Anda di halaman 1dari 19

TEKS DAN

KONTEKS

IRMA YANI TARIGAN


8186191006
A REGULER 2018
Apa itu konteks?
Teori tindak tutur dan pragmatik memandang konteks sebagai "pengetahuan", meskipun
bagian terpenting dari pengetahuan itu adalah "pengetahuan tentang situasi".

Sosiolinguistik interaksional dan etnografi komunikasi juga memandang konteks sebagai


"pengetahuan", dan mereka juga memasukkan "pengetahuan tentang situasi"

Analisis variasi memandang konteks sebagai "situasi", tanpa menggabungkannya ke


dalam "pengetahuan". Analisis variasi juga mengkategorikan "teks" sebagai bagian dari
konteks.

Analisis percakapan berfokus pada bagaimana teks merupakan sarana untuk menampilkan
"situasi," dan bagaimana teks menciptakan pengetahuan, tetapi tidak terbatas pada
pengetahuan tentang "situasi".
2.1. Konteks Sebagai Pengetahuan

Teori tindak tutur dan pragmatik keduanya


memandang konteks dalam hal pengetahuan, yaitu apa
yang dapat diasumsikan oleh pembicara dan pendengar
dan bagaimana pengetahuan tersebut mengarah pada
interpretasi suatu tuturan.
2.1.1 Teori Tindak Tutur Dan Konteks

Pengetahuan yang abstrak tentang teks dan konteks Sumbangan utama konteks terhadap
akan memberikan panduan untuk mengidentifikasi pemaknaan ujaran dalam penerapan tindak
berbagai tipe tindak tutur yang berbeda pada tingkat tutur ke wacana adalah kontribusinya
terhadap pengetahuan (misalnya, kondisi dan
umum (mis. Arahan, komisif) maupun dalam tingkat
aturan) yang mendasari kinerja dan
yang khusus (mis. Pertanyaan, penawaran). kesuksesan dari berbagai jenis tindak tutur.

Teori tindak tutur memandang konteks dalam istilah


pengetahuan, yaitu apa yang mungkin bisa di ketahui
oleh antara si pembicara dan mitra tutur (misalnya,
lembaga sosial dan kondisi-kondisi tertentu) dan
bagaimana pengetahuan membimbing/menunjukan
penggunaan bahasa dan interpretasi tuturannya.
2.1.2 Pragmatik Gricean dan Konteks

– Pragmatik Model Grice memandang konteks sebagai kontribusi kognitif pada


interpretasi tuturan. Konteks yang dimaksud sangat berbeda dengan yang dimaksud
oleh teori tindak tutur.
– Konteks menurut Pragmatik Gricean adalah prisinp umum bahwa pembicara
menganggap satu sama lain sudah saling percaya dan saling memikirkan. Prinsip
inilah yang disebut Prinsip Kooperatif (CP) atau Prinsip Kerja sama.
– Grice (1975:45-47) mengemukakan bahwa wacana yang wajar dapat terjadi apabila
antara penutur dan petutur patuh pada prinsip kerja sama komunikasi. Prinsip kerja
sama tersebut terdiri dari empat maksim percakapan (conversational maxim), yaitu:
maksim kuantitas (maxim of quantity), maksim kualitas (maxim of quality), maksim
relevansi ( maxim of relevance, dan maksim pelaksanaan(maxim of manner)
– Singkatnya, Teori tindak tutur mengelompokkan konteks ke
dalam berbagai aspek keadaan sosial, dan mengaitkan
berbagai kelompok kondisi (baik tekstual dan tak langsung)
dengan unit fungsional berlabel khusus (mis. Jenis tindak
tutur bicara). Pragmatik Gricean, di sisi lain,
mengelompokkan konteks ke berbagai sumber latar
belakang pengetahuan (asumsi tentang manusia tentang sifat
manusia, teks, situasi, dunia) yang berbeda tanpa
mengelompokkan jenis pengetahuan tertentu ke dalam unit
berlabel.
2.2 Konteks sebagai situasi dan pengetahuan

