Dosen Pengampu:
Disusun oleh:
Mahdiyah 11190120000071
Zul fadli 82
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT atas segala rahmatNya sehingga makalah ini dapat
tersusun hingga selesai. Tidak lupa kami mengucapkan terimakasih terhadap bantuan dari
pihak yang telah berkontribusi dengan memberikan sumbangan baik pikiran maupun
materinya.
Kami berharap semoga makalah ini dapat menambah pengetahuan dan pengalaman
untuk para pembaca. Bahkan kami berharap lebih jauh lagi agar makalah ini bisa pembaca
praktekkan dalam kehidupan sehari-hari.
Kami yakin masih banyak kekurangan dalam penyusunan makalah ini karena
keterbatasan pengetahuan dan pengalaman Kami. Untuk itu kami sangat mengharapkan kritik
dan saran yang membangun dari pembaca demi kesempurnaan makalah ini.
Penulis
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Bahasa merupakan satu wujud yang tidak dapat dipisahkan dari kehidupan manusia
sehingga dapat dikatakan bahwa bahasa adalah milik manusia yang telah menyatu dengan
dirinya. Sebagai salah satu milik manusia, bahasa selalu muncul dalam segala aspek kegiatan
manusia. Tidak ada satu kegiatan manusia pun yang tidak disertai dengan kehadiran bahasa.
Oleh karena itu, jika orang bertanya mengenai arti bahasa, jawabannya dapat bermacam-
macam sejalan dengan bidang kegiatan tempat bahasa itu digunakan.
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan Penulisan
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Hipotesis
B. Hipotesis Nurani
Setiap bahasawan (penutur asli suatu bahasa) tentu mampu memahami dan membuat
(menghasilkan, menerbitkan) kalimat-kalimat dalam bahasanya karena dia telah menuranikan
atau menyimpan dalam nuraninya akan tata bahsa bahasanya itu menjadi kompetensi
(kecakapan) bahasanya: juga telah menguasai kemampuan-kemampuan performansi
(pelaksanaan) bahasa itu. Jadi, dalam pemerolehan bahasa, jelas yang diperoleh kanak-kanak
adalah kompetensi dan performansi bahasa pertamanya itu. Kemudian karena tata bahasa itu
terdiri dari komponen sintaksis, semantik, dan fonologi, dan setiap komponen-komponen itu
berupa rumus-rumus (kaidah-kaidah), maka ketiga macam rumus inilah yang terlebih dahulu
dikuasai kanak-kanak dalam pemerolehan bahasa. Selain dari rumus-rumus ketiga komponen
tata bahasa itu, untuk bisa memahami dan membuat kalimmat-kalimat, perlu juga terlebih
dahulu dikuasai atau dimiliki rummus-rumus yang mengubah bentuk-bentuk dalam (struktur
dalam) menjadi bentuk luar (struktur luar).
Pertanyaan kita sekarang adalah alat apakah yanng digunakan kanak-kanak untuk
memperoleh kemampuan berbahasa itu? Menurut Chomsky adalah hipotesis nurani. Apakah
hipotesis nurani itu?
Hipotesis nurani lahir dari beberapa pengamatan yang dilakukan para pakar terhadap
pemerolahan bahasa kanak-kanak (Lenneberg, 1967, Chomsky, 1970). Di antara hasil
pengamatan itu adalah berikut ini:
1. Semua kanak-kanak yang normal akan memperoleh bahasa ibunya asal saja
“diperkenalkan” pada bahasa ibunya itu. Maksudnya dia tidak diasingkan dari
kehidupan ibunya (keluarganya)
2. Pemerolehan bahasa tidak ada hubungannya dengan kecerdasan kanak-kanak. Artinya
baik kanak-kanak yang cerdas maupun yang tidka cerdas akan memperoleh bahasa itu
3. Kalimat-kalimat yang didengar kanak-kanak sering kali tidak gramatikal, tidak
lengkap, dan jumlahnya sedikit
4. Bahasa tidak dapat diajarkan kepada mahluk lain, hanya manusia yang dapat
berbahasa
5. Proses pemerolehan bahasa oleh kanak-kanak di mana pun sesui dengan jadwal yang
erat kaitannya dengan proses pematangan jiwa kanak-kanak
6. Struktur bahasa sangat rumit, kompleks, dan bersifat universal. Namun, dapat
dikuasai kanak-kanak dalam waktu yang relatif singkat, yaitu dalam waktu antara tiga
atau empat tahun saja.
