Anda di halaman 1dari 19

UJI KETERBACAAN TEKS PADA ANAK KELAS

IV SD MENGGUNAKAN TEKNIK UJI RUMPANG


(CLOZE PROSEDURE)

Disusun oleh :
Wulan Rahmawati (12201241047)
Yeni Widyawati (12201241050)
PBSI/ Mg

PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA


FAKULTAS BAHASA DAN SENI
UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA
2013/2014

A. Pendahuluan
Keterampilan berbahasa sangatlah dibutuhkan, salah satunya adalah
keterampilan membaca. Sebagai salah satu dari empat aspek, membaca memiliki
fungsi untuk berkomunikasi. Karena saking pentingnya keterampilan membaca
diajarkan sejak sekolah dasar bahkan hingga perguruan tinggi.
Menurut Miles A Tinker dan Contasc M Mc Collough dalam buku Strategi
Meningkatkan Membaca karya Prof. Darmiyati Zuchdi, Ed.D. mengatakan
bahwa, membaca melibatkan proses identifikasi dan proses mengingat suatu
bahan bacaan yang disajikan sebagai rangsangan untuk membangkitkan
pengalaman dan membentuk pengertian baru melalui konsep-konsep yang relevan
yang telah dimiliki oleh pembaca.
Selanjutnya, kegiatan membaca memerlukan komprehensi membaca, yakni
proses yang hambatannya serupa dengan hambatan dalam mengingat dan
memecahkan masalah. Itulah sebabnya baanyak pakar yang menganggap
komprehensi membaca sebagai suatu refleksi kerja piker manusia. Pemahaman
membaca melibatkan penguasaan bahasa, motivasi, persepsi, pengembangan
konsep bahkan keseluruhan pengalaman.
Faktor-faktor yang mempenaruhi komprehensi membaca dapat dibedakan
menjadi dua macam, yaitu yang ada dalam diri dan yang di luar pembaca. Faktorfaktor yang berada di dalam dri pembaca meliputi kemampuan linguistik
(kebahasaan), minat (seberapa besar kepedulian pembaca terhadap bacaan yang
dihadapinya, motivasi (seberapa besar kepedulian pembaca terhadap tugas
membaca atau perasaan umum mengenai membaca dan sekolah) dan kumpulan
kemampuan membaca (Zuchdi, 2008:15-16).
Banyak teknik pengajaran membaca yang selama ini sering dipergunakan
untuk melatih keterampilan membaca. Teknik-teknik dimaksud, misalnya teknik
prosedur sekuensing, membaca cepat dan uji rumpang (Harjasujana, 1996:137).
Sementara itu, dalam buku lain terdapat teknik PreReading Plan (PreP) dan
Extending Concept through Language Activities (ECOLA), Predict, Organize,

Rehearse, Practice, Evaluate (PORPE), dan What I Know, What I Want Learn,
What I Learned (K-W-L).
Untuk kali ini, berdasarkan penelitian yang sudah kami lakukan, akan
dibahas mengenai Keterbacaan Teks Pada Anak Kelas IV SD Menggunakan
Teknik Uji Rumpang (Cloze Prosedure).
B. Pembahasan
1. Pengertian Prosedur Klose
Cloze procedure atau teknik uji rumpang mula-mula diperkenalkan
oleh Wilson Taylor (1953). Teknik ini diilhami oleh suatu konsep dalam
ilmu jiwa Gestal, yang dikenal dengan istilah closure. Konsep ini
menjelaskan tentang kecenderungan manusia untuk menyempurnakan
suatu pola yang tidak lengkap secara mental menjadi satu kesatuan utuh;
kecenderungan

untuk

mengisi

atau

melengkapi

sesuatu

yang

sesungguhnya ada namun tampak dalam keadaan tidak utuh; melihat


bagian-bagian sebagai suatu keseluruhan.
Seperti dijelaskan oleh Sadtono (1998:2), istilah closure
mengandung makna sebagai persepsi (penglihatan dan pengertian) yang
penuh dari gambar atau keadaan yang sebetulnya tidak sempurna. Persepsi
keadaan yang sempurna itu diperoleh dengan cara tidak menghiraukan
bagian yang hilang atau bagian yang tidak sempurna itu; atau dengan cara
mengisi sendiri bagian yang hilang atau kurang sempurna tadi berdasarkan
pengalaman yang telah lampau.
Taylor mendefinisikan prosedur yang ditemukannya ini seperti
terlukis dalam pernyataan berikut.
The cloze procedure as method of intercepting a massage from
transmitter (write or speaker), mutilating its language patterns by deliting
parts, and so administering it to receivers (readers and listeners) that
their attempts to make patterns whole again yield a considerable number of
cloze units.

