatikal dalam wacana dapat dipenuhi kalau dalam
wacana itu sudah terbina yang disebut kekohesian, yaitu adanya keserasian
hubungan antara unsur-unsur yang ada dalam wacana tersebut. Bila
wacana itu kohesi, akan terciptalah kekoherensian, yaitu isi wacana yang
apik dan benar.

B. TUJUAN PENULISAN
Adapun tujuan dari makalah ini adalah :
1. Untuk mengetahui pengertian tentang Wacana.
2. Mengetahui persyaratan Wacana.
3. Mengetahui jenis-jenis Wacana.

C. RUMUSAN MASALAH
Memperhatikan latar belakang diatas, maka penulis menetapkan
rumusan masalah sebagai berikut :
1. Apakah pengertian Wacana?
2. Bagaimana persyaratan Wacana?
3. Bagaimana jenis-jenis Wacana?

D. MANFAAT PENULISAN
Manfaat pembuatan makalah ini agar pembaca dapat mengerti dan
memahami tentang apa itu Wacana, sehingga pembaca dapat
membedakan dan mengetahui syarat dan jenis-jenis dari Wacana.

E. SISTEMATIKA PENULISAN
BAB I. Pendahuluan
Dalam bab ini akan menjelaskan latar belakang, rumusan masalah,
batasan masalah, manfaat dan sistematika penulisan.
BAB II. Pembahasan
Pada bab ini kan membahas tentang Wacana yang meliputi :
pengertian, persyaratan dan jenis-jenis Wacana.
BAB III. Penutup
Dalam bab ini akan disampaikan kesimpulan dan sran dari
pembahasan tentang Wacana.
BAB II

PEMBAHASAN

A. PENGERTIAN WACANA
Wacana adalah satuan bahasa yang lengkap, sehingga dalam
hierarki gramatikal merupakan satuan gramatikal tertinggi dan terbesar.
Sebagai satuan bahasa yang lengkap, maka dalam wacana itu berarti
terdapat konsep, gagasan, pikiran, atau ide yang utuh, yang bisa dipahami
oleh pembaca (dalam wacana tulis) atau pendengar (dalam wacana lisan)
tanpa keraguan apapun. Sebagai satuan gramatikal tertinggi atau terbesar,
wacana dibentuk dari kalimat-kalimat yang memenuhi persyaratan
gramatikal, dan persyaratan kewacanaan lainnya. Persyaratan gramatikal
dapat dipenuhi kalau dalam wacana itu sudah terbina kekohesifan, yaitu
adanya keserasian hubungan antara unsur-unsur yang ada dalam wacana
sehingga isi wacana apik dan benar.
Istilah wacana mempunyai acuan yang lebih luas dari sekedar
bacaan. Wacana merupakan satuan bahasa yang paling besar di gunakan
dalam komunikasi. Satuan bahasa di bawahnya secara berturut-turut
adalah kalimat, frase, kata dan bunyi. Secara berurutan, rangkaian bunyi
merupakan bentuk kata. Rangkaian kata membentuk frase dan rangkaian
frase membentuk kalimat. Akhirnya, rangkaian kalimat membentuk
wacana.
Dalam bahasan ini hanya akan menampilkan beberapa pendapat
mengenai pengertian wacana dari beberapa pakar yang dianggap mewakili
perbedaan dan persamaan tentang wacana :
1) Alwi et.al
Wacana adalah rentetan kalimat yang berkaitan sehingga terbentuklah
makna yang serasi diantara kalimat-kalimat tersebut.
2) Aminudin
Wacana adalah keseluruhan unsur-unsur yang membangun
perwujudan paparan bahasa dalam peristiwa komunikasi. Wujud
konkretnya dapat berupa tuturan lisan maupun tulisan.
B. PERSYARATAN WACANA
Wacana sebagai satuan bahasa yang pada tatanan gramatikal merupakan
tatanan yang paling tinggi. Bagaimana sebuah wacana terbentuk, harus
memenuhi persyaratan. Adapun bentuk persyaratan mencakup 3 hal yaitu :

