Anda di halaman 1dari 10

Hipotesis Pemerolehan Bahasa

Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah

Ilmu Lughah An-Nafsi

Dosen Pengampu:

Dr. Ahmad Royani, M.Hum

Disusun oleh:

85 Devi Kusuma Wardani 11190120000041

85 Muhammad Khoris Al-Ishaqi 11190120000067

Mahdiyah 11190120000071

Zul fadli 82

JURUSAN PENDIDIKAN BAHASA ARAB

FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH


JAKARTA
2020

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT atas segala rahmatNya sehingga makalah ini dapat
tersusun hingga selesai. Tidak lupa kami mengucapkan terimakasih terhadap bantuan dari
pihak yang telah berkontribusi dengan memberikan sumbangan baik pikiran maupun
materinya.

Kami berharap semoga makalah ini dapat menambah pengetahuan dan pengalaman
untuk para pembaca. Bahkan kami berharap lebih jauh lagi agar makalah ini bisa pembaca
praktekkan dalam kehidupan sehari-hari.

Kami yakin masih banyak kekurangan dalam penyusunan makalah ini karena
keterbatasan pengetahuan dan pengalaman Kami. Untuk itu kami sangat mengharapkan kritik
dan saran yang membangun dari pembaca demi kesempurnaan makalah ini.

Jakarta, 4 April 2021

Penulis
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Bahasa merupakan satu wujud yang tidak dapat dipisahkan dari kehidupan manusia
sehingga dapat dikatakan bahwa bahasa adalah milik manusia yang telah menyatu dengan
dirinya. Sebagai salah satu milik manusia, bahasa selalu muncul dalam segala aspek kegiatan
manusia. Tidak ada satu kegiatan manusia pun yang tidak disertai dengan kehadiran bahasa.
Oleh karena itu, jika orang bertanya mengenai arti bahasa, jawabannya dapat bermacam-
macam sejalan dengan bidang kegiatan tempat bahasa itu digunakan.

Penguasaan aspek-aspek kebahasaan oleh seseorang dapat berlangsung melalui


pemerolehan bahasa (language acquisition), dapat pula berlangsung melalui pembelajaran
bahasa (language learning). Sehubungan dengan hal tersebut, dalam tulisan ini akan
membahas hal-hal yang berhubungan dengan pemerolehan bahasa. Masalah ini perlu dikaji
karena dalam pemerolehan bahasa pertama bagi anak-anak terdapat peranan lingkungan
kebahasaan orang dewasa yang memiliki pengaruh signifikan. Oleh karena itu, terwujudnya
lingkungan kebahasaan yang kondusif menjadi penting untuk diperhatikan. Permasalahan
yang akan dibahas dalam makalah ini adalah sebagai berikut.

B. Rumusan Masalah

1. Apa pengertian hipotesis?


2. Apa itu hipotesis nurani?
3. Apa itu hipotesis tabularasa?
4. Apa itu hipotesis kesemestaan kognitif?

C. Tujuan Penulisan

1. Memahami pengertian dasar hipotesis


2. Mengetahui tentang macam-macam hipotesis
3. Memahami proses hipotesis pemerolehan bahasa
4. Mengetahui semua yang berkaitan dengan hipotesis pemerolehan bahasa

BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Hipotesis

Hipotesis berasal dari bahasa Yunani: hypo = di bawah; thesis = pendirian, pendapat


yang ditegakkan, kepastian. Hipotesis atau hipotesa merupakan suatu pernyataan yang
sifatnya sementara, atau kesimpulan sementara atau dugaan yang bersifat logis tentang suatu
populasi. Sedangkan menurut KBBI, hipotesis berarti sesuatu yang dianggap benar untuk
alasan atau pengutaraan pendapat (teori, proposisi, dan sebagainya) meskipun kebenarannya
masih harus dibuktikan; anggapan dasar.