Jika kita alih bahasakan secara bebas, maksud pernyataan di atas


kira-kira berbunyi seperti berikut. Prosedur klose merupakan metode
penangkapan pesan dari sumbernya (penulis atau pembaca), mengubah
pola

bahasa

dengan

jalan

melepaskan

bagian-bagiannya,

dan

menyampaikannya kepada si penerima (pembaca dan penyimak) sehingga


mereka berupaya untuk menyempurnakan kembali pola-pola keseluruhan
yang menghasilkan sejumlah

unit-unit kerumpangan yang dapat

dipertimbangkan.
Dalam

kaitannya

dengan

keterkaitan

membaca,

Hittleman

(1979:135) menjelaskan teknik isian rumpang sebagai sebuah teknik


penghilangan kata-kata secara sistematis dari sebuah wacana, dan pembaca
diharapkan dapat mengisi kata-kata yang hilang tersebut dengan kata yang
sesuai. Hittleman memandang prosedur klose ini sebagai alat untuk
mengukur keterbacaan wacana.
Melalui prosedur klose, pembaca diminta untuk dapat memahami
wacana yang tidak lengkap (karena bagian-bagian tertentu dari wacana
tersebut telah dengan sengaja dilepaskan) dengan pemahaman yang
sempurna. Bagian-bagian kata yang dihilangkan itu, biasanya kata ke-n,
digantikan dengan tanda-tanda tertentu (garis lurus mendatar atau dengan
tanda titik-titik). Penghilangan atau pelepasan bagian-bagian kata dalam
prosedur klose juga tidak berdasarkan kata ke-n secara konsisten dan
sistematis. Kadang-kadang pertimbangan lain turut menentukan kriteria
pengosonan atau pelepasan kata-kata tertentu dalam wacana itu. Misalnya
saja, kata kerja, kata benda, kata penghubung, atau kata-kata tertentu yang
dianggap penting, bisa jadi merupakan kata yang dihilangkan atau
dilepaskan. Tugas pembaca adalah mengisi bagian-bagian yang dilepaskan
itu dengan kata yang dianggap tepat dan sesuai dengan tuntutan maksud
wacana.

2. Fungsi Prosedur Klose


Berbicara tentang prosedur klose, terdapat dua fungsi utama yang
diemban oleh prosedur ini. Pertama, teknik berfungsi sebagai alat untuk
mengukur tingkat keterbacaan wacana. Suatu wacana dapat ditentukan
tingkat kesukarannya serta dapat diketahui kelayakan pemakainya oleh
siswa tertentu setelah memulai pengujian dengan prosedur ini. Kedua,
prosedur klose juga berfungsi sebagai alat pengajaran membaca. Dengan
kata lain, kita dapat menyebutkan dua fungsi utama dari prosedur ini,
yakni sebagai alat ukur dan sebagai alat ajar.
3. Kegunaan Prosedur Klose
Kembali kepada dua fngsi utama yang telah dibicarakan dimuka,
prosedur klose bermanfaat untuk:
a. Mengukur tingkat keterbacaan sebuah wacana, yakni untuk :
1) Menguji tingkat kesukaran dan kemudahan bahan bacaan
2) Mengklasifikasikan jtingkat baca siswa (pembaca): yakni tingkat
independen, instruksional, atau frustasi
3) Mengetahui kelayakan wacana sesuai dengan peringkat siswa.
b. Melatih keterampilan dan kemampuan baca siswa melalui kegiatan
belajar-mengajarkan membaca, terutama dalam hal :
1) Penggunaan isyarat sintaksis
2) Penggunaan isyarat semantik
3) Penggunaan isyarat skematik
4) Peningkatan kosakata
5) Peningkatan daya nalar dan sikap kritis siswa terhadap bahan
bacaan.
4. Kriteria Pembatan Prosedur Klose
Wilson Taylor (1953) sebagai

pengembangan

teknik

ini.

Mengusulkan sebuah prosedur yang baku untuk sebuah konstruksi wacana


rumpang. Usulannya itu meliputi hal-hal sebagai berikut :
a. Memilih suatu wacana yang relatif sempurna yakni wacana yang tidak
bergantung pada informasi sebelumnya.
b. Melakukan penghilangan/pelepasan setiap

kata

ke-n,

tanpa

memperhatikan arti dan fungsi kata-kata yang dihilangkan atau


dilepaskan tersebut.

c. Mengganti bagian-bagian yang dihilangkan tersebut dengan tandatanda tertentu, misalnya dengan garis mendatar (---------) yang sama
panjangnya.
d. Memberi salinan dari semua bagian yang direproduksi kepada
siswapeserta tes.
e. Mengingatkan siswa untuk berusaha mengisi semua lesapan dengan
jalan

mengajukan

pertanyaan-pertanyaan

terhadap

wacana,

memperhatikan teks wacana, atau memperhatikan kata-kata sisanya.