1) Topik
Topik adalah pokok pembicaraan (dalam bentuk lisan ) atau pokok
karangan (dalam bentuk tulisan), oleh karena itu Topik dalam wacana
mengacu pada hal yang dibicarakan. Selain itu topik juga dapat
dinyatakan sebagai preposisi yang berwujud frasa atau kalimat yang
menjadi inti pembicaraan dalam wacana, sehingga topik dapat pula
dinyatakan dengan apa yang dikemukakan.
Misalnya : seseorang bertutur tentang ekonomi masyarakat Kudus,
Jenang Kudus, dan Masjid Menara Kudus. Topik tersebut mempunyai
rentang atau cakupan yang luas. Sehingga dengan adanya topik tersebut
dapat mengikat pemakai untuk tidak membuat tuturan yang keluar dari
ruang lingkupnya.
2) Tuturan Pengungkap Topik
Wujud konkret tuturan adalah kalimat atau untaian kalimat yang
membentuk teks yang berupa tulis maupun lisan.
Misalnya : “hati-hati”,”Awas jalan licin!”
3) Kohesi dan koherensi.
Kohesi merupakan hubungan formal ( hubungan yang tampak pada
bentuk ) dan juga merupakan hubungan yang ditandai oleh penanda-
penanda yakni penanda yang menghubungkan apa yang dinyatakan
dengan apa yang dinyatakan sebelumnya dalam wacana yang
bersangkutan. Penanda tersebut mencakupi :
 Referensi : hubungan antara referan dan lambang sebagai bentuk
bahasa yang dipakai untuk mewakilinya.
 Elips : peniadaan kata atau satuan lain yang wujud asalnya dapat
diramalkan dari konteks bahasa atau konteks luar bahasa.
 Konjungsi dan preposisi : partikel yang digunakan untuk
menggabungkan kata demi kata, frasa dengan frasa, maupun
paragraf dengan paragraf. Misal : konjungsi (dan, atau) preposisi
(di,dari)
 Subtitusi : proses atau hasil penggantian unsur bahasa oleh unsur lain
dalam satuan yang lebih besar untuk memperoleh unsur-unsur yang
berbeda atau menjelaskan suatu struktur tertentu.
 Leksikal : berkaitan dengan kata, bukan gramatikal.

Dari uraian diatas, dapat dinyatakan juga bahwa kohesi merupakan


keruntutan kalimat-kalimat dan merupakan hubungan struktural antar
kalimat dalam wacana.

Koherensi merupakan hubungan semantic antar kalimat atau amtar


bagian wacana, yakni hubungan yang serasi antara preposisi satu dan
yang lain, atau antar makna satu dan makna yang lain. Koherensi dapat
ditandai oleh kohesi , dan kohesi mengakibatkan koherensi. Akan tetapi
koherensi tidak selalu ditandai dengan kohesi. Contoh :

1) Semua dosen harus mengikuti rapat penerimaan mahasiswa baru.


Kuliah ditiadakan.
2) Semua dosen harus mengikuti rapat penerimaan mahasiswa baru.
Karena itu kuliah ditiadakan.

Kedua wacana tersebut merupakan koherensi, tetapi hanya nomor 2


yang kohesi.

C. JENIS-JENIS WACANA
Jenis wacana dapat diklasifikasikan berdasarkan : Bahasa yang
digunakan, Media yang digunakan, Sifat atau Jenis pemakaian, Bentuk,
dan Cara dan Tujuan pemaparan.
1) Bahasa yang digunakan
sebagai sarana untuk mengungkapkan wacana seperti bahasa nasional,
indonesia, jawa, inggris dll.
2) Media yang digunakan
sebagai sarana untuk mengungkapkan wacana tulis maupun lisan. Misal
dihubungkan media dengan berdasarkan bahasa maka diperoleh sebagai
contoh : Indonesia tulis ragam baku (wacana surat-menyurat resmi),
Indonesia tulis ragam takbaku (surat pribadi), Bahasa Indonesia lisan
ragam baku (pidato kenegaraan), dan Bahasa Indonesia lisan Ragam
takbaku (obrolan santai).
3) Sifat atau Jenis Pemakaian
Berdasarka sifat dan jenis pemakaiannya,,wacana dapat dibedakan
menjadi wacana monolog, wacana dialog, dan wacana polilog.
a. Wacana monolog (monologue discourse)
Adalah wacana yang disampaikan oleh seorang diri tanpa
melibatkan orang lain untuk ikut berpartisipasi secara langsung.
Wacana monolog bersifat searah dan termasuk komunikasi tidak
interaktif (noninteractive communication). Wacana monolog terjadi
seperti pada orasi ilmiah, khotbah, dan penyampaian visi dan misi.
b. Wacana dialog (dialogue discourse)
Adalah percakapan yang dilakukan oleh dua orang secara langsung.
Wacana dialog bersifat dua arah, dan masing-masing partisipan secara
aktif ikut berperan didalam komunikasi, sehingga disebut komunikasi
interaktif (interactive communication). Wacana dialog terjadi seperti
pada peristiwa diskusi, musyawarah, pembicaraan telepon, Tanya
jawab, dan teks drama.
Perhatikan contoh wacana dialog berikut ini.