B. Hipotesis Nurani

Setiap bahasawan (penutur asli suatu bahasa) tentu mampu memahami dan membuat
(menghasilkan, menerbitkan) kalimat-kalimat dalam bahasanya karena dia telah menuranikan
atau menyimpan dalam nuraninya akan tata bahsa bahasanya itu menjadi kompetensi
(kecakapan) bahasanya: juga telah menguasai kemampuan-kemampuan performansi
(pelaksanaan) bahasa itu. Jadi, dalam pemerolehan bahasa, jelas yang diperoleh kanak-kanak
adalah kompetensi dan performansi bahasa pertamanya itu. Kemudian karena tata bahasa itu
terdiri dari komponen sintaksis, semantik, dan fonologi, dan setiap komponen-komponen itu
berupa rumus-rumus (kaidah-kaidah), maka ketiga macam rumus inilah yang terlebih dahulu
dikuasai kanak-kanak dalam pemerolehan bahasa. Selain dari rumus-rumus ketiga komponen
tata bahasa itu, untuk bisa memahami dan membuat kalimmat-kalimat, perlu juga terlebih
dahulu dikuasai atau dimiliki rummus-rumus yang mengubah bentuk-bentuk dalam (struktur
dalam) menjadi bentuk luar (struktur luar).
Pertanyaan kita sekarang adalah alat apakah yanng digunakan kanak-kanak untuk
memperoleh kemampuan berbahasa itu? Menurut Chomsky adalah hipotesis nurani. Apakah
hipotesis nurani itu?
Hipotesis nurani lahir dari beberapa pengamatan yang dilakukan para pakar terhadap
pemerolahan bahasa kanak-kanak (Lenneberg, 1967, Chomsky, 1970). Di antara hasil
pengamatan itu adalah berikut ini:
1. Semua kanak-kanak yang normal akan memperoleh bahasa ibunya asal saja
“diperkenalkan” pada bahasa ibunya itu. Maksudnya dia tidak diasingkan dari
kehidupan ibunya (keluarganya)
2. Pemerolehan bahasa tidak ada hubungannya dengan kecerdasan kanak-kanak. Artinya
baik kanak-kanak yang cerdas maupun yang tidka cerdas akan memperoleh bahasa itu
3. Kalimat-kalimat yang didengar kanak-kanak sering kali tidak gramatikal, tidak
lengkap, dan jumlahnya sedikit
4. Bahasa tidak dapat diajarkan kepada mahluk lain, hanya manusia yang dapat
berbahasa
5. Proses pemerolehan bahasa oleh kanak-kanak di mana pun sesui dengan jadwal yang
erat kaitannya dengan proses pematangan jiwa kanak-kanak
6. Struktur bahasa sangat rumit, kompleks, dan bersifat universal. Namun, dapat
dikuasai kanak-kanak dalam waktu yang relatif singkat, yaitu dalam waktu antara tiga
atau empat tahun saja.
Berdasarkan pengamatan di atas, dapat disimpulkan bahwa manusia lahir dengan
dilengkapi oleh suatu alat yang memungkinkan dapat berbahasa dengan mudah dan cepat.
Lalu, karena sukar dibuktikan secara empiris, maka pandangan ini mengajukan satu hipotesis
yang disebut hipitesis nurani.
Mengenai hipotesis nurani ini perlu dibedakan adanya dua macam hipotesis nurani,
yaitu hipotesis nuarani bahasa dan hipotesis nurani mekanissme (Simanjuntak 1977).
Hpotesis nurani bahasa merupakan satu asumsi yang menyatakan bahwa sebagian atau semua
bagian dari bahasa tidaklah dipelajari atau diperoleh tetapi ditentukan oleh fitur-fitur nurani
yang khusus dari organisme manusia. Sedangkan hipotesis nurani mekanisme menyatakan
bahwa proses pemerolehan bahasa oleh manusia ditentukan oleh perkembangan kognitif
umum dan mekanisme nurani umum yang berinteraksi dengan pengalaman. Maka beda kedua
hipotesis ini adalah bahwa hipotesis nurani bahasa menekankan terdapatnya suatu benda
nurani yang dibawa sejak lahir yang khusus untuk bahasa dan berbahasa. Sedangkan
hipotesis mekanisme terdapat suatu benda nurani yang berbentuk mekanisme yang umum
untuk semua kamampuan manusia. Bahasa dan berbahas hanyalah sebagian saja dari yang
umum itu.
Mengenai hipotesis nurani bahasa, Chomsky dan Miller (1957) mengatakan adanya
alat khusus yang dimiliki setiap kanak-kanak sejak lahir untuk dapat berbahasa. Alat itu
namanya Language Acquistition Device (LAD), yang berfungsi untuk memungkinkan
seorang kanak-kanak memperoleh bahasa ibunya. Carakerja LAD ini dapat dijelaskan
sebagai berikut: Apabila sejumlah ucapan yang cukup mamadai dari suatu bahasa (bahasa apa
saja: Sunda, Arab, Cina, dsb) “diberikan” kepada LAD seorang kanak-kanak sebagai
masukan (input), maka LAD itu akan membentuk salah satu tata formal sebagai keluaran (out
put)-nya.

C. Hipotesis Tabularasa

Tabularasa secara harfiah berarti “kertas kosong”, dalam arti beluk ditulis apa-apa.
Lalu, hipotesis tabularasa ini menyatakan bahwa otak bayi pada waktu dilahirkan sama
seperti kertas kosong, yang nanti akan ditulis atau diisi dengan pengalaman-pengalaman.
Hipotesis ini pada mulanya dikemukakan oleh John Locke yaitu seorang tokoh empiris yang
sangat terkenal; kemudian dianut dan disebarluaskan oleh John Watshon seorang tokoh
terkemuka aliran behaviorisme dalam psikologi.