f. Menyediakan waktu yang relatif cukup untuk memberi kesempatan
kepada siswa untuk menyelesaikan tugasnya.
Khusus mengenai strategi pelepasan kata, tampaknya ada beberapa
ahli yang berbeda pendapat. Perbedaan tersebut disebabkan oleh sudut
pandang mengenai dampak yang akan ditimbulkan dari pelepasan
dimaksud. Secara umum, pendapat mereka mengenai pelepasan kata pada
prosedur klose ini dapat dikasifikasikan pada dua hal, yakni a) pelepasan
setiap kata ke-n, dan b) pelepasan kata secara selektif atau secara random.
Strategi pertama, yakni pelepasan setiap kata ke-n berpedoman terhadap
kesistematisan jarak pelepasa. Farr dan Roser (1979), misalnya,
mengusulkan strategi pelepasan kata untuk untuk wacana rumpang pada
setiap kata ke-5. Sementara strategi kedua, terutama pelepasan secara
random, sama sekali tidak mempertimbangkan kesistematisan jarak
lepasan. Pemilihan dan penentuan kata yang hendak dilepaskan sematamata dilakukan secara acak. Strategi ini disarankan oleh Jongsma (1980).
Namun, untuk strategi pelepasan kata selektif masih dimungkinkan untuk
mempertahankan kriteria kesistematisan, meskipun kesistematisan di sini
patokannya bukanlah terletak pada jarak lepasan, melainkan terletak pada
kriteria kata selektifnya itu sendiri. Sebagai contoh, seorang yang hendak
membuat wacana rumpang dengan menggunakan strategi lepasan kata
selektif, mungkin akan memilih lepasan pada setiap kata tugas, setiap kata
kerja, setiap kata ganti, dan lain-lain. Disamping ada ahli yang berpegang
pada salah satu dari kedua strategi lepasan seperti yang telah disampaikan
di muka, ada juga ahli yang berpegang pada kriteria kedua-duanya.

Para ahli yang berpedoman pada kriteria pembuatan wacana


rumpang dengan strategi pelepasan setiap kata ke-n juga menunjukkan
keragaman pendapat, terutama berkenaan dengan rentan jarak lepasan
yang ditetapkan. Namun, secara umum kita dapat mengklasifkasikan
rentan jarak lepasan yang mereka ajukan bervariasi dari setiap kata ke-5
hingga kata ke-10.
John Haskall menyempurnakan konstruksi tersebut dengan variasi
sebagai berikut :
a. Memilih suatu teks yang panjangnya kurang lebih 250 kata.
b. Biarkan kalimat pertama dan kalimat terakhir utuh.
c. Mulailah penghilangan itu dari kalimat kedua, yakni pada setiap kata
kelima. Pengosongan ditandai dengan garis lurus mendatar yang
panjangnya sama.
d. Jika kebetulan kalimat kelima jatuh pada kata bilangan, janganlah
melakukan lepasan pada kata tersebut. Biarkan kata itu hadir secara
utuh, sebagai gantinya mulailah kembali dengan hitungan kelima
berikutnya.
Kriteria Pembuatan Wacana Rumpang
Karakteristik
1. Panjang wacana

Sebagai alat ukur


Sebagai alat ujar
Antara
250-350 Wacana yang terdiri dari
perkataan dari wacana atas
terpilih

maksimal

perkataan

Setiap kata ke-n hingga Delisi


2. Delisi (lepasan)

150

secara

selektif

ber- jumlah lebih kurang bergantung pada kebu50 buah

tuhan

siswa

dan

pertimbangan guru
Jawaban beruapa kata,
persis
3. Evaluasi

sesuai

kunci/teks

dengan
aslinya;

metode exact words

Jawaban

boleh

berupa

sinonim atau kata yang


secara struktur dan makna
dapat
kedudukan

meng-gantikan
kata

yang

dihilangkan

contextual

mothod.
Lakukanlah diskusi untuk
membahas
4. Tindak lanjut

jawaban-

jawaban siswa.