SUNSLIK GINGSENG
C : Betulkan ?
W : Iya
C : Aku paling sebel deh kalau cowokku naksir cewek yang
lain.
W : Cowokku dulu juga gitu. Dia itu suka melirik cewek yang
rambutnya panjang. Padahal dulu aku takut manjangin
rambut. Takut patah-patah dan rontok. Sunslik gingseng
membuat rambut semakin kuat tumbuh sepanjang yang
kamu suka.
C : Sekarang rambut kamu sudah panjang ?
W : Ya
C : Berarti cowok kamu sudah tidak lirik-lirik lagi dong ?
W : Cowokku si ndak, cowok-cowok yang lain pada lirik aku

Wacana tersebut merupakan wacana dialog antara dua orang gadis.


Mereka sedang berdialog mengenai rambut. Setelah menggunakan
sunslik gingseng rambut menjadi kuat dan tidak rontok.
c. Wacana polilog
Adalah pembicaraan atau percakapan yang melibatkan partisipan
pembicaraan lebih dari dua orang penutur. Partisipan yang terlibat
dalam pembicaraan semuanya berperan aktif dan langsung dalam
komunikasi. Wacana polilog terjadi seperti pada peristiwa musyawarah,
diskusi, atau debat, dan teks drama.
Perhatikan contoh wacana polilog yang dikutip dari teks drama berjudul
Orkes Madun I karya Arifin C Noer berikut ini.
KONTEKS : KEHADIRAN WASKA DISAMBUT GEMBIRA
OLEH KOMUNITASNYA. WASKA
DIJADIKAN TEMPAT MENGADU BAGI
TARKENI YANG SEDANG BERSELISIH
DENGAN MADEKUR, SUAMINYA.
WASKA : Peran Waska akan tampil memberi ruh pada
jasadku yang lunglai kecapean yang kosong yang
gosong yang bagai kepompong.
KOOR : Uuuuuuuuuuu
WASKA : Langit hanya berisi angin hari itu dan warna hitam
Tumpah diseanteronya dimana – mana dan aku
Waska sedang minum air kelapa.
TARKENI : Lalu aku Tarkeni datang menangis bersujud di
kaki Waska mengadukan ihwal duka.
WASKA : Ada apa anakku? Kenapa menangis seperti itu?
TARKENI : Sakit kepalaku sampai ke kalbu lantaran dipukul
suamiku.
WASKA : Madekur!!!!!
MADEKUR : Madekur luka hatinya disobek – sobek cemburu
oleh cemburu buta.
WASKA : Yak karena tidak matang jiwanya.
(Orkes Madun I : 663-664)

Wacana tersebut merupakan wacana polilog, yakni percakapan atau


pembicaraan yang melibatkan lebih dari dua orang (tokoh) sebagai
partisipan pembicaraan. Tokoh Tarkeni mengadukan nasibnya kepada
tokoh Waska, karena ia dipukul oleh Madekur, suaminya, yang sedangkan
dibakar rasa cemburu. Kemudian Waska mencoba mendamaikan Tarkeni
dan Mardekur sebagai pasangan suami istri.

