Anda di halaman 1dari 20

A.

RANGKUMAN MATERI PENGEMBANGAN KURIKULUM BAHASA


INDONESIA
1. ELEMEN KURIKULUM
a. Tujuan dan Outcome Pembelajaran
Tujuan pembelajaran bahasa, menurut Richards (2001) adalah keterampilan
komunikasi dalam berbagai konteks komunikasi. Kemampuan yang dikembangkan adalah
daya tangkap makna, peran, daya tafsir, menilai, dan mengekspresikan diri dengan berbahasa.
Outcome pembelajaran bahasa, sebagai berikut: (1) Diperlukan sebagai individu yang
memiliki kebutuhan dan minat, (2) Memberi kesempatan berapstisipasi dalam penggunaan
bahasa secara komunikatif dalam berbagai macam aktivitas, (3) Secara sengaja memfokuskan
pembelajarannya kepada bentuk, keterampilan, dan strategi untuk mendukung proses
pemerolehan bahasa, (4) Dalam data sosiokultural dan pengalaman langsung dengan budaya
menjadi bagian dari bahasa sasaran, (5) Menyadari akan peran dan hakikat bahasa dan budaya,
(6) Diberi umpan balik yang tepat menyangkut kemajuan mereka, dan (7) Diberi kesempatan
untuk mengatur pembelajaran mereka sendiri (Richards, 2001).

b. Metode Belajar Mengajar


Beberapa model dalam belajar mengajar, sebagai berikut:
1) Metode Pemecahan Masalah (Problem Based Learning)
Metode PBL ini dilakukan dalam kelas kecil, siswa diberikan kasus untuk menstimulasi
diskusi kelompok. Kemudian siswa mengutarakan hasil pencarian materi terkait kasus dan
didiskusikan dalam kelompok.

2) Metode Discovery
Metode discovery merupakan metode pengajaran modern yang dilakukan dengan cara
mengembangkan cara belajar siswa menjadi lebih aktif, mandiri, dan pemahaman yang lebih
baik. Siswa mencari jawaban atas pertanyaannya sendiri, sehingga dapat diingat lebih baik.
3) Metode Inquiry
Metode inquiry merupakan metode yang mampu membangun siswa untuk menyadari
apa yang dia dapatkan selama belajar. Guru tetap memiliki peranan penting dalam metode ini
yaitu dengan membuat design pengalaman belajar.
4) Mind Mapping
Mind mapping adalah metode belajar dengan menerapkan cara berfikir runtun terhadap
suatu permasalahan bagaimana bisa terjadi sampai pada penyelesaiannya.

1
5) Role Playing/ Berbagi peran
Metode pembelajaran dengan role playing yaitu dengan metode drama atau peran.
Metode ini dengan melibatkan siswa dalam berakting sebagai suatu karakter dalam suatu
situasi tertentu dan menunjukkan respon yang seharusnya dilakukan.
6) Cooperative Script
Skrip kooperatif merupakan metode belajar dengan memasangkan siswa dan secara
lisan menuntut siswa untuk mengutarakan intisari dari bagian materi yang disampaikan.
7) Metode Mengajar Beregu (Team Teaching Method)
Metode mengajar ini dilakukan oleh lebih dari satu pengajar, materi diberikan dengan
jadwal yang berbeda oleh beberapa pengajar.
8) Metode Mengajar Sesama Teman (Peer Teaching Method)
Metode mengajar ini dilakukan dengan cara berdiskusi, atau juga dengan
presentasihasil diskusi. Kelompok menyampaikan materi hasil diskusi dan memberi
kesempatan pada teman- temannya untuk bertanya.
9) Metode Bagian (Teileren method)
Metode pengajaran ini dilakukan denganmemberikan materi sebagian sebagian,
misalnya belajar ayat. Pengajaran dimulai dari ayat per ayat yang kemudian disambung lagi
dengan ayat lain.
10) Metode Global
Metode global ini mengajarkan pada siswa keseluruhan materi, kemudian siswa
membuat resume tentang materi tersebut yang mereka serap dan diambil intisarinya.

c. Penilaian
Penilaian adalah penerapan berbagai cara dan penggunaan beragam alat penilaian untuk
memperoleh informasi tentang sejauh mana hasil belajar peserta didik atau ketercapaian
kompetensi peserta didiki (Sukardi, 2009). Definisi lain datang dari Linn dan Grounlund
(dalam Koyan, 2011), yang menyatakan bahwa penilaian (asesmen) adalah istilah umum yang
melibatkan seluruh rangkaian prosedur yang digunakan untuk mendapatkan informasi tentang
hasil belajar peserta didik dan kemajuan belajar peserta didik. Secara umum penilaian bertujuan
untuk memberikan informasi secara komprehensif tentang hasil belajar peserta didik, baik
dilihat dari hasil akhirnya, dengan menggunakan berbagai cara penilaian sesuai dengan
kompetensi yang diharapkan dapat dicapai peserta didik (Sukardi, 2009). Secara khusus
penilaian memiliki tujuan yang sangat penting dalam pembelajaran, diantaranya untuk grading,
seleksi, mengetahui tingkat penguasaan kompetensi, bimbingan, diagnosis, dan prediksi.

2
d. Sumber-sumber Belajar Bahasa dan Sastra Indonesia
Menurut Spolsky dalam Tarigan (1989: 32), pembelajaran bahasa terutama
pembelajaran bahasa kedua mempunyai tiga sumber utama, yaitu: (1) Pemberian bahasa, (2)
Teori pembelajaran bahasa, dan (3) Teori pemakaian bahasa.
Dasar-dasar teoretis yang diperlukan dan data yang mendasari pengajaran bahasa
adalah: (1) Pisikologi untuk teori pembelajaran; (2) Pisikolinguistik untuk teori pembelajaran
bahasa; (3) Linguistik umum untuk teori-teori bahasa dan pemerian bahasa; (4) osiolinguistik
untuk teori pemakaian bahasa dalam masyarakat (Tarigan, 1989: 32).

