PENDAHULUAN
1
kematangan susunan saraf pusat dengan organ yang dipengaruhinya, antara lain meliputi
perkembangan sistem otak (kecerdasan), bicara, emosi, dan sosial. Semua fungsi tersebut
berperan penting dalam kehidupan manusia yang utuh. Pemerolehan bahasa anak terjadi bila
anak yang sejak semula tanpa bahasa telah memperoleh bahasa. Pada masa pemerolehan
bahasa anak, anak lebih mengarah pada fungsi komunikasi daripada bentuk bahasanya.
Pemerolehan bahasa anak dapat dikatakan mempunyai ciri kesinambungan, memiliki suatu
rangkaian kesatuan, yang bergerak dari ucapan satu kata sederhana menuju gabungan kata
yang lebih rumit.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana strategi pemerolehan bahasa pertama?
2. Bagaimana strategi pemerolehan bahasa kedua?
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui strategi pemerolehan bahasa pertama
2. Untuk mengetahui strategi pemerolehan bahasa kedua
2
BAB II
PEMBAHASAN
3
1. Faktor Alamiah
Yang dimaksudkan faktor alamiah adalah setiap anak lahir dengan seperangkat
prosedur dan aturan bahasa yang dinamakan oleh Chomsky Language Acquisition
Divice (LAD). Anak tidak dirangsang untuk mendapatkan bahasa, anak tersebut akan
mampu menerima apa yang terjadi di sekitarnya.
2. Faktor Perkembangan Kognitif
Perkembangan bahasa seseorang seiring dengan perkembangan kognitifnya.
Keduanya memiliki hubungan yang komplementer. Piaget dalam Brainerd seperti
dikutip Ginn (2006) mengartikan kognitif sebagai sesuatu yang berkaitan dengan
pengenalan berdasarkan intelektual dan merupakan sarana pengungkapan pikiran,
ide, dan gagasan. Termasuk, kegiatan kognitif; aktivitas mental, mengingat, memberi
simbol, mengkategorikan atau mengelompokkan, memecahkan masalah,
menciptakan, dan berimajinasi. Hubungannnya dengan mempelajari bahasa, kognitif
memiliki keterkaitan dengan pemerolehan bahasa seseorang.
3. Faktor Latar Belakang Sosial
Latar belakang sosial mencakup struktur keluarga, afiliasi kelompok sosial, dan
lingkungan budaya memungkinkan terjadinya perbedaan serius dalam pemerolehan
bahasa anak (Vygotsky, 1978). Semakin tinggi tingkat interaksi sosial sebuah
keluarga, semakin besar peluang anggota keluarga (anak) memperoleh bahasa.
Sebaliknya semakin rendah tingkat interaksi sosial sebuah keluarga, semakin kecil
pula peluang anggota keluarga (anak) memperoleh bahasa. Hal lain yang turut
berpengaruh adalah status sosial. Anak yang berasal dari golongan status social
ekonomi rendah rmenunjukkan perkembangan kosakatanya lebih sedikit sesuai
dengan keadaan keluarganya.
Dalam faktor latar belakang sosial akan ada hubungan timbal balik yang pasti
atau baik positif maupun negatif antara pusat perekonomian dengan pusat masyarakat
bagi keluarga tempat anak-anak itu tumbuh dan tempat pertumbuhan
bahasanya. Bagi anak yang tumbuh dalam lingkungan yang menyenangkan, yang
dilengkapi dengan alat-alat hiburan dan dalam keluarga mereka yang
berpendidikan akan memberikan kesempatan kepada anak-anak untuk mendapatkan
bekal kosa kata dalam jumlah yang besar serta membentu kebiasaan-kebiasaan
memakai bahasa yang benar. Sebaliknya anak yang tumbuh/hidup dalam lingkungan
yang minus, sekalipun kecerdasanya sama dengan anak-anak yang tumbuh dalam
4
masyarakat yang surplus namun tingkat pertumbuhan bahasanya dalam mencapai
kosa kata dapat berbeda atau ada kemungkinan lebih rendah.
