Pada tanggal 10 September 1912 berkat keadaan politik dan sosial pada masa
tersebut HOS Tjokroaminoto menghadap notaris B. ter Kuile di Solo untuk membuat
Sarikat Islam sebagai Badan Hukum dengan Anggaran Dasar SI yang baru,
kemudian mendapatkan pengakuan dan disahkan oleh Pemerintah Belanda pada
tanggal 14 September 1912.
Pada tanggal 29 Maret 1913, para pemimpin SI mengadakan pertemuan dengan
Gubernur Jenderal Idenburg untuk memperjuangkan SI berbadan hukum. Jawaban
dari Idenburg pada tanggal 29 Maret 1913, yaitu SI di bawah pimpinan H.O.S.
Cokroaminoto tidak diberi badan hukum. Ironisnya yang mendapat pengakuan
pemerintah kolonial Belanda (Gubernur Jenderal Idenburg) justru cabang-cabang SI
yang yang ada di daerah. Ini suatu taktik pemerintah kolonial Belanda dalam
memcah belah persatuan SI.
Bayang pemecahan muncul dari pandangan yang berbeda antara H.O.S.
Cokroaminoto dengan Semaun mengenai kapitalisme. Menurut Semaun yang
memiliki pandangan sosialis, bergandeng dengan kapitalis adalah haram. Dalam
kongres SI yang dilaksanakan pada tahun 1921, ditetapkan adanya disiplin partai
rangkap anggota. Setiap anggota SI tidak boleh merangkap sebagai anggota lain
terutama yang beraliran komunis. Akhirnya SI pecah menjadi dua, yaitu SI Putih dan
SI Merah.
a) SI Putih, yang tetap berlandaskan nasionalisme dan Islam. Dipimpin oleh
H.O.S. Cokroaminoto, H. Agus Salim, dan Suryopranoto yang berpusat di
Yogyakarta.
b) SI Merah, yang berhaluasn sosialisme kiri (komunis). Dipimpin oleh Semaun,
yang berpusat di Semarang.
Dalam kongresnya di Madiun, SI Putih berganti nama menjadi Partai Sarekat Islam
(PSI). Kemudian pada tahun 1927 berubah lagi menjadi Partai Sarekat Islam
Indonesia (PSSI). Sementara itu, SI Sosialis/Komunis berganti nama menjadi
Sarekat Raya (SR) yang merupakan pendukung kuat Partai Komunis Indonesia
(PKI).
politik dan ingin mencapai Indonesia merdeka. Tujuan Indische Partij adalah untuk
membangunkan patriotisme semua indiers terhadap tanah air. IP menggunakan
media majalah Het Tijdschrifc dan surat kabar De Expres pimpinan E.F.E Douwes
Dekker sebagai sarana untuk membangkitkan rasa kebangsaan dan cinta tanah air.
pada tahun 1913 pemerintah Belanda akan mengadakan peringatan 100 tahun
bebasnya Belanda dari tangan Napoleon Bonaparte (Perancis). Perayaan ini
direncanakan diperingati juga oleh pemerintah Hindia Belanda. Adalah suatu yang
kurang pas di mana suatu negara penjajah melakukan upacara peringatan
pembebasan dari penjajah pada suatu bangsa yang dia sebagai penjajahnya. Hal yang
ironis ini mendatangkan cemoohan termasuk dari para pemimpin Indische Partij.
R.M. Suwardi Suryaningrat menulis artikel bernada sarkastis yang berjudul Als ik
een Nederlander was (Andaikan aku seorang Belanda). Akibat dari tulisan itu R.M.
Suwardi Suryaningrat ditangkap.
Menyusul sarkasme dari Dr. Cipto Mangunkusumo yang dimuat dalam De Expres
tanggal 26 Juli 1913 yang diberi judul Kracht of Vrees?, berisi tentang
kekhawatiran, kekuatan, dan ketakutan. Dr. Tjipto pun ditangkap, yang membuat
rekan dalam Tiga Serangkai, Douwes Dekker mengkritik dalam tulisan di De
Express tanggal 5 Agustus 1913 yang berjudul Onze Helden: Tjipto
Mangoenkoesoemo en Soewardi Soerjaningrat (Pahlawan kita: Tjipto
Mangoenkoesoemo dan Soewardi Soerjaningrat). Kecaman-kecaman yang
menentang pemerintah Belanda menyebabkan ketiga tokoh dari Indische Partij
ditangkap.