2. PENGEMBANGAN KURIKULUM BAHASA DAN SASTRA INDONESIA


a. Seleksi Kosa Kata
Kosakata juga disebutkan sebagai salah satu tujuan pembelajaran bahasa Indonesia
pada aspek berbahasanya. Pada contoh silabus yang diberikan dalam pedoman khusus
pengembangan silabus dan sistem penilaian untuk kompetensi dasar menceritakan berbagai
pengalaman, dengan materi pokok cerita pengalaman (yang lucu, menggembirakan,
mengharukan, dsb.) pengalaman belajar siswa yang dicontohkan adalah ‘secara bergiliran
siswa bercerita pengalaman pribadi (yang lucu, menyenangkan, mengharukan, dsb.) dengan
menggunakan : (a) pilihan kata dan ekspresi yang tepat, dan (b) menggunakan kosakata sesuai
dengan situasi dan konteks (Kecakapan hidup: berkomunikasi lisan).

b. Seleksi Grmatika Bahasa


Aspek gramatika ini difokuskan pada pemahaman yang optimal tentang dimensi
morfologi, yang menyangkut unsur kata dan bentuk kata dan dimensi sintaksis, yang
menyangkut unsur tata kalimat. Aspek gramatika menekankan pada pemakaian unsur kata dan
kalimat yang dipilih harus mengikuti kaidah tata bahasa Indonesia yang baku, yang dapat
memperkuat pengaruh dan wibawa bahasa Indonesia di tengah kelompok pemakainya.
Pengabaian terhadap aspek gramatika berbahasa pada dasarnya akan berimplikasi terhadap
rapuhnya struktur kebahasaan bahasa Indonesia. Lagi-lagi, aspek gramatika tidak
mempersoalkan substansi pemakaian bahasa dari segi makna, tetapi mengacu pada keajegan
tata bahasa di kalangan pemakainya. Eksistensi bahasa Indonesia harus dimulai dari kesadaran
akan kepatuhan terhadap aspek gramatika berbahasa.

3
c. Seleksi Gradasi Bahasa
Gradasi bahasa sebagai bagian pengembangan bahan ajar bahasa diyakini akan
berpengaruh terhadap proses maupun hasil pembelajaran bahasa. Oleh karena itu, isi
pembelajaran perlu ditatatingkatkan dengan mengacuhkan berbagai faktor dan mendasarkan
pada pola atau jenis gradasi tertentu. Faktor tersebut adalah tujuan, tingkat, waktu, masukan,
pembelajar, dan aktivitasn pembelajaran. Pola gradasi yang dapat dipilih adalah lurus, putar,
gramatis, situasional, atau nosional-fungsional. Pemilihan pola gradasi manapun dengan
pengacuhan faktor-faktor manapun, keoptimalan gradasi terpilih perlu dikaji dari perspektif
deskripsi bahasa sasaran, analsis kontrastif bahasa yang telah dikuasai dengan yang sedang
dipelajari, dan struktur proses pembelajaran.

3. PENDEKATAN RANCANGAN PEMBELAJARAN BAHASA


a. Model Rancangan Kurikulum
Model dalam pengembangan kurikulum, yaitu:
1) Model Pengembangan Kurikulum Rogers
Model yang dikemukakan oleh Rogers berguna bagi para pengajar di sekolah ataupun
di perguruan tinggi. Ada beberapa model yang dikemukakan Rogers, yaitu jumlah dari model
yang paling sederhana sampai dengan yang komplit.

2) Model Pengembngan Kurikulum Zais


Robert S. Zais (1978) mengemukakan delapan macam model pengembangan
kurikulum. Model-model tersebut sebagian merupakan model yang sering di tempuh dalam
kegiatan pengembangan kurikulum sekolah, dan sebagian merupakan ulasan terhadap model
yang dikemukakan oleh tokoh-tokoh tertentu.

3) Model Ralph Tyler


Model pengembangan kurikulum yang dikemukakan Tyler (1949) diajukan
berdasarkan pada beberapa pertanyaan yang mengarah pada langkah-langkah dalam
pengembangan kurikulum.

4) Model Administratif
Pengembangan kurikulum model ini disebut juga dengan istilah dari atas ke bawah (top
down) atau staf lini (line-staff procedure), artinya pengembangan kurikulum ini ide awal dan

4
pelaksanaannya dimulai dari para pejabat tingkat atas pembuat keputusan dan kebijakan
berkaitan dengan pengembangan kurikulum.

5) Model Grass Roots


Model ini merupakan pengembangan kurikulum yang dimulai dari arus bawah. Dalam
prosesnya pengembangan kurikulum ini diawali dari gagasan guru-guru sebagai pelaksana
pendidikan di sekolah.

6) D.K Wheeler
Dalam bukunya yang cukup berpengaruh, Curriculum Process, Wheeler (1967)
mempunyai argumen tersendiri agar pengembanagan kurikulum (curriculum developers) dapat
menggunakan suatu proses melingkar (a cycle process), yang mana setiap elemen saling
berhubungan dan saling bergantung.

7) Model Pengembangan Kurikulum Audery dan Howard Nichollas


Dalam bukunya, Developing Curriculum : A Practical Guide, Audery, dan Howard
Nichollas mengembangkan suatu pendekatan yang tegas mencakup elemen-elemen kurikulum
dengan jelas tapi ringkas.

Desain kurikulum menurut Richards (2001), sebagai berikut:


1) Desain Kurikulum Disiplin Ilmu
Desain pengembangan kurikulum ini berorientasi pada pengembangan intelektual siswa
yang dikembangkan oleh para ahli mata pelajaran sesuai dengan disiplin ilmu masing-masing.
2) Desain Kurikulum Berorientasi pada Masyarakat
Asumsi yang mendasari bentuk rancangan kurikulum ini adalah, bahwa tujuan dari
sekolah adalah untuk melayani kebutuhan masyarakat.
3) Desain Kurikulum Berorientasi pada Siswa
Asumsi yang mendasari desain ini adalah bahwa pendidikan diselenggarakan untuk
membantu anak didik.
4) Desain Kurikulum Teknologis
Desain ini difokuskan kepada efektivitas program, metode dan bahan-bahan yang
dianggap dapat mencapai tujuan.
b. Merancang Kurikulum
Dalam merancang kurikulum, hendaknya mengacu pada Taksonomi Bloom.
Taksonomi Bloom adalah salah satu hasil komisi khusus yang membahas tentang tujuan

5
pendidikan. Karena tujuan pendidikan adalah perubahan perilaku (behavior) manusia, maka
hasilnya adalah taksonomi perilaku manusia. Taksonomi ini merupakan klasifikasi plus
urutannya. Bloom membagi perilaku manusia ke dalam tiga ranah (domain), yaitu : kognitif
(yang berkaitan dengan pikiran manusia), afektif (yang berkaitan dengan hati dan perasaan
manusia), dan psikomotor (yang berkaitan dengan gerakan fisik manusia).

c. Proses Rancangan Kurikulum


Proses rancangan kurikulum dapat dilakukan dan dimulai dengan menyusun konsep
dan tujuan dibentuknya kurikulum tersebut untuk digunakan dalam suatu pembelajaran.
Dengan pergeseran ke pengajaran bahasa komunikatif pada tahun 1970 ada peningkatan
penekanan pada penggunaan bahasa untuk menyampaikan pesan, dan sebagai sebuah perhatian
peningkatan hasil yang telah diberikan yakni penggunaan tugas di kelas. Realitas bahwa
banyak disebut pembelajarn bahasa komunikatif masih sebagian besar didasarkan atas urutan
bentuk-bentuk bahasa yang pada gilirannya secara umun menghasilkan ketertarikan dalam
berbasis-tugas, daripada dukungan-tugas, silabus.