4. Faktor Keturunan
Selain faktor di atas, faktor keturunan juga mempengaruhi pemerolehan bahasa
anak.
b. Proses Pemerolehan Bahasa Pertama
Ada empat proses pemerolehan bahasa pertama, yaitu: yaitu (1) tahap pengocehan
(babbling); (2) tahap satu kata (holofrastis); (3) tahap dua kata; (4) tahap menyerupai
telegram (telegraphic) (Kusuma, 2016:122).
1. Tahap Pengocehan (Babbling)
Tahap pengocehan terjadi pada anak yang kira-kira berumur 6 bulan. Dalam tahap ini
ia mengucapkan sejumlah besar bunyi-bunyi ujar yang sebagian besar tidak
bermakna, dan sebagian kecil menyerupai kata atau penggal kata seperti mu dan da
yang bermakna hanya karena kebetulan saja. Pada tahap mengoceh tersebut penting
artinya karena dalam tahap tersebut anak belajar untuk menggunakan bunyi-bunyi
ujar yang benar dan membuang bunyi-bunyi yang salah. Dalam tahap tersebut anak
mulai menirukan pola-pola intonasi kalimat-kalimat yang diucapkan oleh orang
dewasa.Begitu anak melewati periode mengoceh, mereka mulai menguasai segmen-
segmen fonetik yang merupakan balok bangunan yang dipergunakan untuk
mengucapkan perkataan. Mereka belajar bagaimana mengucapkan sequence of
segmen, yaitu silabe-silabe dan kata-kata.
2. Tahap Satu-Kata atau Holofrastis
Tahap ini berlangsung ketika anak berusia antara 12 dan 18 bulan. Ujaran-ujaran
yang mengandung kata-kata tunggal diucapkan anak untuk mengacu pada benda-
benda yang dijumpai sehari-hari. Pada tahap ini pula seorang anak mulai
menggunakan serangkaian bunyi berulang-ulang untuk makna yang sama. Pada usia
ini pula, sang anak sudah mengerti bahwa bunyi ujar berkaitan dengan makna dan
mulai mengucapkan kata-kata yang pertama.
Menurut pendapat beberapa peneliti bahasa anak, kata-kata dalam tahap ini
mempunyai tiga fungsi, yaitu kata-kata itu dihubungkan dengan perilaku anak itu
sendiri atau suatu keinginan untuk suatu perilaku, untuk mengungkapkan suatu
perasaan, untuk memberi nama kepada suatu benda. Dalam bentuknya, kata-kata
yang diucapkan itu terdiri dari konsonan-konsonan yang mudah dilafalkan seperti
m,p,s,k dan vokal-vokal seperti a,i,u,e.
5
3. Tahap Dua-Kata, Satu Frase
Tahap ini berlangsung ketika anak berusia 18-20 bulan. Ujaran-ujaran yang terdiri
atas dua kata mulai muncul seperti mama mam dan papa ikut. Kalau pada tahap
holofrastis ujaran yang diucapkan si anak belum tentu dapat ditentukan makna, pada
tahap dua kata ini, ujaran si anak harus ditafsirkan sesuai dengan konteksnya. Pada
tahap ini pula anak sudah mulai berpikir secara “subjek + predikat” meskipun
hubungan-hubungan seperti infleksi, kata ganti orang dan jamak belum dapat
digunakan. Dalam pikiran anak itu, subjek + predikat dapat terdiri atas kata benda +
kata benda, seperti “Ani mainan” yang berarti “Ani sedang bermain dengan mainan”
atau kata sifat + kata benda, seperti “kotor patu” yang artinya “Sepatu ini kotor” dan
sebagainya.
4. Ujaran Telegrafis
Pada usia 2 dan 3 tahun, anak mulai menghasilkan ujaran kata-ganda (multiple-word
utterances) atau disebut juga ujaran telegrafis. Anak juga sudah mampu membentuk
kalimat dan mengurutkan bentuk-bentuk itu dengan benar. Kosakata anak
berkembang dengan pesat mencapai beratus-ratus kata dan cara pengucapan katakata
semakin mirip dengan bahasa orang dewasa.