Pada tahun 1913 mereka diasingkan ke Belanda. Douwes Dekker dibuang ke
Kupang, NTT sedangkan Dr. Cipto Mangunkusumo dibuang ke Pulau Banda.
Namun pada tahun 1914 Cipto Mangunkusumo dikembalikan ke Indonesia karena
sakit. Sedangkan Suwardi Suryaningrat dan E.F.E. Douwes Dekker baru kembali ke
Indonesia pada tahun 1919. Suwardi Suryaningrat terjun dalam dunia pendidikan,
dikenal sebagai Ki Hajar Dewantara, mendirikan perguruan Taman Siswa. E.F.E
Douwes Dekker juga mengabdikan diri dalam dunia pendidikan dan mendirikan
yayasan pendidikan Ksatrian Institute di Sukabumi pada tahun 1940. Dalam
perkembangannya, E.F.E Douwes Dekker ditangkap lagi dan dibuang ke Suriname,
Amerika Selatan.
berubah menjadi Partai Komunis Indonesia (PKI). PKI dengan cepat berkembang
karena mendapat banyak dukungan dari kalangan rakyat jelata yang terjajah.
PKI masuk Komintern pada 1920. Tokoh-tokoh PKI di antaranya, Semaun, Alimin,
Tan Malaka, dan Darsono (Dekker, 1993). PKI dalam melaksanakan kegiatannya
bersifat praktis dan radikal, organisasi ini dengan tegas menyatakan ingin melakukan
gerakan revolusi untuk menggulingkan pemerintahan kolonial Belanda. Tokoh-
tokohnya dengan cerdik mampu memanfaatkan militansi Islam yang juga
berkeinginan untuk melawan pemerintah kolonial Belanda. Oleh karena itu, banyak
tokoh Islam yang direkrut untuk menyebarkan propaganda PKI yang anti
kapitalisme Belanda.
SUMPAH PEMUDA
a. Kongres Pemuda I
Keinginan untuk bersatu seperti yang didengung-dengungkan oleh Perhimpunan Indonesia
(PI) dan Perhimpunan Pelajar-Pelajar Indonesia (PPPI) telah tertanam di dalam sanubari
pemuda-pemuda Indonesia. Untuk itu, pada tanggal 30 April - 2 Mei 1926 di Jakarta di
adakan Kongres I Pemuda Indonesia. Kongres tersebut diikuti oleh semua perkumpulan
pemuda yang bersifat kedaerahan.
Kongres Pemuda I, di dalamnya dilakukan beberapa kali pidato tentang pentingnya Indonesia
bersatu. Disampaikan pula tentang upaya-upaya memperkuat rasa persatuan yang harus
tumbuh di atas kepentingan golongan, bahasa, dan agama. Selanjutnya, dibicarakan juga
tentang kemungkinan bahasa dan kesusastraan Indonesia kelak di kemudian hari.
b. Kongres Pemuda II
Kongres Pemuda II diadakan dua tahun setelah kongres Pemuda Indonesia Pertama, tepatnya
pada tanggal 27-28 Oktober 1928. Kongres tersebut dihadiri wakil-wakil dari perkumpulan-
perkumpulan pemuda, antara lain : Pemuda Sumatra, Pemuda Indonesia, Jong Bataksche
Bond, Sekar rukun, Pemuda Kaum Betawi, Jong Islameten Bond, Jong Java, Jong Ambon,
dan Jong Celebes.
Kongres Pemuda II dilaksanakan selama dua hari, yaitu tanggal 27 dan 28 Oktober 1928.
Persidangan yang dilaksanakan sebanyak tiga kali diantaranya membahas persatuan dan
kebangsaan Indonesia, pendidikan, serta pergerakan kepanduan.