2.2.1. Sosiolinguistik Interaksional Dan Konteks


Konteks sebagai "situasi" sangat penting bagi sosiolinguistik interaksional. Bahkan, salah satu karakteristik
utama dari pendekatan ini adalah bahwa ia memberikan pandangan yang kaya akan interaksi sosial dan situasi
sosial, termasuk cara kerangka partisipan dan bagaimana pembenaran itu muncul dari situasi intraksional.
Bahasa dan konteks saling mendukung satu sama lain. Bahasa membutuhkan konteks dalam pemakaiannya.
Begitu pun sebaliknya, konteks baru memiliki makna jika di dalamnya terdapat tindak bahasa sehingga bahasa
tidak hanya berfungsi dalam interaksi-interaksi yang diciptakan, tetapi bahasa juga membentuk dan menyediakan
interaksi-interaksi yang sedang terjadi sebagai konteks.(Duranti dan Goodwin)
Seorang pakar sosioliguistik, Cooley (dalam Shiffrin, 1994) berpandangan bahwa jika seseorang
mendefinisikan situasi sebagai sesuatu yang riil, maka konsekuensinya situasi harus riil juga. Salah satu ciri
utama pendekatan sosiolinguitik interaksional adalah bahwa ia dapat memberikan susunan pandangan tentang
interaksi sosial dan situasi sosial, termasuk di dalamnya kerangka kerja partisipasi yang dibangun dari interaksi
yang situasional (Rusminto, 2005:85). Oleh karena itu, konteks-konteks kognitif yang dibahas oleh para ahli
sosiolinguistik interaksional (Goffman, 1974; Tannen, 1979) juga memiliki landasan sosial, pengetahuan tentang
keadaan-keadaan sosial atau harapan-harapan tentang perbuatan sosial. Seperti yang dilakukan Goffman dalam
salah satu penelitian sosiologisnya yang memfokuskan perhatian pada tatanan interaksi yang mendasari berbagai
kesempatan sosial, situasi sosial, dan pertemuan sosial.
2.2.2. Etnografi komunikasi dan konteks

 Etnografi komunikasi memandang konteks sebagai kognitif (apa


yang kita ketahui, yang menyertai kompetensi komunikatif kita) dan
sosial (komponen sosial dan budaya yang menggabungkan kejadian-
kejadian komunikasi tertentu).
 Etnografi komunikasi juga memberikan cara untuk menemukan
organisasi teks, yaitu bagian SPEAKING dalam konteks social ke dalam
komponen-komponen yang tidak hanya menentukan situasi komunikasi
tertentu (kejadian dan kegiatan) sebagai unit yang tertutup dan terkait
(Hymes, 1972: 56), tetapi juga memberikan cara yang sistematis untuk
membedakan satu situasi dan lainnya (kejadian dan kegiatan) yang
terdiri atas bagian model komunikasi dari suatu masyarakat.
 Ringkasnya, etnografi komunikasi menjadikan peran konteks sebagai pusat
analisis komunikasi terhadap makna tindak tutur dengan niat yang
melatarbelakangi ujaran tertentu, hingga hubungan yang dianggap ada di
antara ujaran, dengan pengorganisasian tindakan dalam peristiwa, dan
peristiwa dalam situasi.

 Dalam etnografi komunikasi konteks sangat diperlukan agar komunikasi


penutur dengan lawan tutur berjalan dengan lancar. Konteks berhubungan
dengan segala latar belakang pengetahuan yang dimiliki oleh penutur dan
lawan tuturnya serta menyertai dan mewadahi sebuah pertuturan.
Sedangakan etnografi berupaya menelaah pola-pola penggunaan atau ragam
bahasa dalam budaya tertentu.
2.2.3. Teori Tindak Tutur: Konteks Sebagai Situasi

Konteks memiliki peran ganda dalam teori tindak tutur,


yaitu
1. konteks sebagai pengetahuan abstrak yang mendasari
bentuk tindak tutur
2. konteks merupakan suatu bentuk lingkungan sosial di
mana tuturan-tuturan dapat dihasilkan dan
diinterpretasikan dalam realitas yang nyata.
Untuk lebih memahaminya perhatikan contoh berikut:

1a. Doris : Saya baru tahu bahwa kita kehabisan susu. Kita
membutuhkannya besok pagi. Saya tidak akan sempat
membelinya hari ini. Kau bisa melewati toko kelontong di
perjalanan pulang dari kerja nanti. Meskipun saya tahu kau
tidak berencana membeli susu di sana, saya ingin Anda
membeli susu di sana. Maukah kamu melakukan itu?
Andy: Okay.