5. Prosedur Penilaian Tes Isian Rumpang


Berbagai penelitian telah memperlihatkan bukti bahwa prosedur
klose merupakan alat ukur keterbaaan yang mapan. Penilaian pengetesan
prosedur klose ditetapkan dengan kriteria presentase. Sampai saat ini,
para ahli menetapkan dua alternatif kriteria penilaian untuk kemampuan
siswa dalam mengisi lepasan pada wacana rumpang.
Pertama, hanya angka kepada jawaban yang sama persis sesuai
dengan kata aslinya. Kata/jawaban lain yang tidak tepat benar, tidak dapat
diterima, meskipun bila ditinjau sudut makna tidak mengubah maksud
konteks kalimat yang dimaksudkannya. Cara penilaian ini disebut
penilaian prosedur isian rumpang dengan metode exact words method.
Kedua, angka diberikan tidak hanya kepada jawaban yang tidak
sama persis. Kata-kata (jawaban) bersinonim atau kata-kata yang dapat
menggantikan kedudukan kata yang dihilangkan, dapat dibenarkan,
dengan catatan makna dan struktur konteks kalimat yang didudukinya
tetap utuh dan dapat diterima. Cara penilaian kedua ini disebut juga
penilaian dengan metode synoimy method atau contextual method.
Kriteria penilaian dengan cara pertama, dipergunakan untuk
menilai prosedur isian rumpang yang dipergunakan sebagai alat ukur
dengan peserta tes yang terdiri atas sekelompok besar siswa. Sedangkan
cara kedua dipakai dalam penggunaan prosedur isian rumpang dalam
fungsinya sebagai alat pengajaran.
Penetapan interprestasi hasil isian rumpang didasarkan atas hasil
studi, yakni dengan cara membandingkan kemampuan siswa dengan isian
rumpangnya terhadap suatu teks atau wacana yang sama.
Earl F. Rankin dan Joseph W. Culhane (1969) mendapatkan
interprestasi hasil uji rumpang sebagai berikut :

a. Pembaca berada pada tingkat independen/bebas, jika presentase skor


tes uji rumpang yang diperolehnya di atas 60%.
b. Pembaca berada pada tingkat instruksional, jika presentase skor tes uji
rumpang yang diperolehnya berkisar antara 41%-60%.
c. Pembaca berada pada tingkat frustasi/gagal, jika presentase skor tes
uji rumpang yang diperolehnya sama dengan kurang dari 40%.
Berdasarkan pengklasifikasian terhadap pembacanya, klasifikasi
sekor pertama (diatas 60%) artinya wacana itu tergolong mudah. Untuk
klasifikasi sekor kedua, berarti wacana itu tergolong sedang; dan untuk
klasifikasi sekor ketiga, berarti wacana itu tergolong sukar.
Pendapat lain mengemukakan interprestasi yang

berbeda.

Penetapan interprestasi hasil isian rumpang berpedoman pada ketentuan


berikut.
a. Perolehan hasil uji rumpang di atas 53,5% tergolong ke dalam tingkat
independen (mandiri/bebas).
b. Perolehan hasil uji rumpang antara 44,5% sampai dengan 53,5%
tergolong ke dalam tingkat instruksional.
c. Perolehan hasil uji rumpang kurang dari 40% tergolong ke dalam
tingkat frustasi/gagal.
6. Keunggulan dan Kelemahan Prosedur Klose
Prosedur klose ini, disamping memiliki beberapa keunggulan,
juga terdapat kelemahannya.
Beberapa hal yang dipandang sebagai keunggulan dari teknik ini adalah:
a. Dalam menentukan keterbacaan suatu teks, prosedur ini
mencerminkan pola interaksi antar pembaca dan penulis.
b. Pengukuran keterbacaan dengan teknik ini, tidak dilakukan secara
terpisah antara teks dengan pembacanya. Dengan demikian, prosedur
ini bukan saja digunakan untuk menilai keterbacaan, melainkan juga
dipakai untuk menilai pemahaman pembacanya.
c. Prosedur klose bersifat fleksibel. Dalam waktu relatif singkat, guru
akan

segera

mendapat

informasi

mengenai

latar

belakang

kemampuan dan kebutuhan siswanya.


d. Dapat menjangkau sejumlah besar individu pada saat yang sama.
e. Sebagai teknik pengajaran, teknik merupakan alat yang ideal untuk
mendorong siswa tanggap terhadap bahan bacaan.