Kongres Pemuda II berhasil mengambil keputusan yang sampai sekarang dikenal sebagai
"Sumpah Pemuda". Adapun isi dari sumpah pemuda yang asli ejaannya sebagai berikut :
Pertama: Kami Putra dan Putri Indonesia mengaku bertumpah darah yang satu, tanah
Indonesia.
Kedua: Kami Putra dan Putri Indonesia mengaku berbangsa satu, bangsa Indonesia.
Ketiga: Kami Putra dan Putri Indonesia menjunjung bahasa persatuan, bahasa
Indonesia.
Rumusan tersebut dibuat oleh sekretaris panitia, Moh. Yamin dan dibacakan oleh ketua
kongres, Sugondo Joyopuspito, secara hikmat didepan kongres. Selanjutnya diperdengarkan
lagu Indonesia Raya yang diciptakan dan dibawakan oleh. W.R. Supratman dengan gesekan
biola. Peristiwa bersejarah itu merupakan hasil kerja para pemuda pelajar Indonesia.
Walaupun organisasi peserta kongres masih merupakan organisasi pemuda kedaerahan,
mereka ikhlas melepaskan sifat kedaerahannya secara konsekuen meleburkan diri kedalam
satu wadah yang telah disepakati bersama yaitu Indonesia Muda.
7
Berikut ini 10 fakta yang perlu anda ketahui tentang Sumpah Pemuda:
1. Sumpah Pemuda lahir dari Kongres Pemuda II yang berlangsung selama 2 hari di
Jakarta, yakni tanggal 27-28 Oktober 1928. Kongres itu melangsungkan tiga rapat:
rapat pertama di Gedong Katholieke Jongenlingen-Bond, Waterlooplein (sekarang
daerah Lapangan Banteng), rapat kedua di Oost Java Bioscoop Koningsplein Noord
(sekarang jalan Medan Merdeka Utara), dan rapat ketiga di gedong Indonesisch
Clubgebouw Kramat 106. Nah, Sumpah Pemuda itu dibacakan di Rapat Ketiga.
2. Waktu itu, jumlah peserta yang hadir mencapai 700 ratus orang. Tetapi yang tercatat
sekarang, dengan merujuk pada daftar hadir, hanya 82 orang. Kongres Pemuda saat
itu memang diawasi sangat ketat oleh Belanda. Bahkan, pada hari kedua setelah
Kongres ditutup, polisi kolonial menyita semua dokumen-dokumen kongres. Sangat
mungkin terjadi, daftar hadir ratusan peserta lainnya hilang karena penyitaan itu.
3. Sebagian besar peserta Kongres Pemuda ke-II merupakan utusan organisasi-
organisasi pemuda, seperti Jong Java, Jong Soematra, Pemoeda Indonesia, Sekar
Roekoen, Jong Islamieten Bond, Jong Bataksbond, Jong Celebes, Pemoeda Kaoem
Betawi, Jong Ambon, dan Perhimpoenan Peladjar2 Indonesia (PPPI). Kongres ini
juga dihadiri oleh utusan golongan timur asing Tionghoa.
4. Rumusan Sumpah Pemuda, seperti kita kenal hari ini, berasal dari gagasan dan
inisiatif Mohammad Yamin. Ihwal rumusan Sumpah Pemuda ini menarik dan
terkesan kocak. Pada sesi terakhir Kongres, saat Mr Sunarjo dari utusan Kepanduan
sedang berpidato, Yamin menuliskan rumusan Sumpah Pemuda itu lewat secarik
kertas dan kemudian menyodorkannya kepada pimpinan Sidang, Soegondo
Djojopoespito, sambil berbisik: “Saya punya rumusan resolusi yang luwes”.