Permintaan seperti (1a) jarang terjadi dalam interaksi percakapan


karena setidaknya diperlukan beberapa informasi untuk memahami
teks sebagai permintaan yang dapat diasumsikan sudah diketahui
atau mudah ditebak oleh pendengar. Artinya, Doris mungkin dapat
mengasumsikan bahwa Andy mengetahui kondisi dan aturan
konstitutif untuk permintaan tanpa menyatakan kejujurannya.
Bandingkan dengan contoh (1b)

(1b) Doris : Uhoh. (mencari didalam lemari es)


Andy : Okay

 Meskipun apa yang dikatakan Doris dalam contoh (1a) dan dalam (1b)
berbeda secara bahasa, ucapannya secara fungsional setara dalam beberapa
hal: keduanya mengajukan permintaan. Dengan demikian, kondisi-kondisi
abstrak yang sama dan aturan-aturan konstitutif yang sama mendasari dua
realisasi berbeda dari jenis tindak tutur yang "sama" ini.
 Apa yang Doris katakan dalam 1a membutuhkan sedikit perhatian pada
konteks fisik di mana itu terjadi. Sedangkan (1b) adalah kebalikannya;
menafsirkan “uhoh” sebagai permintaan yang bergantung hampir
sepenuhnya pada bagaimana komentar itu berada dalam konteks fisiknya.
Terlepas dari kedua teks tersebut terikat dengan konteks situasional yang
sebenarnya, Andy menyetujui permintaan tersebut.
2.3. Konteks Sebagai Situasi Dan Teks: Analisis Variasi

 Pandangan para ahli variasi mengenai konteks berbeda jauh dengan


pandangan sosiolinguistik interaksional mengenai konteks. misalnya,
pandangan-pandangan mengenai identitas social dari kedua persepktif
(pendapat). Para ahli variasi menganggap identitas sebagai kategori social
kebudayaan yang kita masuki. Identitas kita tidaklah mudah terbuka untuk
kontrol sendiri atau untuk pilihan dirinya (c.f.Eckert dan Mc Connel-
Ginet,1992).
 Pandangan indetitas tersebut mendasari para varisionis melatih
memahami identitas sebagai varibel yang sudah dikategorikan, misalnya
pembicara dipahami sebagai warna putih, kelas menengah, pria setengah
baya dari Philadelphia, dan dia juga mempertahankan identitas yang sama
tanpa memperhatikan aktivitas atau interaksi yang sedang dilakukan.
Singkatnya, para ahli variasi menganggap situasi dan teks sebagai
konteks. Mereka membagi dan mengkategorikan kedua aspek konteks,
memandang berbagai aspek bentuk dan kontennya sebagai faktor yang
saling terpisah yang dapat diambil dari sekitarnya (mis. Kerangka
budaya yang lebih luas) untuk dikodekan, dihitung, dan dibandingkan di
berbagai keadaan yang berbeda. Komponen-komponen berbeda yang
digunakan oleh para variasionis untuk membagi dan mengklasifikasikan
situasi dan teks didefinisikan sebagai "kendala" pada varian yang
menjadi fokus: mereka adalah pengaruh kontekstual pada realisasi
linguistik dalam slot tertentu yang ditentukan secara berurutan.
2.4. Konteks Sebagai Pengetahuan, Situasi, Dan Teks: Analisis
Percakapan