4) Wacana Berdasarkan Bentuknya


Berdasarkan Bebtuknya, wacana dapat diklasifikasikan
menjadi wacana prosa, puisi, dan drama.
a. Wacana Prosa
Adalah wacana yang disampaikan dalam bentuk prosa
(dalam bahasa jawa disebut gancaran). Wacana berbentuk prosa
dapat berupa wacana tulis dan lisan. Contoh wacana prosa tulis
misalnya cerita pendek (cerpen), cerita bersambung (cerbung),
artikel, novel, dan undang-undang, sedangkan contoh wacan
prosa lisan misalnya pidato, khotbah, dan kuliah.
b. Wacana Puisi
Adalah wacana yang disampaikan dalam bentuk puisi
(dalam bahasa jawa disebut geguritan). Wacana berbentuk puisi
juga dapat berupa wacana tulis dan lisan. Puisi dan syair adalah
contoh jenis wacana puisi tulis, sedangkan puitisasi atau puisi
yang dideklamasikan dan lagu-lagu merupakan contoh jenis
wacana puisi lisan.
c. Wacana Drama
Adalah wacana yang disampaikan dalam bentuk drama,
dalam bentuk dilog, baik berupa wacana tulis maupun wacana
lisan. Bentuk wacan drama tulis terdapat pada naskah-naskah
atau teks-teks drama atau naskah sandiwara, sedangkan bentuk
wacana drama lisan terdapat pada pemakaian bahasa dalam
peristiwa pementasan drama, yakni percakapan antar tokoh
dalam drama.

5) Cara dan Tujuan Pemaparan


a) Narasi
adalah cerita yang didasarkan pada urut-urutan suatu kejadian
atau peristiwa. Narasi dapat berisi fakta, misalnya biografi (riwayat
seseorang), otobiografi/riwayat hidup seseorang yang ditulisnya
sendiri, atau kisah pengalaman. Narasi seperti ini disebut dengan
narasi ekspositoris. Narasi bisa juga berisi cerita khayal/fiksi atau
rekaan seperti yang biasanya terdapat pada cerita novel atau cerpen.
Narasi ini disebut dengan narasiimajinatif.
 Unsur-unsur penting dalam sebuah narasi adalah:
(1) kejadian,
(2) tokoh,
(3) konflik,
(4) alur/plot.
(5) latar yang terdiri atas latar waktu, tempat, dan suasana.

Narasi diuraikan dalam bentuk penceritaan yang ditandai oleh adanya


uraian secara kronologis (urutan waktu). Penggunaan kata hubung
yang menyatakan waktu atau urutan, seperti lalu, selanjutnya,
keesokan harinya, atau setahun kemudian kerap dipergunakan.
 Tahapan menulis narasi, yaitu sebagai berikut.
(1) menentukan tema cerita
(2) menentukan tujuan
(3) mendaftarkan topik atau gagasan pokok
(4) menyusun gagasan pokok menjadi kerangka karangan
secara kronologis atau urutan waktu.
(5) mengembangkan kerangka menjadi karangan.
Contoh wacana narasi
Aku tersenyum sambil mengayunkan langkah. Angin dingin yang
menerpa, membuat tulang-tulang di sekujur tubuhku bergemeretak.
Kumasukkan kedua telapak tangan ke dalam saku jaket, mencoba
memerangi rasa dingin yang terasa begitu menyiksa.Wangi kayu cadar
yang terbakar di perapian menyambutku ketika Eriza membukakan
pintu. Wangi yang kelak akan kurindui ketika aku telah kembali ke
tanah air. Tapi wajah ayu di hadapanku, akankah kurindui juga?

b) Deskripsi
adalah karangan yang menggambarkansuatu objek berdasarkan
hasil pengamatan, perasaan dan pengalamanpenulisnya. Tujuannya
adalah pembaca memperoleh kesan atau citraansesuai dengan
pengamatan, perasaan, dan pengalaman penulis sehinggaseolah-olah
pembaca yang melihat, merasakan, dan mengalami sendiriobyek
tersebut. Untuk mencapai kesan yang sempurna, penulis deskripsi
merinci objek dengan kesan, fakta, dan citraan.
 Dilihat dari sifat objeknya, deskripsi dibedakan atas 2 macam, yaitu
sebagai berikut.

a. Deskripsi Imajinatif/Impresionis ialah deskripsi yang


menggambarkanobjek benda sesuai kesan/imajinasi si penulis.