4. DARI SILABUS KE PENGEMBANGAN KURIKULUM


a. Silabus
Richards (2001:152) mengatakan bahwa sebuah silabus menggambarkan unsur-unsur
utama yang akan digunakan dalam merencanakan pembelajaran bahasa dan menyediakan dasar
untuk fokus dan konten instruksionalnya. Menurut Brown (1995:7) saat ini, literatur mewakili
tiga jenis utama silabus: struktural, situasional, fungsional, nosional, silabus berbasis
keterampilan, silabus berdasarkan tugas, silabus campuran atau berlapis.

b. Kurikulum
Richards (2002:73) mengatakan bahwa istilah kurikulum memiliki beragam definisi.
Dalam arti sempitnya itu identik dengan istilah silabus, seperti dalam spesifikasi isi dan urutan
apa yang diajarkan; dalam arti yang lebih luas itu mengacu pada semua aspek perencanaan,
implementasi dan evaluasi program pendidikan, mengapa, bagaimana, dan seberapa baik
bersama dengan apa proses belajar mengajar. Kurikulum adalah semua kegiatan di mana anak-
anak terlibat di bawah naungan sekolah. ini termasuk tidak hanya apa yang dipelajari siswa,
tetapi bagaimana mereka mempelajarinya, bagaimana guru membantu mereka belajar
menggunakan bahan pendukung apa, jenis, dan metode penilaian, dan dalam jenis fasilitas apa.

6
c. Hubungan Silabus dengan Pengembangan Kurikulum
Menurut Richards (2001:2) bahwa sejarah pengembangan kurikulum dalam
pembelajaran Bahasa dimulai dari makna desain silabus. Rancangan silabus adalah salah satu
aspek dari pengembangan kurikulum tapi tidak sama dengan kurikulum. Silabus adalah
spesifikasi dari instruksi dan daftar isi pembelajaran apa yang akan diajarkan dan dinilai.
Rancangan silabus adalah proses pengembangan silabus. Pengembangan kurikulum lebih
menyeluruh prosesnya daripada pengembangan silabus. Ini termasuk dalam proses yang
digunakan untuk menetapkan kebutuhan kelompok pembelajar, tujuan pengembangan atau
tujuan program yang ditujukan pada kebutuhan tersebut, untuk menetapkan silabus yang tepat,
pembelajaran structure, metode pembelajaran, bahan dan pelaksanaan evaluasi program
Bahasa yang dihasilkan dari proses ini.

d. Pengajaran Bahasa Komunikatif


Pengajaran Bahasa Komunikatif (CLT) adalah pendekatan dewan pengajaran yang
dihasilkan dari fokus pada komunikasi sebagai prinsip pengorganisasian untuk mengajar
daripada fokus pada penguasaan sistem tata bahasa bahasa (Richards, 2001:36).

5. ANALISIS KEBUTUHAN
a. Tujuan Analisis Kebutuhan
Richard (2001:52) menyatakan bahwa tujuan analisis kebutuhan dalam pengembangan
kurikulum bahasa dapat digunakan untuk sejumlah tujuan yang berbeda, misalnya: (1) Untuk
mengetahui kemampuan kebutuhan bahasa pelajar dan untuk melakukan peran tertentu, seperti
manajer penjualan, pemandu wisata atau mahasiswa. (2) Untuk membantu menentukan apakah
kursus yang sudah ada memadai kebutuhan potensial siswa. (3) Untuk menentukan siswa dari
kelompok yang paling membutuhkan pelatihan dalam keterampilan bahasa tertentu. (4) Untuk
mengidentifikasi kesenjangan antara apa yang siswa dapat lakukan dan apa yang mereka
butuhkan. (5) Untuk mengumpulkan informasi tentang peserta didik mengenai masalah
tertentu yang dialami.
b. Analisis Kebutuhan Penutur Bahasa
Richards (2001:55-56) menyatakan bahwa sebagai contoh analisis kebutuhan untuk
penutur bahasa meliputi: (1) Petugas kurikulum dalam pelayanan pendidikan, yang mungkin
ingin menggunakan informasi tersebut untuk menilai kecukupan silabus, kurikulum, dan bahan
yang ada. (2) Guru yang akan mengajarkan dari kurikulum baru. (3) Peserta didik, yang akan
diajarkan dari kurikulum. (4) Penulis, yang sedang mempersiapkan buku baru. (5) Penguji

7
pribadi, yang terlibat dalam pengembangan penilaian akhir sekolah. (6) Pihak ketiga, yang
tertarik untuk mengetahui apa yang diharapkan dari siswa di keluar sekolah dan masalah yang
mereka hadapi.

c. Prosedur Untuk Melakukan Analisis Kebutuhan


Richards, (2001:60-63) prosedur untuk mengumpulkan informasi selama analisis
kebutuhan dapat dilihat sebagai berikut: (1) Kuesioner, (2) Penilaian diri, (3) Wawancara, (4)
Rapat, (5) Pengamatan, (6) Mengumpulkan sampel pembelajar bahasa, (7) Analisis tugas, (8)
Studi kasus, dan (9) Analisis informasi yang tersedia.

d. Rancangan Analisis Kebutuhan Bahasa


Dalam skala kecil, anlaisis kebutuhan dari seorang guru atau kelompok guru menilai
kebutuhan kelompok-kelompok siswa baru dalam program bahasa, kebutuhan prosedur
analisis terdiri dari: kuesioner awal, wawancara individu dan kelompok, pertemuan dengar
siswa, pertemuan dengan guru lain, observsi kelas yang sedang berlangsung dan tes.