Soegondo kemudian membacakan surat berisi rumusan resolusi itu, lalu memandang
ke arah Yamin. Dalam sekelebat mata, Yamin membalas pandangan Soegondo itu
dengan senyuman. Spontan Soegondo membubuhkan paraf “Setuju”. Selanjutnya
Soegondo meneruskan usul rumusan itu kepada Amir Sjarifuddin yang memandang
Soegondo dengan mata bertanya-tanya. Soegondo mengangguk-angguk. Amir pun
memberikan paraf “Setuju”. Begitu seterusnya sampai seluruh utusan organisasi
pemuda menyatakan setuju.
5. Sejak hari pertama Kongres, yel-yel “Merdeka” sudah berulangkali berkumandang.
Sampai-sampai polisi Belanda, yang mengawasi ketat jalannya Kongres,
mengeluarkan larangan kata “Merdeka” dalam Kongres tersebut.
6. Sebagian pembicara dalam Kongres Pemuda II masih menggunakan bahasa Belanda.
Salah satunya adalah Siti Soendari. Notulensi rapat saja ditulis dalam bahasa Belanda.
Yang mahir menggunakan bahasa Melayu saat itu adalah Mohammad Yamin. Karena
itulah dia ditunjuk sebagai Sekretaris Sidang untuk memudahkan penerjemahan
pidato dan kesepakatan sidang ke dalam bahasa Melayu–kelak bahasa Indonesia.
7. Untuk pertamakalinya, lagu “Indonesia Raya” diperdengarkan langsung oleh
penciptanya, Wage Roedolf Soepratman, dengan gesekan biola. Tetapi tanpa syair,
8
karena dikhawatirkan kata “Indonesia” dan “Merdeka” dalam syair lagu itu bisa
menimbulkan masalah dengan petugas Polisi Belanda.
8. Peci, yang diperkenalkan oleh Bung Karno sebagai identitas pergerakan nasional,
banyak dipakai oleh peserta Kongres. Ini juga menandai awal penggunaan peci
sebagai identitas pergerakan di forum resmi yang bersifat luas. Namun, karena saat itu
peci masih langka di Hindia-Belanda, maka sebagian peserta kongres menggunting
pinggiran topi Eropanya sehingga menyerupai peci.
9. Salah satu tokoh yang berperan penting dalam suksesnya Kongres Pemuda ini adalah
Amir Sjarifoeddin Harahap. Dia mewakili Jong Bataksbond dan PPPI. Di kongres itu,
Amir berperan sebagai Bendahara dan beberapa kali memimpin persidangan. Kelak
dia berkontribusi besar dalam memimpin perjuangan anti-fasisme. Setelah Proklamasi
Kemerdekaan, Amir menduduki sejumlah jabatan penting pemerintahan, yakni
Menteri Pertahanan dan Menteri Penerangan. Bahkan dia pernah menjabat Perdana
Menteri Republik Indonesia ke-2. Di kemudian hari, Amir terlibat dalam
pembentukan Front Demokrasi Rakyat (FDR) bersama kekuatan politik kiri lainnya.
Sayang, karena pertentangan antara laskar Rakyat dengan program Rera-nya Kabinet
Hatta, FDR bersimpang jalan dengan pemerintah yang berujung pada peristiwa
“Madiun 1948”. Amir ditangkap tanggal 18 November 1948, lalu dieksekusi mati
bersama 10 kawannya di Desa Ngalihan, pada 19 Desember 1948. Sebelum
dieksekusi, Amir menyanyikan lagu “Indonesia Raya” dan “Internasional”. Lalu
peluru dari tentara negeri yang diperjuangkannya memberondong tubuhnya yang
mulai kurus dan tersungkur di tanah sembari menggenggam Al-kitab.
10. Hampir tidak ada perdebatan yang keras dalam kongres itu. Penerimaan bahasa
Melayu sebagai bahasa nasional nyaris tidak mendapat penolakan, termasuk dari Jong
Java. Para pembicara berusaha menghindari isu-isu yang mengundang perceraian,
seperti isu etnis dan agama. Hanya Jong Islamieten Bond yang gigih memperjuangkan
Indonesia Merdeka harus berdiri di atas azas Islam. Namun demikian, Jong Islamieten
Bond tetap turut menandatangani resolusi atau ikrar Sumpah Pemuda.