Contoh deskripsi imajinatif

Salju tipis melapis rumput, putih berkilau diseling warna jingga;


bayang matahari senja yang memantul. Angin awal musim dingin
bertiup menggigilkan, mempermainkan daun-daun sisa musim gugur
dan menderaikan bulu-bulu burung berwarna kuning kecoklatan yang
sedang meloncat-loncat dari satu ranting ke ranting yang lain.
b. Deskripsi faktual/ekspositoris ialah deskripsi yang menggambarkan
objek berdasarkan urutan logika atau fakta-fakta yang dilihat.
Contoh deskripsi faktual
Hampir semua pelosok Mentawai indah. Di empat kecamatan
masih terdapat hutan yang masih perawan. Hutan ini menyimpan
ratusan jenis flora dan fauna. Hutan Mentawai juga menyimpan
anggrek aneka jenis dan fauna yang hanya terdapat di Mentawai.
Siamang kerdil, lutung Mentawai dan beruk Simakobu adalah contoh
primata yang menarik untuk bahan penelitian dan objek wisata.

 Tahapan menulis karangan deskripsi, yaitu:


(1) menentukan objek pengamatan
(2) menentukan tujuan
(3) mengadakan pengamatan dan mengumpulkan bahan
(4) menyusun kerangka karangan
(5) mengembangkan kerangka menjadi karangan.

c) Eksposisi
Karangan eksposisi adalah karangan yang memaparkan atau
menjelaskan secara terperinci (memaparkan) sesuatu dengan tujuan
memberikan informasi dan memperluas pengetahuan kepada
pembacanya. Karangan eksposisi biasanya digunakan pada karya-karya
ilmiah seperti artikel ilmiah, makalahmakalah untuk seminar,
simposium, atau penataran.
Untuk mendukung akurasi pemaparannya, pengarang eksposisi
sering menyertakan bentuk-bentuk nonverbal seperti grafik, diagram,tabel,
atau bagan dalam karangannya. Pemaparan dalam eksposisi
dapatberbentuk uraian proses, tahapan, cara kerja, dan sebagainya dengan
pola pengembangan ilustrasi, definisi, dan klasifikasi.
 Tahapan menulis karangan eksposisi, yaitu sebagai berikut.
(1) menentukan objek pengamatan,
(2) menentukan tujuan dan pola penyajian eksposisi,
(3) mengumpulkan data atau bahan,
(4) menyusun kerangka karangan, dan
(5) mengembangkan kerangka menjadi karangan.
Contoh wacana eksposisi
Pada dasarnya pekerjaan akuntan mencakup dua bidang
pokok, yaitu akuntansi dan auditing. Dalam bidang akuntasi,
pekerjan akuntan berupa pengolahan data untuk menghasilkan
informasi keuangan, juga perencanaan sistem informasi akuntansi
yang digunakan untuk menghasilkan informasi keuangan.