6. ANALISIS SITUASIONAL
a. Faktor Kemasyarakatan
Dalam memeriksa dampak faktor-faktor sosial pada pengajaran bahasa, oleh karena itu
tujuannya adalah untuk menentukan dampak kelompok dalam masyarakat atau masyarakat
pada umumnya, yakni: (1) Pembuat kebijakan di pemerintahan, (2) Pejabat pemerintah
pendidikan dan lainnya, (3) Majikan, (4) Komunitas bisnis, (5) Politisi, (6) Spesialis
pendidikan tinggi, (7) Organisasi pendidikan, (8) Orangtua, (9) Warga negara, dan (10) Siswa.

b. Faktor Proyek
Proyek-proyek kurikulum biasanya diproduksi oleh orang-orang yang belajar. Anggota
tim adalah spesialis yang disewa khusus untuk tujuan tersebut, mereka mungkin guru kelas
yang diperbantukan pada proyek untuk jangka waktu tertentu, atau proyek dapat dilakukan oleh
guru staf lain dari lembaga pengajaran sebagai bagian dari tugas rutin mereka. Proyek
diselesaikan di bawah batasan waktu, sumber daya, dan pribadi yang berbeda, dan masing-
masing variabel ini dapat memiliki dampak yang signifikan terhadap proyek.

c. Faktor Kelembagaan
Menurut Richards (2002: 97) Lembaga pengajaran adalah kumpulan guru, kelompok,
dan departemen, kadang berfungsi serempak, kadang-kadang dengan komponen yang berbeda

8
berfungsi secara independen, atau kadang-kadang dengan komponen dalam hubungan
konfrontatif. Di tangan, mungkin ada iklim di mana para guru tidak percaya satu sama lain dan
administrasi tidak memiliki komitmen yang kuat terhadap sekolah.

d. Faktor Guru
Menurut Richards (2002:99), guru adalah faktor kunci dalam keberhasilan
implementasi perubahan kurikulum. Guru yang luar biasa sering dapat mengimbangi sumber
daya dan materi yang berkualitas buruk yang harus mereka kerjakan. Tetapi guru yang kurang
terlatih mungkin tidak dapat menggunakan bahan ajar yang efektif tidak peduli seberapa baik
mereka dirancang.

e. Faktor Pelajar
Peserta didik memiliki agenda mereka sendiri dalam pelajaran bahasa yang mereka
hadiri. Agenda-agenda ini, sebanyak tujuan guru, menentukan apa yang diambil para siswa dari
setiap pertemuan pengajaran/pembelajaran yang diberikan. Peserta didik dapat mempengaruhi
hasil proyek dalam cara yang tidak terduga.

7. ANALISIS KETERAMPILAN BAHASA


a. Faktor-faktor yang Perlu Dipertimbangkan dalam Mengembangkan
Kemampuan Berbicara pada Pelajar Dewasa
Kemampuan berbahasa lisan tidak dapat dikembangkan hanya dengan menugaskan
siswa topik umum untuk belajar dengan memberi tahu mereka untuk mengetahui secara pasti.
Dengan jelas, tidak ada perhatian yang cukup besar dari apa yang dilarang oleh organisasi
untuk mengembangkan bahasa percakapan (Richards dan Renandya, 2002:204)

b. Faktor yang Mempengaruhi Komunikasi Orang Dewasa


Umur adalah salah satu yang dikategorikan sebagai faktor penentu dari proses sebelum
pembelajaran bahasa. Krashen, Dkk (dalam Richards dan Renandya, 2002:205) berpendapat
bahwa pengakuisisi yang dimulai pelajar bahasa pada anak usia dini melalui paparan alami
mencapai kemahiran yang lebih tinggi daripada orang dewasa.

c. Komponen yang Mendasari Efektivitas Berbicara


Ada empat kompeteansi dalam keterampilan berbicara, yakni: (1) Kompetensi
Gramatikal; adalah konsep payung yang mencakup peningkatan keahlian dalam tata bahasa
(morfologi, sintaksis), kosakata, dan mekanika (Scarcella & Oxford, dalam Richards dan

9
Renandya, 2002:207). (2) Kompetensi Percakapan; Richards dan Renandya (2002:207)
menyatakan bahwa dalam kompetensi percakapan, peserta didik harus mengembangkan
kompetensi wacana, yang berkaitan dengan hubungan kalimat. (3) Kompetensi Sosiolinguistik;
Memahami sisi sosiolinguistik bahasa membantu peserta didik mengetahui apa yang cocok,
bagaimana mengajukan pertanyaan selama interaksi, dan bagaimana menanggapi secara
negatif sesuai dengan tujuan pembicaraan. (4) Kompetensi Strategi; Brown (dalam Richards
dan Renandya, 2002:208) kompetensi strategi merupakan cara pelajar memanipulasi bahasa
untuk mencapai tujuan komunikatif dan kemampuan mengimbangi pengetahuan yang tidak
sempurna dari aturan linguistik, sosiolinguistik, dan wacana.

d. Interaksi sebagai Kunci untuk Meningkatkan Pembelajaran Berbicara


Interaksi sebagai kunci untuk meningkatkan pembelajaran berbicara dipengaruhi oleh:
(1) Obrolan Ringan, (2) Mengembangkan Keterampilan Diskusi.

MENGAJAR MENDENGAR
a. Mendengarkan Pembelajaran Bahasa
Menurut Rost (dalam Ricards dan Renandya, 2002:238), mendengarkan sangat penting
di kelas bahasa karena memberikan masukan untuk pelajar. Tanpa memahami masukan pada
tingkat yang tepat, pembelajaran apa pun tidak dapat dimulai. Mendengarkan adalah dasar
untuk berbicara.

b. Mendengarkan dalam Praktik


Dapat dicapai dengan cara berikut: (1) Membuat tujuan instruksional secara eksplisit
kepada siswa. (2) Memberi siswa kesempatan untuk membawa pengetahuan dan pengalaman
latar belakang mereka sendiri ke dalam kelas. (3) Dorong peserta didik untuk mengembangkan
sikap reflektif untuk belajar dan mengembangkan keterampilan dalam penilaian diri.

c. Kegiatan Pra-Mendengarkan
Ada dua tujuan sederhana yang harus ditetapkan untuk periode pra-mendengarkan: (1)
Menyediakan konteks yang mencukupi untuk mencocokkan apa yang akan tersedia dalam
kehidupan nyata. (2) Menciptakan motivasi (dengan meminta peserta untuk berspekulasi
tentang apa yang akan mereka dengar), ini dapat dicapai hanya dalam 5 menit.

10
d. Mendengarkan Strategis
Di kehidupan nyata, mendengarkan bahasa kedua adalah kegiatan strategis. Pendengar
tidak resmi hanya mengenali sebagian dari apa yang mereka dengar (penelitian saya
menunjukkan persentase yang jauh lebih kecil daripada yang kita bayangkan) dan harus
membuat tebakan yang menghubungkan potongan-potongan yang terfragmentasi ini teks.