Dalam hal 8ni, menurut hipotesis tabularasa, semua pengetahuan dalam bahasa
manusia yang tampak dalam perilaku berbahasa adalah merupakan hasil dari integritas
peristiwa-peristiwa linguistik yang dialami dan diamati oleh manusia itu. Sejalan dengan
hipotesis ini, behaviorisme menganggap bahwa pengetahuan linguistik hanya dari rangkaian
hubungan-hubungan yang dibentuk dengan cara pembelajaran S-R (stimulus-respons). Cara
pembelajaran S-R yang terkemuka adalah pelaziman klasik, pelaziman operan, dan mediasi
atau penengah yang telah dimodifikasi menjadi teori-teori pembelajaran bahasa.

Teori pembelajaran pelaziman operan menyatakan bahwa perilaku berbahasa


seseorang dibentuk oleh serentetan ganjaran yang beragam-ragam yang muncul di sekitar
orang itu. Seorang kanak-kanak yang sedang memperoleh sistem bunyi bahasa ibunya, pada
mulanya akan “mengucapkan” semua bunyi yang ada pada semua bahasa yang ada di dunia
ini pada tahap “berceloteh” (babling period). Namun orang tua si bayi atau anak-anak itu
hanya “memberikan “ bunyi-bunyi yang ada dalam bahasa ibunya saja. Maka demikian, si
bayi hanya dilazimkan untuk menirukan bunyi-bunyi dari bahasa ibunya saja. Lalu si bayi si
bayi akan menggabungkan bunyi-bunyi yang telah dilazimkan itu untuk menirukan ucapan-
ucapan orang tuanya. Kemudian, jika tiruannya iti betul atau mendekati ucapan yang
sebenarnya, maka dia akan mendapat “hadiah” dari ibunya berupa senyuman, tawa, ciuman
dan sebagainya. Bisa dikatakan bahasa kanak-kanak itu berkembang setahap demi setahap,
mulai dari bunyi, kata, frase, dan kalimat. Perkembangan kemampuan berbahasa selalu
diperkukuh dengan hadiah-hadiah atau ganjaran-ganjaran, sehingga menjadi tabiat atau
perilaku pada kanak-kanak itu. Menurut teori behaviorisme ini bahasa adalah tabiat-tabiat
atau perilaku-perilaku. Tabiat seperti inilah dituliskan pda “kertas kosong” tabularasa otak
kanak-kanak.

Menurut Skinner (1957) berbicara merupakan satu respons operan yang dilazimkan
kepada sesuatu stimulus dari dalam atau dari luar, yang sebenarnya tidak jelas diketahui.
Untuk menjelaskan hal ini Skinner memperkenalkan sekumpulan  kategori respons bahasa
yang hampir serupa fungsinya dengan ucapan, yaitu:

a. Mand

Kata mand adalah akar dari kata command, demand, dan lain-lain. Dalam tata


bahasa, mand ini sama dengan kalimat imperative, permohonan, atau rayuan, apabila penutur
ingin mendapatkan sesuatu.. Apabila seorang anak mengucapkan kata ”susu” ucapan tersebut
muncul karena adanya stimulus rasa lapar atau haus sebagaimana yang pernah dialaminya
dulu.

b. Tacts

Tacts adalah ucapan yang berhubungan dengan suatu benda atau peristiwa konkret
yang muncul sebagai akibat adanya stimulus. Dalam tata bahasa, tacts dapat disamakan
dengan menamai atau menyebut nama suatu benda atau peristiwa. Apabila seorang anak
melihat mobil (sebagai stimulus) maka ia akan mengeluarkan suatu tacts “mobil” sebagai
respons.

c. Echoics

Echoics adalah suatu perilaku berbahasa yang dipengaruhi oleh respons orang lain
sebagai stimulus dan kita meniru ucapan itu. Apabila seseorang mengatakan “mobil” stimulus
tersebut akan direspon dengan ucapan “mobil”.

d. Textual

Textual adalah perilaku bahasa yang diatur oleh stimulus tertulis sedemikian rupa
sehingga bentuk perilaku itu mempunyai korelasi dengan bahasa yang tertulis. Korelasi
tersebut adalah hubungan sistematik antara penulisan (ejaan) suatu bahasa dengan respons
ucapan apabila membacanya secara langsung. Apabila kita melihat tulisan <kucing> sebagai
stimulus maka “kita memberikan respon “kucing”.

e. Intraverbal Operant
Intraverbal operan adalah operan berbahasa yang diatur oleh perilaku berbahasa
terdahulu yang dilakukan atau dialami oleh penutur. Umpamanya, kalau sebuah kata
dituliskan atau diucapkan sebagai stimulus, maka kata lain yang ada hubungannya dengan
kata itu akan diucapkan sebagai respon. Kata meja misalnya akan membangkitkan kata kursi.
Begitu juga kata terimakasih sebagai stimulus akan membangkitkan kata kembali sebagai
responnya.