f. Dapat dipergunakan sebagai latihan dan ukuran praktis akan


pengetahuan dan pemahaman tata bahasa siswa.
g. Dapat melatih kesiapan dan ketanggapan dalam upaya memikirkan
dan memahami maksud dan tujuan penulis atau penulisan wacana
tersebut.
Di samping memiliki beberapa keunggulan, prosedur ini juga
mempunyai kelemahan. Schlezinger (1968) meraguka kevaliditasan
penggunaannya. Ketetapan pengisian bagian-bagian yang dihilangkan
oleh seseorang, belum tentu berdasarkan atas pemahamannya terhadap
wacana tersebut, melainkan didasarkan atas pola-pola ungkapan yang
telah dikenalnya. Dalam hal ini, terjadi bias dari pemilikan atas pola-pola
suatu bahasa yang telah menjadi bang pengetahuannya.
Untuk mengatasi hal demikian, hendaknya guru berpandai-pandai
dalam memilih bahan. Alangkah baiknya jika penggunaan teknik ini
disertai dengan suatu diskusi untuk mengetahui lebih jauh alasan-alasan
atas jawaban yang diberikan oleh siswa.
Selain itu, teknik ini tampaknya hanya cocok digunakan untuk
kepentingan membaca dalam hati (membaca pemahaman). Dengan
demikian, kelemahan-kelemahan siswa dalam hal membaca nyaring
(pelafalan, intonasi, penggunaan tanda baca, dan lain-lain) tidak bisa
terdeteksi dengan teknik ini.
7. Langkah-langkah Pengajaran Membaca dengan Prosedur Klose
Pada baian ini, akan disajikan model kegiatan belajar-mengajar
pengajaran membaca dengan teknik prosedur klose. Model ini bukan satusatunya cara yang terbagus. Ini hanyalah sebuah alternatif dari sekian
banyak variasi yang dapat dikembangkan. Sebelum sampai pada langkahlangkah pengajarannya, perhatikan pnjelasan-penjelasan untuk suatu
kondisi prakegiatan belajar-mengajar sebagai prasyarat untuk memasuki
kegiatan belajar mengajar yang sesungguhnya.
Sediakan wacana terpilih yang relatif sempurna, yakni wacana
yang tidak bergantung pada informasi sebelumnya. Lakukan penghilangan
(delisi) pada bagian-bagian tertentu dari wacana tersebut secara beraturan,

misalnya setiap kata ke-5, ke-6, atau yang lainnya, atau kata apa saja yang
menurut pertimbangan anda bagus dan penting untuk peningkatan
kemampuan baca siswa. Berikan wacana yang telah mengalami pelepasan
(wacana rumpang) itu kepada siswa. Tugas mereka, memikirkan konteks
wacana dan mengisi tempat-tempat yang telah dikosongkan tersebut
dengan kata-kata yang dianggapnya cocok dan tepat untuk setiap lesapan
dimaksud, sehingga arti dan maksud wacana terlihat seperti wujud aslinya.
Jangan lupa! Biarkan satu, dua kalimat pertama hadir secara utuh.
Perkirakanlah kecocokan tingkat wacana dengan kemampuan
siswa, sebelum anda memutuskan memilih jenis teks tertentu (fiksi atau
nonfiksi) untuk bahan wacana rumpang. Setelah anda siap dengan pilihan
wacana yang sudah dirumpangkan, kemudian bagikanlah wacana rumpang
tersebut kepada siswa. Selanjutnya ikutilah langkah-langkah berikut.
Langkah 1
Berikan kesempatan siswa untuk menelaah dan membaca dalam hati teks
yang kita berikan (tentukanlah lama waktu pembacaan, sesuai dengan jenis
dan banyaknya konteks yang harus mereka pikirkan). Jika dalam upaya
pengisian lesapan, mereka berdiskusi antarsesama teman, biarkan mereka
melakukannya. Tetapi jangan biarkan mereka menyontek pekerjaan
temannya.
Langkah 2
Setelah kegiatan baca senyap dan kegiatan mengisi lesapan oleh siswa
dianggap cukup, suruhlah 3-4 orang siswa untuk membacakan seluruh teks
yang telah mereka sempurnakan. Berikanlah komentar anda secara umum
terhadap hasil kerja siswa. Jangan segan-segan memberi pujian terhadap
hasil yang menunjukkan atau mendekati kebenaran. Sebaiknya pedoman
yang digunakan untuk menilai ketetapan isian lepasan adalah metode
sinonim atau metode kntekstual. Artinya meskipun pada contoh wacana
rumpang di atas telah disajikan kata-kata kunci (dari teks asli), namun
jawaban lain yang sekitarnya tidak menyimpang dari maksud konteks
wacana harus pula dibenarkan. Dan ingat, jangan sekali-kali menyalahkan