MENGAJAR MEMBACA
Teks bacaan yang baik juga menyediakan model yang baik untuk menulis, dan
memberikan kesempatan untuk memperkenalkan topik baru, untuk merangsang diskusi, dan
mempelajari bahasa (misalnya, kosakata, tata bahasa, dan idiom). Oleh karena itu, membaca
adalah keterampilan yang sangat dihargai oleh siswa dan guru.
a. Implikasi Penelitian Strategi Baca Untuk Guru
Mengingat bahwa strategi dapat diajarkan, dan bahwa salah satu tujuan mengajar
membaca adalah membantu siswa mengembangkan diri sebagai pembaca strategis. Tingkat
tergantung sebagian besar pada apakah siswa tampaknya mengidentifikasi strategi dengan
mudah dan mengartikulasikan penggunaan strategi saat mereka membaca. Faktor lain yang
perlu dipertimbangkan adalah seberapa banyak informasi tentang membaca strategis yang
harus dijelaskan, bukan ditimbulkan.
b. Membaca Ekstensif
Menurut Carrell dan Carson (1997, hlm. 49-50) dalam Richards (2002:295), "membaca
ekstensif” umumnya melibatkan pembacaan cepat materi dalam jumlah besar atau pembacaan
yang lebih panjang (misalnya, seluruh buku) untuk pemahaman umum, dengan fokus
umumnya pada makna dari apa yang sedang dibaca daripada bahasa.
c. Guru dan Murid Menjaga Track dari Kemajuan Siswa
Idealnya, siswa membaca sendiri tanpa perlu guru untuk memantau pembacaan mereka.
Selain menggunakan catatan buku, konferensi siswa-guru bulanan dapat dijadwalkan untuk
mengetahui apakah siswa mengalami masalah dengan pembacaan mereka. Menemukan materi
yang sesuai dengan selera membaca siswa serta memiliki berbagai buku pada tingkat yang
berbeda dapat menjadi sulit, terutama ketika pendanaan tidak mencukupi.
d. Manfaat Membaca Ekstensif
Manfaat membacaekstensif, beberapa di antaranya adalah sebagai berikut: (1)
Meningkatan pembelajaran bahasa di bidang-bidang seperti ejaan, kosakata, tata bahasa, dan
struktur teks. (2) Peningkatan pengetahuan dunia. (3) Meningkatkan keterampilan membaca

11
dan menulis. (3) Kenikmatan membaca yang lebih besar. (4) Sikap yang lebih positif terhadap
membaca. (5) Kemungkinan lebih tinggi mengembangkan kebiasaan membaca.

KETERAMPILAN MENULIS
a. Pendekatan Genre-Based untuk Instruksi Penulisan Konten
Sejak 1980-an, para peneliti telah melihat penggunaan bahasa tertulis di ruang kelas
sekolah dasar. Penelitian ini melampaui hanya menggambarkan situasi dan fitur untuk
mengusulkan strategi yang dapat meningkatkan kinerja siswa dalam berbagai situasi. Peneliti
lain (Christie, 1992; Martin, 1989) telah memperdebatkan pentingnya bentuk bahasa dan
struktur sebagai bagian integral dari penggunaan bahasa yang bermakna, pandangan yang
dilihat sebagai semakin penting untuk konteks L2 akademik. Poynton (1986), misalnya,
mengeksplorasi jenis-jenis tulisan siswa kelas dasar dan menyoroti pentingnya membantu
siswa untuk menyadari berbagai tujuan penulisan. Kesadaran metalinguistik ini
memberdayakan siswa dan memberi mereka alat untuk memanipulasi informasi dan mencapai
tujuan yang berbeda melalui tulisan.

8. TUJUAN PERENCANAAN DAN OUTCOME PEMBELAJARAN


a. Ideologi Kurikulum
Dengan mempertimbangkan lima ideologi kurikulum (meminjam istilah Eisner) yang
membentuk sifat kurikulum bahasa dan praktik pengajaran bahasa dengan cara yang berbeda:
1) Rasionalisme akademis. Clark (dalam Richards, 2001:115) menunjukkan bahwa materi
rasionalisme akademik Indonesia berkaitan dengan: (1) Pemeliharaan dan transmisi
melalui pendidikan dari kebijaksanaan dan budaya dari generasi sebelumnya. (2)
Pengembangan untuk elit kapasitas intelektual yang dapat digeneralisasikan dan
kemampuan kritis. (3) Pemeliharaan kedudukan melalui inspektorat dan dewan
pemeriksaan eksternal yang dikendalikan oleh universitas.
2) Efisiensi sosial dan ekonomi. Richards (2001:115) Ideologi pendidikan masih memiliki
pengaruh dan kritik, berpengaruh pada efisiensi sosial dan ekonomi. Menekankan
kebutuhan peserta didik dan masyarakat serta peran program pendidikan dalam
menghasilkan peserta didik yang produktif secara ekonomi. Orang dapat meningkatkan
diri dan lingkungan mereka melalui proses perencanaan yang rasional. Kebutuhan
sosial, ekonomi, dan lainnya dari masyarakat dapat diidentifikasi dan direncanakan
untuk analisis tugas, dengan membentuk tujuan untuk setiap tugas dan dengan
mengajarkan keterampilan.

12
3) Berpusat pada pelajar. Marsh (1986: 201) dalan Richards, (2011:117) menunjukkan
bahwa masalah kurikulum berpusat pada pelajar muncul kembali setiap dekade atau
lebih dan dapat merujuk pada salah satu dari berikut: (1) pengajaran individual, (2)
belajar melalui operasi praktis atau melakukan, (3) tidak ada kurikulum yang
diselenggarakan sama sekali tetapi didasarkan pada minat sesaat anak-anak, (4)
ekspresi diri kreatif oleh siswa, (5) kegiatan berorientasi praktis yang diarahkan pada
kebutuhan masyarakat, dan (6) istilah kolektif yang mengacu pada penolakan
pembelajaran yang diarahkan.
4) Rekonstruksi sosial. Morris (Richards, 2001:118) mengamati: Kurikulum yang berasal
dari perspektif ini berfokus pada pengembangan pengetahuan, keterampilan dan sikap
yang akan menciptakan dunia di mana orang peduli tentang setiap pertanda lingkungan,
dan distribusi kekayaan. Toleransi, penerimaan keragaman dan perdamaian akan
didorong. Ketidakadilan sosial dan ketidaksetaraan akan menjadi isu sentral dalam
kurikulum.
5) Pluralisme budaya. Filosofi ini berpendapat bahwa sekolah harus mempersiapkan siswa
untuk berpartisipasi dalam beberapa budaya yang berbeda dan bukan hanya budaya
kelompok sosial dan ekonomi yang dominan. Banks (dalam Richards, 2001:119)
berpendapat bahwa siswa dalam masyarakat multikultural perlu mengembangkan
kompetensi lintas budaya atau apa yang kadang-kadang disebut komunikasi antar
budaya. Pluralisme budaya berusaha untuk mengenang rasisme, untuk meningkatkan
harga diri kelompok minoritas, dan untuk membantu anak-anak menghargai sudut
pandang budaya lain dan agama (Uhrmacher 1993).

b. Tujuan Outcome Kurikulum


Richard, (2011: 120) Bertujuan dalam diskusi kurikulum, istilah tujuan digunakan
secara bergantian untuk merujuk pada deskripsi tujuan umum kurikulum dan tujuan untuk
merujuk pada deskripsi tujuan yang lebih spesifik dan konkret. Suatu tujuan mengacu pada
pernyataan perubahan bahwa program berusaha untuk membawa dalam peserta didik. Tujuan
dari pernyataan tujuan kurikulum adalah:
1) untuk memberikan definisi yang jelas tentang tujuan program
2) untuk memberikan pedoman bagi guru, peserta didik, dan penulis materi
3) untuk membantu memberikan fokus untuk instruksi
4) untuk menggambarkan perubahan-perubahan yang penting dan dapat direalisasikan
dalam pembelajaran.