d) Argumentasi
Karangan argumentasi ialah karangan yang berisi pendapat, sikap,
atau penilaian terhadap suatu hal yang disertai dengan alasan, bukti-bukti,
dan pernyataan-pernyataan yang logis. Tujuan karangan argumentasi
adalah berusaha meyakinkan pembaca akan kebenaran pendapat
pengarang. Karangan argumentasi dapat juga berisi tanggapan atau
sanggahan terhadap suatu pendapat dengan memaparkan alasan-alasan
yang rasionaldan logis.
 Tahapan menulis karangan argumentasi, sebagai berikut.
(1) menentukan tema atau topik permasalahan,
(2) merumuskan tujuan penulisan,
(3) mengumpulkan data atau bahan berupa: bukti-bukti,
fakta, atau pernyataan yang mendukung,
(4) menyusun kerangka karangan, dan
(5) mengembangkan kerangka menjadi karangan.
Contoh wacana argumentasi
Jiwa kepahlawanan harus senantiasa dipupuk dan dikembangkan
karena dengan jiwa kepahlawanan. Pembangunan di negara kita dapat
berjalan dengan sukses. Jiwa kepahlawanan akan berkembang menjadi
nilai-nilai dan sifat kepribadian yang luhur, berjiwa besar, bertanggung
jawab, berdedikasi, loyal, tangguh, dan cinta terhadap sesama. Semua
sifat ini sangat dibutuhkan untuk mendukung pembangunan di berbagai
bidang.
e) Persuasi
Bertujuan untuk memengaruhi pembaca untuk berbuat sesuatu atau
karangan yang besifat mengajak pembaca dengan menyampaikan
alasan, contoh, dan bukti yang meyakinkan sehingga pembaca bersedia
melaksanakan ajakan hal-hal yang baik demi kepentingan masyarakat.
Dalam persuasi pengarang mengharapkan adanya sikap balasan berupa
perbuatan yang dilakukan oleh pembaca sesuai dengan yang dianjurkan
penulis dalam karangannya.
 Ciri-ciri wacana persuasi
- Harus menimbulakan kepercayaan pada pendengar /
pembacanya.
- Bertolak atas pendirian bahwa pikiran manusia dapat
diubah.
- Harus menciptakan persesuaian melalui kepercayaan
antara, pembicara / penulis dan yang diajak berbicara /
pembaca.
- Harus menghindari konflik ( baik dalam pemikiran
pembaca atau sesama pembaca ) agar kepercayaan tidak
hilang dan tujuan tercapai.
- Harus ada data dan fakta secukupnya untuk mendukung
ajakan.
 Langkah menyusun wacana persuasi
- Menentukan topik / tema
- Merumuskan tujuan
- Mengumpulkan data dari berbagai sumber
- Menyusun kerangka karangan
- Mengembangkan kerangka karangan menjadi kerangka
persuasi
 Yang tergolong kedalam Wacana Persuasi :
- Bentuk pidato, misalnya propaganda, kampanye lisan.
- Bentuk tulisan berupa iklan dan selembaran.
- Bentuk elektronik, misalnya iklan di tv, bioskop, dan
internet.
 Keefektifan kalimat dari Wacana Persuasi
- Dapat merubah pola pikir oranglain secara cepat.
- Menyampaikan ajakan di berbagai media / cara.
- Efektif dalam mengajak perubahan dalam jumlah banyak.
- Baik digunakan dalam hal politik, advertisi, dan
pendidikan.
 Contoh 1 :
Di kota besar, setiap orang mencari kemudahan dalam hidup.
Kebiasaan makan, misalnya, di kota besar, restoran fastfood cenderung
menggunakan kemasan yang terbuat dari plastik atau stirofoam yang sekali
pakai langsung buang. Kemasan kue dahulu menggunakan daun pisang
yang bisa membusuk, sekarang cenderung menggunakan plastik. Semua
itu kebiasaan impor yang bukan budaya Indoesia. Budaya Indonesia
menggunakan daun pisang atau daun jati. Sebenarnya volume sampah
dapat dikurangi drastis bukan hanya dengan menangani sampah plastik
dengan sebaik-baiknya atau dengan daur ulang tetapi bagaimana
menghindari seminim mungkin perilaku menyampah. Hanya kekuatan
konsumen yang bisa menekan produsen mengurangi bahan-bahan yang
makin menambah volume sampah.Semaksimal mungkin semua orang
harus mengurangi penggunaan kemasan-kemasan yang kemudian akan
menjadi sampah yang tidak bias hancur. Misalnya, menghindari membeli
makanan dan minuman yang menggunakan kemasan plastik, stirofoam,
atau kalaupun terpaksa membeli, ambil saja makanannya, kemasan
dikembalikan lagi kepada penjualnya. Rasanya tidak menggunakan
kemasan plastik tidak akan mengurangi kenyamanan hidup ini.

 Contoh 2 :
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Wacana adalah satuan bahasa yang lengkap, sehingga dalam hierarki
gramatikal merupakan satuan gramatikal tertinggi dan terbesar. Sebagai
satuan bahasa yang lengkap, maka dalam wacana itu berarti terdapat
konsep, gagasan, pikiran, atau ide yang utuh, yang bisa dipahami oleh
pembaca atau pendengar tanpa keraguan apapun. Untuk membuat sebuah
wacana yang baik itu, harus memenuhi persyaratan terbentuknya wacana.
Terbentuknya wacana dibutuhkan adanya kohesif dan koherens di dalam
hubungan antar kalimat di dalam wacana.

B. Saran
Setelah menguraikan permasalahan tersebut semoga makalah yang
berjudul “Wacana” yang menyangkut jenis dan syarat dalam memahami
wacana dapat berguna bagi semua pihak. Tidak hanya berguna bagi kami
selaku pembuat makalah tetapi juga berguna bagi pembaca. Pembaca
dapat mempergunakannya untuk menambah wawasan dan pengetahuan.

Anda mungkin juga menyukai