Berdasarkan pengamatan di atas, dapat disimpulkan bahwa manusia lahir dengan
dilengkapi oleh suatu alat yang memungkinkan dapat berbahasa dengan mudah dan cepat.
Lalu, karena sukar dibuktikan secara empiris, maka pandangan ini mengajukan satu hipotesis
yang disebut hipitesis nurani.
Mengenai hipotesis nurani ini perlu dibedakan adanya dua macam hipotesis nurani,
yaitu hipotesis nuarani bahasa dan hipotesis nurani mekanissme (Simanjuntak 1977).
Hpotesis nurani bahasa merupakan satu asumsi yang menyatakan bahwa sebagian atau semua
bagian dari bahasa tidaklah dipelajari atau diperoleh tetapi ditentukan oleh fitur-fitur nurani
yang khusus dari organisme manusia. Sedangkan hipotesis nurani mekanisme menyatakan
bahwa proses pemerolehan bahasa oleh manusia ditentukan oleh perkembangan kognitif
umum dan mekanisme nurani umum yang berinteraksi dengan pengalaman. Maka beda kedua
hipotesis ini adalah bahwa hipotesis nurani bahasa menekankan terdapatnya suatu benda
nurani yang dibawa sejak lahir yang khusus untuk bahasa dan berbahasa. Sedangkan
hipotesis mekanisme terdapat suatu benda nurani yang berbentuk mekanisme yang umum
untuk semua kamampuan manusia. Bahasa dan berbahas hanyalah sebagian saja dari yang
umum itu.
Mengenai hipotesis nurani bahasa, Chomsky dan Miller (1957) mengatakan adanya
alat khusus yang dimiliki setiap kanak-kanak sejak lahir untuk dapat berbahasa. Alat itu
namanya Language Acquistition Device (LAD), yang berfungsi untuk memungkinkan
seorang kanak-kanak memperoleh bahasa ibunya. Carakerja LAD ini dapat dijelaskan
sebagai berikut: Apabila sejumlah ucapan yang cukup mamadai dari suatu bahasa (bahasa apa
saja: Sunda, Arab, Cina, dsb) “diberikan” kepada LAD seorang kanak-kanak sebagai
masukan (input), maka LAD itu akan membentuk salah satu tata formal sebagai keluaran (out
put)-nya.
C. Hipotesis Tabularasa
Tabularasa secara harfiah berarti “kertas kosong”, dalam arti beluk ditulis apa-apa.
Lalu, hipotesis tabularasa ini menyatakan bahwa otak bayi pada waktu dilahirkan sama
seperti kertas kosong, yang nanti akan ditulis atau diisi dengan pengalaman-pengalaman.
Hipotesis ini pada mulanya dikemukakan oleh John Locke yaitu seorang tokoh empiris yang
sangat terkenal; kemudian dianut dan disebarluaskan oleh John Watshon seorang tokoh
terkemuka aliran behaviorisme dalam psikologi.
Dalam hal 8ni, menurut hipotesis tabularasa, semua pengetahuan dalam bahasa
manusia yang tampak dalam perilaku berbahasa adalah merupakan hasil dari integritas
peristiwa-peristiwa linguistik yang dialami dan diamati oleh manusia itu. Sejalan dengan
hipotesis ini, behaviorisme menganggap bahwa pengetahuan linguistik hanya dari rangkaian
hubungan-hubungan yang dibentuk dengan cara pembelajaran S-R (stimulus-respons). Cara
pembelajaran S-R yang terkemuka adalah pelaziman klasik, pelaziman operan, dan mediasi
atau penengah yang telah dimodifikasi menjadi teori-teori pembelajaran bahasa.
Menurut Skinner (1957) berbicara merupakan satu respons operan yang dilazimkan
kepada sesuatu stimulus dari dalam atau dari luar, yang sebenarnya tidak jelas diketahui.