13
c. Outcome Nonbahasa dan Tujuan Proses
Jackson (1993, 8) berkomentar: Hasil non-bahasa mewakili lebih dari produk samping
yang diinginkan atau opsional dari proses pembelajaran bahasa. Mereka merupakan prasyarat
penting untuk keterlibatan yang berkelanjutan dan bermakna dengan proses pembelajaran
bahasa dan pembelajaran secara umum. Oleh karena itu, hasil non-bahasa adalah masalah
pengajaran dan pembelajaran yang sangat terkait dengan masalah akses dan kesetaraan bagi
para pembelajar dan pekerja yang tidak berbahasa.

9. PERENCANAAN PEMBELAJARAN DAN RANCANGAN SILABUS


a. Tujuan Pembelajaran Bahasa Dan Sastra Indonesia
Menurut Atmazaki (2013:16) Pada dasarnya, tujuan pembelajaran bahasa adalah
membimbing perkembangan bahasa siswa secara berkelanjutan melalui proses
mendengarkan, berbicara, membaca, dan menulis. Pada akhirnya, tujuan itu adalah untuk
membimbing siswa agar mampu menggunakan bahasa untuk belajar, mengekspresikan ide
dengan lancar dan jelas, dan berkomunikasi secara efektif dengan orang lain (belajar
menggunakan bahasa, belajar tentang bahasa, dan belajar melalui bahasa).
b. Pemeringkatan Pembelajaran Bahasa
Menurut Richard (2001:146) untuk merencanakan pembelajaran bahasa, penting untuk
mengetahui tingkatan perencanaan yang akan dimulai dan tingkat peserta didik yang dapat
diharapkan mencapai akhir dari tujuan pembelajaran. Program bahasa dan materi komersial
biasanya membedakan antara tingkat dasar, menengah, dan lanjutan, tetapi kategori ini terlalu
luas untuk jenis perencanaan terperinci yang melibatkan program dan pengembangan bahan.
Untuk tujuan ini, deskripsi lebih rinci diperlukan dari tingkat kemahiran siswa sebelum
mereka memasuki program dan tingkat kemahiran yang ditargetkan pada akhir itu.
c. Seleksi Konten Belajar Bahasa
Richards (2001:147) isi pembelajaran merupakan masalah paling mendasar dalam
rancangan pembelajaran. Mengingat bahwa pembelajaran harus dikembangkan untuk
menangani kebutuhan spesifik yang mencakup serangkaian tujuan tertentu, seperti apa isi dari
mata pelajaran tersebut? Keputusan tentang isi pembelajaran mencerminkan perencana
asumsi tentang sifat bahasa, penggunaan bahasa, dan belajar bahasa, apa elemen paling
penting atau unit bahasa, dan bagaimana dapat diatur sebagai dasar yang efisien untuk bahasa
kedua pelajar. Sebagai contoh, sebuah kursus menulis dapat direncanakan secara potensial di
sekitar jenis konten berikut.

14
d. Penentuan Ruang Lingkungan Dan Urutan Belajar
Menurut Richard (2001:149), ketentuan tentang isi pembelajaran perlu membahas
distribusi isi di seluruh pembelajaran. Ini dikenal sebagai ruang lingkup perencanaan dan
urutan pembelajaran awal. Ruang lingkup berkaitan dengan luasnya cakupan materi dalam
pembelajaran, yaitu, dengan pertanyaan-pertanyaan berikut: Berapa kisaran isi yang akan
dibahas? dan sejauh mana setiap topik harus dipelajari?
e. Perencanaan pembelajaran bahasa Indonesia
Menurut Richard (2001:151) tahap selanjutnya dalam pengembangan pembelajaran
melibatkan pemetaan struktur pembelajaran yang hilang menjadi bentuk dan rangkaian dasar
yang cocok untuk mengajar. Beberapa perencanaan awal yang terlibat akan terjadi ketika ide
untuk isi pembelajaran sedang dibuat. Dua aspek dari proses ini, bagaimanapun juga
memerlukan perencanaan yang lebih rinci seperti memilih kerangka silabus dan
mengembangkan blok pembelajaran. Masalah-masalah ini terkait erat dan kadang-kadang
tidak dapat dipisahkan tetapi juga melibatkan berbagai jenis keputusan.

10. PEMBELAJARAN YANG EFEKTIF


a. Kesiapan lembaga sekolah dalam belajar bahasa
Faktor infrastruktur berkaitan dengan kesiapan sekolah untuk menyediakan sarana dan
prasarana yang mendukung pembelajaran. Baiknya tingkat kesiapan sejolah dalam
mempersiapkan pembelajaran akan mempengaruhi proses belajar mengajar dan penilaian
hasil pembelajaran.
b. Guru bahasa Indonesia
Guru berusaha membimbing siswa agar dapat menemukan berbagai potensi yang
dimilikinya, membimbing siswa agar dapat mencapai dan melaksanakan tugas-tugas
perkembangan mereka, sehingga dengan ketercapaian itu ia dapat tumbuh dan berkembang
sebagai individu yang mandiri dan produktif. Bagi pembelajaran bahasa dan sastra Indonesia,
kompetensi yang harus dimiliki guru bahasa Indonesia tidak hanya penguasaan teori-teori
serta materi bahasa dan sastra Indonesia saja. Tetapi yang lebih utama, guru harus memiliki
kompetensi sebagai model dalam menyampaikan materi bahasa dan sastra Indonesia karena
tujuan utama pelajaran bahasa Indonesia yaitu terampil berbahasa. Sebagai pengelola
pembelajaran guru mempunyai tiga peran inti yaitu sebagai perencana, pelaksana dan
melaksanakan evaluasi terhadap hasil dan proses pembelajaran yang dilaksanakan. Sebagai