secara langsung atau memojokkan siswa yang belum bisa mengisi lesapan
secara benar.
Langkah 3
Guru membacakan bagian demi bagian dari wacana tersebut dan berhenti
pada setiap bagian yang dikosongkan (lesapan). Salah seorang siswa
diminta untuk mengajukan alternatif jawaban lesapan itu. Mintalah mereka
untuk menuliskan kata-kata jawaban lesapan tersebut di papan tulis.
Diskusikanlah setiap alternatihf jawaban yang diajukan siswa disertai
alasan-alasannya, sampai pada keputusan yang disepakati bersama.
Jawaban mana yang dianggap cocok/tepat untuk mengisi bagian yang
dikosongkan tersebut dan jawaban mana yang dianggap kurang tepat.
Langkah 4
Teruskan kegiatan seperti pada langkah 3 di atas, sampai semua bagian
wacana yang dikosongkan dapat terisi. Suruh 1-2 orang siswa untuk
membacakan wacana yang telah disempurnakan berdasarkan kesepakatan
kelompok tersebut. Tanyakan kepada siswa, bagian lesapan mana dari
wacana rumpang tersebut yang masih dirasakan janggal dan memerlukan
penyempurnakan. Lakukan diskusi ulang!
Langkah 5
Jika kegiatan pada langkah 4 dianggap selesai/tuntas perlihatkanlah teks
aslinya kepada siswa untuk bahan perbandingan.
Langkah 6
Selanjutnya, untuk meengetahui kemampuan hasil uji rumpang siswa
secara individu (tentu saja tidak dimaksudkan untuk menilai keterbacaan
wacana), suruhlah siswa untuk menghitung berapa banyak jumlah lesapan
yang dianggap benar/cocok sesuai dengan konteks kalimat. Hal ini (kunci
jawaban berikut alternatif-alternatifnya) telah didiskusikan pada langkah
sebelumnya. Untuk menjamin kejujuran mereka, suruhlah mereka
mempertukarkan pekerjaan mereka dengan teman sebangkunya. Dengan
demikian, kemungkinan anak untuk berbohong sangat kecil. Setelah itu,

suruhlah mereka menghitung persentase kebenaran jawaban mengisi


lesapan dengan rumus sebagai berikut.
Jumlah jawaban benar
100 =
jumlah seluruhlesapan
Kriteria penilaian untuk hasil uji rumpang tersebut dapat anda
beritahukan kepada mereka. Jika anda menyangsikan kejujuran siswa
anda, sejak memasuki kegiata diskusi kelompok untuk mencari dan
menetapkan jawaban yang tepat untuk setiap lesapan berikut alternatifalternatifnya,

pekerjaan siswa hendaknya sudah dipertukarkan dengan

temannya.
Dalam waktu yang singkat, anda akan segera mengetahui latar
belakang pengetahuan dan kemampuan siswa anda, taraf tingkat baca
mereka, dan keputusan-keputusan instruksional yang dianggap tepat untuk
pengelolaan kegiatan belajar mengajar selanjutnya.
Untuk mengklasifikasi taraf tingkat baca siswa, dibutuhkan
percobaan yang berulang-ulang dengan jenis dan ragam teks yang
bervariasi pula. Catatah kemampuan hasil uji rumpang masing-masing
siswa secara perorangan pada buku catatan khusus yang anda miliki.
Sampai pada jumlah tertentu, anda sudah merasa cukup (menurut
pertimbangan anda) untuk mencari kesimpulan mengenai tingkat baca
siswa anda secara individual.
Disamping itu, jika topik dan jenis wacana yang diujirumpangkan
kepada siswa beragam dan bervariasi, anda juga akan memperoleh
informasi tentang kecenderungan minat dan kemampuan baca siswa anda.
Hasil uji rumpang yang cenderung menunjukkan hasil yang baik untuk
ragam dan jenis wacana tertentu dalam beberapa kali pengetesan,
merupakan indikasi dari kecenderungan minat dan kemampuan siswa
terhadap suatu bahan bacaan tertentu. Sebaliknya, jika hasil yang diperoleh
siswa dari beberapa tes isian rumpang menunjukkan kecenderungan
kurang baik terhadap ragam dan jenis bacaan tertentu, guru boleh menduga

bahwa siswanya tersebut mngkin menghadapi kesulitan didalam


menghadapi ragam dan jenis bacaan tersebut.
Prosedur pengajaran memebaca dengan teknik isian rumpang ini
dapat anda arahkan kepada keterampilan tertentu yang lebih khusus,
bergantung kepada kebutuhan siswa anda. Keterampilan-keterampilan
tersebut meliputi :
a. Penguasaan unsur-unsur atau item-item bahasa (unsur tata bahasa)
misalnya kata benda, kata kerja, kata sifat, dan lain-lain. Bagianbagian kata yang dihilangkan, tentu saja bagian kata seperti yang
b.
c.
d.
e.
f.