D. Hipotesis Kesemestaan Kognitif

Dalam kognitifisme hipotesis Kesemestaan kognitif yang diperkenalkan oleh Pieget


telah digunakan sebagai dasar untuk menjelaskan proses-proses pemerolehan bahasa kanak-
kanak. Pieget sendiri sebenarnya tidak pernah secara khusus mengeluarkan satu teori
mengenai pemerolehan bahasa, karena beliau menganggap bahasa merupakan satu bagian
dari perkembangan kognitif (intelek) secara umum. Pieget hanya mengkaji perkembangan
kognitif umum ini; dan dalam pengkajian ini beliau telah mengeluarkan sebuah hipotesis
mengenai kesemestaan kognitif, termasuk bahasa. Namun, para pengikut pieget di Jenewa
telah meluaskan pandangan pieget ini sehingga satu teori pemerolehan bahasa dalam
kognitifisme telah dirumuskan (Sinclair-de Zwart,1963).

Menurut teoriyang didasarkan pada Kesemestaan kognitif, bahasa diperoleh


berdasarkan struktur-struktur kognitif deriamotor. Struktur-struktur ini diperoleh anak-anak
melalui interaksi dengan benda-benda atau orang-orang di sekitarnya. Urutan pemerolehan
ini secara garis besar adalah sebagai berikut.

a. Antara usia 0 sampai dengan 1,5 tahun anak-anak mengembangkan pola-pola aksi
dengan cara bereaksi terhadap alam sekitarnya. Pada masa ini anak mulai membangun
dunia kekekalan benda.Maksudnya, kanak-kanak telah mulai sadar bahwa meskipun benda-
benda yang pernah diamatinya atau disentuhnya hilang dari pandangannya; namun tidak
berarti benda-benda itu tidak ada lagi di dunia ini. Dia sekarang tahu bahwa benda-benda itu
dapat dicari dengan aksi tertentu. Misalnya, melihatnya di tempat lain.

b. Antara usia anak dua sampai dengan tujuh tahun anak-anak memasuki
tahap representasi kecerdasan, setelah struktur aksi dinuranikan. Pada tahap ini anak-anak
telah mampu membentuk representasi simbolik benda-benda seperti permainan simbolik,
peniruan, gambar-gambar, dan sebagainya.
c. Setelah melalui tahap representasi kecerdasan, dengan representatif simboliknya,
berakhir, maka bahasa kanak-kanak semakin berkembang, dan dengan mendapat nilai-nilai
sosialnya. Struktur-stuktur linguistik mulai dibentuk berdasarkan bentuk-bentuk kognitif
umum yang telah dibentuk ketika berusia kurang lebih dua tahun.

Bab III

PENUTUPAN

A. Kesimpulan

Pemerolehan bahasa adalah proses penguasaan bahasa secara alamiah


yang    berlangsung di dalam otak anak-anak ketika memperoleh bahasa pertama (bahasa
ibu). Dalam pemerolehan bahasa pertama, anak mangalami proses kompetensi dan proses
performansi. Hipotesis nurani berasumsi bahwa manusia lahir dilengkapi dengan alat yang
memungkinkan anak dapat berbahasa. Hipotesis ini dibedakan menjadi hipotesis nurani
bahasa dan hipotesis nurani mekanis.

Teori tabularasa berasumsi bahwa otak bayi pada waktu dilahirkan sama seperti kertas
kosong yang nanti akan ditulis atau diisi dengan pengalaman. Pengetahuan linguistik terdiri
dari rangkaian hubungan yang dibentuk dengan pembelajaran S-R (Stimulus-Respons).
Hipotesis kesemestaan kognitif berasumsi bahwa bahasa diperoleh berdasarkanstruktur-
struktur kognitif deriamotor.
Daftar Pustaka

Chaer, A. (2003). Psikolinguistik: Kajian teoretik. Jakarta: Penerbit PT Rineka Cipta.

HIPOTESIS. (2020, November 04). Retrieved April 4, 2021, from


https://raharja.ac.id/2020/11/04/hipotesis/

Setiawan, E. (n.d.). Kamus Besar Bahasa INDONESIA (KBBI). Retrieved April 5, 2021,
from https://kbbi.web.id/hipotesis

https://repository.unja.ac.id/5951/1/01.%20Hipotesis%20Nurani.pdf

Anda mungkin juga menyukai