15
perencana guru melakukan kegiatan menetapkan pekerjaan pembelajaran yang akan
dilaksanakan untuk mencapai tujuan.
c. Proses Pembelajaran Bahasa
Belajar bahasa pada hakikatnya adalah belajar komunikasi. Oleh karena itu,
pembelajaran bahasa diarahkan untuk meningkatkan kemampuan pebelajar dalam
berkomunikasi, baik lisan maupun tulis (Depdikbud, 1995). Hal ini relevan dengan kurikulum
2004 bahwa kompetensi pebelajar bahasa diarahkan ke dalam empat subaspek, yaitu membaca,
berbicara, menyimak, dan mendengarkan. Sedangkan tujuan pembelajaran bahasa, menurut
Basiran (1999) adalah keterampilan komunikasi dalam berbagai konteks komunikasi.
Kemampuan yang dikembangkan adalah daya tangkap makna, peran, daya tafsir, menilai, dan
mengekspresikan diri dengan berbahasa. Kesemuanya itu dikelompokkan menjadi kebahasaan,
pemahaman, dan penggunaan.
11. RANCANGAN MATERI PEMBELAJARAN
a. Bahasa Autentik Dan Penyusunan Materi
Materi otentik adalah bahan bahasa yang awalnya ditujukan untuk penutur asli. Biasanya
bahan ini tidak pernah dimaksudkan untuk digunakan sebagai bentuk bahan ajar, tetapi bahan
seperti ini menawarkan penutur asing kesempatan untuk belajar bahasa tertentu realistis
menggunakan contoh kehidupan nyata.
b. Penilaian Buku Teks
Buku teks pelajaran merupakan buku teks yang digunakan siswa di Sekolah sebagai buku
penunjang kegiatan pembelajaran. buku teks ini pada prosesnya memiliki peranan yang
sangat vital bagi siswa karena siswa “mengandalkan” buku ini sebagai pegangan dan berlatih
terhadap sebuah mata pelajaran. Ada beberapa faktor yang dapat kita jadikan bahan penilaian
terhadap sebuah buku teks pelajaran. Kelayakan isi (Kelayakan isi menyangkut materi apa
yang disajikan dalam buku teks. Ada beberapa hal penting yang harus dipenuhi agar buku
teks dapat dikatakan memiliki isi yang layak untuk dipakai. Kelayakan isi terlihat dari
kesesuaian uraian materi dengan SK dan KD, keakuratan materi, dan materi pendukung.) dan
kelayakan penyajian (Penyajian merupakan bagaimana sesuatu itu dikemas. Sesuatu
walaupun berniali bagus jika dikemas dengan tidak baik, tidak teratur, tidak runtut secara
konsep tentu akan membuat yang bagus itu menjadi tidak menarik. Bahkan dalam kaitannya
dengan buku teks penyajian isi atau materi buku memiliki peranan yang sangat penting karena
berhubungan dengan konsep berpikir siswa) merupakan hal yang perlu diperhatikan dari buku
teks yang akan dipilih karena kedua hal tersebut menentukan kualitas dan kesesuaianya
diterapkan pada siswa.
16
c. Penyiapan Materi Pelajaran
Penentuan bahan pembelajaran bahasa dan sastra Indonesia dalam perencanaan
pembelajaran mengacu pada bahan kajian yang tertuang dalam kurikulun KTSP dan silabus
pada bagian butir pembelajaran. Bahan kajian tersebut dijabarkan dan disesuaikan dengan
tujuan peningkatan keterampilan berbahasa. Guru dapat melakukan penjabaran penyesuaian
bahan kajian sesuai dengan kebutuhan dalam lingkup tujuan yang ditetapkan dalam silabus
bahasa Indonesia. Materi pengajaran adalah bahan yang harus dipelajarai dan dikuasai oleh
siswa dalam proses pembelajaran yang terdiri dari kompetensi-kompetensi.
d. Penulisan Bahan Ajar
Bahan ajar adalah sarana untuk mendukung penyampaian materi pembelajaran. Bahan
ajar dapat berbagai macam, seperti buku teks pelajaran, modul, diktat, atau karya terjemahan.
Penulisan bahan ajar merupakan komponen pengembangan profesionalisme guru sehingga
guru diharapkan dapat menghasilkan buku, modul, atau diktat.
Penulisan bahan ajar selalu berlandaskan pada kebutuhan siswa, meliputi kebutuhan
pengetahuan, keterampilan, bimbingan, latihan, dan umpan balik. Untuk itu dalam menulis
bahan ajar didasarkan: (a) analisis materi pada kurikulum, (b) rencna atau program pengajaran,
dan (c) silabus yang telah disusun. Materi bahan ajar berupa pokok bahasan dan sub pokok
bahasan yang tercantum dalam program pembelajaran sesuai dengan silabus. Hasil penyusunan
bahan ajar dari karya sendiri, paling ekonomis, walaupun beban tugasnya berat. Setiap bab
berjumlah lebih kurang 15-25 halaman, untuk pelajaran eksakta 10-20 halaman.

12. PENGAJARAN DAN RANCANGAN KURIKULUM


a. Lingkungan Belajar Bahasa
Tiga pandangan tentang input masing-masing diberikan oleh kaum behavior, kaum
nativis, dan kaum interaksionis. Pandangan behavior menganggap pembelajar sebagai
‘suatu mesin penghasil bahasa’, sehingga lingkungan linguistik dipandang sebagai faktor
penentu yang sangat penting. Pandangan nativis menganggap pembelajar sebagai
pembangkit mekanisme internal. Lain pula halnya dengan pandangan interaksionis yang
menganggap faktor lingkungan linguistik dan faktor mekanisme internal pembelajar secara
bersama-sama berperan penting dalam proses pemerolehan bahasa.
b. Tujuan Belajar Bahasa
Tujuan pembelajaran bahasa, menurut Basiran adalah keterampilan komunikasi dalam
berbagai konteks komunikasi. Kemampuan yang dikembangkan adalah daya tangkap

17
makna, peran, daya tafsir, menilai, dan mengekspresikan diri dengan berbahasa.
Kesemuanya itu dikelompokkan menjadi kebahasaan, pemahaman, dan penggunaan.
c. Urutan Belajar Bahasa
Urutan kegiatan pembelajaran mengandung beberapa komponen, yaitu pendahuluan,
penyajian, dan penutup. Pendahuluan terdiri atas tiga langkah, yaitu a) penjelasan singkat
tentang isi pembelajaran, b) penjelasan relevansi isi pelajaran baru dengan pengalaman
siswa (appersepsi), dan c) penjelasan tentang tujuan pembelajaran. Penyajian terdiri atas
tiga langkah, yaitu a) uraian, b) contoh, dan c) latihan. Penutup terdiri atas dua langkah,
yaitu a) tes formatif dan umpan balik dan b) tindak lanjut.