 Sekilas analisis percakapan tampak menggabungkan cara pendekatan


lain memandang konteks. Konteks adalah pengetahuan (teori tindak
tutur, pragmatik), konteks sebagai situasi (interaksi sosiolinguistik,
komunikasi etnografi) dan teks (analisis variasi). Tetapi pandangan
yang sangat khusus tentang pengetahuan dan hubungannya dengan
tindakan dan bahasa, yang membedakan konteks analisis percakapan
dengan yang lainnya. Perbedaan tersebut yaitu analisis percakapan
lebih memiliki asumsi, metodologi dan terminology difokuskan pada
pergantian/transisi percakapan, dan berdasarkan pada teori
etnometodologi.
Analisis percakapan dibangun berdasarkan pandangan etnometodologi
tentang bahasa, tindakan, pengetahuan, dan situasi. Apa yang ditunjukkan
oleh analisis percakapan adalah bahwa perkembangan interaksi berurutan,
posisi ucapan sangat penting bagi anggota untuk menampilkan
pemahaman mereka (termasuk pengetahuan mereka tentang situasi)
melalui bahasa. Setiap ucapan dalam urutan dibentuk oleh konteks
sebelumnya dan memberikan konteks untuk ucapan berikutnya:
“signifikansi dari tindakan pembicara komunikatif adalah membentuk
konteks baik konteks yang terbentuk (context-shaped) maupun konteks
yang diperbarui (context-renewing).” Makna konteks di sini
sebagai (retrospektif) dan (prospektif) dapat dilihat dengan makna yang
lain (dan pengetahuan) disesuaikan dan digabungkan secara berurutan.
Apa itu Teks?

 Teks sebagai isi linguistik dari ujaran: makna kata yang tetap dari semantik,
ekspresi, dan kalimat, tetapi bukan kesimpulan yang tersedia untuk pendengar
tergantung pada konteks di mana kata, ekspresi, dan kalimat digunakan. Teks
memberikan bagian "apa yang dikatakan" dari ujaran. Konteks menggabungkan
dengan "apa yang dikatakan" untuk menciptakan ujaran.
 Ada beberapa pengertian yang dikemukakan oleh para ahli terkait dengan teks.
Berdasarkan beberapa pengertian yang dikemukan ahli tersebut secara
keseluruhan hampir sama. Luxemburg (1989) menyatakan bahwa teks ialah
ungkapan bahasa yang menurut isi, sintaksis, dan pragmatik merupakan satu
kesatuan. Teks dalam hal ini tidak hanya dipandang dari sisi tata bahasa yang
sifatnya tertulis atau unsur-unsur kebahasan yang dituliskan, lebih dari itu, suatu
teks juga dilihat dari segi maksud dan makna yang diujarankan.
• Teks memiliki kesatuan dan kepaduan antara isi yang ingin
disampaikan dengan bentuk ujaran, dan situasi kondisi yang ada.
Dengan kata lain, bahwa teks itu berupa ungkapan berupa bahasa
yang di dalamnya terdiri dari satu kesatuan antar isi, bentuk, dan
situasi kondisi penggunaannya.

• Kridalaksana (2011:238) dalam Kamus Linguistiknya menyatakan


bahwa teks adalah (1) satuan bahasa terlengkap yang bersifat
abstrak, (2) deretan kalimat, kata, dan sebagainya yang membentuk
ujaran, (3) ujaran yang dihasilkan dalam interaksi manusia. Dilihat
dari tiga pengertian teks yang dikemukakan dalam Kamus Linguistik
tersebut dapat dikatakan bahwa teks adalah satuan bahasa yang bisa
berupa bahasa tulis dan bisa juga berupa bahasa lisan yang
dahasilkan dari interaksi atau komunikasi manusia.
 Bertolak belakang dengan dua ancangan terhadap wacana yang memulai
pada filosofi (teori tindak tutur,pragmatic), analisis ancangan terhadap
wacana yang memulai pada antropologi,dan linguistic semuanya mulai
dengan focus pada tuturan-tuturan. Ancangan ini memberikan konsep dan
metode yang lebih eksplisit dengan cara menggabungkan dengan apa yang
disebut dalam teks menuju konteks.

 Etnografi berpendapat bahwa bahasa adalah system yang teralokasi kuat


dalam sisitem kepercayaan dan pemahaman kebudayaan yang bekerja sama
untuk menentukan perstiwa yang bersifat komunikasi dan komunikasi itu
sendiri. Akhirnya, seperti yang telah kami ketahui sebelmnya, analisis
percakapan dan analisis variasi memasukkan teks sebagai bentuk konteks.

 Dengan adanya konteks, maka munculah sebuah wacana yang terdiri dari
teks-teks. Hal tersebut dikarenakan makna yang terealisasi di dalam teks
merupakan hasil interaksi pemakai bahassa dengan konteksnya, sehingga
konteks merupakan wahana terbentuknya teks.

Anda mungkin juga menyukai