dimaksud di atas.
Penguasaan kosa kata dan maknanya
Penguasaan struktur kalimat
Pemahaman gaya penulis dan penulisan
Pemahaman makna konteks
Pemahaman maksud dan tujuan penuis/penulisan dan lain-lain.
Perlu ditayakan sekali lagi bahwa langkah-langkah pengajaran

membaca yang telah anda baca di atas, bukankah satu-satunya cara yang
perlu anda terapkan secara mutlak. Tentunya anda mempunyai ide atau
modal yang lebih bagus, yang sesuai dengan situasi dan kondisi kelas yang
anda hadapi secara nyata dilapangan.
8. Hasil Test Keterbacaan Pada Anak Kelas IV SD Menggunakan Teknik Uji
Rumpang (Cloze Prosedure)
No
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14

Nama
Adam Zaki R.
Anan Dwi Pratama P.
Fransiska
Yusuf I. F.
Adinda Putri F.
Arida Fitri Rahayu
Irfan Ramadhan
khoirunnisa Wulandari
M. Firdan Okta S.
M. Habib Widiyanto
Musiemil I. F.
Nabila Aprilianingtyas
Rahayu Ningsih N
Widia Farah Lestari

Teks 1
11,1
0
0
11,1
0
11,1
11.1
22,2
0
0
0
0
22,2
0

Teks 2
43,5
39,1
30,4
30,4
56.5
39,1
39,1
30,4
34,8
39,1
39,1
21,7
52,2
26,1

Teks 3
25
25
0
8,3
25
25
8.3
16,7
0
16.7
8,3
8,3
25
0

15
16
17

Rio Ferdiranik
Rifaldi Hussaini
Ruli Estu Putra

11,1
0
11,1

21,73
34,8
30,4

16,7
25
8,3

Dari hasil tersebut maka interprestasi hasil uji rumpang menurut


penetapan interprestasi Earl F. Rankin dan Joseph W. Culhane adalah sebagai
berikut :
1. Pada teks yang pertama
No

Nama

Hasil

Adam Zaki R.

11,1

Anan Dwi Pratama


P.

Fransiska

Yusuf I. F.

11,1

Adinda Putri F.

Arida Fitri Rahayu

11,1

Irfan Ramadhan

11.1

khoirunnisa
Wulandari

22,2

M. Firdan Okta S.

10

M. Habib Widiyanto

11

Musiemil I. F.

12

Nabila
Aprilianingtyas

13

Rahayu Ningsih N

22,2

14

Widia Farah Lestari

15

Rio Ferdiranik

16

Rifaldi Hussaini

17

Ruli Estu Putra

11,1

11,1

Interprestasi
Pembaca berada pada tingkat
frustasi/gagal
Pembaca berada pada tingkat
frustasi/gagal
Pembaca berada pada tingkat
frustasi/gagal
Pembaca berada pada tingkat
frustasi/gagal
Pembaca berada pada tingkat
frustasi/gagal
Pembaca berada pada tingkat
frustasi/gagal
Pembaca berada pada tingkat
frustasi/gagal
Pembaca berada pada tingkat
frustasi/gagal
Pembaca berada pada tingkat
frustasi/gagal
Pembaca berada pada tingkat
frustasi/gagal
Pembaca berada pada tingkat
frustasi/gagal
Pembaca berada pada tingkat
frustasi/gagal
Pembaca berada pada tingkat
frustasi/gagal
Pembaca berada pada tingkat
frustasi/gagal
Pembaca berada pada tingkat
frustasi/gagal
Pembaca berada pada tingkat
frustasi/gagal
Pembaca berada pada tingkat
frustasi/gagal

2. Pada Teks yang Kedua


No
1

Nama
Adam Zaki R.
Anan Dwi Pratama
P.

Hasil
43,5

Fransiska

30,4

Yusuf I. F.

30,4

Adinda Putri F.

56.5

Arida Fitri Rahayu

39,1

Irfan Ramadhan

39,1

khoirunnisa
Wulandari

30,4

M. Firdan Okta S.

34,8

10

M. Habib Widiyanto

39,1

11

Musiemil I. F.

39,1

39,1

13

Nabila
Aprilianingtyas
Rahayu Ningsih N

14

Widia Farah Lestari

26,1

15

Rio Ferdiranik

21,73

16

Rifaldi Hussaini

34,8

17

Ruli Estu Putra

30,4

12

21,7
52,2

Interprestasi
Pembaca berada pada tingkat instruksional
Pembaca berada pada tingkat frustasi/
gagal
Pembaca berada pada tingkat frustasi/
gagal
Pembaca berada pada tingkat frustasi/
gagal
Pembaca berada pada tingkat instruksional
Pembaca berada pada tingkat frustasi/
gagal
Pembaca berada pada tingkat frustasi/
gagal
Pembaca berada pada tingkat frustasi/
gagal
Pembaca berada pada tingkat frustasi/
gagal
Pembaca berada pada tingkat frustasi/
gagal
Pembaca berada pada tingkat frustasi/
gagal
Pembaca berada pada tingkat frustasi/
gagal
Pembaca berada pada tingkat instruksional
Pembaca berada pada tingkat frustasi/
gagal
Pembaca berada pada tingkat frustasi/
gagal
Pembaca berada pada tingkat frustasi/
gagal
Pembaca berada pada tingkat frustasi/
gagal

3. Pada Teks yang Ketiga


No
1
2
3

Nama
Adam Zaki R.
Anan Dwi Pratama
P.
Fransiska

Hasil
25
25
0

Interprestasi
Pembaca berada pada tingkat
frustasi/gagal
Pembaca berada pada tingkat
frustasi/gagal
Pembaca berada pada tingkat

Yusuf I. F.