13. PENDEKATAN PENILAIAN


a. Proses Penilaian
Penilaian hasil belajar oleh satuan pendidikan dilakukan untuk menilai pencapaian
kompetensi peserta didik pada semua mata pelajaran. Permendiknas No. 20 Tahun 2007
tentang Standar Penilaian Pendidikan menjelaskan bahwa penilaian hasil belajar oleh satuan
pendidikan meliputi kegiatan sebagai berikut: 1. Menentukan KKM pada setiap mata
pelajaran dengan memperhatikan karakteristik peserta didik, karakteristik mata pelajaran,
dan kondisi sekolah melalui rapat dewan pendidik. 2. Mengkoordinasikan kegiatan ulangan
tengah semester, ulangan akhir semester, dan ulangan kenaikan kelas. 3. Menentukan
criteria kenaikan kelas bagi satuan pendidikan yang menggunakan sistem paket melalui
rapat dewan pendidik. 4. Menentukan criteria program pembelajaran bagi satuan pendidikan
yang menggunakan sistem kredit semester melalui rapat dewan pendidik. 5. Menentukan
nilai akhir kelompok mata pelajaran estetika dan kelompok mata pelajaran pendidikan
jasmani, olah raga dan kesehatan melalui rapat dewan pendidik dengan mempertimbangkan
hasil penilaian oleh pendidik. 6. Menentukan nilai akhir kelompok mata pelajaran agama
dan akhlak mulia dan kelompok mata pelajaran kewarganegaraan dan kepribadian dilakukan
melalui rapat dewan pendidik dengan mempertimbangkan hasil penilaian pendidik dan nilai
hasil ujian sekolah. 7. Menyelenggarakan ujian sekolah/madrasah dan menentukan
kelulusan peserta didik dari ujian sekolah/madrasah sesuai dengan POS Ujian
Sekolah/Madrasah bagi satuan pendidikan penyelenggara UN. 8. Melaporkan hasil
penilaian mata pelajaran untuk semua kelompok mata pelajaran pada setiap akhir semester
kepada orang tua/wali peserta didik dalam bentuk buku laporan pendidikan. 9. Melaporkan
pencapaian hasil belajar tingkat satuan pendidikan kepada dinas pendidikan kabupaten/kota.
b. Konten Penilaian
18
c. Prosedur Penilaian
Prosedur penilaian proses belajar dan hasil belajar oleh pendidik dilakukan dengan
urutan:
1. Menetapkan tujuan penilaian dengan mengacu pada RPP yang telah disusun.
2. Menyusun kisi-kisi penilaian.
3. Membuat instrumen penilaian berikut pedoman penilaian.
4. Melakukan analisis kualitas instrument.
5. Melakukan penilaian.
6. Mengolah, menganalisis, dan menginterpretasikan hasil penilaian.
7. Melaporkan hasil penilaian; dan h. memanfaatkan laporan hasil penilaian.

Tahapan serta prosedur yang telah ditentukan baiknya diaplikasikan oleh pendidik
dalam proses penilaian proses dan hasil penilaian agar rangkaian pembelajaran serta tujuan
dapat diukur sudah sesuai ataukah belum dengan perencanaan yang sudah dibuat.

d. Penggunaan Hasil Penilaian


Hasil belajar yang dicapai siswa hendaknya dilaporkan secara menyeluruh, baik
sebagai data mentah berupa skor-skor yang diperoleh siswa maupun sebagai data masak
yang telah diolah dalam bentuk nilai-nilai siswa sesuai dengan ketentuan yang berlaku di
sekolah, misalnya nilai dalam standar huruf atau angka. Lebih lanjut dilakukan interpretasi
terhadap nilai yang diperoleh siswa, misalnya kedudukan siswa dibandingkan dengan
kelompoknya atau posisi siswa dibandingkan dengan kriteria yang telah ditentukan. Dengan
demikian dapat diketahui tingkat keberhasilan siswa, baik dilihat dari kelompoknya maupun
dari tujuan yang harus dicapinya.
14. PENGEMBANGAN PENGAJARAN BAHASA
a. Orientasi Pengembangan Guru Bahasa
Orientasi pembinaan dan pengembangan profesi guru di sekolah sesuai dengan
Peraturan Mendiknas Nomor 16 Tahun 2007 tentang Standar Kualifikasi Akademik dan
Kompetensi Guru. Standar Kompetensi Guru dikembangkan secara utuh dari 4
kompetensi utama, yaitu: (1) kompetensi pedagogik, (2) kompetensi kepribadian, (3)
kompetensi sosial, dan (4) kompetensi profesional. Keempat Kompetensi tersebut
terintegrasi dalam kinerja guru yang harus dinilai oleh pengawas satuan pendidikan.
Orientasi pembinaan dan pengembangan guru menuju derajat profesional dalam
kerangka mengelola kelas untuk pembelajaran yang efektif, dilakukan atas dasar prakarsa

19
pemerintah pusat, pemerintah daerah, penyelenggara satuan pendidikan, asosiasi guru,
guru secara pribadi, dan lain-lain (Rohman, 2012:122).
b. Monitoring Guru
Monitoring merupakan pengawasan yang berarti proses pengamatan, pemeriksaan,
pengendalian dan pengoreksian dari seluruh kegiatan organisasi. Monitoring juga
merupakan suatu proses pemantauan untuk mendapatkan informasi tentang pelaksanaan
dalam penjaminan efektivitas pelaksanaan suatu kegiatan. Dalam penilaian kinerja guru,
perlu dilakukan kegiatan monitoring dan evaluasi yang dilaksanakan secara bertahap dan
berkesinambungan oleh institusi/pihak terkait. Hasil monitoring dan evaluasi,
merefleksikan efektivitas penilaian kinerja guru yang dilaksanakan oleh sekolah. Hasil
monitoring dan evaluasi juga dipergunakan untuk meningkatkan mutu pelaksanaan
penilaian kinerja guru berikutnya.
c. Revitalisasi Peran Guru
Menurut Sudjarwadi (2003), tiga hal yang harus dikuasai dalam upaya revitalisasi
peranan guru, yaitu guru dengan kemampuannya diharapkan dapat mengembangkan dan
membangun tiga pilar keterampilan sebagai berikut.
1. Learning skills, yaitu keterampilan mengembangkan dan mengola pengetahuan dan
pengalaman serta kemampuan dalam menjalani belajar sepanjang hayat.
2. Thinking skills, yaitu keterampilan berpikir kritis, kreatif dan inovatif untuk
menghasilkan keputusan dan pemecahan masalah secara optimal.
3. Living skills, yaitu keterampilan hidup yang mencakup kematangan emosi dan sosial
yang bermuara pada daya juang, tanggung jawab, dan kepekaan sosial yang tinggi.

20

Anda mungkin juga menyukai