Pada usia dini dan seterusnya, seorang anak belajar B1-nya secara bertahap dengan
caranya sendiri. Ada teori yang mengatakan bahwa seorang anak dari usia dini
belajar bahasa dengan cara menirukan. Namun, hasil peniruan yang dilakukan oleh si
anak tidak akan sama seperti yang diinginkan oleh orang dewasa. Jika orang dewasa
meminta sang anak untuk menyebutkan “He’s going out”, si anak akan melafalkan
dengan “He go out” (Rodman, 1993:409).
c. Strategi Pemerolehan Bahasa Pertama
Ada empat strategi yang biasa digunakan dalam pemerolehan bahasa pertama:
1. Strategi pertama dalam pemerolehan bahasa adalah strategi meniru.
Anak-anak dalam proses pemerolehan bahasa dapat dianjurkan untuk memegang
pedoman: tirulah apa yang dikatakan orang lain. Lihatlah bagaimana anak belajar
sesuatu apa pun dari orang dewasa. Ketika ia melihat orang tuanya membuka buku
lalu ia menirunya membuka-buka buku, tidak peduli apakah caranya benar atau salah,
toh tetap dilakukannya, dan orang tuanya terus mengajarinya. Cara itu juga
digunakannya dalam pemerolehan bahasa pertama. Mula-mula ia hanya bisa
mendengar bunyi-bunyi yang dituturkan orang dewasa. Setelah itu, ia menirunya
6
dengan sekenanya. Orang tuanya akan menanggapinya seolah-olah memahami
maksud anak.
Ketika kita berbicara dengan anak hendaknya menggunakan ungkapan, struktur
kalimat, lafal, dan intonasi yang benar sebab apa yang kita sampaikan tersebut sangat
potensial akan ditiru anak. Ketika anak meniru apa yang kita ucapkan, berarti anak
telah melakukan proses pemerolehan bahasa walaupun dilakukan secara unik sesuai
dengan karakterisasi dan pilihan anak sendiri. Bertambahnya pemahaman kita
mengenai sifat anak-anak belajar bahasa, jelas membantu kita sebagai guru dan orang
tua yang memahami anak-anak kita. Tentu saja, sebagai figur panutan, kita harus
mengarahkan dengan cara-cara yang bijak ketika anak melakukan peniruan dengan
cara-cara yang kurang tepat.
2. Strategi Produktivitas
Produktivitas berarti keefektifan dan keefisienan dalam pemerolehan bahasa yang
berpegang pada pedoman buatlah sebanyak mungkin dengan bekal yang telah Anda
miliki atau Anda peroleh. Produktivitas adalah ciri utama bahasa. Dengan satu kata
seorang anak dapat “bercerita atau mengatakan” sebanyak mungkin hal. Kata papa
misalnya dapat mengandung berbagai makna bergantung pada situasi dan intonasi.
Misalnya
“papa!” (berarti “papa datang”)
“papa?” (berarti “mengapa papa belum datang?”)
“papa, papa” (berarti “papa selamat pagi”)
“pa...pa...” (berarti “papa baik”)
3. Strategi ketiga berkaitan dengan hubungan umpan balik antara produksi ujaran dan
responsi.
Dengan strategi ini anak-anak dihadapkan pada pedoman: hasilkanlah ujaran dan
lihatlah bagaimana orang lain memberi responsi. Stategi produktif bersifat “sosial”
dalam pengertian bahwa strategi tersebut dapat meningkatkan interaksi dengan orang
lain dan sementara itu bersifat “kognitif” juga.
Berikut ini adalah contoh percakapan anak wanita dengan ibunya, yang
mendemonstrasikan suatu praktik strategi produktif.
Anak : Saya makan
Ibu : O, kamu makan?
Anak : Saya makan nasi. Saya makan nasi goreng.
Ibu : O, kamu makan di situ.
7
Anak : Ya, makan di sini. Makan?
Ibu : Ya, kamu boleh makan.
Anak : (Dia makan). Saya makan.
Ibu : Ya, kamu boleh makan. Ayo makan.
Anak : Makan nasi.
Ibu : Makan nasi goreng.
4. Prinsip Operasi
Dalam strategi ini anak dikenalkan dengan pedoman: gunakan beberapa "prinsip
operasi" umum untuk memikirkan serta menetapkan bahasa. Pemikiran ini
dikembangkan oleh Slobin (1971). Karya, Slobin mengenai prinsip-prinsip operasi
atau operating principles sungguh menunjang gagasan mengenai anak-anak sebagai
pemerhati dan pemakai aktif pola-pola dalam pemerolehan bahasa.