8,3

Adinda Putri F.

25

Arida Fitri Rahayu

25

Irfan Ramadhan

8.3

khoirunnisa
Wulandari

16,7

M. Firdan Okta S.

10

M. Habib Widiyanto

16.7

11

Musiemil I. F.

8,3

12

Nabila
Aprilianingtyas

8,3

13

Rahayu Ningsih N

25

14

Widia Farah Lestari

15

Rio Ferdiranik

16

Rifaldi Hussaini

25

17

Ruli Estu Putra

8,3

16,7

frustasi/gagal
Pembaca berada pada tingkat
frustasi/gagal
Pembaca berada pada tingkat
frustasi/gagal
Pembaca berada pada tingkat
frustasi/gagal
Pembaca berada pada tingkat
frustasi/gagal
Pembaca berada pada tingkat
frustasi/gagal
Pembaca berada pada tingkat
frustasi/gagal
Pembaca berada pada tingkat
frustasi/gagal
Pembaca berada pada tingkat
frustasi/gagal
Pembaca berada pada tingkat
frustasi/gagal
Pembaca berada pada tingkat
frustasi/gagal
Pembaca berada pada tingkat
frustasi/gagal
Pembaca berada pada tingkat
frustasi/gagal
Pembaca berada pada tingkat
frustasi/gagal
Pembaca berada pada tingkat
frustasi/gagal

Dari data di atas dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut. Dari teks yang
pertama dapat dirata-rata 44.4 : 17 = 2,6. Untuk teks yang kedua dapat dirata-rata
608,4 :17 = 35,8, dan teks yang ketiga dapat dirata-rata 241,6 : 17 =14,2. Dari
keseluruhan rata-rata yang ada, semua berata-rata dibawah 40%. Jadi, uji
keterbacaan teks pada anak kelas IV SD menggunakan teknik uji rumpang (cloze
prosedure) memiliki interprestasi yang frustasi atau gagal. Untuk klasifikasi ini,
dapat berarti wacana itu tergolong sukar.

C. Penutup

Keterampilan berbahasa sangatlah dibutuhkan, salah satunya adalah


keterampilan membaca. Sebagai salah satu dari empat aspek, membaca
memiliki

fungsi

untuk

berkomunikasi.

Karena

saking

pentingnya

keterampilan membaca diajarkan sejak sekolah dasar bahkan hingga


perguruan tinggi.
Salah satu teknik pengajaran membaca yang selama ini sering
dipergunakan

untuk

melatih

keterampilan

membaca

adalah

dengan

menggunakan teknik uji rumpang. Tenik uji rumpang ini merupakan salah
satu bentuk lain dari formula keterbacaan yang bisa dimanfaatkan untuk
kepentingan

pengukuran

keterbacaan

wacana.

Dalam

perkembangan

selanjutnya, teknik ini tidak sekedar dipergunakan untuk alat pengukuran


keterbacaan wacana, melainkan dimanfaatkan untuk kepentingan alat ajar
(khususnya alat ajar membaca). Dengan demikian, prosedur ini memiliki
fungsi ganda, yakni sebagai alat ukur dan sebagai alat ajar.
Proses kerja dari alat ini yakni berupa penyajian suatu wacana utuh yang
dirumpangkan. Perumpangan itu dilakukan dengan cara melepaskan kata-kata
tertentu sesuai dengan kriteria untuk masing-masing fungsi.
Saat teknik ini diterapkan pada anak kelas IV SD dengan jarak lepasan
kata ke-5 ternyata memiliki hasil yang tidak memuaskan. Hasil yang didapat
yaitu memiliki interprestasi yang frustasi atau gagal.
DAFTAR PUSTAKA
Akmad Slamet Harjasujana & Yeti Mulyati. 1997. Membaca 2. Jakarta:
Depdikbud
Darmiyati, Zuchdi. 2007. Strategi Meningkatkan Kemampuan
Membaca. Yogyakarta: UNY Press.

LAMPIRAN

Anda mungkin juga menyukai