Untuk menjelaskan hal ini Skinner memperkenalkan sekumpulan kategori respons bahasa
yang hampir serupa fungsinya dengan ucapan, yaitu:
a. Mand
b. Tacts
Tacts adalah ucapan yang berhubungan dengan suatu benda atau peristiwa konkret
yang muncul sebagai akibat adanya stimulus. Dalam tata bahasa, tacts dapat disamakan
dengan menamai atau menyebut nama suatu benda atau peristiwa. Apabila seorang anak
melihat mobil (sebagai stimulus) maka ia akan mengeluarkan suatu tacts “mobil” sebagai
respons.
c. Echoics
Echoics adalah suatu perilaku berbahasa yang dipengaruhi oleh respons orang lain
sebagai stimulus dan kita meniru ucapan itu. Apabila seseorang mengatakan “mobil” stimulus
tersebut akan direspon dengan ucapan “mobil”.
d. Textual
Textual adalah perilaku bahasa yang diatur oleh stimulus tertulis sedemikian rupa
sehingga bentuk perilaku itu mempunyai korelasi dengan bahasa yang tertulis. Korelasi
tersebut adalah hubungan sistematik antara penulisan (ejaan) suatu bahasa dengan respons
ucapan apabila membacanya secara langsung. Apabila kita melihat tulisan <kucing> sebagai
stimulus maka “kita memberikan respon “kucing”.
e. Intraverbal Operant
Intraverbal operan adalah operan berbahasa yang diatur oleh perilaku berbahasa
terdahulu yang dilakukan atau dialami oleh penutur. Umpamanya, kalau sebuah kata
dituliskan atau diucapkan sebagai stimulus, maka kata lain yang ada hubungannya dengan
kata itu akan diucapkan sebagai respon. Kata meja misalnya akan membangkitkan kata kursi.
Begitu juga kata terimakasih sebagai stimulus akan membangkitkan kata kembali sebagai
responnya.
a. Antara usia 0 sampai dengan 1,5 tahun anak-anak mengembangkan pola-pola aksi
dengan cara bereaksi terhadap alam sekitarnya. Pada masa ini anak mulai membangun
dunia kekekalan benda.Maksudnya, kanak-kanak telah mulai sadar bahwa meskipun benda-
benda yang pernah diamatinya atau disentuhnya hilang dari pandangannya; namun tidak
berarti benda-benda itu tidak ada lagi di dunia ini. Dia sekarang tahu bahwa benda-benda itu
dapat dicari dengan aksi tertentu. Misalnya, melihatnya di tempat lain.
b. Antara usia anak dua sampai dengan tujuh tahun anak-anak memasuki
tahap representasi kecerdasan, setelah struktur aksi dinuranikan. Pada tahap ini anak-anak
telah mampu membentuk representasi simbolik benda-benda seperti permainan simbolik,
peniruan, gambar-gambar, dan sebagainya.
c. Setelah melalui tahap representasi kecerdasan, dengan representatif simboliknya,
berakhir, maka bahasa kanak-kanak semakin berkembang, dan dengan mendapat nilai-nilai
sosialnya. Struktur-stuktur linguistik mulai dibentuk berdasarkan bentuk-bentuk kognitif
umum yang telah dibentuk ketika berusia kurang lebih dua tahun.
Bab III
PENUTUPAN
A. Kesimpulan
Teori tabularasa berasumsi bahwa otak bayi pada waktu dilahirkan sama seperti kertas
kosong yang nanti akan ditulis atau diisi dengan pengalaman. Pengetahuan linguistik terdiri
dari rangkaian hubungan yang dibentuk dengan pembelajaran S-R (Stimulus-Respons).
Hipotesis kesemestaan kognitif berasumsi bahwa bahasa diperoleh berdasarkanstruktur-
struktur kognitif deriamotor.
Daftar Pustaka
Setiawan, E. (n.d.). Kamus Besar Bahasa INDONESIA (KBBI). Retrieved April 5, 2021,
from https://kbbi.web.id/hipotesis
https://repository.unja.ac.id/5951/1/01.%20Hipotesis%20Nurani.pdf