Slobin dan para mahasiswanya dengan penuh semangat mengumpulkan data mereka
sendiri dan telah menelaah secara intensif data yang telah dikumpulkan pakar lain
engenai pemerolehan bahasa pertama lebih dari 40 bahasa. Selain daripada “perintah
terhdap diri sendiri’ oleh anak, prinsip operasi Slobin juga menyarankan ‘larangan’
yang dinyatakan dalam avoidance terms; misalnya: “hindari kekecualian”, “hindari
pengaturan kembali”. Misalnya: come; comed {came}; man: mans {men} dalam
bahasa Inggris, dan beradu-berajar {belajar}; peraturan-perajaran {pelajaran} dalam
bahasa Indonesia.
B. Pemerolehan Bahasa Kedua
Pemerolehan bahasa kedua dimaknai saat seseorang memperoleh sebuah bahasa lain
setelah terlebih dahulu ia menguasai sampai batas tertentu bahasa pertamanya (bahasa ibu).
Berbeda dengan pemerolehan bahasa pertama, umumnya bahasa kedua diperoleh dari proses
sadar melalui pembelajaran.Ada juga yang menyamakan istilah bahasa kedua sebagai bahasa
asing. Khusus bagi kondisi di Indonesia, istilah bahasa pertama atau bahasa ibu, bahasa asli
atau bahasa utama, berwujud dalam bahasa daerah tertentu sedangkan bahasa kedua berwujud
dalam bahasa Indonesia dan bahasa asing. Tujuan pengajaran bahasa asing kadang-kadang
berbeda dengan pengajaran bahasa kedua. Bahasa kedua biasanya merupakan bahasa resmi di
negara tertentu, oleh karenanya bahasa kedua sangat diperlukan untuk kepentingan politik,
ekonomi dan pendidikan.
8
Motivasi adalah dorongan dari dalam, dorongan sesaat, emosi atau keinginan yang
menggerakkan seseorang untuk berbuat sesuatu. Dalam pembelajaran bahasa ada
asumsi bahwa orang yang didalam dirinya terdapat keinginan, dorongan atau tujuan
yang ingin dicapai dalam mempelajari bahasa kedua, cenderung akan lebih berhasil
dibandingkan dengan orang yang belajar tanpa dilandasi sesuatu. Kaitannya dengan
pembelajaran bahasa kedua, motivasi mempunyai dua fua fungsi, yaitu fungsi
integrative dan fungsi instrumental. Motivasi akan berfungsi integrative bila
keinginan atau dorongan yang tumbuh dalam mempelajarai bahasa kedua tersebut
adalah dikarenakan untuk berkomunikasi dengan masyarakat penutur bahasa itu.
Sedangkan fungsi instrumental akan muncul bila motivasi itu mendorong seseorang
untuk memiliki kemauan untuk mempelajarari bahasa kedua itu karena tujuan yang
bermanfaat, seperti memperoleh pekerjaan, mobilitas sosial atau yang yang lainnya.
2. Faktor Usia
Ada anggapan umum yang menyatakan bahwa dalam pembelajaran bahasa kedua,
anak-anak akan lebih baik dan lebih berhasil dibandingkan orang dewasa. Namun
hasil penelitian mengenai faktor usia dalam pembelajaran bahasa kedua ini
menunjukkan bahwa:
a) Dalam hal pemerolehan, tampaknya faktor usia tidak terlalu berperan, sebab
urutan pemerolehan oleh anak-anak dan orang dewasa tampaknya sama saja.
b) Dalam hal kecepatan dan keberhasilan belajar, dapat disimpulkan: 1) anak-
anak lebih berhasil dalam pemerolehan sistem fonologi atau pelafalan,
bahkan banyak di antara mereka yang bisa mencapaipelafalan seperti penutur
aslinya; 1) orang dewasa lebih cepat menguasai sisi morfologi dan sintaksis,
paling tidak pada permulaan masa belajar; 3) Hasil akhirnya, anak-anak
selalu lebih berhasil daripada orang dewasa, walaupun tidak selalu lebih
cepat.
3. Faktor Penyajian Formal
Penyajian pembelajaran bahasa baik bahasa pertama ataupun bahasa kedua secara
formal tentu memiliki pengaruh terhadap kecepatan dan keberhasilan pemerolehan
bahasa karena beberapa faktor yang memang telah dipersiapkan dan diadakan secara
sengaja. Tentu saja hal ini harus pula di dukung lingkungan dan lokasi belajar yang
memadai atau mendukung di samping hal-hal yang bersifat teknis yang telah
diuraikan tadi. Hal lain yang juga berpengaruh pada keberhasilan penyajian secara
formula dalam kelas seperti ini adalah pengajar dan siswa itu sendiri. Guru haruslah
9
orang yang tepat, mempunyai integritas yang tinggi dan sesuai dengan bidang
bahasa yang paling dikuasainya, mempunyai kualifikasi yang baik dan metode
pengajaran yang sesuai. Sementara itu siswa harus disiplin yan berkenginan yang
kuat untuk bisa menguasai bahasa yang sedang dipelajarinya.
b. Cara Memperoleh Bahasa Kedua
Menurut Krashen dan Terrel pemerolehan bahasa kedua terbagi atas dua cara, yaitu:
1. Pemerolehan bahasa kedua secara terpimpin
Di dalam pemerolehan bahasa kedua secara terpimpin berarti pemerolehan bahasa
kedua yang diajarkan kepada pelajar dengan menyajikan materi yang sudah dipahami.
Ciri-ciri pemerolehan bahasa kedua secara terpimpin,(1) materi tergantung kriteria
yang ditentukan oleh guru, (2)Strategi yang dipakai oleh seorang guru juga sesuai
dengan apa yang dianggap paling cocok untuk siswanya. Dalam pemerolehan bahasa
secara terpimpin, apabila penyajian materi dan metode yang digunakan dalam belajar
teppat dan efekktif maka ini akan berhasil dan menguntungkan pelajar dalam
pemerolehan bahasa keduanya. Namun, sering ada ketidakwajaran dalam penyajian
materi terpimpinini, misalnya penghafalan pola-pola kalimat tanpa pemberian latihan-
latihan bagaimana penerapan itu dalam komunikasi
2. Pemerolehan bahasa kedua secara alamiah
Pemerolehan bahasa kedua secara alamiah atau secara spontan adalah pemeroleh
bahasa kedua yang terjadi dalam komunikasi sehari-hari, bebas dari pengajaran atau
pimpinan guru. Pemerolehan bahasa seperti ini tidak ada keseragaman karena setiap
individu memperoleh bahasa kedua dengan caranya sendiri. Yang paling penting
dalam cara ini adalah interaksi dan komunikasi yang mendorong pemerolehan bahasa
kedua. Ciri-ciri pemerolehan bahasa kedua secara alamiah adalah (1) yang terjadi
dalam komunikasi sehari-hari,(2) bebas dari pimpinan sistematis yang disenggaja.
10
Strategi memori membantu pembelajar dalam membangkitkan, memahami,
menyimpan dan memperoleh pengetahuan baru.
Strategi terpenting dalam pembelajaran bahasa kedua atau bahasa asing adalah
strategi kognitif karena sangat membantu mahasiswa dalam mengendalikan dan
mengolah bahasa sasaran.
Sedangkan strategi kompensasi memungkinkan pembelajar untuk menggunakan
bahasa sasaran (bahasa kedua maupun bahasa asing) secara komprehensif dan
produktif. Sehingga pembelajar dapat melewati berbagai situasi, termasuk situasi
yang sulit sekalipun manakala berkomunikasi dalam bahasa sasaran yang baru
mereka pelajari. Inilah yang disebut strategi komunikasi yang selaras dengan
penjelasan Rubin (1987 seperti dikutip dalam Hismanoglu, 2000).
Demikian pula, Canale & Swain (1980, p. 15) percaya bahwa strategi komunikasi
sangat penting sebagai keterampilan dasar dalam mempelajari bahasa kedua (atau bahasa
asing). Begitu pula Celce Murcia et al. (1995, p. 26) menegaskan bahwa kompetensi
komunikatif adalah kompetensi strategi yang sesuai dengan penggunaan bahasa yang
komunikatif sehingga munculah Pengajaran Bahasa Komunikatif (CLT). Dengan demikian,
strategi komunikatif adalah penggunaan pengetahuan tentang strategi komunikasi. Dengan
demikian, strategi kompensasi tampaknya menjadi akar untuk meningkatkan strategi
komunikatif.
2. Strategi tidak langsung
Klasifikasi strategi pembelajaran bahasa yang kedua adalah strategi tidak langsung
yang terdiri dari tiga kelompok strategi: strategi metacognitif, strategi afektif, dan strategi
sosial.
Metakognitif dapat mengendalikan kognitif pembelajar dan mengatur proses
belajar dengan menggunakan fungsi-fungsi pemusatan, pengaturan,
perencanaan, dan evaluasi.
Sementara itu, strategi afektif memainkan peran dalam mengatur emosi,
motivasi, dan sikap.
Strategi sosial juga penting bagi mahasiswa untuk berinteraksi dengan orang
lain dalam memfasilitasi proses pemerolehan bahasa baru. Secara keseluruhan,
strategi tidak langsung membantu mahasiswa dalam pembelajaran bahasa baru
tanpa melibatkan bahasa sasaran secara tidak langsung
11
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Penguasaan bahasa pertama diperoleh secara ilmiah, secara tidak sadar di dalam
lingkungan keluarga anak-anak tersebut. Setiap anak di dalam lingkungan pertumbuhan
normal, memperoleh bahasa asli mereka dengan lancar dan efisien, lebih jauh, mereka
menguasainya secara alami tanpa pendidikan khusus sekalipun bukannya tanpa upaya dan
perhatian yang memadai pada bahasa. Penguasaan bahasa pertama diperoleh secara ilmiah,
secara tidak sadar di dalam lingkungan keluarga anak-anak tersebut. Setiap anak di dalam
lingkungan pertumbuhan normal, memperoleh bahasa asli mereka dengan lancar dan efisien,
lebih jauh, mereka menguasainya secara alami tanpa pendidikan khusus sekalipun bukannya
tanpa upaya dan perhatian yang memadai pada bahasa. Terdapat dua proses yang terjadi
ketika seseorang memperoleh bahasa pertamanya, yaitu proses kompetensi dan proses
performansi.
Pemerolehan bahasa kedua dimaknai saat seseorang memperoleh sebuah bahasa lain
setelah terlebih dahulu ia menguasai sampai batas tertentu bahasa pertamanya (bahasa ibu).
Berbeda dengan pemerolehan bahasa pertama, umumnya bahasa kedua diperoleh dari proses
sadar melalui pembelajaran.
B. Saran
Semoga dengan tersusunnya makalah ini dapat memberikan gambaran dan menambah
wawasan kita tentang Strategi Pemerolehan Bahasa Pertama dan Kedua. Lebih jauhnya
penyusun berharap dengan memahami pembahasan ini, kita semua dapat menyikapi segala
kemajuan dan perkembangannya sehingga dapat berdampak positif bagi kehidupan kita
semua.
Dari pembahasan materi dan penyusunan makalah ini, penyusun mengalami beberapa
kendala. Maka penyusun memohon maaf jika terdapat beberapa kesalahan dan kekurangan
dalam penulisan kata serta rangkaian kalimat. Oleh sebab itu penyusun juga membutuhkan
kritik dan saran yang membangun dari para pembaca demi untuk menyempurnakan makalah
ini.
12
DAFTAR PUSTAKA
Chaer, Abdul. 2003. Psikolinguistik .Jakarta: Rineka Cipta
Fromkin Victoria dan Robert Rodman. 1993. An Introduction to Language. Florida: Harcourt
Brace Jovanovich Collage.
Kusuma, Alam Budi. 2016. Pemerolehan Bahasa Pertama Sebagai Dasar Pembelajaran
Bahasa Kedua (Kajian Psikolinguistik). Jurnal Komunikasi dan Pendidikan Islam.
Volume 5 No. 2
Krashen, Stephen D. 1981. Second Language Acquisition and Second Language Learning.
Oxford New York: Pergamon Press
Krashen, Stephen dan Terrell, Tracy D. 1983. The Natural Approach: Language Acquisition
in the Classroom. Oxford: Pergamon Press
Stobin, Dan I. 1971. Psycholinguistics. Glenview: Scott Foresmen and Co. diterjemahkan
oleh Ton Ibrahim Ilmu Psikolinguistik. 1991. Kuala Lumpur: Dewan Bahasa dan
Pustaka.
13